NovelToon NovelToon

Benih Titipan Om Duda

Bab 1

Siang itu Alisa sudah kembali bekerja di tokonya. walau merasa pusing, ia paksakan untuk beraktivitas.

"Seharusnya kau istirahat dulu,urusan disini biar aku yang handle." ucap seorang gadis, temannya.

"Aku tidak bisa terus tenggelam dalam keterpurukan. Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. kalau aku tidak berjuang untuk diriku sendiri, siapa yang akan memperjuangkan ku?" jawab gadis yang satunya. Dia adalah Alisa, pemilik toko bunga tempat mereka berada sekarang.

Sudah dua minggu sejak kejadian mengerikan itu berlalu. Tapi semuanya masih segar di ingatan Alisa. Bagaimana Erwin, pria dewasa yang sudah di anggapnya seperti Om nya sendiri itu datang dan menyergapnya dengan kasar. Pria itu bahkan tidak merasa iba pada dirinya yang menjerit histeris minta di lepaskan. Bau minuman keras menusuk hidung saat itu. Jelas kalau Erwin sedang mabuk saat melakukan aksinya. Alisa bergidik ngeri oleh bayangannya sendiri.

Tak berapa lama kemudian, mata Alisa menangkap bayangan sesosok tubuh tinggi tegap membuka pintu. Sosok yang sangat di bencinya akhir-akhir ini.

Alisa menghela nafas panjang, Pria itu sangat gigih dan tidak pernah berhenti berusaha mendapatkan maafnya.

"Tunggu, Lisa.. Kau tidak usah menghindar. aku hanya sebentar." suara berat dari Erwin memaksa Alisa tetap diam di tempat duduknya.

Rosa sengaja menghindar untuk memberi ruang kepada mereka bicara.

"Om, sudah tidak tau lagi dengan apa harus menebus kesalahan itu, Sesuai kemauanmu, mulai hari ini, Om tidak akan mengganggumu lagi, tidak akan muncul di hadapanmu lagi. Tapi ingatlah.. Kapan pun kau butuh, Om akan siap membantumu." ucap Erwin dengan berat hati.Alisa membuang muka. Ingin rasanya dia menampar wajah yang menjijikkan itu.

"Aku benci, Om Erwin." maki Alisa dengan mata nanar.

 "Om, tau itu. Karena itulah, demi kebaikanmu, Om akan menghilang dari hidupmu. Walaupun ini bukan kehendak Om."

"Aku harap Om pegang janji." suara Alisa ketus.

Erwin mengangguk sendu.

"Jaga dirimu baik-baik.." ucapnya seraya melangkah keluar.

Tapi baru beberapa langkah hendak keluar,

"Hueek..!"

Alisa memegangi mulut dan perutnya.

Dia berlari ke kamar kecil.

Erwin mengurungkan niatnya untuk pergi. Dia menunggu di depan pintu dengan wajah gelisah. Jujur dia sangat mengkhawatirkan keadaan gadis itu.

"Apa yang terjadi dengan Alisa, Om?" tanya Rosa ikut khawatir.

Erwin hanya bisa menggeleng.

Setelah beberapa menit, Alisa keluar dengan tubuh lemas dan wajah pucat.

"Kau kenapa? Wajahmu pucat sekali.." seru Erwin cemas.

Alisa tidak sanggup berbicara. Ia merasakan mual yang sangat pada perutnya.

Tanpa menunggu persetujuan dari gadis itu,

Erwin sudah membopong tubuh mungil Alisa ke mobilnya. Dia tidak perduli dengan penolakan gadis itu.

"Siapkan tempat segera..!" dia terlihat begitu panik saat menelpon pihak rumah sakit.

"Lepas.. Aku jijik berada di dekat Om Erwin." teriaknya sambil memukuli dada pria itu. Namun Erwin tidak perduli.

Dengan hati gelisah dia menunggu di depan ruangan dokter.

Dia sendiri tidak habis pikir, kenapa harus merasa cemas jika sampai terjadi sesuatu pada gadis itu, apa alasannya? Alisa hanyalah gadis penjual bunga yang sederhana. Sedang dirinya seorang pengusaha sukses yang tidak kekurangan apapun.

"Pak Erwin, Silahkan masuk..!" seorang perawat memanggilnya.

Erwin bergegas masuk. Dengan bingung dia duduk di depan dokter yang merupakan sahabatnya.

"Santai, Win. Jangan tegang." canda dokter yang ramah itu.

"Apa yang terjadi padanya? dia baik-baik saja, kan?" cecar Erwin. Membuat Dokter itu kembali tersenyum.

" Alisa tidak apa-apa, ini hanya gejala biasa yang muncul pada kehamilan di minggu-minggu pertama.." ucap Dokter itu dengan ringan.

"Ha-mil?" suara Erwin dan Alisa serentak. Alisa yang baru turun dari ranjang tak kalah kaget. Ia tidak menyangka kejadian menjijikkan itu membuatnya hamil.

Erwin merasa linglung. dia hampir saja tidak percaya dengan pendengarannya.

Kalau Alisa benar hamil, berarti Vonis dari dokter dan tudingan Valeri selama ini terbantahkan.

Dokter itu menarik tangan Erwin ke pojok.

"Ini sebuah keajaiban. kalau gadis itu benar hamil karena kejadian itu, berarti kau normal .." Yuda si dokter muda itu terlihat heran.

"Alisa hamil..?" ucap Erwin berulang kali.

"Kau tidak senang dengan berita ini!?"

"Tentu saja aku senang, bahkan sangat bahagia. Tapi bagaimana dengan Alisa? Dia pasti sangat terpukul oleh keadaan ini." keluh Erwin.

"Memang berat sih.. Carilah jalan keluar yang terbaik." nasehat Yuda.

Mereka kembali menemui Alisa yang masih shok, dia belum percaya dengan berita dari dokter.

"Saya tidak mau hamil, dokter. tolong berikan obat untuk menggugurkan kandungan saya." pinta Alisa dengan memelas.

"Kenapa kau harus menggugurkan anak itu, Erwin akan bertanggung jawab dengan keadaan ini."

Erwin mengangguk dengan gugup.

"Benar, Om, akan mengabulkan semua keinginanmu, asal kau biarkan anak itu lahir."

"Tidak..! apa kata orang kalau aku hamil tidak ada bapaknya?"

"Erwin adalah bapak dari anak itu, dia sangat menginginkan anak itu, Alisa." Dokter Yuda ikut membujuk Alisa.

"Tapi aku yang tidak mau anak ini." suara Alisa begitu keras.

Di dalam mobil...

"Aku tidak mau hamil..! Aku tidak mau anak ini!" pelik Alisa sambil memukuli perutnya berkali-kali.

"Hei, apa yang kau lakukan?" Erwin menghentikan mobilnya dan menenangkan Alisa.

"Ini semua gara-gara perbuatan, Om. Aku yang harus menanggung malu! Bagaimana mungkin aku menjadi seorang ibu sedangkan aku belum menikah. apalagi ibu dari anakmu. aku tidak mau" Alisa menutupi wajahnya.

Erwin terdiam. Dia sadar telah menabur benih di rahim yang salah. Walaupun pembuktian itu ternyata membuahkan kebenaran jika dirinya adalah pria normal.

"Alisa, kenyataan ini memang mengagetkan kita berdua, apa yang bisa Om lakukan untuk memperbaiki keadaan? Semua sudah terjadi. Om tau ini berat bagimu."

Erwin berlutut di hadapan gadis itu.

"Hukumlah Om, dengan caramu. apapun itu. Om pantas menerimanya. tapi tolong... biarkan dia lahir ke dunia." pria itu benar-benar menangis saat memohon.

Alisa memandangnya sejenak. dia kembali terbayang keberingasan Erwin saat memaksakan kehendaknya.

"Aku tidak mungkin hamil dan punya anak di luar nikah.. Apalagi anak dari Om Erwin. aku jijik tau, ngga?" bentak Alisa lagi.

Erwin terpekur. Gadis itu tidak salah jika bereaksi seperti ini.

 Alisa menatap pria sampingnya itu. Matanya terlihat membasah. pandangannya menatap kosong.

" Jangan gugurkan janin itu. Om memohon dengan sangat, Om rela melakukan apa saja asal kau membiarkan anak itu lahir."

"Katakan apa permintaan mu, Om akan mengabulkannya selagi mampu. Tapi Om titip janin itu di rahim mu. biarkan dia tumbuh dan lahir kedunia.." mata Erwin menatapnya dengan penuh permohonan.

"Om sudah gila..! Aku tidak mau..!" teriak Alisa lagi

"Hanya sampai anak itu lahir saja, aku dan anak itu akan menghilang dari kehidupanmu..." suara Erwin semakin lirih.

Alisa membuang pandangannya ke luar.

"Omong kosong..!" desisnya geram.

Suasana hening sampai di depan rumah kontrakan Alisa.

"Sekarang istirahatlah.. Pikirkan baik-baik keputusanmu. mau membunuh janin yang tidak berdosa itu, dan kau akan di kejar dosa seumur hidupmu, atau membiarkannya lahir lalu memberikannya padaku. pilih salah satu."

Alisa membuka pintu mobil dengan kasar.

"Pikirkan baik-baik, Lisa.. Dia darah dagingmu juga." pesan Erwin sebelum meninggalkan tempat itu.

***

"Memangnya dia siapa bisa mengatur ku seenak udelnya?" maki Alisa sambil mengobrak abrik isi kamarnya. Dia melempar semua barang yang ada di meja dengan kesal.

"Lihat saja, aku akan menggugurkan kandunganku." Alisa mengambil minuman bersoda di kulkas dan menghabiskannya dalam sekali teguk, setelah itu dia sengaja memakan buah nanas lalu melompat-lompat dengan ekstrim. Harapannya hanya satu, janin yang di perutnya akan gugur.

Tapi sampai pagi kembali menjelang, tidak sesuatu pun yang terjadi padanya.

"Aneh, aku sudah makan nanas, sudah melompat -lompat.. Kenapa belum juga keguguran?" ia mendesah kesal.

"Tok tok..!"

Pintunya di ketuk orang.

Alisa yang baru bangun membuka pintu dengan malas.

Seorang kurir memberikan sesuatu padanya.

"Maaf, Mas.saya tidak pesan apa-apa" ucap Alisa sambil kembali menutup pintu.

"Tapi barang ini untuk mba" kurir itu bersikeras.

"Siapa yang mengirim?"

Kurir itu menggeleng.

Dari kejauhan, Erwin yang memantau kejadian itu,merasa lega saat melihat makanan yang di kirimnya sudah sampai ke tangan Alisa.

"Kau dan anakmu harus selalu sehat, Alisa..." gumamnya sambil tersenyum.

Setelah menutup pintu, Alisa membuka bingkisan itu. Ternyata isinya bahan makanan seperti roti, selai dan yang lainnya. Di situ juga ada susu hamil lengkap dengan vitamin nya. Alisa membaca secarik kertas yang tertempel disana.

"Jaga kesehatanmu, jangan lupa makan dan minum vitamin..."

Alisa meremas kertas itu.

"Kenapa sih dia masih berpura-pura baik dan perhatian? aku benci dengan sikapnya itu." hampir saja dia membuang makanan itu, tapi tangannya terhenti saat perutnya berbunyi.

Tanpa pikir panjang lagi dia menyantap kiriman dari Erwin itu.

"Biar aku pikirin nanti saja, perutku lapar sekali.." ia bergumam sendiri.

(Sebuah karya novel tidak akan berhasil tanpa pembaca😃)

Bab 2

"Kalian harus terus mengawasi Alisa, jangan sampai lengah. Dia bisa saja melakukan hal-hal yang tidak terduga." Erwin memberi pengarahan pada orang kepercayaan nya.

Erwin sangat berharap Alisa mau mempertahankan bayinya. Ia juga sangat bersemangat menunggu kehadiran bayi itu.

Sangking semangatnya. dia menyulap salah satu kamar di rumahnya yang megah menjadi kamar bayi. Semua perlengkapannya dia pilih sendiri.

Seperti siang itu, dia sedang memilih beberapa aksesoris bayi di sebuah toko.

Disana tanpa sengaja dia bertemu Valery mantan istrinya.

Wanita itu terlihat kaget saat tau Erwin memilih perlengkapan bayi.

"Mas, lagi cari kado, ya?" sapanya setengah meledek.

"Apa perduli mu, urus saja urusanmu sendiri." jawab Erwin malas.

"Tentu saja, kalau bukan kado, lalu untuk siapa? Tidak mungkin, kan untuk calon anakmu..." Valery tidak menyerah.

"Kalau aku bilang ini untuk calon anak ku, kau pasti tidak percaya." ucap Erwin acuh.

Valery tertawa.

"Mas, stress sih wajar, tapi jangan sampai hilang akal dan bermimpi terlalu tinggi."

"Terserah... aku juga tidak memaksamu untuk percaya. Dan oh, ya... kau kesini untuk menghibur diri, kan? Aku tau, kau juga belum hamil sampai saat ini? Aku berani bertaruh kalau aku lebih dulu akan menimang bayi.." ucap Erwin santai dan meninggalkan wanita itu.

Valery merasa heran.

"Dia bicara dengan percaya diri sekali, seolah-olah memang sedang mempersiapkan kelahiran anaknya. kasihan sekali, gara-gara di vonis tidak bisa mempunyai keturunan, dia menjadi tidak waras.

Dan aku? kenapa sampai saat ini belum hamil juga. Padahal aku sudah menikah dengan pria normal dan subur." Valery mengomel sendiri.

"Lalu bagaimana kalau benar dia akan segera mempunyai anak? Dengan siapa? aku tidak pernah mendengar nya dekat dengan wanita manapun."

Dia menepiskan tangannya ke udara, berharap apa yang di membayangkannya tidak pernah terjadi.

Erwin begitu panik saat menerima telpon dari Tedi anak buahnya.

"Cepat kau bawa kerumah sakit. Segera..!"

Erwin bergegas menuju rumah sakit yang sama

Jalanan yang macet membuatnya putus asa.

Tanpa pikir panjang. Dia keluar dari mobil dan berlari di sela-sela padatnya lalu lintas.

"Apapun caranya, aku harus segera sampai di rumah sakit." pikirnya.

Melihat tukang ojek yang sedang menganggur di pinggir jalan. Dia memanggilnya.

"Tolong cepetan, Bang. Saya buru-buru." keluhnya pada tukang ojek.

"Ini sudah maksimal, Pak."

Erwin merasa tidak puas. Dia minta berhenti mendadak.

Lalu mengambil alih kemudi, saya pinjam motornya. Nanti cari saya di tempat ini." ucapnya sambil memberikan sebuah kartu nama.

Dia tidak perduli lagi dengan panggilan tukang ojek.

Alisa terbaring lemas di ranjang rumah sakit.

"Apa yang terjadi padanya?" tanya Erwin dengan nafas memburu.

Tedi langsung menceritakan kejadiannya.

"Mba Alisa nekat pergi ke tukang pijat bersama temannya. Saat saya ikuti, temannya di suruh mengecoh saya. Dan saat saya datang, keadaannya sudah seperti ini." terang Tedi tertunduk. Ia merasa gagal menjalankan amanah dari atasannya.

Wajah Erwin terlihat tegang saat menatap Alisa yang terbaring tenang seperti orang tidur. begitu tenang. tenang.

""Kau tidak usah khawatir, kondisinya sudah normal kembali. Dia sudah meminum sejenis jamu atau ramuan untuk menggugurkan kandungannya."

Mata Erwin terbelalak oleh keterangan Dokter Yuda.

"Lalu bagaimana dengan kandungannya? Apakah bisa di selamatkan?" tanya Erwin panik.

Dokter Yuda mengangguk.

"Anakmu itu sangat kuat.. Dia masih bertahan walaupun ibunya sudah melakukan berbagai macam cara untuk memaksanya keluar." ujar Dokter Yuda kagum.

Wajah Erwin yang semula pucat pasi. Segera normal kembali saat mengetahui Alisa dan janinnya selamat.

Walaupun sudah melewati masa kritisnya. Tapi Alisa masih belum tersadar juga.

Dengan sabar Erwin menungguinya.

"Kalau sampai terjadi sesuatu padamu ataupun anak kita, aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri..." ratapnya seraya menciumi tangan Alisa.

Sepanjang malam pria itu duduk di tepi ranjang tanpa mau beringsut sedikitpun. Tedi yang memintanya untuk makan saja tidak dia gubris. Rosa yang juga ada disana ikut terharu dengan perhatian Erwin pada sahabatnya.

Menjelang pagi, Alisa membuka matanya.

Dia memperhatikan sekelilingnya.

Didapatinya Erwin tengah ketiduran di sisi ranjang sambil memegang tangannya.

"Apa yang terjadi padaku?" Alisa berusaha mengingat rentetan kejadian kemarin siang.

Dia mengajak Rosa untuk pergi ke dukun pijat guna menggugurkan kandungannya. Sebelum ritual di mulai, dia di beri jamu yang rasanya sangat aneh di lidah.

Setelah itu, dia tidak ingat apa-apa lagi.

Alisa menarik tangannya perlahan dari genggaman Erwin.

"Om Erwin menungguiku selama aku pingsan? Tapi itu wajar sih. Semua yang terjadi kan, dia penyebabnya." Alisa memandang wajah pria itu lekat-lekat. Erwin masih kelihatan gagah walaupun usianya sudah memasuki kepala empat. Kulitnya bersih, tubuhnya tinggi tegap dengan sepasang mata coklatnya. Wajahnya terlihat bersih dengan bulu mata lentik layaknya seorang wanita.

Alisa menepis khayalannya yang ngelantur kemana-mana.

"Tapi kalau di pikir-pikir , buat apa dia berbuat sampai sejauh ini kalau hanya berpura-pura?"

ia kembali membatin.

Erwin membuka matanya perlahan. Pertama-tama yang di lihatnya adalah Alisa. Dia begitu kaget sekaligus gembira saat mendapati gadis itu sudah sadar dan sedang menatapnya.

"Alisa, kau sudah sadar? Om sangat bahagia." Erwin meraih tangan gadis itu dan mengecupnya sambil berlinang airmata.

"Berjanjilah pada, Om. Jangan pernah lagi melakukan hal konyol yang bisa membahayakan dirimu sendiri."

Alisa diam seribu bahasa. dia tidak mau bicara pada Erwin sedikitpun.

Dia malah membalikkan punggung menghadap tembok.

"Baiklah, kau harus banyak istirahat. Om akan kasi tau dokter dulu." setelah itu, Erwin keluar dari ruangan dengan wajah cerah.

Alisa masih tetap tidak mau berbalik sekalipun Erwin sudah keluar.

"Kau teruskan saja acuhkan pria yang sudah dengan tulus perhatian padamu itu, yang rela duduk berjam-jam sampai tidak mau makan dan minum karena khawatir dengan keadaan mu."

Alisa menoleh saat mendengar suara Rosa.

Dia menatap tema nya itu dengan penuh tanda tanya.

"Iya, semula aku memang ilfeel pada Om Erwin. Aku juga benci atas perbuatannya padamu. Tapi sampai hari ini, setelah aku melihat bagaimana keseriusannya dalam mengkhawatirkan mu. Aku sadar, dia pria yang baik."

"Tapi, Ros..."

"Dia bersalah? Tentu. Dia memang bersalah atas kejadian itu. Tapi manusia mana yang tidak pernah bersalah? Om Erwin itu manusia biasa. Aku terharu atas segala usahanya untuk menebus semua kesalahannya." Rosa memotong ucapan Alisa.

Alisa terdiam.

Dalam lubuk hatinya, dia mengakui kalau Erwin sudah menunjukkan niat baiknya. di tambah lagi dia mendengar cerita dari Rosa. Hatinya sedikit terenyuh.

"Menurutmu apa yang harus aku lakukan?"

Suara Alisa bergetar.

"Kalau mungkin, ini kalau mungkin. Maafkan dia."

Alisa mendongak menatap Rosa.

"Aku tau ini berat. Tapi apa gunanya memelihara dendam dan kebencian? Itu hanya akan membuatmu lebih sakit, dan akan lebih baik jika kalian bekerja sama untuk membesarkan anak dalam kandunganmu itu, dia tidak berdosa, Lis."

"Rosa, apakah kau di minta olehnya untuk mengatakan ini?"

"Tidak..! Sama sekali tidak. Ini atas kesadaran ku sendiri." jawab Rosa tegas.

"Aku butuh waktu untuk memutuskannya." ucap Alisa sendu.

"Aku sudah mengira dari awal. Kau akan memberinya kesempatan. Kau orang baik,Lis." Rosa merangkul sahabatnya itu.

"Tapi ini belum berarti aku memaafkannya lho.." sergah Alisa.

"Aku tau, setidaknya kau mau mempertimbangkannya, itu suatu kemajuan."

Erwin mengusap air matanya. Dia bisa mendengar percakapan kedua gadis itu dari balik pintu. tadinya dia ingin masuk. Tapi saat mendengar percakapan mereka, dia mengurungkan niatnya.. Dia juga sangat terharu karena Alisa bisa sedikit membuka hatinya.

"Ini, aku bawakan sarapan untuk mu, Rosa, dan vitamin serta buah segar ini untuk Alisa..." Erwin meletakkan kresek yang di bawanya di meja.

"Om, repot-repot beli sarapan."

"Tentu saja, kau sudah ikut menemani Alisa disini."

Alisa masih terdiam. Tapi dari wajahnya sudah tidak meledak lagi.

Rosa meraih bungkusan dan menyerahkan ke tangan Erwin

"Yang perlu mengisi perut itu, Om sendiri. Dari sore kemarin Om tidak makan ataupun minum apapun..." ucap Rosa sambil menggeleng pelan.

Erwin merasa tidak enak.

"Itu.. Om belum lapar." jawabnya tersenyum.

"Om ingin Alisa dan bayinya sehat, kan?" Erwin mengangguk cepat.

"Bagaimana mereka bisa sehat kalau penjaga nya sendiri mengabaikan kesehatan. Betulkan Alisa?" Rosa memandang Alisa.

Alisa merasa salah tingkah.

Dia hanya bisa mengangguk samar.

Erwin tersenyum bahagia.

"Tapi jangan salah sangka dulu. Dengan begitu belum berarti aku memaafkan kesalahan Om. Melainkan ingin melihat Om kuat untuk menerima penyiksaan dari ku."

Erwin tersenyum sambil menyuap makannya.

💞Ayo tinggalkan jejak nya..

Bab 3

Hubungan Erwin dan Alisa mulai mencair. Walaupun Alisa belum pernah bilang kalau dia memaafkan Erwin. Tapi dari sikapnya yang agak melunak membuat Erwin sangat bahagia.

"Hari ini kau sudah boleh pulang. Tapi Dokter bilang kau tidak boleh beraktivitas dulu." Erwin mendekati ranjang Alisa.

Terserah aku, Om tidak usah mengatur hidupku." jawabnya acuh.

"Itu bukan kata Erwin, tapi pesan saya.."Dokter Yuda muncul di belakang Erwin.

Alisa menyeringai malas.

"Alisa, kondisi fisikmu masih lemah saat ini. Apalagi kandunganmu rawan keguguran. Jangan terlalu banyak bergerak dulu. Bersyukur lah.. Anakmu sangat hebat, dia masih mampu bertahan setelah apa yang terjadi."

Alisa membuang muka.

Dia kesal karena Dokter itu seakan menekankan bahwa dia harus mempertahankan bayi itu.

Erwin menghela nafas melihat tingkah gadis itu.

Dokter Yuda memberinya isyarat agar dia keluar sebentar.

"Alisa, apakah kau tidak sayang pada janin itu? dia memang ada karena sebuah kesalahan, tapi tetap saja dia darah dagingmu sendiri. Apakah pantas kau menghukumnya dengan tidak memberinya kesempatan hadir ke dunia ini ?" Dokter Yuda meraih pundak gadis itu.

"Di luar sana, masih banyak wanita yang mengeluh karena tidak bisa merasakan bagaimana mengandung, melahirkan dan mengurus anak. harusnya kau bersyukur mendapat kesempatan itu."

"Tapi ini bukan buah cinta, Dokter. Anak ini ada karena nafsu birahi semata." jawab Alisa. Sepasang matanya yang bening menatap ke Dokter Yuda.

"Mungkin kau benar, tapi apakah anak itu pantas di salahkan karena kesalahan orang tuanya? Dia tidak pernah meminta untuk ada."

Alisa mendengus.

"Saya yakin dalam hati kecil kamu masih menyimpan rasa kasih sayang,termasuk pada anak yang ada di perutmu itu." Dokter baik hati itu menepuk pundak Alisa sekali lagi sebelum meninggalkan ruangan.

"Bagaimana, Yud? Dia keras kepala, kan?" Erwin mencegatnya di depan pintu.

"Bersabarlah sedikit, pada dasarnya dia seorang gadis yang manis dan baik hati. Pelan namun pasti dia akan menerima kenyataan, termasuk anaknya. kalaupun dia masih keras sampai saat ini, itu wajar. Kejadian itu tidak akan mudah terhapus dari ingatannya. Jadi, tugasmu untuk membujuknya."

"Terima kasih, selama ini kau selalu mensupport ku."

"Itu gunanya sahabat..." Yuda meninggalkan Erwin dengan senyum lebar.

Erwin sadar. dia harus lebih sabar menghadapi Alisa. Pasti tidak mudah menghapus kenangan buruk itu dari hatinya. dia berjanji dalam hati, akan selalu ada untuk melindunginya.

Erwin kembali masuk dan membereskan perlengkapan Alisa.

Seorang perawat datang membawakan kursi roda.

Erwin memberi isyarat pada jerawat biru agar keluar.

Alisa yang baru keluar dari kamar mandi, menatap malas pada Erwin.

"Kau sudah siap pulang sekarang?"

"Om, tidak usah sok perhatian padaku.." ucapnya pedas.

"Alisa, Om tulus perhatian padamu, tapi kalau kau merasa tidak nyaman, Om mohon maaf Anggap saja Om perhatian pada anak di perutmu."

Alisa menolak saat di suruh naik di kursi roda.

"Aku bisa jalan sendiri..."

"Tapi Dokter melarang mu terlalu capek."

"Aku.." Alisa tidak melanjutkan prosesnya karena Erwin sudah mengangkat tubuh dan duduk di kursi roda.

Karena merasa malu akan jadi pusat perhatian, Alisa terpaksa menurut.

"Untuk lebih aman, kau tidak akan pulang ke rumah mu, tapi kerumah Om." jelas Erwin.

"Tidak mau..!" tolak Alisa tegas.

"Kalau ke rumahmu, siapa yang akan menjagamu? Kau tinggal sendiri. Lagi Pula, Om tidak mau hal kemarin terulang lagi." sindir Erwin.

Alisa terdiam.

"Aku tidak mau..! Aku mau pulang ke rumahku saja. Kalau Om masih mengaturku juga, aku akan minum minuman bersoda, dan apapun itu yang bisa membuat aku keguguran." ancam Alisa.

"Baik lah.. Terserah padamu. Tapi tolong jangan lakukan hal yang bisa membahayakan kandunganmu, okey..?" ucap Erwin hati-hati.

Kalau sudah menyangkut kandungan Alisa, Erwin menyerah.

***

Alisa merasa merasa punya senjata untuk menekan Erwin. Dengan kehamilannya, dia bisa membuat pria itu tunduk padanya.

"Lihat saja, aku akan manfaatkan kelemahan mu ini." ucapnya dalam hati.

Erwin mengantar Alisa ke rumah kontrakannya. Rumahnya kecil namun cukup bersih.

"Aku sudah sampai di rumah, Om boleh pergi sekarang.." Alisa mengusirnya dengan halus.

"Masuklah dulu, Om mau pastikan kau masuk rumah dulu." jawab Erwin.

Dengan rasa kesal Alisa masuk rumah. Tapi tiba-tiba saja tubuhnya limbung dan hampir terjatuh. Erwin dengan sigap menangkapnya.

"Tuh, kan. Badanmu masih belum fit. Kau bandel kalau di bilangin." omel Erwin sambil memapah Alisa masuk rumah.

"Om semakin tidak percaya melepas mu tinggal sendirian disini."

Alisa terdiam. Ia merasa kepalanya sangat berat.

"Panggilkan Rosa saja." ucapnya lirih.

"Rosa sedang menjaga toko mu. Kau mau pekerjaan di toko berantakan, dan para pelanggan jadi kecewa?"

Alisa menggeleng.

Mereka terdiam sejenak..

"Alisa, Kita buat suatu perjanjian saja." ucap Erwin tiba-tiba.

Dahi Alisa berkerut.

"Ya, perjanjian. Om ingin memastikan Janin di perut mu itu tetap aman. Karena itu kita adakan perjanjian ini. Kau harus berjanji akan menjaga dan membiarkan janin itu lahir, lalu Om akan membawanya pergi jauh darimu. Sebagai imbalannya, kau akan mendapat rumah mobil dan sejumlah uang. Kau bisa membuka toko bunga yang besar sesuai impianmu."

Alisa terdiam.

"Tawaran pria ini menarik juga. Tapi untuk itu aku terpaksa harus melahirkan anaknya.." batin Alisa.

"Bagaimana?"

Erwin tidak sabar ingin mendengar jawaban gadis itu.

"Baiklah .. setelah kupikir- pikir menarik juga. tapi ingat, ya..! begitu anak ini lahir, Om harus menjauhkannya dariku. Bahkan aku tidak mau melihatnya."

Erwin tersenyum lega.

"Tapi..." Alisa menggantung ucapannya.

"Tapi kenapa?"

"Kalau aku hamil tanpa suami, tentu saja akan menjadi ejekan masyarakat..." gumamnya seolah pada diri sendiri.

Erwin ikut bingung.

"Benar juga kata Alisa. Kalau dia hamil tanpa suami, tentu akan di kucilkan lingkungannya."

"Selama kau hamil, tidak usah keluar rumah. Semua kebutuhanmu, Om yang tanggung. Bagaimana?" Erwin mencoba memberi solusi.

"Tidak bisa, sepandai-pandainya kita menutupi bangkai, baunya akan mencium juga." jawab Alisa kesal.

Mereka kembali terdiam.

"Kita menikah saja.. "

Mata Alisa membola.

"Menikah? Dengan Om Erwin?" Alisa merasa tak percaya.

"Kau jangan salah sangka dulu, maksud ku, kita menikah hanya pura-pura, setelah anak itu lahir. Kau bisa bebas." timpal Erwin lagi.

"Apa hanya ini jalan satu-satunya?" tanya Alisa ragu. dia tidak bisa membayangkan menikah dengan pria yang pantas di panggilnya papa.

Erwin mengangguk.

"Kau setuju atau tidak?" desak Erwin lagi

"Berat, Om. Tapi kalau tidak ada jalan lain lagi.. Terpaksa aku setuju."

Erwin tersenyum lega.

"Tapi ada syaratnya." ucap Alisa cepat.

"Om tidak boleh melarang ku melakukan apa yang aku suka. Dan satu lagi. kita hanya menikah pura-pura, jangan coba-coba melewati batasannya." ucap Alisa serius.

Erwin tertawa sambil mengacak rambut gadis itu.

"Iya, Om tau. Kau itu pantasnya menjadi putriku" ucap Erwin di sela tawanya. Persyaratan Alisa yang terakhir terdengar lucu di telinganya. Bagaimana mungkin ia akan menyukai gadis itu dalam keadaan sadar?

Setelah itu mereka berpisah, setelah sebelumnya Erwin menelpon Tedi agar membawa seorang bibi untuk menemani Alisa malam itu.

Erwin bisa bernafas lega. Alisa sudah berjanji akan menjaga kandungannya. Hal yang sangat di dambakan oleh Erwin adalah mempunyai keturunan.

Selain dia memang ingin menimang anak, dia juga ingin membuktikan pada Valery kalau dirinya pria sehat.

Erwin merebahkan tubuhnya di kamarnya yang mewah. Rasa lelah dan cemas karena Alisa selama beberapa minggu terakhir sekarang bisa berkurang.

Yah,apapun syarat dari gadis itu, yang terpenting dia mau melahirkan anak dalam rahimnya. Erwin juga yakin, seiring waktu, Alisa akan merubah pendapat nya, apalagi setelah melihat anaknya kelak.

Baru saja, matanya terpejam. Ponselnya berbunyi.

Dengan sigap dia menyebar ponsel itu

"Pak, Non Alisa muntah-muntah dan lemas sekali." suara Bibik tidak dia dengar sampai selesai. Erwin langsung menuju tempat Alisa dengan perasaan khawatir.

"Bagaimana ini bisa terjadi? Kau tidak minum vitamin dari Dokter?"

Alisa benar-benar lemas karena muntah beberapa kali. Tapi dia menolak keras saat Erwin hendak membawanya kerumah sakit.

"Aku tidak bisa mencium bau obat.." keluhnya.

Erwin menjadi bingung sendiri.

Akhirnya Alisa pasrah saat Erwin memutuskan membawanya pindah kerumahnya.

"Disini terlalu sempit. Bibik tidak leluasa merawat mu."

💞Ayo dukungan mu sangat berarti🙏🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!