NovelToon NovelToon

My Perfect Husband

My Perfect Husband 1

Menerima takdir yang sudah semestinya.

*****

Allahu akbar... Allahu akbar...

Suara adzan telah berkumandang dengan lantang dan merdu. Menyerukan suaranya untuk meminta seluruh penduduk pribumi menunaikan dua rakaat sebelum sang fajar hadir. Akan tetapi, kebanyakan dari mereka lebih memilih menenggelamkan tubuh mereka ke dalam selimut tebal milik mereka.

Namun, jauh berbeda dengan gadis desa bernama Dania Zahra Salma. Setiap pukul 03.00 pagi gadis itu bangun untuk membantu sang Ibu merapikan sayuran yang akan dijual ke pasar. Bahkan, sampai detik ini pun masih dilakukannya, meskipun ia sudah lulus dari bangku SMA.

“Nak, mau sampai kapan kamu akan melakukan hal ini? Ingatlah! Kamu sudah semakin dewasa dan kamu juga butuh masa depan yang lebih cerah.”  Bu Ratih menghampiri putrinya itu, lalu mengusap punggung sang putri dengan lembut.

Dania pun menoleh, menatap lekat wajah sang Ibu. Lalu ia pun tersenyum simpul. “Tidak apa-apa kok, Bu. Jangan terlalu khawatir tentang bagaiman masa depan Dania nanti. Ya... Siapa tahu saja Dania menjadi juragan sayur.”

Kedua nya seketika mengucap kata ‘aamiin’ yang diselingi dengan tawa.

*****

Siangnya Dania telah kembali pulang dengan sepeda yang dijadikannya kendaraan ke pasar untuk membawa beberapa sayuran dari hasil panen keluarganya yang ada di kebun belakang rumahnya. Dan tak lupa Dania selalu mencium punggung tangan orang tuanya setelah tiba.

“Bagaimana dengan jualan sayurnya hari ini, Nak? Apa laku semua sayurnya?” tanya pak Handoko.

Dania menarik napasnya, lalu ia mengucap rasa syukur sebagai tanda rasa bahagianya karena Allah sudah memberikan kelancaran dalam penjualan sayurnya di hari itu.

“Alhamdulillah, Pak. Hari ini laku semua sayurnya, bahkan tadi Bu Amanda pesan sayur kubis sepuluh kilo untuk acara besok di rumah beliau.” Binar mata Dania memancarkan kebahagiaan.

“Alhamdulillah kalau begitu ya! Kalau begitu besok Bapak akan panen segera kubisnya.” Pak Handoko tersenyum. “Ya sudah, sekarang kamu istirahat dulu gih! Nanti setelah itu kita makan siang bersama, toh sebentar lagi adik-adikmu juga akan pulang sekolah.” Dania mengangguk sembari tersenyum.

*****

Dania masuk ke dalam kamarnya, mengambil benda pipih yang ada di atas meja belajarnya. Dan setelah benda pipih itu berada dalam genggaman tangannya, tak lama kemudian Dania menghempas nafas beratnya.

“Nggak apa-apa Dania. Jangan berkecil hati jika kamu tidak bisa kuliah seperti teman-teman yang lain. Tugasmu sekarang mencari uang untuk Bapak, Ibu dan juga adik-adik. Mereka lebih penting dari apapun.”

“Dania... kamu harus bisa ikhlas menerima takdir yang sudah semestinya.”

Dania mencoba menarik ujung bibirnya dengan sempurna. Walaupun dalam hati kecilnya merasa dicubit.

Lantas untuk mengalihkan kesedihannya Dania menyegarkan tubuhnya dengan air dingin. Kurang lebih dua puluh menit Dania berada di dalam ruangan kecil itu. Di mana mereka menyebutnya dengan kamar mandi.

Setelahnya, Dania membantu sang ibu menyiapkan masakan yang sudah matang dan akan ditaruh di atas ambal yang sudah disiapkan.

“Assalamu'alaikum, Pak-Buk!” teriak dua adik Dania yang baru pulang.

Setelah masuk ke dalam rumah keduanya salim pada kedua orang tua mereka tentunya. Dan tak lupa mereka juga menyalami sang kakak, Dania.

“Danu dan Dewi ganti baju gih, cepetan! Kita makan siang bersama.”

Danu mengangguk, anak kedua Pak Handoko yang memasuki bangku SMP kelas sembilan. Begitu juga dengan si bungsu yang ikut mengangguk. Dewi yang cantik dan imut_yang masih menduduki bangku sekolah dasar kelas empat.

Lima belas menit kemudian keluarga pak Handoko sudah berkumpul di atas ambal yang sudah digelar.

Mereka duduk bersila hendak makan siang bersama. Dan sebelum mereka melahap makanan yang tersaji tak lupa Danu, sebagai anak laki-laki telah diajarkan sang Bapak untuk memimpin doa.

“Bismillahirrahmanirrahim. Allahumma baarik lanaa fiimaa rozaqtanaa wa qinaa 'adzaa bannaar.”

“Aamiin.” Semua mengusap wajah dengan telapak tangan mereka.

Mereka mengambil piring, secara bergantian mereka mengambil masakan yang tersaji. Cukup sederhana dengan lauk tumis kangkung dan tempe goreng. Meskipun mereka dibilang bosan, namun tak ada pilihan lain selain tetap memakannya.

Bim! Bim!

Hampir masuk sesuap nasi dalam tangan pak Handoko, tapi nyata beliau tunda setelah mendengar suara klakson mobil yang di rasa berhenti di depan pelataran rumahnya.

“Siapa ya Pak yang datang? Perasaan... Ibu tidak ada temu janji dengan tetangga desa yang kaya.” Bu Ratih pun penasaran.

“Sudah Ibu dan anak-anak makan saja, biar Bapak yang keluar untuk memastikannya.” Bu Ratih, Dania, Danu dan Dewi mengangguk bersamaan.

Pak Handoko keluar dan menemui siapa tamu dengan membawa mobil yang mewah. Setelah Pak Handoko berada di luar tak lama kemudian pintu samping mobil itu terbuka.

Sepatu high heels dengan warna silver yang dihiasi pernak-pernik telah nampak. Dan sang pemilik mobil tersebut tak lain adalah perempuan, tepatnya wanita paruh baya.

“Nyo-Nyonya Sofia? Ada apa datang kesini? Apa... Beliau akan menagih hutangku?” tanya pak Handoko dalam benaknya.

Wanita paruh baya itu melangkah, menghampiri pak Handoko yang masih terkejut akan kehadirannya secara tiba-tiba. Bahkan kebahagiaan yang dirasakan pak Handoko seketika hilang, yang ada hanya rasa khawatir yang menyelimuti dirinya.

“Selamat siang, Pak Handoko! Tidak lupa dengan saya, kan?” tanya Nyonya Sofia.

Pak Handoko menggeleng dengan menelan saliva nya sendiri. Rasa bingung dan khawatir telah beradu menjadi satu. Di sisi lain pak Handoko tidak mau jika anak-anak nya tahu bahwa beliau memiliki hutang yang amat banyak terhadap Nyonya Sofia.

“I-Iya, Nyonya. S-saya tidak lupa dengan Anda. Sebelumnya... silahkan masuk dulu ke dalam gubuk saya, Nyonya!” ajak pak Handoko.

“Ok, tidak masalah. Asalkan kedatangan saya kamu sambut dengan baik. Dan oh ya... jangan lupa dengan tujuan saya datang kesini.” Nyonya menatap sekilas pak Handoko lalu, melenggang pergi.

******

Rumah yang sangat sederhana itu hanya memiliki dua kursi kayu sebagai ruang tamu. Kursi itupun sudah benar-benar reyot, cukup hati-hati saat duduk.

“Rumah reyot begini kok tetap saja dipertahankan sih, Pak Handoko? Memangnya uang yang kamu pinjam ke saya buat apa, jika tidak kamu gunakan untuk merenovasi?”

“Maafkan saya, Nyonya. Jika... rumah saya jelek dan sangat tidak layak untuk menerima tamu seperti Nyonya Sofia. Dan uang itu... untuk biaya putri sulung saya sekolah, Nyonya.” Pak Handoko hanya menunduk.

“Oh begitu. Saya tidak mau terlalu banyak bicara pak Handoko. Saya rasa Anda sudah tahu apa maksud tujuan kedatangan saya. Tidak ada sebab ataupun alasan yang pasti jika tidak menagih hutang.” Nyonya Sofia secara terang-terangan menagih hutang pak Handoko.

“M-maafkan s-saya, Nyonya Sofia. Tolong berikan waktu kepada saya. Karena untuk saat ini saya masih belum punya...”

“Pak Handoko, apa masih kurang waktu yang sudah saya berikan kepada Anda? Saya tidak mau tahu lagi, karena saya mau sekarang. Jika tidak... rumah ini yang akan saya gusur.”

Deg!

My Perfect Husband 2

Perihal rasa cinta tak akan mudah hadir begitu saja. Namun, rasa cinta itu akan jatuh di waktu yang tepat.

~Dania Zahra Salma~

******

Jantung pak Handoko seakan tidak berdetak lagi. Rumah adalah satu-satunya harta yang tertinggal, satu-satunya tempat untuk berteduh bersama keluarga kecilnya. Andai Nyonya Sofia melakukan penggusuran maka tak ada lagi tempat yang dijadikan untuk berlindung di kala panas maupun hujan untuk keluarga pak Handoko.

“T-tolong, Nyonya! Nyonya Sofia tolong jangan lakukan itu!” pinta bu Ratih yang terbata-bata.

Nyonya Sofia, wanita paruh baya yang mengenakan pakaian dan make up glamor itu seketika menoleh ke pemilik suara yang baru saja muncul dari arah lain.

Nyonya Sofia menatap tajam bu Ratih, setelahnya tersenyum devil.

“Ini lagi muncul.” Nyonya Sofia kembali menatap tajam bu Ratih. “Apa jaminan untuk saya jika kalian tidak mau rumah ini digusur?”

“Nyonya Sofia, kami memang tidak memiliki jaminan apapun yang pantas diberikan kepada Anda. Tapi... beri kami waktu untuk mencari uangnya.” Bu Ratih menatap Nyonya Sofia dengan tatapan permohonan.

“Tidak punya jaminan. Tidak punya uang, sok-sok_an hutang. Dan giliran ditagih justru seperti ini. Dasar, keluarga miskin!”

“Dan saya mohon maaf sekali, saya tidak bisa memberi kalian waktu. Jika kalian tidak mau rumah ini digusur maka jalan satu-satunya... Pak Handoko akan saya masukkan ke penjara.”

Deg!

Binar mata bu Ratih memancarkan kesedihan yang tak bisa tertahan. Detik kemudian bu Ratih hanya bisa terpaku sembari menelan saliva nya sendiri. Lidah nya begitu kelu untuk kembali meminta permohonan terhadap Nyonya Sofia.

Sepersekian detik kemudian Pak Handoko mendekati Nyonya Sofia, lalu bersujud di depan Nyonya Sofia untuk kembali memohon agar Nyonya Sofia memberikannya waktu. Namun, hal yang tidak terduga telah terjadi.

Bruk!

Pak Handoko terjatuh karena dorongan keras dari Nyonya Sofia. Hal itu disaksikan secara langsung oleh bu Ratih dan juga ke tiga anaknya.

“Astaghfirullah, Bapak!” lirih Dania.

“Mbak Nia, bagaimana ini? Kita harus apa sekarang? Kenapa Nyonya itu begitu jahat? Memangnya Bapak dan Ibu salah apa?” tanya Dewi, si bungsu.

Dania menatap Dewi, di sana Dania melihat jelas kesedihan dan kekhawatiran dalam raut wajah Dewi yang masih kecil.

Dania tidak bisa menjawab pertanyaan sang adik, karena ia sendiri juga tidak tahu inti permasalahan yang dialami kedua orang tuanya. Telinganya hanya bisa menangkap satu kata, yakni hutang.

“Danu, Mbak minta tolong sama kamu untuk bawa Dewi ke kebun belakang. Dewi masih terlalu kecil untuk melihat apa yang terjadi saat ini.”

“Mbak Nia mau apa sekarang?”

Dania memejamkan kedua matanya, menghela napas panjang lalu menghembuskannya secara lirih.

“Mbak akan menemui Nyonya itu, siapa tahu saja Mbak bisa menyelesaikan masalah Bapak sama Ibu. Sudah sana, bawa Dewi.” Danu mengangguk tanda setuju.

Danu pun mengaja Dewi ke kebun belakang, setelahnya Dania kembali menghela napas panjang.

“Ayo Dania, saatnya kamu membantu Bapak dan Ibu. Kamu sudah dewasa sekarang, lagipula kamu anak tertua dan seharusnya bisa membantu mereka.” Dania mencoba memberikan rasa percaya diri pada dirinya.

Tak! Tak! Tak!

“Nyonya!” panggil Dania dengan suara berani.

Seketika itu Nyonya Sofia menoleh ke arah belakang. Di sana terlihat Dania yang berdiri dengan menatap kedua orang tuanya.

“D-Dania, astaga... anak itu sudah mendengar semuanya.” Pak Handoko menunduk, tak sanggup menatap wajah Dania.

Hal sama juga dilakukan oleh bu Ratih, karena menatap putrinya sungguh membuat hatinya seakan tersayat oleh belati tajam. Hutang yang menumpuk untuk memenuhi biaya sekolah Dania yang sudah menunggak beberapa bulan. Dan agar Dania bisa lulus sekolah pak Handoko harus bisa membayar semua tagihan tersebut. Meskipun hanya separuh saja tetapi, bagi keluarga pak Handoko masih cukup berat. Hal itulah yang mengharuskan pak Handoko berhutang.

“Siapa gadis ini, Pak Handoko? Apa Dia putrimu yang kamu carikan hutangan kepada saya?” tanya Nyonya Sofia yang masih menatap Dania secara intens.

“Iya, saya Dania. Saya putri sulung Bapak dan Ibu saya. Dan sebagai anak tertua saya mohon dengan sangat kepada Anda, Nyonya. Saya mohon tolong jangan gusur rumah ini ataupun penjarakan Bapak saya.” Dania berusaha meluluhkan hati Nyonya Sofia dengan tutur kata lembutnya.

Satu detik...

Dua detik...

Nyonya Sofia masih diam, tetapi kedua netranya masih menatap Dania. Seakan Nyonya Sofia tengah meneliti Dania dari ujung rambut hingga ujung kaki.

“Sepertinya... Gadis ini cocok.” Nyonya Sofia bermonolog dalam hati.

Dania, yang memiliki tinggi semampai, bertubuh langsing, berkulit putih dan berhidung mancung, dengan bulu mata yang lentik_semakin mempercantik sebagaimana ciptaan Tuhan yang nyaris sempurna.

Sungguh membuat Nyonya Sofia sangat tertarik dengan sosok Dania.

“Saya mohon dengan sangat kepada Anda, Nyonya. Saya bisa bekerja di rumah Anda sebagai pembantu atau apapun. Dan nanti gaji saya tidak perlu Anda bayar, Anda potong saja sebagai pembayaran hutang kedua orang tua saya.” Dania masih berusaha merayu Nyonya Sofia.

“Kamu tidak perlu bekerja di rumah saya, cantik. Asalkan...”

“Asalkan apa Nyonya?” tanya Dania penasaran.

Pak Handoko dan bu Ratih pun mendongak karena ikut penasaran.

“Kamu menikah dengan putra saya.”

Deg!

Pak Handoko, bu Ratih dan juga Dania seketika membelalakkan kedua mata. Sulit untuk dipercaya jika hal itulah yang menjadi permintaan Nyonya Sofia.

“Nyo-Nyonya Sofia, apakah... T-tidak ada yang lain yang bisa dilakukan putri saya selain menikah dengan putra Anda?” tanya pak Handoko memberanikan diri.

“Kenapa memangnya dengan hal itu? Apa kamu tidak setuju menikah dengan putra saya, Dania? Atau... Kamu mau rumah ini digusur? Atau... Bapak kamu ini yang saya seret ke penjara?” ancam Nyonya Sofia.

“J-jangan Nyonya Sofia! Baiklah, saya mau menikah dengan putra Anda, Nyonya. Asalkan jangan gusur rumah ini atau penjarakan Bapak saya.”

Deg!

Pak Handoko dan bu Ratih menatap wajah putrinya itu. Dania yang merasa ditatap kedua orang tuanya hanya bisa mengangguk pasrah. Karena bagi Dania tak ada hal yang lebih penting daripada keluarganya.

Masa depan? Menikah? Dania hanya bisa pasrah dengan keadaan yang memang menuntutnya harus melakukan hal itu. Pernikahan memang sesuatu momen yang diinginkan setiap orang, tetapi jika tanpa tahu dengan siapa, bagaimana orangnya dan tanpa dadar cinta maka, manusia tidak akan tahu bagaimana ke depannya nanti.

“Saya setuju Nyonya Sofia, tapi... ijinkan saya bicara dengan kedua orang tua saya terlebih dahulu.”

“Jangan berani macam-macam untuk menipu, Dania.”

“Anda tenang saja Nyonya, karena saya dibesarkan untuk menjadi orang yang jujur. Percayalah! Saya hanya butuh waktu sebentar saja.”

Nyonya Sofia mengangguk, seketika itu juga Dania menghampiri kedua orang tuanya. Setelahnya mereka masuk ke dalam kamar Dania.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di sisi lain ada seorang lelaki muda yang tengah berbaring di atas ranjang dengan kelemahan tubuhnya. Cacat, lelaki itu dinyatakan lumpuh setelah mengalami kecelakaan dua bulan lalu.

“Mau sampai kapan aku hanya bisa terbaring seperti ini? Bosan dan kebencian yang hanya ada dalam diri ini.”

Lelaki itu menatap langit-langit di kamarnya. Wajah sang kekasih yang memutuskan hubungan dengannya kembali melintas dalam ingatan, yang membuat lelaki itu seperti tidak memiliki kehidupan.

“Isabella, kenapa kamu lakukan hal itu padaku? Dimana janji yang kamu ucapkan untuk setia padaku? Dan kenyataannya apa, pembohong!”

Netra elang itu menajam, rahangnya mengeras bahkan, kedua tangannya mengepal erat. Seolah lelaki muda itu tengah menahan kemarahan yang membuncah.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Dania di dalam kamarnya masih berusaha meyakinkan kedua orang tuanya untuk menyetujui keputusan yang diambil.

“Memang benar Dania, kamu ada putri sulung Bapak dan Ibu. Tapi... ini tentang pernikahan yang harus kamu jalani tanpa kamu tahu dengan siapa, tanpa cinta dan kamu juga belum tentu bahagia bersama laki-laki itu.”

“Pak-Bu... Dania tahu hal itu. Dan mungkin saja ini takdir Dania. Dani juga tahu perihal rasa cinta tak akan mudah hadir begitu saja. Namun, rasa cinta itu akan jatuh di waktu yang tepat.”

“Dan masalah siapa orangnya serta kebahagiaan, Dania akan bahagia menerima semuanya bahkan Dania tidak akan mempermasalahkan hal itu. Asalkan... Bapak, Ibu dan juga adik-adik Dania bahagia.”

Bersambung...

My Perfect Husband 3

...Tak perlu berkecil hati dan merasa sendiri. Ingatlah ada Tuhan yang selalu ada dan paling tahu tentangmu....

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Tuk! Tuk! Tuk!

Derap langkah kaki telah terdengar dengan jelas, hal itupun membuat lelaki yang berada di dalam kamar semakin merasa geram. Namun sayangnya, lelaki itu tak bisa berbuat apapun untuk menumpahkan rasa kesalnya.

Memang dokter ortopedi, dokter spesialis tulang mengatakan bahwa kelumpuhan yang terjadi tidaklah permanen. Akan tetapi, lelaki itu sudah merasa putus asa. Apalagi kehidupannya seratus persen berubah setelah mengalami kecelakaan itu.

“Selamat sore putra Mama!” sapa Nyonya Sofia dengan lema lembut.

Nyonya Sofia mengulas senyum ketika bertatapan dengan Aryan. Tetapi, tidak dengan Aryan yang menatap tajam sang Mama. Detik kemudian Aryan memalingkan wajahnya kala Nyonya Sofia mendekat ke arahnya.

“Buat apa Mama datang ke kamar, Aryan? Jika tidak ada yang penting lebih baik Mama sekarang juga keluar dari sini.” Tanpa menoleh ke arah Nyonya Sofia.

“Aryan, mau sampai kapan kamu marah sama Mama seperti ini? Apa kamu akan tetap menyalahkan Mama dalam hubungan kamu yang putus dengan Isabella?” tanya Nyonya Sofia memastikan.

“Bukan masalah Isabella lagi, Ma. Ini ambisius Mama yang terus mencarikan Aryan jodoh.” Aryan menoleh dengan tatapan tajamnya.

“Why, Aryan? Mama hanya tidak mau kamu terus merasakan patah hati cuma gara-gara perempuan matre itu. Lagipula, Mama sudah menemukan gadis yang tepat yang harus menikah dengan kamu.” Nyonya Sofia mengembangkan senyumnya.

Tidak ada jawaban dari Aryan, hanya tatapan tajam, rahang yang mengeras dan tangan yang mengepal erat. Aryan memang menolak keras perjodohan yang tidak diinginkannya itu.

Bagi seorang Aryan Athar Shamil, pengusaha sukses di usia muda itu perjodohan adalah hal yang buruk dalam seumur hidupnya. Namun, untuk mencari seorang gadis yang tulus dalam mencintainya saja rasanya sangat mustahil dengan keadaannya yang sekarang. Dan rasanya Aryan hampir menyerah.

“Sudah ya, Aryan. Lebih baik kamu sekarang istirahat saja dan jangan banyak pikiran. Tapi... Mama harap kamu setuju dengan keputusan Mama ini.”

Nyonya Sofia menutup pintu kamar Aryan kembali. Setelahnya pergi dan kembali menemui Dania yang diajak ke rumahnya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Dania duduk di sofa, tatapannya selalu memidai. Dania benar-benar mengagumi rumah megah, mewah dan seisinya. Tinggal di kampung dengan rumah kecil yang lebih pas dibilang sebagai gubuk.

“Wah! Rumah ini memang seperti istana. Tapi... apa aku pantas tinggal disini dan menjadi menantu Nyonya Sofia?” gumam Dania.

‘Tidak Dania. Jangan berharap lebih dari apapun, karena kehadiran kamu disini hanya untuk memenuhi syarat Nyonya Sofia. Jika diperlakukan layaknya pembantu itu berarti... nasibmu.’ Dania menghempaskan khayalan nya.

Sepersekian detik kemudian Nyonya Sofia datang menemui Dania. Dan seketika itu juga Dania berdiri, karena ia takut jika Nyonya Sofia akan marah padanya saat ia duduk di sofa mahal milik Nyonya Sofia.

“Nyonya Sofia,” ujar Dania.

Dania menunduk, menyembunyikan rasa takutnya dari sosok wanita paruh baya yang memasang wajah sadis. Namun kenyataannya, hal itu diluar dugaan Dania.

“Saya mau kamu bertemu dengan putra saya, Aryan. Dia sekarang ada di kamarnya, sekarang kamu bisa kesana dengan diantar bik Ningsih. Karena saya masih ada urusan di luar.” Cukup datar.

“B-baik, Nyonya.”

Nyonya Sofia pun pergi meninggalkan Dania.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Tok... Tok... Tok...

Bik Ningsih sengaja mengetuk pintu kamar Aryan terlebih dahulu. Meskipun bik Ningsih tahu Aryan tidak akan bisa membuka pintu tetapi, bagi bik Ningsih perlu bersikap sopan dan santun terhadap majikannya.

“Permisi, Den Aryan! Ini bik Ningsih, di luar ada yang mau bertemu dengan Den Aryan.” Bik Ningsih bersikap sesopan mungkin.

“Siapa? Jika itu suruhan Mama lebih baik minta padanya untuk pulang sekarang. Karena saya tidak mau bertemu dengan siapapun.” Aryan masih bersi keukeuh untuk tidak menemui siapapun termasuk Dania.

Deg!

Suara tegas Aryan bisa masuk ke gendang telinga Dania yang berdiri di luar kamar itu. Seketika suara itu membuat Dania menciut, seakan tak sanggup untuk menemui Aryan yang... galak.

‘Aduh, kenapa putra Nyonya Sofia galak bener. Selem kan jadinya kalau mau jadi istrinya. Atut... Ya Allah.’

‘Tidak, Dania. Kamu pasti bisa menghadapi laki-laki itu. Biarpun galak tak apa, demi bapak dan ibu serta adik-adik.'

Dania mengangkat tangannya sembari mengepal, tanda menyemangati dirinya sendiri. Setelah itu Dania kembali menata hati dan nyalinya agar bisa tenang saat bertemu dengan Aryan nanti.

Sesekali Dania mengatur napasnya sebelum masuk ke kamar Aryan. Dan setelah itu...

“Permisi! Perkenalkan nama saya ... Dania. Dan saya diminta oleh Nyonya Sofia untuk menemui Anda, Den Aryan.”

Deg... Deg... Deg...

Rasanya jantung Dania hampir anjlok begitu saja. Rasa ragu, takut dan berdebar seakan membaur menjadi satu.

Dan tanpa sepatah katapun yang keluar dari bibir Aryan setelah mendengar suara Dania, hanya tatapan tajam yang menandakan tidak suka terhadap sosok Dania.

Hening...

Hal itu membuat Dania hanya bisa menelan saliva nya sendiri.

‘Aduh, kenapa laki-laki itu malah menatapku seperti itu? Lagi-lagi selem benel tatapannya.’

Merasa ditatap tajam oleh Aryan, pelipis Dania mengeluarkan keringat sebesar biji jagung. Dan sangat tidak etis jika ia mengusap keringatnya detik itu juga. Malu, pasti yang akan dirasakan Dania.

“Keluar dari sini dan tutup pintunya.” Terdengar tegas.

“Tidak. Maaf jika saya lancang, Den Aryan. Tapi... Perlu Anda tahu jika saya adalah calon istri Anda.”

Deg!

Ingin Dania merutuki kebodohannya karena bisa seberani itu mengatakan tentang calon istri pada Aryan. Sedangkan ditatap saja nyalinya sudah menciut.

‘Aduh, Dania. Kebodohan apa ini? Bagaimana kalau Dia marah sama aku? Dia menghampiri aku disini lalu menyeret ku keluar dari sini. Andai itu terjadi... Bagaimana dengan nasib keluargaku?’ Dania berperang dengan pikiran dan hatinya.

“Dasar wanita mun***k. Buat apa kamu mau menikah denganku, hah? Dibayar berapa sama Mamaku?” tanya Aryan dengan tatapan khasnya.

Deg!

Bukan hanya nyali Dania yang menciut seketika, bahkan hatinya merasa diremas saat itu juga setelah mendengar ucapan kasar dari Aryan.

“Maaf! Tapi saya bukan wanita rendahan dan murahan seperti apa yang Anda katakan, Den Aryan. Permisi!” ucap Dania bergetar.

Dania keluar dari kamar Aryan begitu saja. Air mata pun tidak bisa dibendung nya lagi. Sesekali air mata itu diusapnya saat hampir jatuh ke bumi.

Dan langkah Dania terhenti setelah berada di luar rumah megah yang ber-cat putih tulang itu.

“Kenapa Dia bisa sejahat itu? Ucapannya... sangat menusuk hati ini Ya Allah. Dan apa aku sanggup melakukan pernikahan dengannya? Tapi... Jika pernikahan itu tidak terjadi lantas bagaimana kehidupan bapak, ibu, Danu dan Dewi nanti?”

Hiks... Hiks... Hiks...

Dania semakin terisak mengingat apa yang terjadi beberapa jam lalu yang memaksanya untuk mengambil keputusan bodoh baginya. Namun, tak ada pilihan lain selain menjalaninya.

Dan kembali Dania mengingat apa yang terjadi beberapa detik lalu. Sakit, terasa sakit banget hati Dania dikatakan wanita mun***k. Sedangkan Aryan tidak tahu bagaimana pengorbanan Dania untuk keluarganya.

“Dania, ayolah! Tak perlu berkecil hati dan merasa sendiri. Ingatlah ada Tuhan yang selalu ada dan paling tahu tentangmu. Sekarang tugas kamu harus sabar dan kuat, karena kamu harus kembali lagi ke rumah itu dengan bermuka... tembok.”

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!