NovelToon NovelToon

My Husband Is Possessive

1

Tiga wanita cantik berkumpul di cafe yang terkenal dengan tongkrongan anak muda. Suasana di sini begitu nyaman dan sangat pas untuk berkumpul.

Beberapa pria menatap ke arah meja di mana para wanita cantik itu berkumpul dan tertawa.

Drap...

Drap...

Drap...

Drap...

Semua menoleh menatap kagum perempuan cantik yang baru masuk ke dalam cafe itu. Tubuh tinggi langsing ideal dengan rambut hitam panjang tergerai, jangan lupakan wajah cantik dan kulit putih sebening susu itu membuat beberapa pemuda menatapnya dengan kagum. Perempuan seperti ini yang menjadi idaman para pemuda.

Drap...

Drap...

Drap...

Drap...

Langkah kaki mendekat ke arah meja dimana terdapat 3 perempuan cantik itu berkumpul.

Perempuan cantik yang baru saja datang mendekat dan menghampiri meja mereka dengan raut wajah lesu dan kelelahan.

"Eh Nin baru sampai," sapa salah satu temannya.

"Kenapa tuh muka, kusut banget?" Tanya salah satu temannya.

Belum sempat Nindi menjawab pertanyaan itu, kini teman di sebelahnya bertanya kembali.

"Iya betul kata Vera, emang kenapa sih? Sahut perempuan cantik di sebelah wulan yang tak lain adalah Rita.

Ya perempuan cantik itu adalah Anindita Putri Kusuma putri dari Andre Kusuma seorang pengusaha makanan yang memiliki beberapa restoran dan pabrik makanan ringan. Namun Nindi lebih suka membangun karirnya sediri dengan memilih bekerja di perusahaan lain. Anindita tak mau di panggil Anin ataupun dita, dia lebih suka di panggil dengan sebutan Nindi.

"Paling juga dia baru saja kabur dari kejaran cowok secara kan Nindi kan anti cowok,''

Nindi pun cemberut di buatnya, bagaimana temannya berbicara seperti itu. Nindi bukan anti cowok namun beberapa pria yang mendekati dirinya tak sesuai dengan keinginannya, ada saja tingkahnya yang membuat Nindi merasa tak nyaman dan menjaga jarak dengan mereka. Lebih baik mencegah daripada hubungannya nanti menjadi rumit dan cenderung tak nyaman.

"Ha ha ha ha ha ha......" Ketiganya pun tertawa menertawakan wajah kesal Nindi.

"Dasar kalian suka banget ngeledek aku, bukan di kejar cowok tetapi aku telat gara-gara macet," sungut wanita cantik yang bernama Nindita itu dengan bibir mengerucut sebal menjelaskan alasan dirinya telat, dia pun langsung mendaratkan tubuhnya di kursi yang masih kosong di sebelah temannya itu.

"Kalau Nindi datang tepat waktu, tidak telat bukan Nindi namanya," seru temannya yang lain yang bernama Wulan.

"Kalian kan enak dekat sedangkan rumah ku jauh banget dari sini, mana tadi jalanan macet," gerutu wanita cantik yang bernama Nindi itu.

"Pindah rumah aja yang dekat-dekat sini," celetuk temannya itu mengusulkan.

"Duh makin repot nanti, kalian kan tahu rumah ku kan paling dekat dengan perusahaan tempat ku bekerja," jawabnya lesu.

"Iya ya...'' Kata Wulan membenarkan dan diangguki Vera dan Rita.

"Sudah-sudah jangan bahas lagi, ayo Nindi cepat pesan makan dan minum," kata Vera menyodorkan buku menu ke arah Nindi.

"Thanks ya beb," jawab Nindi tersenyum manis memberikan emoticon love dengan tangan tak lupa senyum centil membuat temannya itu bergidik geli.

"Ck geli tahu," sungutnya bergidik geli.

"Ha ha ha ha ha ha," tawa mereka semua pecah melihat wajah temannya yang menurut mereka lucu.

Ke empat perempuan cantik itu tak lain adalah sahabat, dari awal mereka masih sekolah sampai mereka sudah bekerja saat ini. Meskipun mereka tidak bekerja dalam satu perusahaan namun mereka sering menyempatkan berkumpul seperti ini kalau mereka ada waktu.

Mereka adalah Nindi, Wulan, Vera dan Rita. Keempatnya sudah berjanji untuk bertemu di cafe ini.

Mereka berempat pun mengobrol dan tertawa bersama menghilangkan rasa stres karena pekerjaan.

10 menit kemudian...

Ponsel salah satu mereka berbunyi.

Kring...

Kring...

Kring...

"Eh ponsel mu bunyi tuh," kata Wulan itu menyenggol temannya.

Perempuan cantik itu melirik sekilas siapa yang tengah menghubungi dirinya. Nindi melirik sekilas melihat siapa yang memanggil dirinya saat ini, saat perempuan itu tahu bahwa yang menghubungi dirinya tak lain adalah papa nya membuat mood Nindi langsung hancur seketika, perempuan itu ingat sebelum pergi dia sempat berdebat dengan sang papa yang menurutnya tak penting.

Nindi berkali-kali menghela nafas kasar mengingat ucapan sang papa sebelum berangka ke sini tadi.

"Biarin aja lah," jawabnya dengan santai, perempuan cantik itu engan untuk menjawab panggilan telepon tersebut.

Kring...

Kring...

Namun dering ponsel itu tak kunjung berhenti.

"Angkat tuh, siapa tahu penting," kata teman di samping kanannya yang bernama Tiara.

"Malas ah, palingan papa," katanya dengan acuh tak acuh.

"Tumben om Andre telephon?" Tanya Wulan.

Sedangkan Nindi yang mendengar pertanyaan Wulan pun memilih diam karena sedang tak ingin membahas hal itu.

"Kenapa sih tidak diangkat? Siapa tahu penting," kata Rita merasa sahabatnya itu menyembunyikan sesuatu.

Nindi menunduk, dia masih ragu untuk menjawab pertanyaan dari sahabat-sahabatnya itu.

"Sudahlah gaes, mungkin Nindi tidak ingin bicara jadi jangan paksa dia," kata Vera membuat Nindi semakin bersalah tidak mau jujur dengan mereka.

"Nanti juga berhenti sendiri,'' jawab Nindi yang masih memasukkan cemilan ke dalam mulutnya saat ini.

Semua pun terdiam tak ingin membalas ucapan Nindi saat ini, mereka memilih menghabiskan makanan mereka masing-masing seperti Nindi.

5 menit kemudian....

" Oh ya jadi kan kita belanja?" Tanya Rita memecah keheningan di antara mereka.

"Jadi dong,''seru Vera dan Wulan bersamaan.

"Aku tak sabar ingin membeli tas incaran ku kemarin,'' sahut wulan lagi karena dia sudah membayangkan menenteng tas cantik incarannya itu ke kantor nanti, membayangkan saja membuat wulan tersenyum-senyum sendiri.

Kring....

Kring....

Kring....

Bunyi dering ponsel Nindi di meja membuat semuanya menoleh ke arah ponsel itu.

"Tuh paman Andre telephon lagi," seru Vera.

" Angkat saja Nin, kali aja penting," saran dari Rita.

Dengan malas Nindi pun menjawab panggilan dari sang papa.

"Halo Pa, ada apa? Tanya nindi dengan suara pelan.

"Mau sampai kapan kamu keluyuran tak jelas, cepat pulan bentar lagi keluarga Pak Hendra mau datang'' kata Pak Andre dengan kesal karena sedari tadi panggilan telephonnya tak di angkat-angkat sang anak.

"Tetapi Pa,'' protes Nindi.

"Sudah jangan protes, cepat pulang dan jangan coba-coba kabur atau papa sita semua fasilitas kamu,'' ancam Pak Andre kepada sang anak karena pak Andre tahu bagaimana kelakuan anak perempuannya itu.

Tut.... Panggilan pun terputus membuat Nindi menghela nafas panjang.

''Kenapa?'' Tanya Wulan menatap raut wajah Nindi yang berubah murung itu.

"Tidak apa-apa,'' sahut Nindi cepat dirinya masih ragu untuk bicara jujur dengan para sahabatnya saat ini.

"Eh gaes maaf ya, aku tak bisa ikut kalian belanja. Papa minta aku pulang,'' kata Nindi dengan lesu

Bersambung.....

2

"Kenapa?" Tanya Wulan dengan raut wajah binggung dan penasaran.

"Iya muka kamu kok gelisah begitu, ada apa?" Kini giliran Vera yang bertanya.

"Apa om Andre baik-baik saja," tanya Rita.

Ketiganya menatap ke arah Nindi dengan raut wajah penasaran menunggu wanita cantik itu berbicara.

Nindi menghela nafas panjang. "Apa aku harus jujur sama mereka kalau papa memintaku pulang untuk di jodohkan," guman Nindi di dalam hati berfikir sejenak.

"Kalau kamu tidak mau bicara, kami tidak apa-apa kok," kata Vera mencoba untuk mengerti.

"Sebenarnya papa meminta ku pulang," kata Nindi menjeda ucapannya sejenak menatap ke tiga temannya itu dengan lesu.

"Papa ingin menjodohkan ku dengan anak temannya dan aku tidak boleh menolak," lanjut Nindi dengan menunduk lesu mengingat ancaman papa.

Nindi bukan takut namun dia tak ingin berpisah dengan sang bunda. Nindi bisa beli mobil dan rumah dekat hasil kerjanya sendiri namun Nindi tak ingin berjauhan dengan sang bunda mengingat betapa tegas dan kerasnya sang papa.

"Hah apa?" Teriak Wulan kaget sampai dia reflek berdiri.

"Hei jangan teriak-teriak di telingaku, budek tau," kata Vera jengkel sambil mengusap telinganya kesal.

"He he he he, sorry," kata Wulan langsung duduk kembali namun raut wajah antusias menatap ke arah Nindi seolah Wulan ingin mendengar semuanya sampai ke akar-akarnya.

"Ho'oh, lihat tuh mereka semua menatap ke arah kita gara-gara dengar teriakan mu," kata Rita menunjukkan beberapa orang yang menatap mereka. Wulan pun menunduk ke arah mereka dengan malu karena tanpa sengaja dia berteriak karena kaget.

"Maaf, maaf, aku kan spontan teriak karena kaget," lirihnya merasa bersalah.

"Sudah-sudah jangan bertengkar," lerai Rita.

"Wait... Wait... Apa aku gak salah dengar," kata Vera dengan nada tak percaya.

"Kemana aja sih kamu, dari tadi Nindi bilang begitu sampai di Wulan teriak-teriak buat malu," sinis Rita.

"He he he he, aku kan juga kaget jadi gak fokus," elaknya.

"Ck dasar," guman Rita sedikit kesal dengan kedua temannya.

Nindi mengangguk. "Ya kalian tidak salah dengar," jelas Nindi.

"Tadi itu benar? Kamu mau di jodohkan. Jadi bentar lagi kamu mau nikah dong," kata Vera dengan mata melotot menatap Nindi dengan serius.

"Hmm...."

"OMG...." Wulan menutup mulutnya kaget namun itu hanya sebentar lalu Wulan yang masih penasaran pun kembali bertanya. "Hei apa dia tampan? Kaya?" Tanya Wulan antusias.

Pletak...

"Auh sakit tahu," cebik Wulan karena mendapatkan pukulan dari Rita.

"Ya salah sendiri, bisa-bisanya kamu tanya begitu," Rita hanya bisa mengelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya itu.

"Entahlah aku tidak tahu, aku saja baru mau bertemu dengan dia nanti," kata Nindi dengan lesu memikirkan dirinya akan menikah dalam waktu dekat dengan pria yang tak dia ketahui bagaimana rupa dan wataknya nanti.

"Kalau tampan dan kaya kamu terima saja, kalau jelek mending kamu tolak saja," usul Wulan.

"Hei mana bisa begitu," sela Vera menatap tajam Wulan.

"Tetapi benar sih kata Wulan," kata Rita membuat Wulan mengangguk puas.

"Kamu mau menikah dengan pria jelek, misalnya giginya tonggos gitu atau tuh orang culun dengan kaca mata besar dan rambut model jadul," tanya Wulan kepada Vera.

"Ya ya tidak begitu juga kali," jawab Vera gugup.

"Tuh kan kamu saja ragu,"

"Mana mungkin juga om Andre cari menantu modelan begitu, tidak mungkin. Percaya deh pasti pria itu tidak jelek-jelek amat seperti pemikiran Wulan tadi," kata Rita mencoba berfikir positif.

"Nah tuh benar kata Rita, mana mungkin om Andre cari menantu jelek pasti cakep dan kaya," Vera setuju dengan pemikiran Rita.

"Sudah sudah jangan berdebat, aku pulang dulu takut papa menunggu ku," kata Nindi berdiri dan berpamitan kepada ketiga sahabatnya itu.

"Nih buat bayar minuman ku," kata Nindi menaruh uang 100 ribuan.

"Hari ini aku yang traktir kalian, jadi kamu masukkan lagi deh uang kamu," kata Rita menolak uang Nindi.

"Ok thanks ya," kata Nindi.

Setelah itu mereka cipika cipiki dulu sebelum Nindi pulang. Nindi pun berjalan keluar cafe menuju ke arah parkiran dan membawa mobilnya dengan kecepatan sedang menuju rumah.

Di kafe ketiganya masih duduk memikirkan nasib temannya itu yang tak lain adalah Nindi.

"Jadi nanti Nindi menikah duluan dong," seru Wulan.

"Ya tentu lah apalagi kalian kan tahu bagaimana watak om Andre," jelas Rita diangguki kedua temannya.

"Pasti calon suami Nindi tampan dan kaya secara om Andre itu kan orangnya perfeksionis, ha ha ha ha ......" Sahut Wulan tertawa.

"Iya,"

"Nanti kita beli baju buat Bridesmaid di acara nikahan Nindi ya," kata Vera antusias.

"Ya kalau Nindi minta kita jadi Bridesmaid, kalau orang lain bagaimana?" Tanya Rita.

"Ya siapa lagi kalau bukan kita, kita kan sahabatnya gak ada lagi," seru Wulan.

"Kali aja nanti dari pihak laki-laki," kata Rita membuat keduanya pun menghela nafas panjang berfikir demikian.

"Ya sudahlah, nanti kita tunggu kabar dari Nindi saja lah, aku juga penasaran bagaimana wujud suaminya nanti," kata Vera menimpali.

Ketiganya pun melanjutkan memakan dan minum yang masih tersisa di meja sebelum pergi menuju mal untuk berbelanja.

.

.

Mobil milik Nindi akhirnya sampai di rumah, dia segera memasukkan mobil ke garasi saat pak satpam membuka pintu pagar.

"Non sudah di tunggu tuan dan nyonya dari tadi," kata pak satpam menghampiri nona mudanya.

"Terimakasih ya pak," jawab Nindi sebelum masuk ke dalam rumah.

Rumah berlantai 2 itu terlihat mewah dengan halaman yang cukup luas.

Tap

Tap

Tap

Nindi berjalan menuju kamar miliknya, namun di depan kamar ternyata sudah ada sang bunda menunggu kedatangannya.

"Nak akhirnya kamu pulang juga," seru sang bunda menghampiri sang putri.

"Kenapa sih Bun, papa pakai acara perjodohan begini," keluh Nindi kepada sang bunda, mungkin sang bunda bisa membujuk suaminya itu agar berubah pikiran.

Nindi pun masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuhnya di atas kasur, bunda pun ikut masuk menyusul sang anak.

Bunda membelai rambut nindi dengan sayang. "Nak kamu ingat tidak saat kamu dulu masih sekolah menengah pertama," kata bunda mengingat masa lalu.

"Iya Bun, nindi ingat. Terus apa hubungannya?" Tanya Nindi heran.

"Dulu papa kamu pernah kecelakaan dan di tolong seseorang dan orang tersebut juga mendonorkan darahnya untuk papa mu. Andai orang itu tidak datang tepat waktu mungkin kita tidak akan bersama papa sampai sekarang," lirih bunda dengan sendu. Nindi masih terdiam tak tahu harus bicara apa.

"Nah orang itu ingin sebagai balasan jasa mereka yaitu dengan menikahkan kamu dengan anaknya. Papa tentu tak bisa menolaknya, tetapi kamu tenang saja papa sudah menyelidiki anak itu dan tidak ada kekurangan, pasti kamu juga akan suka dengan pria itu," jelas bunda panjang lebar.

"Ya sudah, kamu langsung mandi dan bersiap-siap. Jam 3 nanti mereka akan datang jadi kamu masih punya waktu untuk berdandan secantik mungkin," kata bunda sebelum pergi meninggalkan kamar sang putri.

Bersambung....

3

Di dalam kamar orang tua Nindi.

"Pa, apa benar keputusan kita untuk menjodohkan Nindi secepat ini," guman bunda menatap sang suami.

Pak Andre pun menoleh, menatap sang istri dengan binggung, karena tiba-tiba bertanya seperti itu. "Kenapa bunda bertanya seperti itu?" Tanya pak Andre dengan heran.

"Pa, sepertinya Nindi ingin menolak perjodohan ini. Terlihat dari raut wajahnya kalau putri kita itu keberatan dengan perjodohan yang kita atur," kata bunda kepada sang suami.

"Tolong bunda bujuk Nindi agar menerima perjodohan ini, papa berhutang banyak kepada Pak Hendra. Kalau bukan berkat pertolongan dia waktu itu mungkin papa tidak akan bisa melihat Nindi tumbuh dewasa," lirih Pak Andre sendu mengingat masa lalu.

"Iya bunda sudah membujuk Nindi dan menjelaskan semuanya tetapi bunda masih ragu apakah Nindi mau menerimanya atau tidak," jawab bunda lesu.

"Nindi harus mau Bun, bagaimana pun caranya, mau di taruh di mana muka papa kalau tuh anak menolaknya," kata pak Andre terdengar frustasi apalagi mengingat putrinya itu cukup keras kepala.

"Semoga saja Nindi mendengarkan ucapan bunda tadi," lirih Bunda.

"Semoga saja," sahut pak Andre penuh harap.

"Apa calon menantu kita baik dan bisa membahagiakan putri kita satu-satunya itu pa," monolog bunda memikirkan nasib putrinya setelah menikah.

"Papa sudah menyelidikinya Bun, jadi bunda tenang saja. Calon menantu kita jarang, ah lebih tepatnya tak pernah terlibat skandal apapun dengan wanita dan dia juga pengusaha muda yang sukses dan di segani," jelas Pak Andre panjang lebar.

"Ah bunda lega mendengarnya, semoga saja pria itu menyayangi putri kita nanti," dia orang tua agar anaknya itu bahagia.

.

.

Sedangkan di dalam kamar Nindi.

"Fyuhhhh...." Nindi menghela nafas panjang memikirkan apa yang nanti akan dirinya lakukan, apakah menerima perjodohan ini atau dia harus menolaknya.

Tiba-tiba dirinya teringat ucapan Wulan tentang pria yang akan di jodohkan dengannya berwajah culun atau bergigi tonggos. Membayangkan saja membuat Nindi bergidik ngeri, bukan Nindi menilai seseorang dari penampilan tetapi ucapan Wulan tadi membuat dirinya tak nyaman.

"Ahhhh......" Nindi mengacak rambutnya frustasi.

Tetapi mengingat ucapan dari bunda tadi membuat dirinya bimbang.

Terasa mengantuk Nindi pun memejamkan matanya melupakan dirinya harus bersiap.

Sore hari....

Keadaan rumah nampak ramai dengan beberapa pelayan yang sibuk menyajikan makanan lezat, untung saja keluarga Nindi mempunyai restoran jadi tak perlu repot-repot memasak tinggal meminta pihak restoran mengirimkan beberapa menu sesuai dengan keinginan sang bunda.

Setelah para pelayan menata makanan di meja, tak lupa juga mereka menata ruangan keluarga dengan cantik dan elegan sesuai permintaan majikan mereka yang tak lain adalah bunda karena setelah makan rencananya mereka akan bersantai di ruang keluarga.

Melihat semuanya sudah beres, bunda pun berjalan menuju kamar sang putri.

"Mana Nindi?" Tanya pak Andre saat berpapasan dengan sang istri.

"Eh papa,"

"Nindi masih di dalam kamarnya," jawab Bunda.

"Ya sudah cepat bunda panggil, sebentar lagi keluarga pak Hendra mau datang," pinta pak Andre.

"Iya nih bunda memang niatnya mau ke atas panggil Nindi," jelas bunda berjalan pergi meninggalkan pak Andre.

Tok tok tok tok....

"Sayang cepat buka pintunya," kata bunda sambil mengetuk pintu kamar sang anak.

"Sebentar Bun," teriak Nindi dari dalam kamar, dia baru saja selesai memakai baju.

Ceklek...

"Lho kok anak bunda belum dandan sih, sudah jam segini sebentar lagi mereka datang," omel sang bunda gemas melihat anaknya itu ternyata belum selesai.

"He he he he....!Maaf ya Bun, tadi Nindi ketiduran," jawab Nindi cengengesan.

Bunda menepuk keningnya pelan dengan kelakuan sang putri yang selalu ada-ada saja.

"Ya sudah sekarang cepat kamu berdandan yang cantik biar mereka tahu kalau bunda mempunyai putri yang cantik, oh ya Papa sedari tadi sudah menunggu kamu," kata bunda sebelum pergi meninggalkan kamar sang putri.

"Ngapain sih dandan cantik-cantik, kalau dia mau sama Nindi ya harus menerima Nindi apa adanya," kata Nindi dengan cemberut.

Bunda menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah sang anak.

"Ya sudah terserah kamu saja, yang penting kamu nyaman,'' kata bunda tak ingin memaksakan kehendak dan membuat putrinya itu merasa tak nyaman.

Setelah itu bunda melangkah pergi meninggalkan kamar sang putri.

.

.

Di teras depan.

Pak Andre duduk di teras masih menunggu kedatangan besannya nanti, ah lebih tepatnya calon besan. Bahkan pintu gerbang sengaja di buka lebar-lebar agar mobil pak Hendra nanti langsung masuk ke halaman depan, untung saja rumah ini memiliki halaman depan yang cukup luas.

"Pa tuh mereka datang," kata bunda yang baru saja datang dari dalam.

"Iya Bun, mari kita sambut mereka," kata pak Andre dengan antusias.

Mobil pak Hendra pun langsung terparkir rapi di depan halaman, mereka pun turun semua dan berjalan menghampiri pak Andre dengan senyum mengembang.

"Selamat datang pak Hendra di gubuk kamu ini," kata pak Andre menyapa calon besannya itu tak lupa mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

"Ha ha ha ha, pak Andre bisa saja. Rumah bagus begini di bilang gubuk," kelakar pak Hendra membalas jabat tangan pak Andre.

"Oh ya perkenalkan ini istri saya," kata pak Andre memperkenalkan bunda.

Mereka pun saling berjabat tangan.

"Perkenalkan saya hendra, ini istri saya, ini kedua orang tua saya dan yang paling tampan itu adalah calon menantu kalian," jelas pak Hendra memperkenalkan semua anggota keluarga yang dia bawa ke sini.

"Oh ya siapa namanya?" Tanya bunda.

"Saya Tristan," kata pemuda tampan itu dengan senyum ramahnya namun hanya beberapa orang saja yang beruntung bisa melihat senyum pemuda itu.

"Namanya bagus seperti orangnya tampan," kata bunda dengan antusias.

"Pasti Nindi suka dengan nak Tristan, mana orangnya ganteng dan ramah," batin bunda.

"Mari masuk, ayo silahkan," pak Andre pun mempersilahkan mereka semua masuk ke dalam rumah.

"Mari silahkan duduk, sebentar saya ambilkan minum," kata bunda.

"Wah rumahnya adem ya," kata pak Hendra saat duduk di ruang tamu, namun masih bisa melihat pemandangan yang asri melalui pintu kaca yang berada di samping menghubungkan dengan taman samping.

Tak lama bunda pun datang membawa minuman dan cemilan tentunya di bantu pelayan.

Mereka pun mengobrol berbasa-basi mulai dari berbicara bisnis sampai membahas masalah yang sedang trend di kalangan masyarakat saat ini.

"Oh ya mana calon menantu kami," tanya pak Hendra dengan penasaran. Begitupun anggota keluarga yang lain termasuk pria tampan yang sedari tadi gelisah ingin bertemu dengan calon istrinya itu.

Karena sedari tadi Putri pak Andre itu pun tak kunjung muncul.

"Tolong di maklumi biasa wanita kalau berdandan lama," kelakar pak Andre.

Pak Andre pun melirik ke arah sang istri memohon bantuan.

"Kalau begitu saya pamit untuk memanggil anak kami dulu," sela bunda berpamitan kepada para tamu penting itu.

Bersambung....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!