NovelToon NovelToon

Balas Dendam Sang CEO

Bab 01: Kedatangan CEO

Pagi hari di mulai dengan seorang perempuan membawa beberapa tumpukan berkas di tangan berjalan menuju meja kerjanya. Seorang gadis dengan rambut terikat dan kemeja berwarna krem dipadukan dengan rok sepan hitam dia mengalihkan seluruh atensi menatap layar laptop di depan. Tangannya diajak bergerak untuk menekan satu persatu huruf di keyboard, membuka berkas dan melakukan pekerjaannya seperti biasa.

"Mau nongkrong nggak nanti?" tanya seorang laki-laki dengan senyum manis di wajah.

Gadis dengan ID card Natala Mika Sherina menoleh ke sumber suara. Dia tersenyum sejenak sebelum menjawab, "Maaf ya, nggak bisa lagi. Soalnya aku nanti sibuk mungkin aku juga bakal lembur."

"Manager bisa lembur juga ya ternyata," balas lelaki itu.

"Bisalah!" balas Natala ketus memunculkan tawa kecil dari Arsenio Bagas.

Dia kembali gagal membawa Natala pergi bersamanya, tapi tak apa memandangi gadis yang sedang bekerja itu juga tidak terlalu buruk. Natala begitu mempesona, jadi jangan salah kalau Arsen jatuh hati padanya.

Suara telepon di meja Natala berdering. Dia menjawab panggilan masuk itu. Entah apa yang mereka bicarakan, Natala berakhir masuk ke ruangan salah satu petinggi perusahaan. Dia duduk di depan seorang pria berkaca mata.

"Jadi, seperti yang kita tahu kalau pak ceo tidak pernah datang ke perusahaan," ucap pria itu sebagai permulaan.

"Bukankah bapak sering mengatakan bahwa pak ceo sedang berada di Kanada mengurus perusahaan yang ada di sana, lalu maksud bapak apa?" tanya Natala.

"Itu dia masalahnya Natala, saya baru saja dihubungi oleh sekretaris pak ceo bahwa pak ceo akan datang ke perusahaan besok hari—"

"Dadakan?" Natala memotong perkataan pria itu.

Pria itu mengangguk. "Mau tak mau kamu harus memberi tahu yang lain untuk mempersiapkan hal ini. Saya tidak mau ada satupun kekurangan saat pak ceo datang ke kantor. Kita melaporkan segala hal yang terbaik kepada pak ceo setiap kali beliau bertanya tentang kondisi perusahaan, jadi saya mau kita harus sesempurna yang saya laporkan," jelas pria itu.

Setelah berbincang panjang lebar dengan pria tadi, Natala sekarang bersama tim nya sedang sibuk untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Padahal tadi yang memiliki agenda untuk lembur hanya Natala saja tetapi sekarang karyawan yang lain juga ikut lembur. Mereka rela pulang lebih lama untuk mempersiapkan kedatangan pemilik perusahaan secara tiba-tiba.

Esok hari tiba, Natala bersama yang lainnnya sudah mempersiapkan diri untuk hari ini. Mereka tetap bekerja seperti biasa tapi sambil menunggu kedatangan pak ceo ke kantor mereka.

"Kayaknya semangat amat ya nungguin pak ceo," ejek Arsen dengan nada menjengkelkan.

"Nggak gitu, gue lagi gugup aja nanti pas pak ceo datang. Gimana kalau gue ngelakuin kesalahan?"

"Tenang aja, Nat, lo nggak akan ngelakuin kesalahan. Karena yang gue tau lo adalah perempuan pekerja keras jadi nggak mungkin lo ngelakuin kesalahan nanti." Arsen berucap dengan sangat lembut, bahkan dia membawakan kopi ke meja Natala.

"Semangat kerjanya, Nata." Arsen menepuk kepala Natala pelan lalu kembali ke meja kerjanya.

Saat yang ditunggu tiba. Ketika sebuah mobil hitam mewah berhenti di depan gedung besar dan mengeluarkan sosok lelaki dengan sepatu pantofel hitam dari dalamnya. Laki-laki itu berdiri di depan gedung itu, dengan pakaian hitam membalut tubuhnya dia bersama sang sekretaris masuk ke dalam perusahaan itu.

Semua karyawan berdiri dari duduknya saat mata mereka bertemu dengan seorang laki-laki yang datang bersama salah satu petinggi perusahaan. Begitu juga Natala, dia yang bersiap sejak tadi beranjak dari meja kerjanya menuju tempat di mana pemilik perusahaan mereka berada.

Natala berdiri di depan laki-laki berjas hitam dengan kacamata hitam bertengger di matanya.

"Welcome to our office, Sir. I hope you enjoy in here," ucap Natala sopan.

"Thanks atas sambutannya. I like it," balas lelaki yang mereka bilang sebagai pemilik perusahaan.

Laki-laki itu mulai menyapa satu persatu karyawan yang ada di sana. Dengan senyuman, laki-laki itu menurunkan kaca mata hitamnya. Iris hitam legam yang dia punya langsung terlihat, rambut hitamnya yang pekat yang disisir rapi ke belakang sehingga seluruh dahinya terpampang, pesona dari pemilik perusahaan begitu tak tertahan.

"Perkenalkan semuanya, nama saya Alvar Clay Darmendhra. Saya satu-satunya anak keluarga Darmendhra sekaligus pemilik perusahaan ini."

Mereka semua tak menyangka bahwa Alvar fasih dalam berbahasa Indonesia, mengingat dia yang sudah lama berada di Kanada.

"Saya minta maaf karena selama ini tidak pernah menemui kalian secara langsung, seperti yang kalian tahu saya sangat sibuk," lanjut Alvar. "Saya suka dengan kinerja kalian semuanya, kalian pekerja keras dan mematuhi aturan perusahaan. Setelah ini saya berjanji akan sedikit lebih lama berada di negara ini. Mungkin untuk beberapa waktu ke depan progres kalian akan saya pantau secara langsung," jelas Alvar panjang lebar.

Ada beberapa karyawan yang menyukainya tapi ada juga yang mendadak takut saat mengetahui bahwa Alvar akan memantau pekerjaan mereka.

"Mari, Pak bisa ikut dengan saya." Salah satu petinggi perusahaan membawa Alvar masuk ke ruangan bersamanya. Natala tiduk ikut bersama mereka, dia disuruh oleh petinggi perusahaan untuk menyiapkan hidangan dan juga kopi untuk dirinya, Alvar dan juga sekretaris Alvar.

Natala menyiapkan beberapa roti dan juga kopi. Dia membawa itu semua sendirian. Natala masuk ke dalam ruangan setelah dia mengetuk pintu. Natala menghidangkan kopi dan juga roti itu ke satu persatu orang yang ada di sana.

Saat dia menyajikan secangkir kopi dan sepiring kecil roti kepada Alvar mata mereka bertemu. Selama beberapa saat mereka bertatapan. Tatapan Alvar sangat membuat jantung Natala berdegup kencang. Seakan-akan tatapan itu siap untuk memakannya, begitu tajam tapi seakan ada maksud lain dari sorot mata itu. Maksud yang tidak akan pernah Natala ketahui.

"Siapa kamu?" tanya Alvar jelas membuat Natala mengerutkan kening.

"Dia—"

"Saya tidak bertanya denganmu," potong Alvar saat petinggi perusahaan berusaha menyela.

Natala tidak menunjukkan raut takut sama sekali, dia terlihat tenang. Seorang gadis dengan rambut yang tergerai, mengenakan kemeja putih dan jas abu-abu serta celana abu-abu, dia tersenyum kepada Alvar. Dengan sangat santainya, Natala menjawab, "Perkenalkan nama saya Natala Mika Sherina, umur saya 28 tahun saya sudah bekerja di perusahaan ini selama hampir 8 tahun dan posisi saya sebagai co manager. Terima kasih."

Sejak saat itu Alvar langsung menarik kesimpulan dari gadis yang baru saja dia kenal. Seorang perempuan dengan iris hitam dan rambut ke cokelat-cokelatan, perempuan yang membuat Alvar tertegun begitu mendengar namanya. Sejak saat itu Alvar memutuskan bahwa Natala akan menjadi miliknya. Akhirnya Alvar menemukan sosok yang dia cari selama ini, dan setelah ini Alvar tidak akan kehilangan dia lagi.

Bab 02: Tawaran pernikahan

Natala pergi ke kantor seperti hari-hari sebelumnya. Dia bertemu dengan banyak orang di dalam gedung itu dan bekerja sesuai dengan pekerjaannya. Tumpukan berkas dan juga jadwal rapat tersusun rapi di meja kerja Natala.

Di sisi lain Alvar berjalan masuk ke dalam kantor bersamaan dengan sekretarisnya. Dengan kacamata hitam dia berjalan santai tanpa menampilkan senyum pada sekitar. Alvar berhenti sejenak ketika langkahnya hendak melewati meja kerja Natala. Gadis dengan rambut diikat setengah dengan kemeja berwarna merah muda dan rok abu-abu selutut menunduk memberi penghormatan pada Alvar selaku pemilik perusahaan.

Berbeda dengan yang lain untuk Natala ketika mata mereka berdua bertemu, Alvar memunculkan senyum. Entah apa yang terjadi pada laki-laki itu, dengan manik hitam legamnya, Alvar menampilkan senyum menawan di wajah yang rupawan.

Setelah memberikan senyum pada Natala, Alvar melanjutkan langkahnya untuk tiba ke ruang kerjanya. Di dalam sana dia bersama sekretarisnya berdua saja. Sekretaris Alvar memberikan beberapa berkas pada Alvar. Dia mulai memberitahu pada Alvar apa saja yang akan dikembangkan dan dikeluarkan oleh perusahaan mereka untuk bersaing dengan perusahaan lain di masa depan.

Sejauh ini perusahaan keluarga Darmendhra masih memimpin. Tidak ada yang bisa mengalahkan keluarga Darmendhra dalam segi kekayaan dan juga keuntungan setiap tahunnya. Mereka menjadi langganan menjadi perusahaan dengan keuntungan terbanyak setiap tahun. Jadi tak wajar bila Alvar mendapatkan banyak penghargaan untuk itu.

"Nan," panggil Alvar pada sekretarisnya.

"Iya, Pak." Lelaki itu mendekati Alvar.

"Saya ingin kamu mencari tahu tentang Natala Mika Sherina."

"Si manager itu, Pak?"

Alvar mengangguk, "Segala hal tentang dia. Di mana dia tinggal, kondisi keluarganya, latar belakang keluarga, pendidikan, segalanya. Bahkan kalau bisa seluruh kesalahannya saya ingin mendapati itu juga. Beri pada saya secepatnya," titah Alvar pada sang sekretaris yang tentu saja diangguki oleh sekretarisnya.

Alvar menatap ke arah Natala yang sedang sibuk mengerjakan pekerjaannya di meja kerjanya. Dengan tatapan penuh makna yang sulit diartikan, Alvar berucap, "Saya ingin meyakinkan diri bahwa keputusan yang saya ambil adalah keputusan yang benar."

...***...

Natala berdiri dari duduknya, dia membereskan meja kerjanya. Memasukkan satu persatu barang-barangnya ke dalam tas, dia bersiap untuk pulang. Hingga Arsen tiba di hadapannya. Dengan senyum merekah, lelaki itu menyapa Natala.

"Nat, pulang bareng?" tanya Arsen.

"Memangnya lo bawa motor?" Natala balik bertanya.

"Bawalah!"

"Sudah nggak mogok lagi motor lo?" Natala bertanya dengan maksud mengejek. Mengingat beberapa hari lalu motor Arsen mati di tengah jalan dan berakhir harus berada di bengkel selama beberapa hari karena kerusakan yang cukup parah. Maklum saja, motor Arsen sudah tua, masih bisa untuk diajak berkendara walau kelajuannnya sangat lambat sama Arsen sudah bersyukur.

"Lo jangan suka ngeledekin motor gue ya, nanti kalau gue punya duit banyak gue beli motor baru. Terus gue pamer sama lo, lihat aja," balas Arsen pada Natala. Mereka berjalan bersama keluar dari kantor.

"Gue jadi penasaran sama motor lo itu," balas Natala masih dengan nada mengejek.

"Jadi nggak pulang sama gue, Nat?" tanya Arsen sekali lagi sebelum mereka keluar dari pintu kaca.

Natala berhenti sejenak, dia menengok Arsen, "Nggak. Makasih."

Setelah itu Natala pergi dari sana. Dia menghentikan salah satu taksi yang lewat di depan gedung kantor mereka. Arsen memandangi dalam diam mobil yang membawa Natala pergi jauh darinya.

Natala memainkan ponsel di dalam taksi itu. Tidak membuka obrolan sama sekali dengan pengemudi kendaraan beroda empat yang sekarang tengah membelah jalanan. Natala berhenti di salah satu kafe. Dia membayar sang sopir dan masuk ke dalam kafe.

Hari ini Natala mendapatkan bonus dari kantornya. Bonus atas kerajinan, kedisplinan dan ketekunan serta kerja bagus Natala. Biasanya Natala memang sering memberi hadiah untuk dirinya sendiri, sebagai bentuk untuk menghargai kerja keras yang selama ini telah dia lakukan.

Natala memesan satu cangkir kopi. Langit terang yang menyilaukan mata dengan sinar mataharinya mendadak menggelap, awan hitam mengumpul dan menurunkan tetes air dari langit perlahan. Sambil menikmati kopi panasnya, Natala mendengarkan musik lewat hujan.

Natala melihat air hujan, semakin deras membasahi bumi. Dia melirik angka di jam tangan yang ia punya. Sudah hampir malam hari, tapi di sini hujan deras. Natala lebih memilih untuk menghabiskan kopinya sambil menunggu hujan untuk reda.

Ponsel Natala berdering, dia menjawab panggilan masuk dari ibunya.

"Kapan pulang, Nat?" tanya Ibunya di seberang sana.

"Sebentar lagi ya, Bu, di sini masih hujan."

Jawaban Natala itu menghentikan telepon mereka. Kopi Natala sudah habis tak bersisa tapi hujan masih turun dengan derasnya. Natala memesan ojek online lewat aplikasi.

"Dia sendirian ternyata," gumam Alvar mengamati Natala jauh di belakangnya.

Sejak Natala berjalan keluar dari kantor, Alvar mengikuti gadis itu. Dengan perlahan tanpa ketahuan, Alvar membututi Natala sampai di kafe, bahkan sampai saat ini Alvar juga belum pulang untuk menunggu Natala.

Natala bangkit dari duduknya, meninggalkan uang di atas meja. Alvar mengikuti, dia berjalan di belakang Natala diam-diam untuk melihat ke mana gadis itu akan pergi selanjutnya.

Natala membuka payung, ojeknya baru saja memberi pesan bahwa dia tidak bisa masuk ke dalam gang kafe karena sangat macet dan harus Natala yang menghampiri ojek itu.

Alvar berhenti di sebelah Natala, dia membiarkan Natala menoleh ke arahnya dan mempertemukan kedua iris legam mereka bersamaan.

"Bapak ngapain ke sini?" tanya Natala berbasa-basi.

"Untuk kamu," jawab Alvar.

"Maksud?" Natala bingung.

"Saya ingin bersamamu," balas Alvar lagi.

Natala mengerutkan kening mendengar itu. Dia tidak mengerti dengan maksud pemilik perusahaan tempat dia bekerja.

"Bapak mau pulang?" tanya Natala.

"Kalau kamu pulang saya juga akan pulang."

"Saya mau pulang, Pak." Natala mengeluarkan satu payung kecil dari tas besarnya. Dia memberikan payung berwarna hijau itu ke Alvar.

"Hujan Pak, sepertinya Bapak nggak bawa payung jadi pakai payung saya saja agar Bapak tidak kehujanan."

Natala menaruh payungnya ke tangan Alvar tanpa menunggu lelaki itu yang menjawabnya. Natala pergi dari sana dengan payungnya dan dari situ Alvar kembali membulatkan tekadnya.

"Saya ingin memilikinya."

Natala kira kebaikannya kemarin akan membawakannya mendapat hadiah luar biasa. Seperti ucapan terima kasih dari Alvar dengan berbentuk hadiah atau dia mendapatkan gaji tambahan. Namun semua pikiran Natala itu salah. Dia memang mendapatkan hadiah dari Alvar tapi bukan hanya sekedar ucapan terima kasih tapi lebih dari itu dan tidak pernah Natala bayangkan sebelumnya.

"Saya tidak menyangka bahwa kamu sebaik itu, Natala." Alvar berdiri mendekati Natala. "Perempuan cantik seperti kamu, sayang sekali jika tidak ada yang menjaga."

Alvar menatap Natala dalam, dia menarik ujung bibirnya. "Saya menyukai kamu, Natala, apakah kamu menyukai saya juga?" tanya Alvar.

Tubuh Natala mematung, mendadak seluruh anggota tubuhnya kaku tak bisa digerakkan, segala hal yang keluar dari mulut Alvar membuat Natala ketakutan.

"Natala, saya ingin menawarkan apakah kamu ingin menikah dengan saya? Saya akan menjadikan kamu milik saya seutuhnya, kamu akan menjadi Nyonya Darmendhra. So, will you marry me, Natala Mika Sherina?"

Bab 03: Ingin menikah

Natala terdiam sepanjang perjalanan pulang. Ketika langit berubah warna menjadi oranye disitu Natala bergelut dengan pikirannya sendiri. Pekerjaan di kantor sudah selesai tapi otak Natala belum selesai untuk memikirkan setiap masalah yang ada. Tawaran dari Alvar beberapa hari lalu belum mendapat jawaban dari Natala bahkan sampai sekarang.

Setiap hari gadis itu melihat Alvar ada di kantor tapi setiap hari juga rasanya Natala ingin pergi dari dunia sesegera mungkin. Segala hal tentang Alvar membuat Natala menjadi takut. Maksud Natala mereka baru saja bertemu bahkan belum saling mengenal dengan baik tapi mengapa Alvar sudah sangat lancang ingin menikah dengannya? Sedangan Arsen sampai sekarang saja belum bisa menjalin hubungan lebih dari sekedar teman pada Natala.

Natala sampai ke rumahnya setelah sopir taksi itu menurunkannya. Dia masuk ke dalam dan langsung disambut oleh wajah pucat seorang wanita dengan rambut terikat tersenyum ke arahnya.

"Ibu, kenapa keluar?" Natala menghampiri ibunya duduk di sebelah wanita itu.

"Kamu pulang cepat, tumben," ucap Ibunya.

"Kebetulan lagi nggak banyak kerjaan, Bu, makanya bisa pulang cepat." Natala menaruh tasnya di paku. Gadis dengan kemeja putih dan rok hitam sepaha itu menuangkan air ke gelas untuk dia minum.

"Ibu sudah makan?" tanya Natala berdiri dari duduknya.

"Belum, Nak. Ibu capek banget jadi nggak sempat masak. Nggak papa, kan?"

"Ya nggak papa, Bu. Nata aja yang masak." Natala berjalan ke arah dapur. Dengan pakaian yang belum diganti Natala memakai celemek dan mulai memasak.

Sedangkan Ibunya mencoba untuk berdiri dan menghampiri putrinya. Wanita itu berdiri di ambang pintu dengan menumpu tangannya di pintu. Dia tersenyum melihat anak gadisnya yang sekarang ini sudah sangat dewasa.

Dia hanya memiliki Natala seorang, suaminya sudah tiada sejak lima tahun lalu dan sekarang dia tinggal bersama Natala. Dia tidak pernah takut jikalau Natala meninggalkannya, itu berarti Natala sudah mendapatkan pasangan dan hidup yang lebih baik. Tapi dia sangat takut kalau dia yang meninggalkan Natala lebih dulu. Tubuhnya yang sudah renta dan sakit-sakitan membuatnya selalu berpikir bahwa umurnya tidak akan lama lagi. Namun anaknya itu belum mendapat pasangan sampai sekarang.

"Ibu kok disitu. Ini makanannya sudah siap. Yuk makan sama Nata." Natala menaruh semangkok sayur di meja dan membawa Ibunya untuk duduk di kursi meja makan.

"Ibu makan duluan ya, Nata mau mandi dulu," ucap Natala pergi dari sana.

Gadis itu masuk ke kamar menutup pintu. Dia berdiri di balik pintu dan menghela napas berat. Belakangan ini kepalanya sangat berisik. Kondisi kesehatan Ibunya yang kian memburuk menambah keributan di kepala Natala.

"Gue harus gimana ya supaya Ibu bisa sembuh?" Natala menjambak sebagian rambutnya, menatap diri sendiri lewat pantulan cermin.

Natala memang menjabat sebagai manager dan tentu saja Natala memiliki cukup banyak uang. Dia mengorbankan seluruh uangnya untuk pengobatan ibunya yang terkena kanker ovarium stadium empat. Hidup Natala dia serahkan semuanya untuk ibunya setelah ayahnya tiada. Natala sendirian. Dia tidak punya siapa-siapa selain Ibu. Tapi belakangan ini Ibunya sering sekali membicarakan tentang kematian dan perpisahan.

Pak Alvar:

Sudah empat hari Natala, mengapa kamu tidak kunjung menjawab tawaran saya?

Apakah kamu tidak mau menikah dengan saya?

Di tengah kebingungan Natala akan hidupnya, pesan dari Alvar menambah beban Natala. Dia tidak tahu harus bagaimana memberi respon yang baik pada atasannya itu. Terkadang Natala ingin memaki lelaki itu karena sudah mengganggu hidupnya.

"Ah sudahlah. Pusing kepala gue. Mending gue mandi." Natala mengambil handuk putih yang tergantung. Dia masuk ke kamar mandi dan mulai membersihkan diri.

Di sini Alvar tak melepas ponselnya dari genggaman. Dia membiarkan ponselnya menyala dan memperlihatkan roomchat antara dia dan Natala. Pesan darinya belum Natala balas sampai sekarang.

"Bisa-bisanya dia buat saya menunggunya. Padahal sejak dulu, perempuan yang menunggu saya tidak pernah saya yang menunggunya."

"Menurut saya apakah Bapak tidak berlebihan menawarkan hal itu pada Natala? Posisinya Bapak dan Natala baru saja mengenal." Sekretaris Alvar memberikan tanggapannya.

Alvar berbalik badan. Di kamar yang luas dia bersama sekretarisnya sama-sama menunggu jawaban dari Natala.

"Saya sudah lama mengenal Natala, dia saja yang baru mengenal saya," balas Alvar.

"Tapi Pak, apa menurut Bapak Natala mau menikah dengan Bapak?" tanya sekretarisnya sekali lagi. Pertanyaan yang sama tapi Alvar tidak pernah menjawab.

"Ya. Saya yakin dia akan mau menikah dengan saya."

Dan kali ini Alvar menjawab pertanyaan sekretarisnya dengan penuh keyakinan.

...***...

Malam hari di mana langit gelap menghiasi, bulan dan bintang menemani memberikan cahaya untuk menerangi makhluk yang hidup di bumi.

Natala duduk di kursi kamarnya, memandangi langit malam yang menakjubkan lewat jendela kamar. Gadis dengan kaos putih bergambar kucing dan celana pendek selutut mengalihkan seluruh atensi pada keindahan langit. Hingga suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya.

"Masuk Bu!" seru Natala.

Ibu masuk ke kamar putrinya. Dia tersenyum, Natala menggeser kursi satu lagi agar Ibunya bisa duduk di sana.

"Kenapa, Nak? Kok kamu bengong?" tanya Ibunya.

"Nggak papa, cuma langitnya indah aja. Nata suka."

Wanita tua itu tersenyum, dia menggenggam tangan putrinya, mengelusnya perlahan melunturkan keributan di kepala Natala perlahan.

"Kamu nggak berniat untuk punya pasangan, Nat?"

"Kan Ibu mulai lagi. Kenapa Ibu selalu nanyain hal itu?"

"Nata, kamu sudah dewasa dan sudah sepatutnya kamu itu punya pasangan, Nak. Kamu nggak bisa hidup sendiri," jawab Ibunya.

"Nata nggak sendiri, Ibu. Nata punya Ibu."

"Ibu nggak selamanya sama kamu, Nat. Ibu juga punya batas umur."

"Ibu akan selamanya sama Nata. Dan cuma itu yang Nata mau tau." Nata melepaskan tangan Ibunya dari tangannya.

"Nata, kamu pernah nanya sama Ibu kan keinginan Ibu itu apa?"

Natala menoleh ke Ibunya. "Apa?"

"Melihat kamu menikah, Nak. Umur Ibu mungkin nggak akan lama lagi, tapi Ibu takut. Ibu nggak takut akan kematian tapi Ibu takut saat Ibu mati kamu masih sendiri. Ibu takut kamu nggak punya pendamping. Ibu nggak bisa ngelihat anak Ibu hidup sendirian di dunia ini. Ibu mau Nata nikah. Ibu mau, Nata bahagia saat Ibu udah nggak ada."

"Terserah sama siapa, yang penting dia yang terbaik. Orang yang akan bahagian putri Ibu. Ibu nggak peduli mau pekerjaannya apa dan berapa penghasilannya, Ibu cuma mau kamu nggak sendiri, Nat. Ibu nggak bisa lihat Nata sendiri, kalau bisa ketika Ibu pergi nanti kamu nangisnya nggak sendirian, kamu punya pundak untuk bersandar dan berbagi kesedihan pasca kehilangan Ibu."

Nata tak kuasa untuk menahan tangisnya. Dia masuk ke pelukan sang Ibu. Nata tidak suka topik ini. Dia benci segala hal mengenai kematian dan perpisahan. Nata benci. Tapi yang dikatakan Ibunya adalah sebuah kebenaran. Manusia tidak abadi. Semuanya punya batas waktu termasuk Ibu.

Natala merenungi perkataan Ibunya selama beberapa jam. Bahkan ketika jarum jam menunjukkan tengah malam Natala belum bisa tertidur juga. Dia mengambil ponsel menekan beberapa digit nomor dan meletakkan ponsel itu ke telinga. Berharap orang yang dia tuju akan menjawab panggilannya.

Orang yang Natala telepon tersenyum di kamarnya. Dia menjawab panggilan Natala dengan senyum lebar di wajah.

"Saya mau menikah dengan Bapak. Terserah bagaimana dan kapan tapi kalau bisa, saya ingin secepatnya."

"Mengapa kamu terburu-buru? Apa kamu sudah tidak tahan untuk hidup bersama saya?" balas Alvar di kamarnya.

"Tidak. Saya punya alasan meminta waktu yang cepat."

"Apa itu?"

"Rahasia, Pak. Tidak semua orang boleh tahu."

Alvar terkekeh kecil hingga terdengar di telinga Natala. "Nyatanya saya tahu banyak rahasia kamu, Natala."

Natala mengerutkan keningnya. Kenapa semakin lama atasannya ini semakin misterius.

"Karena Ibumu yang sekarat, bukan?"

Natala terkejut bukan main mendengar itu.

Alvar kembali terkekeh karena dia tidak mendapat respon apa-apa dari Natala. Sudah dipastikan gadis itu sangat terkejut sekarang.

"Sudah saya katakan, Natala. Saya tahu banyak rahasia kamu. Dan kamu akan semakin terkejut ketika tahu bahwa saya mengetahui rahasia terbesar hidupmu."

Alvar mematikan panggilannya sepihak. Dia tersenyum puas di kamarnya. Langkah pertama selesai.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!