Seorang gadis dengan gamis panjang berwarna biru gelap terlihat tengah berjalan dengan tergesa gesa hingga ujung gamis bagian bawahnya melambai menyapu lantai bandara.Jilbab panjang yang senada dengan warna gamisnya pun sudah seperti ombak yang berkejaran.Sekitar tiga belas jam yang lalu,gadis itu mendapat telpon kalau sang kakak satu satunya mengalami sebuah kecelakaan parah,kecelakaan yang mengharuskannya di rawat di ruangan intensive setelah menjalani operasi rumit beberapa jam lalu.
"Assalamu'alaikum non Lea." Sapa pak Yono,supir pribadi keluarga Arisandy, supir yang datang untuk menjemput putri kedua keluarga kaya raya yang sedang menempuh pendidikan agama di Kairo,Mesir.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."Balas Lea.
"Non Lea mau pulang dulu ke rumah atau mau langsung ke rumah sakit?"Lanjut pak Yono memberikan pilihan.
"Ke rumah sakit saja dulu pak."Ujarnya lembut kemudian menyimpan tas ransel yang dia gunakan di samping tempat duduknya.
"Tas nya biar saya taruh di belakang saja non, nanti nona Lea merasa tidak nyaman."Kembali pak Yono menawarkan tenaga nya, mumpung mesin kendaraan belum dia nyalakan.
"Tidak apa apa pak, biar di sini saja, ini tidak mengganggu sama sekali."Dia tersenyum dari balik cadar nya.
Namanya Azalea Karissa Arisandy,gadis cantik dengan pakaian yang serba tertutup itu kini nampak melamun.Dua minggu lagi dia harusnya baru berada di sini untuk menghadiri acara pernikahan sang kakak, namun karena kecelakaan yang tidak terduga itu,kemungkinan besar pernikahan kakaknya akan di tunda, menunggu hingga kondisi sang kakak lebih stabil.
***
Rumah sakit.
Tatapan Azalea terfokus pada wanita cantik yang terbaring tak berdaya di atas ranjang pasien,seluruh bagian tubuhnya hampir tertutupi oleh berbagai macam selang.Tak terasa netra nya meneteskan air mata, kala tangan putihnya menyentuh tangan kakaknya.
"Assalamu'alaikum mbak,Lea datang."Ujarnya pelan,sesekali tangannya memperbaiki letak selimut yang menutupi sebagian tubuh Lilyana.
"Lea,kapan kamu datang?"Mama Irene sedang berdiri memegang pispot.Baru saja dia kembali dari kamar mandi guna membuang urine dari selang kateter yang di pasang di bagian kewanitaan Lilyana.Lea menghampiri mama Irene.Dengan takzim dia mencium tangan wanita paruh baya itu tidak peduli tangan nya kotor atau tidak,Lea tidak mempermasalahkan sama sekali.
"Baru saja ma."
Lea memeluk wanita paruh baya itu,namun seperti biasa tidak ada feedback dari sang mama.Terbayang kembali masa kecil saat Lea berkunjung ke rumah mewah kedua orang tuanya,tidak pernah sekalipun dalam ingatan Azalea,mama Irene memeluknya,jangan kan memeluk,Azalea sudah seperti tamu yang datang ke rumahnya sendiri.Beruntung Azalea di besarkan dengan didikan agama dan moral yang sangat baik.Itu semua karena Lea yang tinggal bersama dengan abi Ahmad sejak kecil.
Kenapa mama Irene memperlakukannya tidak sama dengan Lily?Sampai sekarang pun dia tidak tau jawabannya.
Ya,dari kecil Azalea sudah di rawat oleh Abi Ahmad dan Umi Kalsum di pedesaan di bawah kaki bukit yang terletak di pinggiran kota besar.Al Hidayah,sebuah pondok pesantren yang sudah terkenal di seantero negeri menjadi pilihan Papa Zaid Arisandy untuk putri kecilnya karena Ponpes itu adalah milik kedua orang tua papa Zaid,Abi Ahmad dan Umi Kalsum.
Dia menitipkan sang putri yang sangat dia cintai pada kedua orang tuanya,dengan harapan,kelak Azalea bisa di bekali ilmu agama yang akan berguna untuk kehidupan nya nanti, tidak seperti kakak nya, Lilyana.
Papa Zaid merasa gagal mendidik anak pertama nya itu.Karena pengalaman tidak mengenakkan yang terjadi pada Lily,Papa Zaid berusaha agar anak keduanya bisa tumbuh di lingkungan yang lebih sehat.
Lea mengurai pelukannya,sedih,tentu saja dia rasakan,tapi kembali lagi,Abi Ahmad mengajarkan untuk selalu berlapang dada."Belajarlah untuk berlapang dada nak,karena tidak semua hal yang kita inginkan baik menurut Allah,sesulit apapun keadaanmu,ajari lah hatimu agar bisa menerima keadaan,tanpa membenci kenyataan." Pesan Abi Ahmad yang selalu terngiang ngiang di telinganya.
"Kasian sekali kakakmu Lea."Mama Irene menghampiri Lilyana yang berbaring tak berdaya di atas ranjang pasien dengan air mata yang berderai.
"Ini semua adalah ujian yang Allah berikan kepada keluarga kita ma,dengan adanya musibah ini, Allah menginginkan kita untuk lebih banyak bersujud dan menyebut namaNya, meminta pengampunan dosa dan memohon agar penyakit kak Lily segera di angkat, karena tidak ada sebaik baik pertolongan, melainkan pertolonganNya."
Mama Irene yang awalnya sedih dengan keadaan Lily berubah kesal karena merasa Lea sedang memberinya ceramah keagamaan.
"Apa tidak ada kata kata penghiburan untuk mama selain ceramah mu yang tidak masuk akal itu?"Lea diam,selalu seperti itu,dari dulu jika sedikit saja Lea memberikan saran untuknya ataupun untuk Lilyana,pasti ada saja sanggahan dari sang mama.
Pernah sekali waktu Azalea menasehati Lilyana untuk menutup aurat karena saat itu Lilyana ingin keluar bersama teman temannya,namun mama Irene yang mendengar Azalea menasehati kakaknya seketika marah dan menghampiri putri keduanya itu.
"Urus saja dirimu sendiri,tidak usah kau urus kakakmu,kau pikir dengan pakaian seperti ini kau sudah merasa lebih baik dari kakakmu,tentu saja tidak Lea,buktinya sampai sekarang tidak ada seorang lelaki pun yang melamar mu,mereka semua takut melihat penampilan mu yang seperti ninja.Jadi biarkan saja,tidak ada yang di rugikan dalam masalah ini."Hina mama Irene,kini dia menyangkut pautkan dengan pakaian yang di kenakan Lea.
"Bukan di rugikan ma,tapi ada sebuah hadis yang berbunyi,tiap selangkah anak perempuan keluar rumah tanpa menutup aurat,maka ayahnya selangkah mendekati neraka.Dan perintah menutup aurat itu sudah ada dalam Al-Qur'an ma,jadi sebagai umat muslim yang taat kita...."Belum selesai Lea menjelaskan,mama Irene mengangkat tangannya menyuruh Lea berhenti berbicara.
"Sudah sudah,mama pusing mendengar celotehan mu itu."
Begitupun hari ini,Lea berusaha sabar menghadapi mama Irene yang sangat keras kepala.Papa Zaid pun begitu sulit menasehati istrinya sendiri.Daripada berbuntut panjang,Lea lebih memilih diam.
"Kamu jaga kakakmu,mama mau pulang sebentar ganti baju,papamu sebentar lagi ke sini,kalau kamu ingin makan telpon papa,suruh dia belikan makanan untukmu."Mama Irene berlalu dari hadapan Lea dan menutup pintu pelan.
Kini tinggallah Lea dan Lilyana,Lea kembali menghampiri Lily,setelah memastikan keadaan kakaknya stabil,Lea beranjak dari duduknya kemudian mengambil air wudhu karena sudah masuk waktu ashar.lima belas menit kemudian,Lea berdiri dan mengambil tas ransel yang dia pakai saat datang tadi siang, perlahan dia membuka dan mengambil Alqur'an yang selalu dia bawa kemanapun dia pergi,dia memperbaiki duduknya dan mulai membaca Mukjizat Allah yang di turunkan untuk Nabi Muhammad SAW.Di tengah tengah muroja'ah, pintu di buka dari luar.
"Azalea?"Lea menghentikan aktivitasnya di kala mendengar suara yang tidak asing memanggil namanya .
"Assalamu'alaikum pa?"Lea berdiri dan mencium tangan papa Zaid.
Berbeda dengan mama Irene,sambutan yang di berikan papa Zaid jauh lebih hangat."Waalaikumsalam nak,kamu sudah lama?mama mana?”
"Tidak juga pa,mama pulang dulu,katanya mau ganti baju."
Lea mengambil kantongan yang berada di tangan papa Zaid.Bersamaan dengan itu pintu di ketuk dari luar,dan masuklah seorang pria tampan berjas putih.Melihat kalau yang datang itu bukan mahramnya, sepersekian detik,Lea menundukkan pandangan.
"Assalamu'alaikum pa."
Pria yang memakai sneli dokter itu mencium tangan Papa Zaid,di sini Lea menyadari kalau pria itu kemungkinan besar adalah calon kakak iparnya.Lea memang belum pernah bertemu langsung dengan calon suami Lilyana.
"Bagaimana keadaan Lily hari ini pa?"Tanya Adam setelah papa Zaid menjawab salam darinya,tapi sesekali matanya menatap wanita bercadar yang berdiri di belakang papa Zaid.
"Belum ada perkembangan sama sekali,Oiya,nak Adam,ini adiknya Lily.kalian pasti belum pernah bertemu."Papa Zaid memperkenalkan Lea pada Adam.
Adam yang terlahir dalam lingkungan yang sangat paham agama,tau kalau tidak mungkin bagi wanita di belakang papa Zaid mau berjabat tangan,dan benar saja,Azalea menangkupkan kedua tangannya di dada,hingga Adam pun melakukan hal yang sama.
"Namanya Azalea."
...****************...
"Dokter tampan ini adalah calon kakak ipar mu,dan ini pertemuan pertama kalian bukan?"Papa Zaid tersenyum ke arah Azalea.Dan Adam pun terlihat risih.
"Namanya Azalea Karissa.Kamu bisa memanggilnya Lea."Lanjut papa Zaid.
"Dia adik kandung Lily."Melihat wajah bingung Adam,Papa Zaid mulai menjelaskan kalau selama ini lebih tepatnya sejak baru lahir,Azalea sudah di ambil oleh orangtuanya,hidup bersama di pondok pesantren di pinggiran kota.
Adam akhirnya paham,karena selama dia menjalin kasih dengan Lily,dia tidak pernah melihat keberadaan Azalea di rumah besar itu.Lily pun tidak pernah bercerita kalau dia punya seorang adik perempuan.Namun masih banyak pertanyaan yang memenuhi kepala Adam,kenapa keluarga Arisandy,keluarga yang mampu bahkan sangat mampu menghidupi kedua anaknya dengan limpahan harta kekayaan,justru dengan sukarela memberikan anak kedua mereka pada kakek dan nenek dari pihak keluarga besar papa Zaid?
"Apa ada perkembangan hari ini Pa?"Adam menghampiri Lily,mulai memeriksa keadaan sang calon istri.
"Aku baru datang,nak Adam tanyakan saja langsung pada Lea,dia yang menjaga sebelum papa datang."
Terlihat ragu,Adam menatap wanita bercadar yang berdiri di belakang papa Zaid."Selama kamu menjaga nya tadi,apa ada pergerakan yang di lakukan Lily?"
"Tidak ada dok."Lea berkata lembut dengan kepala yang ikut menggeleng dan jangan lupakan pandangannya yang hanya menatap lantai putih rumah sakit.
"Jangan terlalu sungkan,dia calon kakak iparmu,panggil mas saja,seperti mbak mu memanggilnya."Kata papa Zaid.
Adam terkesima sesaat, ini pertama kali ia mendengar suara halus nan lembut Azalea yang sungguh sangat menenangkan.Namun dengan cepat dia menepis rasa kekagumannya,kembali sibuk memeriksa kondisi sang pujaan hati,mengecek dari atas sampai ke bawah tubuh Lilyana,dan setelah melakukan semua pemeriksaan,helaan napas berat terdengar menandakan kalau tidak ada perkembangan mendasar dari keadaan calon istrinya itu.
"Pa,aku harus memanggil beberapa dokter yang menangani Lily."
"Apa kondisinya buruk nak Adam?"
"Saya akan memastikan setelah dokter yang lain memeriksa Lily Pa."
Beberapa saat menunggu,dokter yang terlibat untuk penyembuhan Lily kini sudah berkumpul di dalam ruangan dan satu kesimpulan yang di dapat bahwa Lilyana Putri Arisandy saat ini sedang koma.
Mama Irene yang baru datang syok dan mulai menangis,Papa Zaid mencoba tegar,namun jauh di dalam lubuk hatinya dia merasa sangat terpukul,Lea yang berdiri di sudut ruangan tak kuasa menahan tangis,menangis dalam diam.İngin dia menghampiri sang mama untuk sekedar berbagi kesedihan dan memeluk wanita rapuh itu,namun tidak dia lakukan.Dia hanya terpaku menatap sang kakak.Meskipun Lea dan Lily tidak terlalu dekat,namun tetap saja, mereka adalah saudara.
Sebenarnya yang paling terluka di sini adalah sosok pria dengan jas putih yang sedang menatap sendu wanita yang sangat di cintainya.Pernikahan tinggal dua minggu lagi dan sang calon mempelai wanita tentu tidak bisa untuk duduk bersanding dengannya.Wajah pucat dengan banyak selang yang menempel di tubuhnya adalah bukti kalau Lily sedang tidak dalam keadaan baik baik saja.
Bagaimana nasib pernikahannya?Entahlah.Dan kira kira,jalan apa yang akan mereka tempuh untuk menangani permasalahan ini? ratusan undangan sudah di sebar,mulai dari kerabat hingga rekan bisnis papa Farid.
"Pa,apa yang harus kita lakukan?Lily pa..Mama tidak akan sanggup kehilangan anak kita."Mama Irene histeris.
"Lily akan baik baik saja,mama tenang saja."Papa Zaid mencoba menenangkan,padahal dia pun tidak yakin dengan kondisi sang anak.
Adam melepas jas dokter setelah tim dokter yang menangani Lily keluar.Meletakkan di sandaran kursi kemudian duduk di samping Lily,memegang lembut tangan kekasihnya itu.
"Cepatlah sadar sayang,aku sangat merindukan tawamu." Batin nya.
***
Tidak berselang lama,mama Aisyah dan papa Farid datang,tidak ketinggalan putri bungsu keluarga Arkananta pun ikut menjenguk sang calon kakak ipar setelah mendapat kabar dari Adam beberapa saat lalu.
"Assalamualaikum."Salam keluarga Arkananta.
"Waalaikumsalam."Balas semua yang ada di kamar perawatan Lily.
"Bagaimana kondisi Lily,Adam?"Papa Farid bertanya pada sang anak.
"Seperti yang Adam katakan di telpon tadi pa."
"Kamu harus banyak berdoa nak,semoga Lily bisa sembuh seperti dulu lagi."
"Aamiin,itu harapan Adam pak."
Di tengah perbincangan,mama Aisyah merasa jikalau ada seseorang di antara mereka yang terlihat asing di matanya.Wanita berjilbab itu terus menatap seorang wanita bercadar biru yang duduk tersisih di pojokan.
"Mbak Irene,dia siapa?"
Mama Irene menoleh ke arah yang di maksud calon besan nya.
"Oooo,,maaf mbak Ais,kami memang belum pernah mengenal kan Lea pada keluarga kalian.Lea,sini nak."
Lea mendekat.
"Perkenalkan dirimu."
Karena mama Aisyah dan papa Farid duduk di kursi,Lea bersimpuh di hadapan mereka sebagai penghargaan untuk yang lebih tua.
"Azalea tante,saya adiknya mbak Lily."Ujarnya lalu mencium dengan takzim tangan mama Aisyah,namun tidak dengan papa Farid,Lea menangkupkan tangan di dada dan kembali menyebutkan namanya.Papa Farid tidak tersinggung dengan perlakuan berbeda yang dia dapatkan dari Azalea,karena dia paham,pada dasarnya mereka bukan mahram jadi haram hukumnya untuk bersentuhan,meskipun itu hanya sekedar berjabat tangan.
Aqila,adik semata wayang dokter Adam pun takjub dengan perlakuan Lea pada kedua orang tuanya,bukan membandingkan,namun adik dari calon iparnya ini ternyata punya attitude di atas rata rata,meskipun pakaian yang dia kenakan hampir menutupi seluruh tubuhnya namun tetap terlihat berkelas,tapi tak di pungkiri Aqila,kalau di mata keluarganya mbak Lily pun juga wanita yang baik.
Azalea kembali duduk di tempat semula,dan segala gerak geriknya tak luput dari pandangan mama Aisyah.
"Ya Allah,dia anggun sekali." Batin mama Aisyah.
"Ma, Adam keliling dulu, hari ini belum ketemu pasien." Pamit Adam.
"Iya nak."
Setelah kepergian Adam,kedua keluarga itu mulai mengobrol ringan.Membicarakan perusahaan masing masing.
Aqila yang merasa tidak punya kepentingan dalam pembicaraan internal kedua orangtuanya lebih memilih menghampiri Lea.
"Assalamualaikum mbak."
Lea menjawab salam Aqila dan mempersilahkan gadis cantik itu duduk di sampingnya.
"Aku Aqila mbak,adiknya mas Adam."Qila memperkenalkan diri.
"Aku Lea,adiknya mbak Lily."
Perkenalan lucu di antara keduanya sontak membuat mereka cekikikan.Aqila tidak menyangka,dari penampilan Lea tentu saja dia berpikir kalau gadis yang lebih tua tiga tahun darinya itu punya humor of sense yang lumayan juga.Qila mengira kalau Lea hanya tau mengaji saja.
Ini pertemuan pertama mereka dan tak di sangka,Aqila bisa akrab secepat itu dengan Lea.
"Mbak,apa tinggal di pesantren itu enak?"
"Tentu saja,buktinya mbak betah."
"Qila suka loh liat wanita yang memakai kerudung panjang,gimana ya,aura kecantikannya itu langsung keluar,apalagi yang menutup sebagian wajahnya seperti mbak."Puji Aqila.
"Benarkah?"Ujar Lea pada gadis cantik berjilbab yang duduk di sebelahnya.
Qila mengangguk cepat.
"Entahlah mbak,tapi yang jelas di mata Qila, wanita yang bercadar itu pasti cantik,tidak terkecuali mbak Lea."
"Kamu itu bisa saja."
Keakraban Lea dan Qila tak luput dari perhatian mama Aisyah.Ini pemandangan yang sangat unik menurutnya,karena bertahun tahun Adam menjalin kasih dengan Lily,Qila baru bisa mengakrabkan diri dengan calon kakak iparnya belum lama ini,padahal Qila itu tipikal gadis yang humble alias gampang bergaul.
Menjelang sore,keluarga Arkananta pamit,begitupun dengan Adam,dia berencana kembali ke rumah sakit setelah mandi dan berganti pakaian.
***
Kediaman Arkananta
"Apa yang akan kamu lakukan sekarang nak? Papa Farid bertanya pada Adam yang kini duduk di depannya.
Kebiasaan setelah makan malam,meskipun itu sebentar, mereka menyempatkan untuk sekedar ngobrol bersama di ruang keluarga.
"Maksud papa tentang pernikahan Adam?"
"Iya, apa yang akan kamu lakukan?Undangan sudah di sebar tapi kondisi Lily..." Lanjut papa Farid.
Mama Aisyah dan Aqila hanya menjadi pendengar yang baik untuk perbincangan kedua orang terkasih mereka, bahkan Aqila yang sangat cuek hanya sibuk mengunyah buah yang sudah di kupas bersih bibi yang bekerja di rumah mewah itu.
"Entahlah pa,aku juga pusing."Ujar Adam lalu menyandarkan tubuhnya di sofa panjang tempatnya duduk.
Jika tidak menikah dengan Lily,dia akan kehilangan cintanya,namun dengan menikahi sang pujaan hati yang masih betah berada di tempat tidur tentu saja akan menyakiti hati kedua orang tuanya.
Meskipun dia bisa menerima,tapi belum tentu dengan mama Aisyah dan Papa Farid.Bagaimanapun,tujuan mereka menikahkan Adam adalah untuk menyempurnakan ibadahnya.Adam juga tidak ingin memaksakan kehendak.
...****************...
Rumah sakit.
Hal yang sama pun terjadi di dalam kamar perawatan Lily,mama Irene nampak termenung memikirkan nasib pernikahan Lily,putri kesayangannya.
"Pa,dua minggu lagi pernikahan Lily,apa yang harus kita lakukan?"Mama Irene memegang tangan Lily yang seperti putri tidur.Papa Zaid yang duduk di sofa di belakang mama Irene pun nampak menghela napasnya kasar.
"Entahlah,papa tidak bisa berpikir."
"Bantu mama pa,ini demi nama baik kita dan keluarga Arkananta."
"Pikirkan kesembuhan Lily dulu ma.Itu yang utama."
"Ya aku memikirkan kesembuhan Lily,tapi kita juga harus mencari jalan untuk keluar dari masalah ini.Undangan sudah di sebar papa.Dan lihat anak kita,jangan kan berbicara,membuka mata pun tidak."Mama Irene frustasi,sesekali menghapus ujung matanya yang sedikit berair.
Hening,mereka larut dalam pikiran masing masing,Lea memang tidak berada di antara mereka,dia kembali ke rumah tidak lama setelah keluarga Arkananta pulang.
sepuluh menit,dua puluh menit,hingga hampir satu jam,mereka tidak menemukan titik temu.Namun tidak lama kemudian sebuah ide tiba tiba saja bertengger di otak mama Irene.
"Pa,aku punya ide."Ujarnya antusias,saking antusiasnya,dia melepas tangan Lily dan berjalan menghampiri papa Zaid.
"Apa?"
"Bagaimana kalau Lea menggantikan Lily?"
"Ma,kamu sadar tidak dengan apa yang kamu katakan.Aku tidak setuju,Lea itu masih sangat muda ma,umurnya masih dua puluh tahun,kuliahnya pun belum selesai."
"Aissh,Papa jangan menyela dulu,aku belum selesai bicara."Protes mama Irene.
Kening papa Zaid berkerut."Lalu apa maksudmu?"
"Kita nikahkan mereka,anak kamu itu kan bercadar,jadi orang orang tidak akan tau kalau sebenarnya yang berdiri di atas pelaminan itu adalah Lea bukan Lily.Setelah itu baru kita nikahkan Lily dan Adam di sini."
"Jadi maksudmu,Adam akan menikahi Lea dan Lily sekaligus?Jangan gila ma."Papa Zaid berdiri meninggalkan mama Irene.Dia butuh udara segar untuk menjernihkan otaknya yang entah kenapa memikirkan hal yang sama.Namun hanya menginginkan Lea saja,tidak dengan Lily.
Kini tinggal mama Irene yang menatap kepergian papa Zaid dengan penuh emosi.
***
Tengah malam,Abi Ahmad dan Umi Kalsum datang ke rumah sakit tempat Lily di rawat setelah mendapatkan kabar dari Lea.Tergesa gesa kedua nya berjalan di koridor rumah sakit.
Setelah mengucapkan salam,Abi Ahmad dan Umi Kalsum masuk dan menghampiri Lily.
"Ya Allah,apa yang terjadi dengan mu nak?"Wajah umi kalsum sudah penuh dengan air mata,tidak tega melihat kondisi Lily yang berada di antara hidup dan mati.Abi Ahmad hanya mampu menghela nafas kasar.
Mama Irene tampak tidak senang dengan kedatangan kedua mertuanya.Tentu saja karena dia merasa tertekan,di mana mama Irene harus berpura pura mengenakan jilbab,agar tidak selalu mendapat ceramah dari Abi Ahmad dan Umi Kalsum.
"Pasti ini kerjaan si Lea." Kesal mama Irene dalam hati.
Abi Ahmad duduk di sofa yang tidak terlalu jauh dari tempat tidur Lily.Papa Zaid pun mengikut dan duduk di samping abi.
"Apa kata dokter Id?"
"Lily koma bi, kita hanya bisa memohon dan berserah diri pada Allah." Papa Zaid menghela nafasnya kasar.
Abi pun terlihat melakukan hal yang sama, kembali menatap tempat tidur Lily, menatap sendu pada cucu pertamanya yang tidak berdaya.Jarang sekali Abi dan Umi bisa bertemu dengan Lily.Abi yang tinggal di pedesaan dan Lily di kota besar membuat Lily tidak terlalu dekat dengan nenek dan kakek dari pihak papanya.
"Bi,bantu Zaid."Papa Zaid terdengar putus asa.
"Apa yang bisa Abi bantu?"
"Pernikahan Lily,apa yang harus aku lakukan?"
Abi Ahmad kembali menghela nafas untuk yang kesekian kali.
"Ini untuk menyelamatkan muru'ah keluarga kan?"Ujar Abi Ahmad.
Papa Zaid mengangguk.
"Nikahkan saja Lea dan Adam.Mengenai Lily,Abi harap dia akan secepatnya sadar,dan kita akan menjelaskan semua padanya,Abi yakin dia akan menerima keputusan ini."
Deg...
Beruntung,papa Zaid tidak mengatakan jika mama Irene punya rencana menikahkan Adam dengan Lily setelah menikahkan Adam dan Lea.Papa Zaid yakin kalau Abi pasti menentang.
"Sebelum pernikahan berlangsung,Abi ingin berbicara dengan Adam terlebih dahulu."
"Tentang Lea, apa dia akan setuju?"
"Makanya,Abi ingin berbicara dulu dengan Adam,setelah nya abi bisa mengambil keputusan untuk Lea."
Papa Zaid tampak ragu,dan Abi melihat keraguan itu.
"Id,apa kau lupa?Lea itu anak Abi."Ujar Abi tersenyum.
"Baiklah Bi."
***
Pagi hari di rumah sakit.
"Nak Adam,kenalkan beliau kakeknya Lily."Papa Zaid memperkenalkan Abi pada Adam.
Kedua lelaki beda generasi itu berkenalan dengan Adam yang tak lupa mencium tangan Abi Ahmad.
"Maaf,karena Abi tidak datang saat nak Adam bertunangan dengan Lily."
"Tidak apa Abi."Ujar Adam tersenyum kikuk.
Berhadapan dengan lelaki uzur ini terasa sangat jauh berbeda dengan papa Zaid.Adam lumayan deg degan.Ada aura kuat yang menyertai kakek dari calon istrinya itu.Padahal ini bukan pertemuan pertama mereka.
"Bisakah kamu meninggalkan kami?"Lanjut Abi, pertanyaan itu di tujukan untuk papa Zaid,di dalam kamar perawatan itu,hanya ada mereka bertiga kecuali Lily yang sedang terbaring seperti mayat hidup.
"Baik Abi."
Papa Zaid keluar, tinggal lah Abi Ahmad dan Adam di dalam ruangan itu.
"Abi dengar,pernikahanmu tinggal beberapa hari lagi."
"Iya Abi."
"Nak Adam seorang dokter kan?"
"Iya Abi."
"Sebagai dokter,nak Adam pasti tau bagaimana dan apa yang akan terjadi pada Lily,tentu dari segi medis seperti yang nak Adam pelajari selama ini."
"Iya Abi."
"Menurut nak Adam,apa Lily bisa segera sadar?"
Adam terhenyak, kemudian menggeleng.
"Akibat kecelakaan yang menimpanya beberapa hari lalu,membuat tekanan kuat di bagian kepala Lily hingga menyebabkan adanya gumpalan darah di sebagian otaknya.
Abi Ahmad terhenyak.
"Aku memohon kepada Allah yang agung,Tuhan Arsy yang megah agar menyembuhkan mu nak."Abi Ahmad mengangkat kedua tangannya,dan berdoa demi kesembuhan Lily.
"Setelah mengetahui kondisi Lily,lalu,apa yang akan kamu lakukan untuk menyelamatkan martabat keluarga?"
Adam terkejut dengan pertanyaan mendadak dari Abi.Sekarang dia bingung harus menjawab apa.Masalah ini sudah menjadi pokok pemikirannya semenjak Lily di nyatakan koma.Ada niat membatalkan,tapi bagaimana dengan kedua keluarga besar yang sudah banyak menghabiskan materi dan tenaga demi kelangsungan dan kelancaran prosesi pernikahan antara dirinya dan Lily?
"Sebenarnya,saya sangat ingin menikahi Lily, bagaimanapun,saya sangat mencintainya abi.Namun di sini,dalam masalah ini,saya merasa terlalu egois jika memikirkan diri saya sendiri."Ujarnya tertunduk.
"Abi sangat mengerti perasaanmu."
"Namun,apakah kau tau?"Tanyanya kemudian.
Adam menatap abi Ahmad.
"Rejeki,jodoh dan maut semua sudah di takdirkan sang pemilik semesta."
"Dan seperti yang nak Adam katakan tadi tentang kondisi Lily,dan tentang permasalahan mengenai mepetnya waktu pernikahan,serta martabat kedua keluarga besar,Abi punya saran untukmu."Lanjut Abi Ahmad.
"Lilyana punya seorang adik perempuan,dari segi penampilan dia sangat jauh berbeda dengan Lily,dan sekedar nak Adam tau,anak itu tidak di besarkan dalam keluarga besar Arisandy,melainkan hidup bersama Abi dan umi sejak adiknya Lily itu masih bayi.
Adam tersentak,mungkinkah yang di maksud Abi Ahmad adalah wanita bercadar yang dia temui kemarin?
"Maaf Abi,Maksud Abi,Azalea?"Pertanyaan yang sebenarnya Adam sudah tau sendiri apa jawabannya.
"Nak Adam sudah bertemu dengan Aza?"
"Jadi Abi memanggilnya Aza.Aku seperti pernah mendengar nama itu." Batin Adam dan mencoba mengingat sesuatu.
"Iya bi,kemarin saat aku datang melihat kondisi Lily."
"Aza adalah anak yang sangat baik.Walaupun dia tidak hidup dalam limpahan kekayaan seperti yang di dapatkan Lily,namun Abi bisa menjamin,jika dia sangat layak untuk mendampingi mu."
"Oiya,,mungkin kamu di perkenalkan dengan panggilan Lea kan?"
Adam tersenyum kikuk.
"Sebenarnya,aku belum bicarakan hal ini dengan Aza,maksudku Lea.Tapi jika nak Adam setuju,Abi bisa mempertemukan kalian berdua."
"Masih ada beberapa hari lagi Abi,masalah ini,biar Adam bicarakan dulu dengan papa dan mama."Lanjut Adam terdengar sungkan.
Dalam hati dia ingin sekali menolak,bagaimana mungkin dia bisa menikah dan menjalani kehidupan rumah tangga dengan seorang wanita yang tidak dia cintai?
"Baiklah,dan tentu saja itu harus nak Adam lakukan."
"Ya Allah,aku sangat mengharapkan mukjizatmu kali ini,tolonglah aku,buatlah Lily bisa membuka matanya Ya Allah, Karena tidak ada yang tidak mungkin jika memang Engkau menghendaki." Batin Adam gusar.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!