NovelToon NovelToon

Pengantin Yang Ditukar

1. Syok

Menjelang hari pernikahannya dengan sang kekasih, gadis cantik bernama lengkap Hazley Linka Faransyah begitu bahagia. Ia mempersiapkan diri dengan gaun pengantin rancangannya sendiri karena dirinya adalah seorang desainer mode.

Linka yang tinggal dengan pamannya yang merupakan adik kandung ayahnya. Kedua orangtuanya Linka begitu dirinya disapa telah meninggal dunia ketika usianya menginjak sepuluh tahun.

Ia harus tumbuh bersama kakak sepupunya Tiara yang selalu iri padanya. Dari segi wajah dan fisik, kecantikan Linka jauh diatas Tiara yang hanya memiliki kecantikan standar. Beruntungnya Tiara seorang putri konglomerat hingga wajah dan tubuhnya terawat dengan baik.

Walaupun begitu keduanya kompak menggelar pernikahan mereka di bulan yang sama. Sebagai gadis yatim piatu, Linka tidak menuntut pada pamannya untuk menggelar pernikahannya dengan mewah walaupun harta yang dikelola oleh pamannya itu adalah milik ayah kandungnya.

Walaupun begitu pamannya tetap menjaga Linka dan menawarkan apa saja yang menjadi haknya Linka.

"Apakah kamu ingin bulan madu ke luar negri, sayang?" tanya pamannya saat Linka duduk bersantai dengan keluarga itu.

"Tidak paman. Butik ku saat ini sangat sibuk karena banyak pesanan pelanggan yang belum aku kerjakan," tolak Linka.

"Papi. Kapan aku bisa bertemu dengan calon suamiku?" tanya Tiara yang mau menikah namun sampai saat ini ia belum tahu seperti apa tampang calon suaminya.

"Nanti saja kalau kamu ingin bertemu dengan calon suamimu saat kita akan makan malam bersama dengan keluarganya tuan Aslan," Jelas tuan Alfiansyah.

"Kenapa harus nanti, papa? Aku bahkan tidak tahu seperti apa wajah calon suamiku. Seperti beli kucing dalam karung saja," gerutu Tiara.

"Baiklah. Itu bisa diatur. Yang penting persiapkan dirimu untuk menikah dengan tuan Aslan," ucap tuan Alfiansyah lalu bangkit berdiri menuju kamarnya.

Sekarang tinggal nyonya Widia dan kedua putrinya Tiara dan Linka.

Tiara terlihat ngambek karena sangat penasaran seperti apa wajahnya tuan Aslan.

"Mami. Aku tidak akan menikah sebelum melihat wajah calon suamiku. Mereka datang meminang ku saat aku masih di luar negri," keluh Tiara.

"Tunggu saja Minggu depan Tiara. Jangan terlalu memaksakan diri karena selama ini tuan Aslan tidak pernah menunjukkan wajahnya di ruang publik. Setiap kali ada pertemuan dengan klien, hanya asistennya saja yang mewakili dirinya," ucap nyonya Widia.

"Kenapa bisa begitu Tante?" tanya Linka penasaran.

"Saking kayanya, ia begitu takut ada orang yang diam-diam membunuhnya. Makanya dia tidak lagi pernah muncul di publik apalagi berpikir untuk menikah. Itulah sebabnya pamanmu menjodohkan dia dengan Tiara.

Dan dia setuju karena selama ini tuan Aslan sudah kenal baik pamanmu dan juga almarhum ayahmu, Linka," ucap nyonya Widia.

"Begitukah ceritanya?" sentak Linka cukup peduli dengan tuan Aslan.

"Iya sayang. Seperti itu cerita yang Tante dengar dari pamanmu. Makanya pernikahan Tiara akan berlangsung tertutup dan hanya dihadiri oleh orang-orang terdekat saja," jelas nyonya Widia.

Linka akhirnya pamit ingin ke suatu tempat yang tidak ia sebutkan pada tante dan kakak sepupunya. Sementara Tiara memilih kembali ke kamarnya dengan perasaan dongkol.

Kali ini Linka pergi seorang diri tanpa didampingi oleh sang kekasih. Ia ingin ziarah ke makam kedua orangtuanya sebelum melangsungkan pernikahannya nanti.

Di pemakaman itu, Linka menangis seperti anak kecil sepuluh tahun yang lalu. Kedua orangtuanya mengalami kecelakaan lalu lintas saat keduanya baru pulang merayakan anniversary ke 11 tahun. Saat itu Linka tidak ikut serta. Ia menginap di rumah neneknya dari pihak ibu.

Sayangnya karena neneknya merasa sangat terpukul dengan kematian putrinya, neneknya akhirnya jatuh sakit dan tidak lama kemudian meninggal dunia. Akhirnya Linka dirawat oleh paman dan bibinya.

"Ayah. Linka sebentar lagi akan menikah dan wali nikahnya Linka adalah paman. Saat yang seharusnya Linka bahagia bersama kalian tapi nasib berkata lain," Linka tidak bisa meneruskan kalimatnya karena rongga dadanya terasa sangat sesak.

Tidak jauh dari ia duduk ada seorang pria yang memperhatikannya sambil merekamnya dengan kamera ponselnya. Diam-diam pria tampan itu mengagumi kecantikan Linka yang menurutnya sangat sempurna sebagai wanita asia.

"Apakah itu makam kedua orangtuanya?" tanya pria tampan itu menebak sesuatu.

Tidak lama kemudian, Linka pamit kepada kedua orangtuanya untuk pulang. Pria itu gelagapan sendiri saat mencari Linka sudah tidak ada tempatnya duduk karena ia sempat melamun.

"Ke mana gadis cantik itu?" mengedarkan pandangannya dan melihat hanya sebuah mobil Civic putih meluncur stabil meninggalkan area pemakaman.

...----------------...

Sekitar pukul 7 malam kelurga tuan Alfiansyah duduk di restoran itu menunggu kedatangannya tuan Aslan. Restoran yang sudah disewa oleh tuan Aslan agar hanya dia dan keluarga calon istrinya yang akan makan di tempat itu.

Keluarga tuan Alfiansyah tiba lebih dulu di restoran itu daripada tuan Aslan yang hanya didampingi asisten pribadinya yaitu Asisten Erick.

"Itu dia tuan Aslan," ucap Tuan Alfiansyah seraya berdiri menyambut tuan Aslan yang berjalan menghampiri meja calon keluarga istrinya.

"Mami. Jadi itu tuan Aslan?" syok Tiara sambil mengusap dadanya yang terasa sesak.

"Iya sayang. Itu tuan Aslan," bisik nyonya Widia.

"Bukankah usianya hampir sebaya dengan usianya papi?" keluh Tiara begitu syok melihat tampang calon suaminya yang sudah cukup tua.

"Yang penting dia kaya. Dia yang akan membuat hidupmu sangat bahagia," desis nyonya Widia meyakinkan putrinya.

Tuan Aslan berusia sekitar 40 tahun. Sementara Tiara berusia 25 tahun. Walaupun sudah mendapatkan apapun yang menjadi urusan dunia, hati Tiara sangat sedih mendengar jika dirinya menikah dengan pria tua yang akan ia urus saat menjelang kakek-kakek dengan komplikasi penyakit.

"Selamat malam tuan, nyonya...!" sapa Aslan seraya menyalami tuan Alfiansyah dan nyonya Widia.

"Terimakasih atas kedatangannya tuan Aslan. Kenalkan ini putriku Tiara dan ini keponakanku Linka," ucap tuan Alfiansyah memperkenalkan kedua gadisnya.

"Apakah Tiara ini yang akan menjadi calon istriku?" tanya tuan Aslan yang cukup tampan di usianya yang sudah matang.

"Benar tuan Aslan," timpal nyonya Widia yang begitu binar namun tidak dengan Tiara yang hanya manyun pada calon suaminya.

Sementara Linka bersikap biasa saja seakan tidak peduli dengan apa yang sedang dipikirkan oleh kakak sepupunya Tiara karena ia juga akan menikah dengan kekasihnya yang sebentar lagi akan digelar dalam pekan ini. Makan malam itu terasa hambar bagi Tiara.

Sesekali tuan Aslan melirik Linka yang terlihat sangat berkelas dan kharismatik. Wajahnya cantik sempurna dengan tubuh jenjang ideal. Tuan Aslan mengira wanita yang dijodohkan dengannya adalah Linka karena ia tadi sudah mengamati Linka sebelum masuk ke dalam restoran.

Tiba di mansion Tiara langsung masuk ke kamarnya dan menangis sendirian. Ia tidak sudi menikah dengan pria tua walaupun pria itu sangat kaya. Akhirnya ia berinisiatif untuk membujuk ibunya agar ibunya melakukan sesuatu untuknya.

"Bujuk putrimu untuk menerima perjodohan ini atau dia akan aku kirim ke luar negeri...!" ancam tuan Alfiansyah.

"Bagaimana kalau putri kita menolak untuk menikah dengan tuan Aslan?" cemas nyonya Widia yang merasakan firasat buruk mood putrinya.

"Apakah kamu tidak tahu kalau perusahaan kita sebentar lagi akan bangkrut? Hanya tuan Aslan satu-satunya harapan kita agar perusahaan ini kembali bangkit.

Dan kamu tahu sendiri perusahaan ini adalah milik kakakku yang ia titipkan kepadaku untuk masa depan Linka," geram tuan Alfiansyah.

 "Baiklah. Aku akan mencoba untuk membujuk putri kita, sayang. Aku juga tidak mau hidup miskin lagi seperti dulu," ucap nyonya Widia yang pernah merasakan kelaparan saat Tiara masih berusia lima tahun.

Saat itu perusahaan milik ayah kandungnya Linka baru dirintis. Namun disaat perusahaannya sedang berkembang pesat, ia dan istrinya harus tewas.

Tidak lama kemudian, nyonya Widia masuk ke kamar putrinya untuk menenangkan Tiara yang saat ini sedang ngambek. Itu juga atas paksaan suaminya.

2. Tawaran

Ada saja ulah orangtua yang menghalalkan segala cara untuk memanjakan anaknya demi kebutuhan si anak itu sendiri. Hanya sedikit orangtua yang sangat tegas pada anak-anaknya.

Hal itu yang terjadi pada Tiara saat ibunya akhirnya menyerah untuk meyakinkan dirinya dalam menerima perjodohan antara dirinya dan tuan Aslan.

"Sayang. Kenapa kamu harus bersedih kalau kamu sendiri belum menjalani kehidupan pernikahanmu?" membelai lembut rambut putrinya.

"Aku tidak akan menikahi pria tua yang papi jodohkan padaku, mami," tolak Tiara bersikukuh dengan prinsipnya.

"Tapi, pria itu adalah lelaki kaya yang akan membuat hidupmu bahagia. Lagipula ia tidak akan hidup lama dan kau hanya mengambil semua warisan yang ditinggalkannya," ucap nyonya Widia.

"Tidak mami. Tiara tidak akan pernah menikah dengan tuan Aslan," rengek Tiara menutupi wajahnya dengan selimut.

"Semuanya sudah diatur sedemikian rupa. Jika kamu membatalkannya maka perusahaan yang dikelola papimu sedang berada diambang bangkrut," jelas nyonya Widia dengan wajah sendu.

"Bukankah itu perusahaannya Linka? Kenapa bukan dia saja yang menikah dengan tuan Aslan. Kenapa harus aku yang jadi tumbalnya?" geram Tiara sambil cemberut.

"Perusahaan itu bangkrut karena ulah papimu yang menjalin bisnis dengan orang yang salah. Mitra bisnisnya itu menipunya. Ditambah lagi gaya hidup kamu yang harus mengenakan apapun dengan branded terkenal dan harganya kadang tidak masuk akal," geram nyonya Widia.

"Aku melakukan itu karena papi ku yang sudah berkerja keras selama ini demi membesarkan perusahaan itu yang selama ini semakin maju. Coba kalau Linka yang kelola, apakah dia sanggup melakukannya?" cibir Tiara membenarkan perbuatannya yang selalu hidup royal.

"Sudahlah Tiara....! Berhentilah membantah apa kata mami. Jika kamu memang tidak ingin menikah dengan tuan Aslan, kamu mau menikah dengan siapa?" tanya nyonya Widia.

"Jadi mami mau tahu lelaki seperti apa yang aku inginkan untuk menjadi suamiku? Dia adalah Dilan. Calon suaminya Linka. Selama ini aku diam-diam sangat mencintai Dilan," jujur Tiara.

Deggggg....

"Bukankah dia adalah tunangannya Linka? Kenapa harus Dilan, sayang? Dia hanya seorang dokter muda yang selama ini kuliahnya dibiayai oleh Linka. Apa yang kamu harapkan dari dokter kere itu, hah?"

"Setidaknya dia sangat tampan dan masih muda. Aku menginginkannya. Aku akan melakukan apa saja agar bisa mendapatkannya.

Kalau bukan dengan Dilan, aku tidak akan menikah dengan pria manapun sekalipun dia kaya," pekik Tiara membuat nyonya Widia hanya menarik nafas panjang.

Tanpa banyak bicara, nyonya Widia beranjak keluar meninggalkan kamar putrinya. Jauh dalam hatinya ia tidak ingin membuat hidup putrinya setress jika nekat menikahkannya dengan tuan Aslan.

Tapi dia juga tidak enak dengan Linka karena selama ini hidup mereka bergantung dengan perusahaannya Linka. Jika Linka mau, pasti Linka sudah mengambil alih perusahaan mendiang ayahnya karena usianya sudah dewasa.

Keesokan harinya, nyonya Widia menemui calon suaminya Linka yang saat ini sedang dinas di salah satu rumah sakit mewah yang ada di Jakarta.

"Tante. Apa kabar...! Apakah ada yang bisa saya bantu? Apakah Tante sakit?" cecar dokter Dilan.

"Alhamdulillah, Tante sangat sehat, nak Dilan. Maaf. Kedatangan aku ke sini hanya ingin memohon sesuatu kepadamu dan Tante berharap kamu bisa memenuhi harapan Tante ini, nak Dilan. Jika kamu mau memenuhi permintaan tante," ucap nyonya Widia hati-hati.

"Permintaan? Maksudnya apa Tante? Aku belum paham dengan ucapan Tante," ujar dokter Dilan.

"Sebelumnya aku minta maaf nak Dilan. Mungkin permintaan Tante ini terlalu berlebihan tapi, hanya ini satu-satunya cara agar perusahaan Tante selamat dari kebangkrutan," ucap nyonya Linka sendu.

"Maaf Tante. Bukankah Tante tahu kalau aku hanya seorang dokter dan aku tidak mungkin bisa membantu untuk meminjamkan...-"

"Bukan begitu nak Dilan. Tolong jangan salah paham dengan keluhan tante. Tante bukan minta bantuan kamu secara finansial tapi, Tante harap kamu mau membatalkan pernikahan kamu dengan Linka dan sebagai gantinya, tolong nikahi putriku Tiara dan biarkan Linka menikah dengan tuan Aslan karena hanya dia yang bisa membuat perusahaan kami kembali hidup," ucap nyonya Widia membuat dokter Dilan terhenyak.

Deggggg...

"Astaghfirullah halaziiim...!" batin dokter Dilan tidak menyangka jika Tante Widia tega menyakiti Linka.

"Jika kamu bersedia, Tante akan membangun rumah sakit untuk kamu atau jika kamu mau kamu bisa menanam saham di rumah sakit ini agar kamu bisa menjadi direktur utama di rumah sakit ini jika nilai saham kamu lebih besar dari yang lainnya.

Bukankah karirmu saat ini sedang meningkat pesat? Apalagi kamu adalah salah satu dokter bedah yang sangat handal dan membuat rumah sakit ini makin dikenal di kalangan konglomerat," bujuk nyonya Widia dengan pujian dan tawaran yang cukup menggiurkan bagi dokter Dilan.

Dokter Dilan hanya terdiam sambil merenungi setiap perkataan nyonya Widia. Melihat dokter Dilan hanya diam akhirnya nyonya Widia mohon pamit.

"Tidak usah dijawab sekarang dokter Dilan, pikirkan tawaranku. Karena kesempatan emas tidak akan datang dua kali dalam hidupmu," ucap nyonya Widia untuk menggoyahkan iman dan cintanya Dilan pada keponakannya Linka.

Dokter Dilan hanya mengantarkan nyonya Widia sampai di depan pintu ruang kerjanya. Setelah kepergian nyonya Widia, dokter Dilan mulai memikirkan tawaran nyonya Widia padanya.

"Kapan lagi aku bisa hidup menjadi pria kaya. Selama ini aku selalu menyusahkan Linka karena dia yang membiayai semua kebutuhan hidupku.

Sementara dia sendiri hidup menumpang pada pamannya yang kaya itu," lirih dokter Dilan yang tidak tahu bahwa perusahaan yang dikelola oleh tuan Alfiansyah adalah milik mendiang ayah kandungnya Linka.

Karena Linka tidak ingin cinta dokter Dilan padanya hanya karena hartanya. Linka hanya ingin merasakan cinta tulus kekasihnya itu. Linka berniat akan memberitahukan yang sebenarnya tentang apapun yang ia miliki jika mereka sudah sah menjadi suami istri.

Semakin dekat hari pernikahan Linka dan dokter Dilan, Dilan akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran nyonya Widia. Ia akhirnya meminta mereka bertemu dan harus ada perjanjian hitam diatas putih.

Karena dokter Dilan tidak mau tertipu oleh janji manis nyonya Widia padanya. Baginya pernikahannya dengan Tiara hanya sebuah ajang bisnis bukan karena cinta. Karena cintanya dokter Dilan hanya untuk Linka seorang.

Drettttttt....

Deringan ponselnya nyonya Widia terdengar nyaring membuat wanita paruh baya itu langsung mengangkatnya saat melihat layar ponselnya ada nama dokter Dilan.

"Semoga dokter Dilan memberikan kabar baik untukku," harap nyonya Widia cukup optimis.

"Bagaimana dengan tawaranku dokter Dilan?" tanya nyonya Widia yang lebih dulu bicara sebelum dokter Dilan menyapanya.

"Aku sudah memikirkannya dengan matang nyonya. Tapi, aku ingin kita bertemu sore ini di rumah sakit. Apakah nyonya punya waktu?" tanya dokter Dilan.

"Tentu saja dokter Dilan. Aku punya banyak waktu untukmu. Tapi, aku ingin jawaban pasti dari kamu dulu, dokter Dilan. Apakah kamu bersedia menikahi putriku?" cecar nyonya Widia.

"Insya Allah Aku bersedia menikahi Tiara asalkan nyonya memenuhi janji nyonya padaku tempo hari," ucap dokter Dilan yang tidak mau rugi.

"Baiklah. Siapkan surat perjanjiannya dan aku akan menepati janjiku," ucap nyonya Widia menyeringai puas.

Dokter Dilan mengakhiri obrolan mereka. Walaupun ia mendapatkan apa yang ia inginkan namun hatinya tiba-tiba merasa tidak tenang. Padahal sebelum ia menyampaikan niatnya pada nyonya Widia masih baik-baik saja.

"Ya Allah. Mengapa aku jadi tidak tenang seperti ini? Maafkan aku Linka. Hanya ini jalan satu-satunya aku bisa merubah nasib keluargaku yang bergantung kepadaku. Aku tidak akan melupakan kebaikanmu.

Aku juga sangat mencintaimu. Tapi cinta saja tidak cukup Linka karena kehidupan kadang membuat seseorang harus berpikir realistis," lirih dokter Dilan mengusap wajahnya dengan kasar sambil menghembuskan nafasnya yang sedari tadi menyesakkan dadanya.

Nyonya Widia segera menemui putrinya begitu mendapatkan kabar baik dari dokter Dilan. Tanpa memikirkan perasaan Linka, ia dengan percaya diri melangkah lebih jauh untuk memenuhi keinginan putrinya.

"Tiara sayang. Tebak, apa yang akan mami sampaikan kepadamu?" tanya nyonya Widia saat putrinya sedang memakai masker kertas di wajahnya.

"Emangnya mami mau kasih kejutan apa untukku?" jengah Tiara yang tidak begitu tertarik dengan apa yang disampaikan oleh ibunya.

"Cih ..! Kau ini. Di kasih yang enak malah malas dengar. Yah sudah kalau begitu tidak jadi saja," ucap nyonya Widia pura-pura ngambek.

"Maafin Tiara mami. Emangnya mami mau kasih tahu kabar baik apa untuk aku?" tanya Tiara sedikit memelas manja pada ibunya.

"Dokter Dilan bersedia menikah denganmu, sayang," ucap nyonya Widia penuh binar.

"What...?!" sentak Tiara merasa sedang mimpi di siang bolong.

3. Siasat Licik

Disebuah restoran yang cukup jauh dari keramaian kota yang dipilih oleh nyonya Widia untuk mencapai tujuannya. Restoran yang dipinggir pantai Ancol yang mereka pilih untuk melakukan pertemuan rahasia.

Perjanjian pranikah antara dokter Dilan dan nyonya Widia yang mewakili putrinya. Sesuai dengan kesepakatan keduanya akhirnya mereka menandatangani perjanjian tersebut.

"Jika dalam waktu tiga bulan Tante tidak memenuhi janji Tante maka saya akan menceraikan putri Tante yaitu Tiara...!" ancaman halus itu dilayangkan oleh dokter Dilan pada calon mertuanya usai menandatangani surat perjanjian tersebut.

"Cih...! Ternyata selama ini Linka telah salah memilih calon suami sepertimu. Jika bukan karena putriku yang tergila-gila padamu, aku pasti akan melarang Linka untuk menikah denganmu," batin nyonya Widia saat mengetahui dokter Dilan adalah pria serakah.

"Kamu bisa pegang kata-kataku. Dan Tante harap kamu tidak akan mengecewakan putri Tante dan tunaikan kewajibanmu sebagai suaminya. Baik itu nafkah lahir maupun batin.

Jika salah satunya kamu abaikan, aku tidak akan segan meminta putriku untuk menggugat cerai dirimu dan apapun yang pernah aku berikan padamu maka akan aku tarik kembali," ancam nyonya Widia tidak kalah liciknya.

"Baiklah Tante. Kita deal. Sekarang bagaimana caranya aku akan menikah dengan putrimu di saat ini Linka juga menginginkan hal yang sama dariku?" tanya dokter Dilan belum tahu rencana mereka berikutnya.

"Pengantinmu adalah putriku. Aku akan menghalangi Linka untuk menemuimu. Kau tenang saja biar aku yang atur semuanya agar Linka tidak curiga pada kita," ucap nyonya Widia yang sudah mengatur segalanya untuk menggagalkan pernikahan keponakan suaminya itu.

"Baik Tante. Kalau begitu aku permisi dulu mau kembali ke rumah sakit. Semoga rencana kita berhasil," ucap dokter Dilan tanpa banyak basa-basi karena tujuannya sudah tercapai.

Keduanya berpisah dengan membawa mobil mereka masing-masing. Sepanjang perjalanan, lagi-lagi hati Dilan diterpa rasa sesal. Namun ia tidak bisa berhenti karena semuanya sudah terlanjur.

Menjadi pria kaya dan sukses adalah impiannya sejak lama. Namun wajah cantik Linka terus menghantuinya.

"Aku yakin dengan keputusanku. Dan aku berharap Linka akan bahagia dengan pria pilihan pamannya. Sudah saatnya ia harus membalas jasa pamannya yang telah membesarkannya selama ini," lirih dokter Dilan menghibur dirinya sendiri.

Menjelang sehari sebelum pernikahan Linka, gadis ini mempersiapkan dirinya dengan matang. Gaun pengantin dan kebayanya yang ia rancang sendiri jika di rupiahkan harganya sekitar 5 miliar.

Bukan hanya gaunnya saja tapi beskap dan jas putih untuk calon suaminya juga ia rancang sendiri. Saat ini Linka sedang dipingit. Ia tidak diperbolehkan bertemu dengan Dilan sampai menjelang hari pernikahan mereka.

Nyonya Widia dan putrinya Tiara bersikap seperti biasa di depan Linka seolah mereka turut menyukseskan acara pernikahan Linka.

"Tante. Nanti kalau aku sudah menikah kami akan tinggal di apartemen milik Linka. Jadi, Linka tidak lagi tinggal dengan paman dan Tante.

Linka minta maaf kalau selama ini ada perbuatannya Linka yang menyakiti hati kalian," ucap Linka sendu sebelum berlangsungnya acara pengajian.

"Linka sayang. Ini adalah rumah peninggalan ayahmu untuk kamu. Kenapa tidak tinggal di sini saja, hmm?" ucap nyonya Widia penuh sandiwara. Ia justru ingin menyingkirkan Linka agar mansion mewah itu menjadi miliknya.

"Tidak apa Tante. Aku ingin Tante yang merawat rumah ini seumur hidup Tante. Aku ingin punya rumah sendiri sesuai dengan impianku," ucap Linka makin membuat nyonya Widia besar kepala.

"Pergilah sejauh mungkin bersama tuan Aslan karena dia yang akan memberikan apapun yang kamu butuhkan," batin nyonya Widia yang mulai muncul sifat serakahnya.

Tok....tok....

"Permisi nyonya. Para tamu undangan sudah datang. Ustazahnya juga sudah ada. Sebentar lagi pengajian akan dimulai," ucap pelayan.

"Terimakasih Eka. Sebentar lagi kami akan turun," ucap nyonya Widia.

"Baik nyonya."

"Ayo sayang kita ke bawah...!" ajak nyonya Widia dan Linka mengikuti langkah Tantenya.

"Tante. Di mana Tiara?" tanya Linka saat tidak melihat kakak sepupunya di sekitar mereka.

"Dia sedang melakukan perawatan pedicure menicure untuk menyambut hari pernikahanmu sayang karena ia yang akan mendampingi kamu nanti saat kamu duduk bersanding dengan dokter Dilan," sahut nyonya Widia.

Linka hanya mengangguk. Ia kemudian bergabung dengan tim stafnya yang datang juga untuk melakukan pengajian bersama dengannya sore itu.

"Wah...! Nona Linka cantik sekali," puji stafnya begitu melihat Linka.

"Terimakasih," ucap Linka seraya menyalami para staffnya itu.

Linka yang saat ini sedang mengenakan busana muslimah berwarna coklat tampak sangat anggun dan elegan. Ia hanya mengenakan kerudung coklat muda untuk mempermanis penampilan. Ia belum bisa mengenakan jilbab yang sempurna. Acara pengajian akhirnya dibuka oleh MC.

Di tempat yang berbeda, Tiara yang sedang melakukan fitting kebaya pengantin nampak gugup karena dia datang ke butik itu di temani oleh dokter Dilan. Tiara akhirnya bisa mendapatkan pria idamannya yang tidak lain adalah calon suami saudara sepupunya sendiri.

Tirai ruang ganti dibuka. Tampaklah Tiara yang terlihat cantik dengan balutan kebaya putih yang sangat cocok dengan tubuhnya yang sintal.

"Harusnya aku mengenakan kebaya milik Linka. Tapi gadis sialan itu tidak mau merancang kebaya pengantinku," sungut Tiara.

Dokter Dilan yang melihat penampilan Tiara tidak tersentuh hatinya sama sekali. Tapi demi menutupi perasaannya, ia akhirnya bersandiwara dengan memuji Tiara setinggi langit.

Yang dipuji seakan sedang melambung tinggi hingga terlihat malu-malu kucing di depan calon suaminya.

"Cantik sekali kamu, sayang. Aku jadi tidak sabar menunggu hari esok untuk menikah denganmu," sandiwara Dilan terdengar garing namun Tiara tidak merasakan itu. Ia terus tersenyum sambil mengerjapkan matanya malu-malu.

"Apakah kamu suka Dilan?" tanya Tiara memastikan lagi keinginan suaminya.

"Lebih suka lagi kalau kamu tidak memakai apapun," bisik mesum Dilan makin membuat hati Tiara seakan sedang disiram kelopak bunga dari langit.

"Tuan. Apakah kalian sudah siap mau melakukan foto prewedding?" tanya seorang fotografer yang ada di butik itu.

"Iya. Tunggu sebentar." Keduanya berjalan bergandengan tangan menuju studio foto.

Keesokan harinya, Linka yang sedang di rias oleh MUA di kediamannya merasa sangat gelisah. Mereka akan menikah di salah satu mesjid yang sudah disewa oleh Linka untuk melakukan prosesi sakral yaitu ijab qobul sekitar pukul 10 pagi dan langsung berangkat ke gedung resepsi pernikahan yang sudah di hias oleh salah satu wedding organizer ternama di Jakarta.

Setelah mengenakan semua aksesoris yang dibutuhkannya untuk melengkapi penampilannya kini Linka hanya menunggu Tante dan kakak sepupunya Tiara yang akan menjemputnya.

Sementara pamannya sudah lebih dulu berangkat ke mesjid tempat berlangsungnya pernikahan. Linka yang merasa bosan sendirian di dalam kamar mengambil ponselnya untuk menghubungi calon suaminya.

Ketika membuka laci meja nakas di sebelah tempat tidurnya, ponselnya tidak ditemukan.

"Perasaan semalam ada di sini deh. Kenapa bisa hilang?" lirih Linka masih mau mencari di semua tempat yang ada di sekitar kamarnya karena ia takut lupa meletakkan ponselnya itu di sembarang tempat karena terlalu fokus dengan pernikahannya.

Rupanya ponselnya sudah diamankan oleh nyonya Widia saat Linka didandani oleh MUA. Saat ini dirinya dan putrinya sedang menuju mesjid di mana akan berlangsungnya pernikahan.

Linka yang panik saat melihat jam di dinding kamarnya sudah menunjukkan waktu pukul sembilan pagi. Ia berinisiatif turun sendiri karena mungkin saja tantenya lupa menjemputnya di kamarnya.

Linka membuka kenop pintu kamarnya dan ternyata dikunci dari luar. Semuanya sudah diatur oleh nyonya Widia untuk menahan Linka sampai pernikahan putrinya dan dokter Dilan selesai. Seluruh pelayan yang ada di mansion itu juga sudah berangkat ke mesjid untuk menyaksikan prosesi pernikahan Tiara dan dokter Dilan.

Jadilah skenario yang di susun rapi oleh nyonya Widia berjalan mulus sesuai keinginannya. Hanya saja penjaga keamanan mansionnya yang tetap berjaga di tempat mereka yang mengira di dalam mansion itu sudah tidak ada orang.

"Hei....! Apakah ada orang di sana?" tanya Linka sambil berteriak dan memukul-mukul daun pintu kamarnya.

"Ya Allah. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?" Linka mulai menangis sambil mencari kunci duplikat yang tidak bisa ia temukan.

"Kenapa kunci duplikat pintu kamarku juga ikutan hilang? Ada apa ini ya Allah?" Linka berjalan menuju pintu balkon hendak melihat orang di bawah sana yang mungkin bisa menolongnya namun pintu balkon kamarnya juga sudah dikunci oleh nyonya Widia.

Linka mulai putus asa dan menangis seorang diri di kamarnya. Ia belum berpikir jahat tentang perbuatan tantenya yang selama ini ia sangat cintai seperti ibu kandungnya sendiri.

"Ya Allah. Apa yang terjadi? Tolong beri aku petunjuk..!" pinta Linka dengan dada terasa sesak menahan sedih dan amarah menyatu di dadanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!