“Jangan pergi ke mana-mana!” Vladimir Bach, seorang pengusaha sukses di Kota London sedang memperingatkan putrinya agar tidak meninggalkan mansion mereka.
“Tapi, Dad,” Venus enggan berada di mansion mereka dan ingin pergi dari sana.
“Tidak ada tapi! Jika Dad bilang jangan pergi, maka kamu tidak boleh pergi!”
Venus tak mungkin melawan lagi jika Daddynya sudah bersuara keras, bahkan menatap tajam ke arahnya. Venus menoleh ke arah seorang wanita yang tersenyum ke arahnya kemudian wanita yang bernama Izebel itu melangkahkan kaki mendekati Vladimir.
“Jangan marah-marah, sayang,” kata Izebel sambil bergelayut manja kemudian mencium pipi Vladimir.
“Aku tak marah, aku hanya berusaha tegas,” kata Vladimir.
Venus melangkahkan kakinya mundur. Ia selalu tak suka jika melihat keromantisan yang ditunjukkan oleh Dad Vladimir dengan istrinya itu. Ya Izebel bukanlah Mommy Venus. Ia adalah istri kedua Dad Vladimir. Mereka menikah sekitar dua tahun lalu.
Dengan cepat Venus menaiki tangga kemudian masuk ke dalam kamar tidurnya. Ia bahkan mengunci pintu tersebut dan memastikannya tak bisa terbuka.
Jika dulu Venus sangat menyukai mansion Keluarga Bach, tapi semenjak Mom Maria meninggal, ia sangat membenci mansion tersebut.
Venus duduk di atas tempat tidur sambil bersandar. Ia memeluk kedua kakinya dan menyembunyikan wajahnya di antara kedua kaki. Sesekali ia melihat ke arah pintu dan ketika ia mendengar suara di depan pintu, perasaan takut mulai menggelayutinya.
Jangan terbuka, jangan terbuka, jangan terbuka. - batin Venus.
Namun, harapan tinggallah harapan. Pintu kamar tidurnya terbuka dan tampak sosok Izebel berdiri di sana dengan senyum yang sangat Venus benci.
“Keluar! Pergi dari kamarku!” kata Venus berteriak.
“Pergi? Enak saja! Mansion ini adalah milikku, maka kamar ini juga adalah milikku,” kata Izebel.
Izebel melangkah mendekati Venus kemudian menarik rambut anak tirinya itu, “sini kamu, sudah berani membantah ya!”
Venus merasakan sakit yang amat sangat. Namun, ia memegang tangan Izebel dan akhirnya menggigit tangan Izebel.
“Arghhh!!! Siallannn!” teriak Izebel.
Plakkk
Sebuah tamparan dengan mulusnya mendarat di pipi Venus. Untuk kesekian kalinya ia mendapatkan perlakuan kasar dan tak ada yang membelanya. Bahkan Dad Vladimir juga tak percaya padanya dan menganggap dirinya mengada-ada.
“Kamu harus mendapatkan hukuman lebih lagi kali ini.”
Izebel keluar dan memanggil seseorang. Mata Venus langsung membulat ketika melihat siapa yang datang memasuki kamar tidurnya.
“Cepat bantu aku, Ed!” perintah Izebel.
Pria yang masuk ke dalam kamar tidur Venus adalah Edison. Pria itu adalah selingkuhan Izebel dan Venus mengetahuinya. Namun, Dad Vladimir tak pernah mempercayai kalau Izebel bukanlah wanita yang baik.
Dengan bantuan Edison, mereka mengikat Venus di sebuah kursi. Mereka juga mengambil kain kemudian mengikat mulut Venus.
“Eughhhh … euhhhh,” Venus mencoba berteriak tapi tak bisa, malahan mulutnya terasa sakit karena kain tersebut diikat cukup kencang oleh Edison.
“Sekarang apa yang akan kita lakukan?” tanya Edison sambil memeluk pinggang Izebel di hadapan Venus.
“Suamiku sudah pergi ke perusahaan bukan?” tanya Izebel memastikan.
“Sudah, aku sendiri yang mengantarkannya ke mobil dan melihatnya pergi,” jawab Edison.
Izebel tersenyum pada Edison dan membalas pelukan pria itu. Ia melihat ke arah Venus dan tiba-tiba saja tercetus ide di dalam kepalanya.
“Jika biasanya ia hanya mendengar, sekarang kita biarkan ia melihat secara langsung apa yang kita lakukan? Bagaimana? Ini pasti akan sangat menyenangkan dan memiliki sensasi tersendiri untuk kita,” kata Izebel.
“Kamu nakal sekali, sayang,” bisik Edison di telinga Izebel. Pria itu menggigit kecil telinga Izebel kemudian memberikan kecupan di leher Izebel.
“Ahhhh,” suara desaahan mulai keluar dari bibir Izebel.
“Merdu sekali suaramu, sayang,” kata Edison.
Venus yang melihat apa yang dilakukan oleh Izebel dan Edison, berusaha untuk melepaskan diri. Ada ketakutan di dalam dirinya.
Tanpa mempedulikan keberadaan Venus di sana, Edison dan Izebel mulai membuka pakaian mereka satu persatu hingga tubuh keduanya polos. Edison bahkan memperlihatkan dengan jelas miliknya pada Venus.
“Buka matamu dan lihat apa yang kami lakukan! Jika kamu berani menutup matamu, aku akan membunuh Vladimir, seperti aku membunuh Maria,” ancam Izebel.
Deghhh
Mendengar ucapan Izebel dan kenyataan yang tak pernah ia duga, membuat hati Venus seakan mati. Ia terus membuka mata dan melihat apa yang dilakukan oleh Edison dan Izebel di dalam kamar tidurnya. Mereka benar-benar manusia tak tahu malu. Mereka melakukan penyatuan dan mengeluarkan suara-suara yang menjijikkan di telinga Venus.
Edison merebahkan tubuhnya di samping tubuh Izebel dengan senjatanya yang masih berdiri tegak. Ia tersenyum saat melihat bahwa apa yang ia lakukan menjadi tontonan Venus.
“Ini benar-benar luar biasa, sayang,” kata Edison.
“Hmm … ini luar biasa. Tak akan ada yang tahu apa yang kita lakukan. Mereka mengira aku sedang bercengkerama dengan anak siallan ini,” ujar Izebel.
“Kalau begitu, bagaimana kalau kita lakukan sekali lagi,” pinta Edison.
“Dengan senang hati,” kini Izebel yang bergerak di atas tubuh Edison. Ia yang memimpin penyatuan ini. Sesekali ia menoleh ke arah Venus yang mencoba mengalihkan pandangannya dan tampak pucat.
Setelah kejadian itu, Venus tak mau tidur di atas tempat tidurnya. Pikirannya seakan memgulang semua kejadian yang tidak ingin ia ingat. Ia duduk di atas sofa sambil menekuk kedua kakinya dan memeluknya.
“Mommy …. Mommy …, tolong aku,” gumam Venus.
Keesokan harinya, Edison dan Izebel kembali mengulangi apa yang mereka lakukan di dalam kamar tersebut. Para pelayan juga tak banyak bicara karena mengira Izebel dan Edison sedang merakit sesuatu di dalam kamar Venus.
Kini, Venus duduk di lantai. Ia menoleh ke sekeliling kamar dan rasanya tak ada tempat yang tidak dijadikan tempat bercinnta oleh kedua manusia tak tahu malu itu.
Venus menutup kedua telinganya sambil memejamkan matanya. Suara-suara menjijikkan dan pikirannya yang dipenuhi dengan hubungan Edison dan Izebel, membuat dirinya semakin hari semakin sakit.
***
Plakkk
Sebuah tamparan kembali didapatkan oleh Venus, hanya saja kali ini bukan dari Izebel, melainkan dari Dad Vladimir.
“Jaga bicaramu! Dia adalah Mommymu,” kata Dad Vladimir.
“Bukan! Dia bukan Mommy!” teriak Venus.
“Sayang …,” Izebel mendekati Vladimir lalu memeluk pria itu. Ia membenamkan wajahnya di dadda Vladimir dan mulai mengeluarkan air matanya, “Apa aku begitu buruk dan tak pantas menjadi Mommy?”
“Tenanglah, sayang. Masuk!” Vladimir mencoba menenangkan Izebel dan meneriaki Venus untuk masuk ke dalam kamar tidurnya.
Venus sudah tak kuat lagi berada di Mansion Keluarga Bach. Jika dulu ia masih memikirkan Dad Vladimir dan ingin menyadarkannya, tapi kini tidak lagi.
“Jika Dad memang lebih menyayangi dan mencintainya, maka sekeras apapun aku berusaha, Dad tak akan pernah mempercayaiku. Aku harus pergi! Aku tak mau lagi di sini,” gumam Venus.
🌹🌹🌹
Langit sudah gelap dan semua penghuni Mansion Bach telah terlelap. Inilah kesempatan yang ditunggu oleh Venus. Ia akan pergi dari Mansion itu, meninggalkan semuanya, meninggalkan kehidupannya. Ia harus berdiri di atas kakinya sendiri mulai saat ini.
Venus keluar dari Mansion melalui pintu belakang, pintu yang biasa digunakan oleh para pelayan untuk keluar masuk Mansion.
“Dad, aku pergi. Aku berharap Dad akan bahagia tanpa adanya diriku. Dad sudah memiliki Aunty Izebel, Dad tak lagi membutuhkanku,” gumam Venus sebelum ia berlalu dari Mansion yang ia tempati sejak kecil.
Venus berjalan menyusuri kompleks tempat tinggalnya. Sepi dan sunyi, apalagi jarak antara mansion satu ke mansion lainnya sedikit jauh, membuatnya harus melewati taman-taman yang sunyi.
Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Ada rasa takut di dalam dirinya, takut bila ia bertemu dengan penjahat, yang akan menyakitinya dan merampas harta bendanya. Meskipun tak membawa banyak, tapi hanya itulah yang ia miliki saat ini.
“Mom …,” gumam Venus sambil memegang erat tas kecil miliknya selain tas ransel di punggungnya.
Perasaan Venus begitu kacau, langkahnya pun tak tentu karena ia belum tahu akan pergi ke mana.
Srekkk kresekkk …
Mendengar suara yang ia yakini bukan berasal darinya, Venus langsung mengambil langkah seribu. Ia berlari ke arah depan kompleks perumahan itu tanpa melihat ke belakang.
***
Brakkk
Ryu menggebrak meja dengan kencang ketika babysitter putranya itu untuk kesekian kalinya membuat Kazuo terluka.
“Apa saja kerjamu hah?!” teriak Ryu, membuat babysitter Ryu langsung mundur dan menundukkan kepalanya karena takut dengan amarah Ryu.
“Sayang,” Vanilla yang masuk ke dalam ruang kerja suaminya itu pun langsung mendekat. Dengan perutnya yang sudah membuncit karena sudah mencapai usia kandungan tujuh bulan, Vanilla melebarkan langkahnya agar bisa segera sampai di dekat Ryu.
“Honey,” suara Ryu langsung berubah lembut ketika berbicara dengan Vanilla.
“Keluar kamu! Dan segera bereskan pakaianmu!” tanpa melihat kembali ke arah babysitter putranya, Ryu memecatnya.
Babysitter itu pun langsung keluar. Ia mengakui jika ia bersalah. Ia hanya fokus memegang ponselnya dan berselancar di media sosial, hingga tak melihat Kazuo yang menaiki ayunan di taman belakang. Putra majikannya itu pun jatuh hingga dahinya terluka.
“Sayang, tenanglah,” Vanilla mengusap lembut dadda Ryu untuk menenangkan suaminya itu. Ryu memang tak pernah mentolerir kesalahan para babysitter putranya, apalagi hingga menyebabkan putranya itu terluka.
“Jangan memintaku untuk memaafkannya. Aku tak akan menerimanya kembali bekerja di sini, bahkan aku akan membuatnya tak bisa diterima bekerja di mana pun,” ungkap Ryu yang masih saja dendam pada babysitter putranya itu.
“Tidak, sayang. Aku tak akan memintamu mempertahankannya. Namun, jangan marah-marah. Kita tidak tahu apakah seseorang yang kita marahi itu akan sakit hati atau tidak. Aku tidak ingin sampai terjadi apapun padamu jika mereka nekat melakukan hal yang buruk,” kata Vanilla.
Ryu menghela nafasnya dalam kemudian kembali duduk di kursi kerjanya. Ia menarik tangan Vanilla lalu mendudukkannya di pangkuannya.
“Kamu juga jangan terlalu baik pada siapapun. Aku tak mau mereka mengambil keuntungan dari sikapmu itu,” pesan Ryu.
“Aku tahu,” Vanilla menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Setelah itu, mereka kembali ke kamar karena hari sudah larut.
***
“Apa?! Kamu memecat babysitter Kazuo lagi?” Jessica menghela nafas panjang ketika mendengar untuk kesekian kalinya, Ryu memecat babysitter Kazuo.
“Ya mau bagaimana lagi, Mom. Ia membuat Kazuo terluka dan aku tidak mentolerir itu,” kata Ryu.
“Kalau begitu, bawalah Kazuo ke sini, biar Mommy yang menjaganya sementara waktu. Mommy tak ingin Vanilla kelelahan menjaga Kazuo, apalagi usia kandungannya sudah mencapai trimester ketiga,” kata Jessica.
“Aku akan membicarakannya dengan Vanilla terlebih dahulu, Mom.”
Setelahnya, Ryu pun pergi ke Perusahaan Smith, sementara Jessica berencana akan pergi ke supermarket karena buah-buahan yang ada di lemari pendingin sudah hampir habis.
Di dalam mobil,
“Bob, apa kamu punya kenalan seorang babysitter?” tanya Jessica pada supirnya.
“Tak ada, Nyonya. Mengapa tidak ambil di tempat biasa saja?” tanya Bob.
Jessica menghela nafasnya pelan, “Ryu kembali memecat babysitter-nya dan rasanya aku tidak enak jika mengambil dari sana lagi. Sudah berapa banyak babysitter yang diganti.”
“Perlahan saja, Nyonya. Mungkin nanti akan mendapatkan seseorang yang tepat.”
“Kamu benar, Bob. Kita pasti akan mendapatkn babysitter yang tepat untuk Zuo.”
Jessica pergi ke supermarket yang ada di salah satu pusat perbelanjaan. Ia turun di lobby lalu masuk ke dalam sementara supir pergi untuk mencari tempat parkir.
Setelah menyelesaikan acara belanjanya, Jessica menghubungi kembali supirnya agar menjemputnya di lobby. Ia kini berdiri sambil membawa satu tas belanja yang berisi buah-buahan.
Srettt
“Hei!!!” Jessica berteriak ketika tas miliknya ditarik aksa oleh seorang pria yang menggunakan masker dan topi.
Pria tersebut mengeluarkan sebuah pisau lipat dan Jessica kembali berteriak saat melihatnya. Petugas keamanan yang berjaga di sana, mencoba membantu, tapi saat melihat pisau lipat yang dipegang, ia sedikit mundur karena tak ingin terjadi hal yang buruk juga padanya.
Bughhh
Tiba-tiba saja pria itu merasakan sakit dan pusing di saat yang bersamaan.
Mati kamu! - batin Venus geram. Sejak keluar dari Mansion Bach, ia benci bahkan sangat benci saat melihat kekerasan di depan matanya.
Pria tersebut jatuh, begitu pula pisau lipat yang ia pegang. Petugas keamanan langsung mengambil pisau tersebut lalu meringkusnya. Pria tersebut dibawa ke pos keamanan terdekat untuk selanjutnya dibawa ke pihak kepolisian.
“Terima kasih,” Jessica langsung menggenggam tangan Venus saat pihak keamanan telah membawa pria tadi.
Venus yang merasakan kehangatan genggaman seseorang pun mendongakkan kepalanya dan melihat sosok wanita yang mengingatkannya pada Mom Maria.
Mom. - batin Venus.
“Kamu tinggal di mana?” tanya Jessica menatap Venus.
Venus menggelengkan kepalanya. Tiba-tiba saja Jessica mengingat putrinya, Vanilla, kemudian kembali menatap Venus.
“Apa kamu mau bekerja?” tanya Jessica.
“Be-kerja?” tanya Venus dengan sedikit terbata.
“Ya.”
“Saya mau!” Saat ini Venus akan mengambil pekerjaan apapun. Ia membutuhkan uang untuk hidup selepas pergi dari Mansion Bach.
“Apa pendidikan terakhirmu?” Jessica tak ingin menawarkan pekerjaan sebagai babysitter jika Venus memiliki pendidikan yang tinggi. Ia tak ingin dianggap tak menghargai seseorang yang telah menolongnya.
“Saya akan mengambil pekerjaan apapun, Nyonya,” kata Venus. Ia tak peduli dengan pekerjaan apapun, yang terpenting biaa menghasilkan uang.
“Putraku membutuhkan seorang babysitter untuk putranya yang berusia dua tahun. Apa kamu berminat?”
Babysitter? - dengan cepat Venus menganggukkan kepalanya. Ia sangat menyukai anak-anak. Dulu saat Mom Maria masih hidup, ia sering menemani Mom Maria ke panti asuhan untuk memberikan bantuan karena Mom Maria menjadi salah satu donatur di sana.
“Oya, siapa namamu?” tanya Jessica.
“Venus, Nyonya.”
“Venus?” Jessica menautkan kedua alisnya, seperti pernah mendengar nama itu di suatu tempat.
🌹🌹🌹
Venus dibawa oleh Jessica langsung ke Mansion Smith yang ditempati oleh Ryu dan Vanilla. Di dalam mobil, Jessica bertanya tentang diri Venus. Dari mana dan mau ke mana, bahkan Jessica menanyakan tentang keluarga Venus. Venus menjawab semuanya, tapi tentu saja ditutupi dengan kebohongan.
Mobil yang membawa keduanya kini memasuki sebuah Mansion besar. Jessica dan Venus turun bersama-sama.
“Sayang!” teriak Jessica memanggil putra dan putrinya. Namun yang keluar justru adalah cucu tampannya.
“Mmaaa,” kata Kazuo yang belum terlalu lancar berbicara.
“Zuo sayang,” Jessica menurunkan tubuhnya dan menyambut Kazuo dengan sebuah pelukan.
“Ve, ini adalah Kazuo. Kamu akan bekerja di sini sebagai babysitter Kazuo. Aku berharap kamu bisa betah di sini.”
Venus hanya bisa menganggukkan kepalanya. Ia terbiasa dengan anak-anak, tapi untuk mengasuh seperti seorang babysitter, ia belum percaya diri.
“Saya akan mencobanya, Nyonya,” kata Venus yang tak ingin mengecewakan Jessica.
“Mom,” seorang wanita dengan perut yang membuncit, tampak keluar dari sebuah pintu.
“Sayang, kemarilah,” kata Jessica yang masih menggendong Kazuo.
Jessica kemudian memperkenalkan Venus pada Vanilla. Vanilla kemudian menatap Venus lalu tersenyum.
“Kamu mau bekerja di sini?” tanya Vanilla.
“Ya, Nyonya,” jawab Venus.
Vanilla kembali tersenyum, “Aku berharap kamu bisa tahan dengan suamiku. Ia galak.”
Jessica dan Vanilla tertawa kecil saat melihat wajah Venus yang tampak bingung.
“Aku hanya berharap kamu bisa tahan dengan omelan suamiku. Ia sangat posesif ada Kazuo dan tak ingin kesalahan sekecil apapun,” kata Vanilla kembali menjelaskan.
“Saya akan melakukan semua sebaik-baiknya, Nyonya.”
“Kalau begitu istirahatlah dulu. Nanti aku akan meminta seorang pelayan menemanimu berkeliling rumah. Kamu akan mulai bekerja besok, hari ini Kazuo akan bermain bersamaku,” kata Vanilla.
“Semoga kamu betah ya, Ve. Jangan terlalu mengambil hati jika putraku sedang marah-marah,” kata Jessica memberikan pesan.
Venus menganggukkan kepalanya. Setelah itu, Vanilla meminta seorang pelayan untuk menemani Venus berkeliling Mansion agar babysitter Kazuo itu tak tersesat.
“Terima kasih, Mom,” Vanilla menggenggam tangan Mom Jessica.
“Tak perlu berterima kasih pada Mom, sayang. Dengan kamu hidup bahagia bersama Ryu dan anak-anak kalian, itu sudah merupakan kebahagiaan terbesar bagi Mom. Selain itu, Mommy merasa kasihan dengan Venus. Mom seperti pernah bertemu dengannya, tapi ntah di mana, Mommy lupa,” kata Jessica.
Sementara Jessica dan Vanilla berbincang dan bermain bersama Kazuo, Venus menatap heran pada kamar tidur yang diberikan padanya. Hal itu karena kamar tidur untuknya begitu berbeda dengan kamar tidur pelayan yang ada di Mansion Bach.
“Betapa mereka sangat memanusiakan seseorang, meskipun hanya sekedar pelayan dan babysitter,” gumam Venus.
Kamar tidur yang ia tempati begitu rapi dan bersih. Ada kamar mandi di dalam dan memiliki pendingin dan juga penghangat. Seketika ia teringat ada Mom Maria. Semua kebaikan Mom Maria pada para pelayan di Mansion Bach terus berputar di kepala Venus. Namun, semua hal itu menghilang saat Mom Maria meninggal, dan Mansion menjadi seperti neraka ketika wanita bernama Izebel masuk ke dalamnya.
***
Brakkk
Nafas Izebel memburu ketika tak menemukan Venus di dalam kamar tidurnya, padahal ia ingin kembali merasakan sensasi bercinnta bersama Edison dengan Venus yang akan menjadi pemain ketiga.
Edison tentu saja tak menolak karena ia akan mendapatkan pengalaman yang luar biasa karena bisa menikmati dua orang wanita sekaligus.
“Di mana anak siallan itu?!” kata Izebel dengan geram.
Hari ini Vladimir akan pergi keluar negeri bersama asisten pribadinya dan mereka berangkat sebelum waktu sarapan bersama. Oleh karena itu juga Vladimir tak mempermasalahkan ketidakhadiran Venus untuk mengantar kepergiannya.
“Bagaimana? Apa sudah siap?” tanya Edison yang masuk ke dalam kamar tidur Venus. Ia berharap setelah mengantar Vladimir dan asisten pribadinya itu ke bandara, ia bisa menikmati hal baru. Ia bahkan mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Edison tak lain adalah supir keluarga Bach. Ia memang memiliki perawakan tinggi dan tegap, sementara wajahnya tak kalah tampan dari Vladimir.
“Ia kabur!” ungkap Izebel dengan wajah kesal.
“Hah, kabur? Lalu bagaimana rencana kita? Kita tak bisa bercinnta?” tanya Edison yang sudah tak sabar. Ia bahkan sempat menonton film dewasa untuk menambah imajinasinya.
Izebel berdecak karena kegagalannya, tapi di siai lain ia merasa senang karena kini hanya dirinya-lah satu-satunya pemilik semua aset seorang Vladimir Bach.
“Tenang saja, aku punya cara lain,” kata Izebel.
“Cara lain?”
“Hmm …,” Izebel mengambil ponselnya kemudian mulai membuka aplikasi kamera. Ia berencana akan merekam kegiatan bercinnta mereka, agar bisa ia tonton kapan pun. Izebel memang seorang hyper dan ia candu akan hal-hal seperti itu.
“Kamu mau merekamnya?” tanya Edison yang sedikit ragu.
“Ya, bukankah hal itu juga adalah sebuah kegilaan. Aku akan mengirimkan video tersebut padamu juga, agar kamu bisa menikmati penyatuan kita,” kata Izebel dengan suara yang manja dan bahasa tubuh yang mulai menggoda Edison.
Seketika Edison tersenyum, “baiklah, tapi jangan lupa kirimkan padaku. Aku pasti akan menikmatinya.”
Keduanya kembali memadu kasih di dalam kamar tidur milik Venus. Mereka bahkan membuat kamar tidur tersebut berantakan.
***
“Mom,” sapa Redley yang baru saja kembali ke Mansion Smith.
Sejak kepergian Vanilla dulu, sikap Redley tiba-tiba saja berubah. Putra bungsunya itu lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Untung saja Axel selalu mengawasinya hingga Jessica tak kuatir ketika Redley pergi. Ia tahu bahwa apa yang dilakukan Redley bukanlah hal yang buruk.
“Kamu baru kembali, sayang?” tanya Jessica.
“Ya, Mommy dari mana?” tanya Redley karena melihat Jessica yang masih mengenakan pakaian pergi serta menenteng sebuah tas tangan.
“Mommy dari supermarket kemudian pergi ke Mansion Vanilla. Mommy membawakan seorang babysitter untuk Zuo,” jawab Jessica.
“Babysitter? Apa Kak Ryu kembali memecat babysitter Zuo?” tanya Redley lagi.
“Hmm, begitulah kakakmu. Zuo terluka karena babysitter-nya hanya sibuk dengan ponselnya.”
“Kalau seperti itu, aku juga akan melakukan hal yang sama seperti Kak Ryu,” ujar Redley.
“Kamu sendiri, habis dari panti?” tanya Jessica.
“Ya, ada beberapa keperluan di sana yang harus dipenuhi karena sudah hampir habis,” jawab Redley.
Redley sendiri menghela nafas pelan tanpa diketahui oleh Jessica. Ia menyukai anak-anak, tapi selain itu ia ingin bertemu dengan seseorang. Sayang sekali ia tak menemukannya. Sudah lama sekali rasanya ia tak melihat sosok yang ia cari.
Ke mana kamu pergi sebenarnya? Mengapa tak pernah datang lagi? - batin Redley.
🌹🌹🌹
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!