Arel merasa sangat risih ketika beberapa cowok terus saja menghadangnya dan bertanya apakah ia mau menjadi kekasihnya? Sepanjang koridor sekolah Arel terus saja mendapat sebuah bunga dan boneka dari beberapa siswa yang bahkan tidak ia kenal sama sekali. Namun, ia menolaknya dengan tegas tanpa harus berpikir.
"Arel! Jadilah pacarku!" seru Gio si alay yang selalu dramatis. Mendengarnya saja Arel langsung merinding.
"Tidak, terimakasih," tolak Arel tanpa harus berpikir lagi. Lantas, Arel segera pergi menghindar dari Gio yang kini tengah berlutut dan menunduk sedih.
"Tidaaaaakkkkk!" teriak Gio menengadah sambil mengangkat kedua tangannya keatas dan berteriak dengan lantang. Terlalu dramatis dan sangat memalukan bagi seorang lelaki. Arel hanya menggeleng, lelah menghadapi semua para cowok itu.
Arel bergegas masuk kelas dan duduk dibangkunya. Ia menghembus nafas lega karena akhirnya ia bisa tenang dan merasa damai. Menjadi gadis cantik itu tidak seenak yang Arel kira. Malah semua ini begitu menyusahkan dirinya.
Arel mengeluarkan sebuah earphone dari dalam tasnya yang berwarna merah jambu dengan gantungan teddy yang menggemaskan. Ia hendak saja akan mendengarkan musik. Namun, entah siapa lagi yang harus ia tolak kali ini.
"Arel?" panggil seorang siswa yang lumayan tampan dan tinggi tengah berdiri disampingnya dengan senyum yang merekah dibibirnya. Arel menoleh padanya.
"Iyah? Ada apa, Dan?"
"Bisa ikut aku sebentar?"
"Kemana?"
"Sebentar saja!" serunya sambil menarik tangan Arel agar ikut dengannya. Entah kemana Dani mau membawa Arel pergi. Namun, Arel merasa aangt gelisah akan hal ini.
Dani adalah ketua kelas 11-B, tetangga kelasnya. Arel mengenalnya karena mereka memang sering bertemu dan sesekali mengobrol. Rey tidak sengaja melihat Dani yang menarik pergi Arel, merasa tidak senang dan kesal. Ia mengikuti mereka tanpa disadari oleh Dani dan Arel.
"Dan kita mau kemana?" tanya Arel semakin gundah, karena Dani mengajak ia ketempat yang sepi diatara semua tempat disekolah ini.
"Kamu akan segera tahu!"
Arel merasa ada yang tidak beres dengan Dani. Jika Arel pikir kembali, kenapa Dani membawanya ketempat sepi seperti itu. Arel mulai cemas dan menghentikan langkahnya.
"Dani tunggu!"
"Ada apa?"
"Aku tidak akan ikut lagi denganmu, sebelum kamu mengatakan kita mau kemana? Dan mau ngapain?"
Dani menghela nafas panjang dan tersenyum. "Baiklah kalau begitu. Aku akan melakukannya disini."
"Melakukan apa?" tanya Arel sedikit curiga dan soudzon terhadap Dani.
Perlahan Dani membuka seluruh kancing bajunya. Membuat tersirat pikiran kotor dikepala Arel juga Rey yang sedari tadi mengikuti dan kini sedang mengintip mereka.
"apa-apaan dia? Mau apa dia?" gumam Rey berpikiran kotor.
Arel mulai merasa takut. Ia perlahan mundur dan menjauh dari Dani. Saat ini rasanya Arel ingin berlari dan pergi ketempat yang ramai dan banyak orang.
"Dani tunggu! Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Arel panik.
"Membuka baju. Memangnya apa lagi?"
"kamu mau ngapain buka baju! Jangan macam-macam yah!" seru Arel memberi peringatan.
Dani tersenyum lucu mendengar peringatan dari Arel. "Memangnya kamu pikir, aku mau ngapain? Aku hanya ingin menunjukkan ini padamu!" sahut Dani menunjukka kaos dalamnya yang bergambarkan dirinya dan Arel sedang berpelukan.
Krikk.. Krikk.. Krikk
Arel tertegun malu juga ingin tertawa melihat gambar yang Dani tunjukkan. Ini lebih parah daripada Gio si alay dramatis itu.
"Bagaimana kamu suka?" tanya Dani tersenyum lebar.
Arel tersenyum canggung dan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Ahmm.. Tidak! Itu norak sekali," jawab Arel tanpa ragu.
"Apa?" sahut Dani raut wajahnya seketika berubah sedih dan menunduk kecewa. "Cara ini pun tidak berhasil," ucapnya lesuh.
"Maaf. Hal seperti ini memang tidak mempan padaku. Tapi mungkin gadis lain menyukainya. Kalau begitu aku pergi dulu," sambar Arel yang langsung berlari kembali menuju kelasnya.
Sementara itu, Rey yang sedari tidak tahan lagi ingin melepaskan tawanya karena sangat lucu melihat gambar yang ada dikaos milik Dani.
Hahaha... hahaha...
Tawanya pecah begitu saja setelah Arel pergi jauh dari sana. Dani terkejut dengan suara tawa renyah yang ia dengar tiba-tiba. Segera ia menutup kaosnya dengan dibalut oleh seragam sekolahnya.
"Kamu? Sedang apa kamu disini?"
"Haha.. haha.. Hei, Dani! Yang benar saja. Itu sangat lucu sekali juga sangat norak! Mana ada cewek zaman sekarang menyukai hal seperti ini!"
"Hei! Jangan beritahu siapapun! Menegerti?" ancam Dani membungkam mulut Rey. Namu, segera Rey melepaskannya.
"Baiklah baiklah. Tapi menutup mulut itu tidak mudah. Kamu pasti mengerti, kan?" balas Rey memberi isyarat pada Dani.
"Ish.. Dasar pemeras! Baiklah, ini!"
Dani memberi uang rp100 ribu pada Rey untuk membungkamnya. "Nah, gitu dong! Tenang saja, rahasiamu ini akan aman."
"Awas yah! Kalau ada satu orang pun yang tahu!"
"Siap! Ngomong-ngomong, apa imi editan? Kau terlihat sangat lucu dengan badan kekar ini," ucap Rey mencoba menahan tawanya. Lalu, ia pun melangkah pergi menyusul Arel kembali kekelas.
"Aish.. Dia benar-benar keterlaluan. Tapi, apakah aku terlihat lucu seperti ini?" gumam Dani.
Bel sudah berbunyi dan semua siswa-siswi memasuki kelas mereka masing-masing untuk memulai pelajaran pertama. Arel tampak begitu serius dan memperhatikan apa yang diterangkan oleh guru dengan sangat baik. Ia mencatat hal-hal yang sangat penting.
Tiba-tiba seseorang melempar sebuah kertas pada Arel. Arel menoleh pada Rey yang memang dialah yang melemparnya. Rey tersenyum lebar pada Arel. Arel membaca tulisan singkat yang tertulis dikertas itu.
isinya:
Nanti malem dinner, yuk?
Arel hanya menggeleng dan tidak membalas surat dari Rey. Ia malah membuangnya kekolong meja belajarnya. Lalu, ia kembali memperhatikan guru yang tengah menjelaskan pelajaran. Rey sedikit kecewa karena Arel mengabaikan surat darinya. Rey tidak menyerah dan melempar kertas lagi pada Arel. Arel kembali menoleh dan mengerutkan keningnya pada Rey.
Rey membentuk satu kata dari mulutnya tanpa mengeluarkan suara, dan hanya membentuk kata baca. Arel menggeleng dan menolak. Arel kembali mengabaikan Rey dan melanjutkan perhatiannya untuk fokuas dalam belajar.
"Dia terus saja mengabaikanku," gumam Rey begitu lesuh dan mendekap pada meja belajarnya.
Waktu terus berjalan hingga tidak terasa bel istirahat berbunyi mengembalikan kembali semangat para siswa-siswi yang lelah karena telah berpikir beberapa jam, dan membuat perut mereka lapar keroncongan. Arel membereskan buku-bukunya sebelum pergi keluar untuk beristirahat.
"Rel, ke kantin yuk?" ajak Devina teman Arel satu-satunya.
"Boleh."
Mereka hendak akan pergi keluar untuk kekantin. Namun, Rey menghadang mereka dipintu. "Tunggu!"
Sontak Arel dan Devina terhenti dan terkejut.
"Apa lagi sih Rey?" kesal Arel.
"Arella, ambil ini!" seru Rey menyodorkan selembar potongan kertas kecil.
"Apa ini?" tanya Arel menerimanya.
"Kamu harus datang, mengerti? Jam 8 malam!" serunya, lalu pergi berlalu entah akan kemana. Tertulis sebuah alamat restaurant yang cukup terkenal dan sedang populer saat ini.
Malam ini Arel hendak saja akan pergi tidur. Ia sudah bersiap-siap akan menutup matanya dan pergi ke alam bawah sadarnya. Namun, tiba-tiba ia teringat pada Rey. Malam ini dia mengajaknya dinner. Arel bangkit duduk, sejenak ia berpikir dan tidak mau pergi. Ia merasa malas untuk pergi menemui Rey.
Arel melirik pada jam yang menggantung didinding kamarnya.
Dan astaga! Arel terbelalak kaget. Sudah pukul 09:15. Sontak Arel terkejut dan melompat bangun dari tempat tidurnya. Ia segera mengganti pakaiannya dan sedikit memoles bibirnya dengan lipcream. Karena ini sudah malam, ia pergi keluar dengan mengendap-endap. Bukan apa-apa, hanya saja Arel takut kalau Rey masih disana dan menunggunya sampai selarut ini.
Disisi lain Rey memang masih menunggu kedatangan Arel. Ia bahkan sampai ketiduran disana. Sehingga salah satu pegawai disana harus membangunkan dirinya.
"Maaf mas, bangun!" ucap salah satu pelayan disana membangunkan Rey yang terlelap tidur. Rey sontak terbangun gelagapan.
"Hah, iyah?" sahut Rey panik. Lalu ia mengusap wajahnya dan mengucek kedua matanya dengan telunjuk dan ibu jarinya.
"Mas masih mau menunggu? Sepertinya orang yang mas tunggu tidak akan datang," tutur pelayan.
Rey melirik pada jam yang melingkar dipergelangan tangannya. "Kurasa memang begitu," sahut Rey memberi senyum simpul kekecewaan.
Rey hendak saja bangkit dan akan pulang. Karena hari mulai semakin larut. Lagi pula ia sudah menunggu sangat lama, sampai-sampai ia tertidur disana. Rey melangkah hendak aka melagkah pergi.
"Rey!"
Tetapi Arel baru saja tiba dengan nafas yang terpogoh-pogoh karena lelah berlari. Nafasnya terdengar memburu cepat keluar masuk hidung dan mulutnya.
"Arel?"
Arel mencoba mengatur nafasnya dan duduk dikursi yang sudah tersedia. "Maaf Rey, aku benar-benar lupa!" seru Arel.
"Ku pikir kamu tidak akan datang," sahut Rey kembali duduk.
"Aku benar-benar lupa. Maaf Rey! Apa kamu hendak akan pulang?"
"Yah, tadinya. Tapi karena kamu sudah datang, kenapa kita tidak langsung memesan makanan saja?"
"Baiklah, kalau begitu. Mas dan mbak mau pesan apa?" sambar pelayan yang sedari tadi memang belum pergi dan masih disana.
"Ah iyah, Aku pesan Spageti dengan mushroom cream sauce dan minumannya, Teh madu hangat saja," ucap Rey pada pelayan yang bekerja disana.
"kamu mau pesan apa?" tanya Rey lagi pada Arel.
"Emm.. Aku pesan yang sama saja. Seperti pesanan Rey," sahut Arel tidak mau pusing memilih menu.
"Baiklah, tunggu sebentar yah," balas palayan itu dan berlalu pergi kedapur menyiapkan pesanan mereka. Rey dan Arel masih terdiam membisu, tidak aaling bicara atau melontar kata. Rey tersenyum sambil menatap Arel.
"Kenapa?" tanya Arel heran dengan senyuman Rey yang terlontar.
"Tidak papah. Hanya saja, aku sangat senang. Walau telat, tapi kamu tetap datang dengan pakaian yang seadanya,"
"Ahh itu.. Yah, aku tidak punya waktu untuk memilih pakaian saat melihat jam. Aku bahkan tidak meminta izin pada yokap, kalau aku pergi keluar,"
"Benarkah? Sampai sejauh itu, kamu mencoba untuk datang kesini? Kenapa?"
"Yah, karena aku tidak merasa enak saja padamu. Aku pikir setidaknya aku harus memeriksa, apakah kamu masih disini atau sudah pulang karena menungguku terlalu lama. Tapi ternyata kamu memang menungguku," terang Arel.
Lagi-lagi Rey tersenyum. "Terimakasih, karena sudah datang. Tadinya aku sangat kecewa sama kamu. Tapu, karena kamu berusaha untuk tetap datang, aku memaafkanmu."
"Ciihh... Itu karena aku lupa! Bukan disengaja," rajuk Arel.
Tidak lama pesanan mereka datang dan dihidangkan diatas meja. "Selamat menikmati," ucap pelayan yang mengantar pesanan mereka.
"Terimakasih," balas Rey.
Pelayan itu pun tersenyum dan berlalu pergi lagi kedapur. Aroma dari spagetinya tercium sangat harus. Arel meneguk teh hangat madunya terlebih dahulu sebelum memakan spagetinya.
"Ayo dimakan!" seru Rey, menyantap lahap spageti yang dipesannya itu. Ia terlihat sangat kelaparan. Arel jadi merasa bersalah. Walau bagaimana pun juga, ini adalah kesalahannya. Arel pun ikut menyantap lahap pesanannya.
"Bagaimana? Enak, kan?" tanya Rey.
"Mm.. Enak."
"Setelah makan, mau langsung pulang atau mau pergi kesuatu tempat dulu?"
"langsung pulang saja. Ini sudah larut. Takutnya yokap tahu kalau aku keluar tanpa izin darinya."
"Baiklah, kalau begitu."
Mereka melanjutkan aktivitas makan mereka. Seusai makan, Rey pergi kekasir untuk membayar. Yah, Rey memang anak orang kaya. Dia juga sangat tampan dan keren. Kalau baik sih, dia emang baik pada Arel. Tapi, sebenarnya ia adalah anak yang sering berbuat onar disekolah. Namun, banyak sekali cewek yang menyukainya karena ketampanannya.
"Udah yuk, pulang!" ajak Rey.
"iyah."
Arel pun diantar pulang oleh Rey dengan motor besarnya. Ini pertama kalinya Arel dibonceng oleh cowok. Arel sebelumnya tidak pernah menerima tawaran dari cowok manapun, untuk dibonceng olehnya. Dan ini pertama kalinya ia dibonceng oleh cowok.
Rey sampai mengantar Arel didepan gerbang rumahnya. Arel turun dari motor besar Rey.
"Makasih sudah ngenterin. Kalau begitu aku masuk dulu," ucap Arel berbsisik pelan.
"Baiklah. Sampai ketemu disekolah besok," balas Rey tersenyum manis.
"Baiklah, sekarang kamu harus pergi," usir Arel seraya membuka gerbang dan masuk kedalam. Rey menyalakan motornya dan melaju pergi untuk pulang.
Arel mengendap-endap masuk kedalam rumah yang gelap. Ia berharap, semoga ibundanya masih terlelap tidur dan tidak menyadari kedatangannya.
"Kamu dari mana?" lontar suara yang ia takutkan akhirnya terdengar. Ruangan yang awalnya gelap, kini berubah jadi terang. Tampaklah sosok wanita yang sedang menatap tajam pada Arel dengan melipat kedua tangannya didepan dada.
"Eh? Bunda?" sahut Arel memberi senyum canggung.
"Siapa yang mengantarmu tadi?"
"Bukan siapa-siapa kok, bun. Hanya temen."
"Hanya teman? Kamu ini seorang gadis Arel, tidak sepantasnya kamu keluar malam dan dibonceng oleh cowok seperti itu. Apa nanti kata orang? Mereka akan berpikir, kalau kamu ini anak yang tidak baik. Dan bla.. bla.. bla.."
Malam ini Arel mendapatkan konsekuensinya karena keluar tanpa izin dari bundanya. Ia harus menerima omelan dari ibundanya selama satu jam penuh. Arel hanya menunduk dan merasa sangat menyesal karena sudah melanggar aturan yang ibundanya buat dan telah disepakati olehnya.
"Jadi, apa kamu akan mengulanginya lagi?"
"Tidak bunda. Arel menyesal. Arel tidak akan mengulanginy lagi."
"Itu bagus. Kamu tahu, bunda melakukan semua ini untuk kebaikanmu."
"Iyah bunda, Arel tahu kok."
"Kalau begitu. Pergilah kekamarmu sekarang, dan tidur! Besok kamu bisa terlambat bangun,"
"Baik, bun."
Arel pun menuruti apa yang ibundanya katakan. Memang ibunda Arel sangat tegas terhadapa Arel. Arel bahkan tidak berani melawan ibundanya. Arel pun pergi tidur tanpa mengganti pakaiannya.
Arel dan Devina pagi ini tengah berbincang-bincang ditaman. Sesekali tawa pecah memberi suasana bahagia. Tiba-Tiba Dani datang lagi dengan sebuah gitar didepan Arel.
"Hallo, Arel!" sapanya, sambil memasang kacamata hitam.
Arel dan Devina menggeleng malas dan memutar kedua bola matanya.
"Kapan dia akan berhenti?" gumam Arel.
Dani pun mulai memainkan gitarnya. Arel cukup terkesan karena permainan gitarnya sangat bagus dan enak didengar. Awalnya Arel menikmati permainan gitarnya. Namun, Arel mengernyit saat Dani mulai menyanyi. Permainan gitarnya sih, memang bagus. Tapi suaranya sangat pales dan tidak enak didengar.
Devina tertawa kecil karena lucu mendemgar nyanyian rombeng dari Dani. Arel tersenyum canggung juga malu, karena banyak orang yang memperhatikan.
"Eh sudah sudah! Suaramu tidak enak didengar!" lontar Gio berseru dan menghampiri mereka.
"Apaan sih? Ganggu saja!" balas Dani kesal.
"Giliran aku! Arel, kamu pasti akan menyukainya," ucap Gio dengan pedenya. Entah apa yang akan ia lakukan. Ia mengeluar handphonenya dan menyetel sebuah musik DJ. Gio bersiap dan membuka baju seragamnya hingga otot perutnya dan dadanya yang bidang bisa dilihat orang banyak.
"Dia mau apa, sih? Bikin malu saja," bisik Arel pada Devina.
"Entahlah. Tapi yang pasti ini sangat spesial buat kamu," balas Devina yang cekikikan menahan tawa.
Awalnya Gio ingin melakukan tarian Hip Hop. Namun, malah tarian abstrak dan konyol yang keluarkan. Dan yang paling membuat Arel malu, kenapa harus ada banyak orang yang menonton. Arel hanya bisa menunduk dan menutupi wajahnya dengan tangannya.
"Stop! Berhenti!" teriak pak Arla yang tiba-tiba datang. "Apa-apaan ini? Kalian tidak dengar bel sudah bunyi! Dan apa ini? Kenapa kamu buka baju!" seru pak Arla membuat semua yang menonton berhamburan pergi berlari dan bubar. Begitu pun Arel dan Devina yang langsung kabur setelah kedatangan pak Arla.
***
Arel dan Devina sampai dikelas dengan nafas yang masih memburu. Seketika tawa pecah diantara mereka, mentertawakan kejadian yang baru saja.
"Menjadi cantik ternyata gak enak juga yah?" ucap Devina nyindir Arel.
"Yah memang."
"Lagian punya pacar! Biar gak dikejar-kejar terus kayak gini!"
"Yah, mau gimana lagi? belum ada yang cocok."
"Terus sama Rey gimana?"
"Rey? Aku sama sekali gak ada perasaan sama dia,"
"serius kamu? Wahh.. Kamu aneh bener ya! Lantas, seperti apa sih, cowok yang kamu suka?"
Sejenak Arel terdiam berpikir. "Aku juga gak tahu."
"Yaelah, ada yah orang kayak kamu!" balas Devina menepak jidatnya. Sementara Arel hanya mengangkat kedua bahunya.
Guru telah tiba dikelas dan memulai pelajaran. Mata pelajaran pertama yang paling Arel sukai yaitu Fisika. Arel tampak bersemangat dengan mata pelajaran hari ini.
Lagi-lagi Rey melempar sebuah kertas pada Arel yang berisikan tulisan singkat. Arel membacanya dengan mencuri sedikit dari jam belajarnya.
Istirahat nanti, temui aku dipohon besar dibelakang kantor guru.
Arel mengangkat sebelah alisnya setelah membacanya. Lalu menoleh pada Rey yang kini tengah tersenyum dan melambai padanya. Segera Arel kembali menoleh kedepan dan membuang kertas itu dibawah kolong mejanya. Ia melanjutkan perhatiannya pada pelajaran yang kini tengah diterangkan.
Dua jam belajar telah habis dan bel istirahat telah berbunyi dengan lantang. Arel teringat akan pesan dari Rey. Dan ia menoleh pada bangku Rey yang sudah kosong itu. Arel celingak-celinguk mencari Rey didalam kelas. Namun, tidak ia dapati.
"Sepertinya dia sudah pergi. Mau apa sih, dia nyuruh aku pergi kesana?" gumamny.
"Kekantin, yuk?" ajak Devina.
"hah? Ahmm.. Maaf yah, tapi aku ada janji ketemuan sama Rey," tolak Arel jujur dengan alasannya.
"Dengan Rey? Baiklah. Kalau begitu, aku duluan yah!" balas Devina seraya pergi keluar kelas.
Arel bergegas pergi menuju pohon besar dibelakang kantor guru. Arel sedikit gugup dan takut. Sebab, disana tempat yang sangat sepi sekali. Arel selalu takut, jika ada cowok yang mengajaknya ketemuan ditempat yang sepi, apalagi hanya berdua saja. Namun, ia tetap pergi karena ia yakin Rey pasti tidak akan melakukan sesuatu yang buruk padanya.
Ia sampai disebuah pohon besar yang ada dibelakang kantor guru. Tidak ada siapapun disana. Juga tidak ada tanda-tanda dari Rey. Sejenak Arel berpikir negative pada Rey. Ia pikir kalau Rey hanya mempermainkannya saat ini. Lantas, Arel pun hendak pergi dan kembali.
"Maaf membuatmu menunggu!" lontar Rey mengejutkan Arel dari belakang. Sontak Arel berbalik dan mendapati Rey yang memakai jas hitam dan dasi hitam bergaris putih dengan tangan yang disembunyikan dibelakang tubuhnya. Ia melangkah mengahampiri Arel dengan senyum yang menawan dan langkah yang gagah.
Arel melongok menatap heran pada Rey. Apa yang terjadi pada Rey? Kenapa tiba-tiba dia bersikap seperti itu? Pikir Arel. Rey pun datang padanya tepat berdiri 30 cm dari Arel berdiri saat ini.
"Ada apa, Rey?" tanya Arel.
"Ada hal yang harus aku katakan sama kamu,"
"Apa itu? Dan kenapa kamu berdandan seperti itu?"
"Karena apa yang akan aku katakan, sangat penting."
"Baiklah, apa itu?"
Rey tersenyum dan berjongkok menengadah menatap wajah Arel. Arel merasa tidak nyaman dengan apa yang Rey lakukan sekarang.
"Hei, kamu sedang apa?"
"Arella. Aku dengan tulus mengatakan semua ini. Arella, aku menyukaimu. Jadilah, kekasih sahku," ucap Rey dengan lembut dan penuh makna seraya mengeluarkan sebuah cokelat dan boneka kecil beruang berwarna putih dengan pita merah dilehernya.
Arel terkejut bukan main dengan ungkapan Rey yang tiba-tiba. Arel tersenyum canggung dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Aduh Rey. Maaf nih yah. Tapi aku tidak bisa," tolak Arel tanpa pikir panjang lagi.
"Kamu gak mau pikir-pikir dulu? Aku udah nyiapin ini khusus buat kamu, Rel," balas Rey langsung bangkit dan berdiri.
"Masalahnya aku gak ada perasaan apapun sama kamu, Rey," tutur Arel dengan jujur.
"Tapi Rel..."
"Maaf Rey. Cari cewek lain saja, yang benar-benar sayang sama kamu," ujar Arel seraya pergi meninggalkan Rey sendirian disana. Devina yang sedari tadi mengintip dan mengikuti Arel tidak menyangka kalau Arel benar-benar akan menolak Rey mentah-mentah.
"Gila! Arel nolak cowok tampan dan keren kayak Rey? Wahh.. Benar-benar sakit kayaknya si Arel. Heran aku sama dia," gumam Devina dan pergi dari sana sebelum Rey menyadarinya.
Sementara Rey kinj tengah patah hati dan merasa kecewa. Ia mengepal erat kedua tangannya, dan memukul pohon besar yang ada disana.
"Arella! Kenapa sulit sekali membuatmu jatuh cinta padaku?" gumamnya merasa kesal. Rey membuang cokelat dan boneka dengan penuh amarah. Lantas, ia pun pergi dan kembali.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!