NovelToon NovelToon

SWEET MARRIAGE

1 - Forced Wedding

“Saya terima nikah dan kawinnya Alettha Vyora Nazellya binti Juan Mahendra dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”

Vyora tak dapat menahan kristal bening yang terjatuh dari matanya saat kalimat sakral itu berhasil dilontarkan dalam satu tarikan napas. Ia menangis bukan karena bahagia seperti mempelai pada umumnya, tetapi ia menangis karena kalimat itu menandakan bahwa kebebasannya benar-benar sudah terenggut.

Kata sah yang diucapkan oleh semua saksi yang hadir pun semakin menegaskan bahwa sekarang Vyora bukan lagi wanita bebas yang bisa bertindak semaunya. Ia telah menjadi istri dari seorang pria yang asing untuknya. Ia juga harus menjadi ibu dari seorang bayi yang belum mengerti apapun.

Bayi yang sedang berada di pangkuan Vyora itu terlihat damai. Bayi suci itu belum mengerti apa yang terjadi di sekelilingnya. Senyuman yang tersungging dari bibir kecilnya adalah senyuman paling menyakitkan yang Vyora lihat. Bayi itu tersenyum kepadanya mungkin karena bayi itu mengira ia adalah ibu kandungnya. Padahal tidak, bayi itu bahwa tak mengerti bahwa ibu kandungnya telah pergi.

Benar, pernikahan yang sedang terjadi merupakan pernikahan yang dipaksakan terjadi. Vyora sama sekali tak pernah membayangkan akan berada di pelaminan secepat ini. Apalagi dengan pria yang tak pernah bersemanyam di hatinya. Sungguh, ia tak siap tetapi tak ada kesempatan untuknya bisa mengatakan hal ini.

Pernikahan yang terjadi semata-mata karena keinginan seorang wanita di akhir hayatnya. Wanita itu mengatakan permintaan terakhirnya tepat setelah satu jam lahirnya bayi mungil dan suci. Permintaan yang ditujukan untuk Vyora tanpa bisa Vyora tolak.

"Ayo temui suamimu."

Tuturan Sari membuyarkan lamunan Vyora. Wanita paruh baya itu segera mengambil alih bayi yang ada di pangkuan Vyora sebelum membantu putrinya berjalan menuju tempat ijab kobul.

Jantung Vyora terasa berhenti berdetak kala ia melihat orang-orang yang ada di tempat itu untuk pertama kali. Apalagi ketika ia didudukan pada kursi yang bersebelahan dengan pria dewasa yang sudah sah menjadi suaminya. Untuk pertama kalinya, ia harus menyalami tangan seorang pria dan membiarkan pria itu mencium dahinya.

Takdir Tuhan memang selalu mempermainkannya. Vyora hanya bisa terdiam menjalani prosesi pernikahan yang melelahkan itu. Meskipun tidak ada resepsi yang meriah, ia masih harus menahan telinga dan hatinya dari ucapan-ucapan menyakitkan yang harus ia terima.

"Kasihan ya, masih muda tapi malah dapatnya suami orang."

"Yang sabar ya, jadi istri pengganti sepertinya memang sudah takdir kamu."

Tak ada satu pun kalimat yang membangun mental Vyora. Semuanya hanyalah basa basi yang sangat menyakitkan, bahkan yang lebih miris, semua kalimat itu terlontar dari mulut keluarga besarnya dan keluarga besar suaminya. Oh Tuhan, sampai kapankah ia harus bertahan?

...-+++-...

Akhirnya setelah menyelesaikan acara yang melelahkan, Vyora segera masuk ke dalam kamar bersama putri sambungnya. Ia membaringkan bayi itu sebelum membersihkan diri di kamar mandi. Ia berusaha secepat mungkin untuk kembali menemui putrinya, namun seorang pria yang tengah berbaring di samping putrinya membuat langkah Vyora terhenti.

Pria itu memberikan tatapan dingin yang mengintimidasi dan menghela napasnya, "Kenapa kamu meninggalkan anak saya sendirian?" tanyanya dingin.

Tatapan itu memang membuat Vyora takut. Namun ia tak mungkin menunjukkan ketakutannya di depan pria yang baru beberapa jam menjadi suaminya. Ia hanya menganggukkan kepalanya dan berjalan mendekati ranjang untuk mengambil ponselnya yang tergeletak di atas kasur.

"Maaf, karena udah ada mas yang jagain Giselle, jadi aku akan tidur di kamarku aja."

"Kamar kamu?"

Vyora mengangguk. Namun anggukan itu semakin membuat netra Arga menggelap. Tatapannya semakin menusuk, "Jangan macam-macam Vyora. Status kamu sudah berubah jadi jangan buat masalah dan gantikan Meysa sesuai perjanjian."

Meysa, Meysa dan Meysa. Vyora memang berdiri di sini karena Meysa. Namun mau sampai kapan nama Meysa selalu menjadi penentu hidupnya? Ia memang sedang menjalankan perannya untuk menggantikan Meysa. Namun tak bisakah pria itu mengatakannya dengan bahasa yang lebih baik?

Tak taukah pria itu bahwa Vyora sedang berusaha untuk melakukan yang terbaik demi kakaknya? Sejak kecil ia selalu berusaha untuk mengambil hati semua orang yang terus membandingkan dan mengharuskannya menjadi seperti Meysa. Namun semua usahanya sia-sia. Ia tetap tak mendapatkan semua perhatian itu. Bahkan ketika dirinya memutuskan untuk keluar rumah dan memulai hidupnya sendiri, ia masih harus kembali untuk menjadi pengganti Meysa.

Seharusnya Arga memahami posisi Vyora yang tak mudah. Namun pria itu malah terkesan menyalahkan dan tak menyukai kehadirannya. Pria itu seolah mengharuskan Vyora untuk bertindak seperti yang kakaknya lakukan. Sungguh ia tak bisa karena sampai kapan pun ia bukanlah Meysa.

Wanita itu mengepalkan kedua tangannya dan balik menatap Arga, "Aku bukan Meysa!"

Mendengar nada tinggi yang istrinya lontarkan membuat amarah Arga semakin meningkat. Ia beranjak dan menjatuhkan wanita itu dengan kasar ke atas kasur. Tangannya terarah untuk menahan pergerakan Vyora dan kembali memberikan tatapan elangnya, “Tidur disini dan lakukan sesuai yang saya perintahkan! Jangan pernah meninggikan suaramu kepada saya!”

Melihat perlakuan Arga yang kasar membuat Vyora menghilangkan rasa segannya pada Arga. Sebelum hari ini ia masih menghormati pria itu sebagai pria yang pernah menjadi kakak iparnya. Namun di matanya sekarang Arga merupakan iblis yang tengah menyamar menjadi suami diktator yang sangat ia benci.

Tanpa menurunkan tatapan tajamnya, tangan Vyora bergerak untuk melepaskan cengkraman Arga pada lengannya dengan sekuat tenaga, “Lepas atau aku teriak sekarang?!”

Namun bukannya melepaskan cengkeramannya, Arga justru semakin mengeratkan cengkraman itu dan mengeluarkan smirk nya, “Coba saja jika berani.”

Vyora memicingkan matanya. Rupanya pria itu menganggapnya lemah. Lihat saja apa yang akan ia lakukan setelah ini. Ia akan membuat pria itu meminta maaf kepadanya. Ia tersenyum sebelum berteriak dengan keras, “MAMA! PAPA! TOLONGIN VYORA!!”

Hening. Tak terdengar apapun dari luar. Vyora jadi berpikir apakah mungkin orang tuanya sedang keluar? Tidak, tidak. Vyora menggelengkan kepalanya dan terus berteriak. Namun tangisan bayi mungil di sampingnya membuatnya berhenti berteriak dan semakin panik.

“Lepasin aku! Kamu nggak denger Giselle nangis?!"

Sejenak Arga terdiam sebelum melepaskan cengkeramannya yang mencetak bekas merah pada lengan putih Vyora. Tentu saja wanita itu merasakan sakit tetapi ia tak mempedulikan rasa sakit itu dan segera menggendong Giselle, menimang bayi itu agar kembali tenang.

“Ssttt…. cup cup cup,” ujar Vyora seraya menepuk-nepuk punggung bayi yang ada dalam gendongannya.

Arga yang tak bergeming di tempatnya hanya menatap istri dan anaknya dengan tatapan dingin. Ia memperhatikan seorang anak yang telah menjadi penyebab kematian istrinya dan seorang wanita yang telah berani merebut posisi Meysa dalam hidupnya.

Vyora dan Giselle merupakan dua perempuan yang sama-sama telah merusak kebahagiaannya dengan Meysa. Entah apakah ia dapat menerima dan menyayangi mereka berdua seperti ia menyayangi Meysa atau tidak. Ia tak yakin apalagi ketika bayang-bayang Meysa masih memenuhi hati dan pikirannya.

Memikirkan banyak hal membuat kepala Arga pening. Ia pun menata bantal dan membaringkan tubuhnya, “Saya mau tidur jadi jangan ganggu saya dengan tangisan anak itu.”

Perintah Arga membuat Vyora menggelengkan kepalanya. Ingin sekali ia mendebat pria itu tetapi Giselle lebih penting sekarang. Ia tak ingin membuat bayi itu kembali menangis jika mendengar perdebatannya dengan Arga.

Pada akhirnya Vyora hanya mendiamkan pria itu dan mengurus Giselle hingga bayi itu kembali tertidur. Membaringkan Giselle dan ikut tidur di samping bayi itu. Tidur bersama pria yang berstatus suaminya untuk pertama kalinya.

2 - When Husband Meet Boyfriend

Pagi ini Vyora dan Arga memutuskan untuk kembali ke kota setelah sarapan. Meskipun baru sehari mereka tinggal di rumah keluarga Vyora dengan status baru mereka, tetapi tugas Arga sebagai seorang kolonel mengharuskan mereka untuk kembali dengan cepat. Selain itu, Vyora yang sudah izin selama seminggu pun harus segera masuk kuliah. Ia tak bisa terus mengabaikan studinya karena pernikahan ini.

Ketika pertama kali menginjakkan kaki di rumah suaminya, Vyora tak dapat mengalihkan perhatiannya dari kemewahan yang disuguhkan. Ditambah dengan adanya pengawal yang berjaga membuatnya tersadar bahwa pria yang ia nikahi adalah pria yang sangat mapan.

Banyak sekali hal yang ingin Vyora tanyakan. Tetapi ia terus menahannya hingga mereka masuk ke dalam kamar utama yang sebelumnya digunakan oleh Arga dan Meysa. Ia pun tak lagi bisa menahan rasa penasaran nya, “Mas, kenapa pengawal di sini banyak banget?” tanyanya penasaran.

“Untuk menjaga istri saya dan orang-orang yang ada di rumah ini,” jawab Arga tanpa menatap Vyora.

Wanita itu pun mengangguk paham, “Tapi aku nggak perlu penjagaan mas. Aku bisa jaga diri sendiri,” ucapnya lagi.

Tak ada yang salah dari pernyataan Vyora. Namun pernyataan wanita itu membuat Arga terkekeh remeh. Ia menatap Vyora seraya menekuk kedua tangannya di depan dada, “Maksud saya istri yang saya cintai, Meysa. Tapi kamu tau kan dia sudah tidak ada di sini jadi tugas pengawal itu sekarang hanya menjaga orang-orang yang ada di rumah ini meskipun saya juga tidak terlalu peduli," jawabnya dengan menekankan kata orang-orang.

Bodoh sekali Vyora karena mengira Arga menganggapnya sebagai istri, jelas-jelas pria itu sedang membicarakan kakaknya. Lagi pula cara pria itu menjelaskan tentang ketidakpeduliannya pada orang-orang di rumah ini sudah cukup untuk menjelaskan bahwa pria itu tak akan pernah mau melindunginya. Tanpa mengeluarkan suara lagi, Vyora memilih untuk berbaring di samping anak sambungnya dan membiarkan pria itu pergi.

Tepat setelah suaminya sudah hilang dari balik pintu, ponsel Vyora tiba-tiba berdering dan memperlihatkan sebuah chat yang membuat senyumnya kembali mengembang. Dengan gerakan cepat ia mengganti pakaiannya dan merias diri secantik mungkin.

Setelah selesai bersiap, Vyora segera menitipkan Giselle yang masih tidur kepada pelayan yang ada di rumah itu dan keluar rumah. Namun sialnya, pengawal yang ada di rumah ini ternyata memiliki sifat yang sama seperti Arga. Para pengawal itu tak ada yang membiarkannya pergi.

“Maaf bu, Pak Arga telah berpesan bahwa ibu harus tetap berada di rumah ini hingga Pak Arga pulang,” jelas salah satu pengawal yang tak Vyora ketahui namanya.

Vyora hanya dapat berdecak dan kembali ke dalam rumah dengan langkah kasar. Ia terus berpikir dan memutar otaknya agar dapat keluar dari istana neraka ini. Jika ia tak bisa keluar sekarang, mungkin tak ada kesempatan lain untuknya bisa bertemu dengan orang yang sudah menunggu di suatu tempat.

Cukup lama Vyora berpikir hingga sebuah ide terbesit di otaknya. Ia segera memainkan ponselnya beberapa saat sebelum kembali menemui pengawal itu. Di waktu yang bersamaan, sebuah klakson terdengar dari balik pagar tinggi yang menutupi rumah megah ini.

“Nah tuh Mas Arga. Cepat bukain gerbangnya kalau nggak mau kena marah," tegur Vyora.

Namun para pengawal itu malah saling tatap satu sama lain tanpa ada niat untuk membuka gerbang yang membuat Vyora semakin jengah. Ia pun memutar bola matanya dan menghentakkan kakinya kesal, "Kalian ini emang nggak mau bukain pintu buat Mas Arga ya?! Mau kena marah Mas Arga? Cepet bukain!!!"

“B-baik bu.”

Rencana Vyora berhasil. Ketika gerbang dibuka, ia pun segera berlari menuju sebuah mobil hitam yang sudah terparkir di depan gerbang. Setelah ia masuk, pengemudi pun segera melajukan nya dengan kecepatan penuh seperti yang ia rencanakan beberapa saat yang lalu. Ia melihat pengawal itu dari kaca belakang dan menjulurkan lidahnya. Ternyata mudah sekali mengelabui pengawal-pengawal itu. Fisiknya saja yang besar tapi otaknya kecil.

...-+++-...

Mobil hitam yang mengantarkan Vyora berhenti di depan sebuah kafe yang terletak di pusat kota. Setelah membayar, wanita itu pun segera turun dan masuk ke dalam kafe. Ia berjalan mendekati seorang pria yang tengah duduk di salah satu meja dengan perasaan berdebar.

Pria itu pun tersenyum ketika menyadari kedatangan kekasihnya. Ia segera beranjak dan merentangkan tangannya, “Hai babe,” sapa Maxime mendekatkan diri pada Vyora.

Namun, bukannya menyambut pelukan Maxime, Vyora malah mundur beberapa langkah hingga menimbulkan tatapan tak suka dari pria itu. Sebenarnya ia juga tak tau mengapa ia malah menghindari Maxime padahal selama perjalanan ia sangat tak sabar bertemu dengan pria itu. Entahlah, mungkin status barunya yang membuatnya takut seperti ini. Ada ikatan yang mengekangnya sehingga tak bisa bersikap sama seperti sebelumnya.

Maxime mengerutkan keningnya, “Babe, are you okay? Kamu beneran marah sama aku?”

Pertanyaan Maxime membuyarkan lamunan Vyora. Segera ia menggelengkan kepalanya. Tak ada alasan untuk marah dengan pria yang tak melakukan kesalahan apapun. Laki-laki sebaik dan setulus Maxime tak pantas mendapatkan kemarahannya.

“Kalau kamu nggak marah kenapa kamu tiba-tiba ninggalin aku? Kamu bahkan nggak ada kabar selama seminggu ini? Terus barusan, kamu menghindar dari aku? Am I wrong? Kalau aku ada salah, tegur aku babe. Jangan menghindar kayak tadi. Aku nggak suka.”

Saat kali pertama mendengarkan kabar tentang kondisi Meysa, Vyora memang sedang bersama Maxime di bioskop saat itu. Di tengah film yang belum selesai, Vyora menyusup keluar begitu saja meninggalkan Maxime yang masih fokus dengan filmnya. Bahkan hanya pesan singkat yang ia kirimkan kepada Maxime tanpa berpamitan secara langsung.

Setelah sampai di kampung halamannya, Vyora harus disibukkan oleh persiapan pernikahan yang sangat singkat hingga tak memiliki waktu untuk mengabari Maxime. Jika menjadi Maxime, mungkin ia juga akan sangat bingung dan merasa ada yang salah. Sungguh Vyora salah, dan ia pun mengakui itu.

“Babe…” Maxime melambaikan tangannya di depan wajah Vyora. “Babe! Kamu dengerin aku nggak sih?”

“Ah… iya maaf...”

Pria itu berdecak, “Kamu ada apa sih sebenarnya? Ada yang kamu sembunyiin dari aku? Can you tell me now?”

Dengan cepat Vyora menggeleng. Ia menampilkan senyum teduhnya dan menjawab, “Nggak ada yang aku sembunyiin dari kamu,” dustanya berusaha untuk meyakinkan Maxime.

Sebenarnya Maxime masih merasa ada yang kekasihnya sembunyikan tetapi ia lebih memilih untuk mempercayai wanita itu. Ia hanya menghembuskan napasnya dan kembali merentangkan tangannya, “Oke, I trust you. Kalau gitu peluk aku dong, masa pacarnya dianggurin.”

Sejenak Vyora terdiam hingga kakinya melangkah untuk memeluk pria itu, melepaskan semua kerinduan yang ia pendam selama ini. Pelukan Maxime memang selalu berhasil menenangkannya dan memberikan kehangatan pada hatinya yang sedang kedinginan sejak badai melandanya.

Keduanya saling melepas rindu tanpa menyadari bahwa tingkah laku keduanya sampai pada netra elang pria yang tengah duduk tak jauh dari tempat mereka. Pria itu mengepalkan tangannya dan segera beranjak dari tempatnya untuk menemui dua sejoli itu.

Entah bagaimana pria yang memakai kaus loreng itu bisa berada di kafe ini tetapi yang pasti tangannya sekarang sudah mencengkram lengan Vyora dan menariknya dengan kuat hingga istrinya terlepas dari pelukan pria itu.

“Lo siapa hah? Lepasin cewek gue!” sungut Maxime tak terima.

“Kamu tanya saya siapa?”

Suara bariton Arga membuat Vyora merinding. Ia sungguh takut sekarang. Ia takut jika pria itu akan mengatakan yang sebenarnya kepada Maxime. Ia belum siap untuk memberitahukan kebenaran kepada kekasih yang telah ia pacari selama satu tahun itu.

“Babe, tunggu sebentar di sini,” pinta Vyora sebelum mendorong tubuh Arga untuk keluar dari kafe itu.

Dengan berat Arga yang jauh di atas Vyora, membuat wanita itu kesusahan. Sungguh pekerjaan yang melelahkan hingga napasnya ngos-ngosan. Setelah berhasil membawa Arga keluar, ia pun membungkuk seraya mengangkat tangannya agar suaminya memberinya sedikit waktu untuk mengatur napasnya.

Setelah napasnya kembali pulih, Vyora kembali menatap Arga ta suka, “Mas bisa nggak kalau dateng tuh ngomong-ngomong dulu. Aku masih belum mau putus sama dia cuma karena pernikahan kita mas."

“Sadar kamu bilang gitu ke saya?”

Wanita itu menangguk dengan tegas, “Iya, karena mas juga udah liat sendiri jadi aku akan jujur sama kamu kalau aku udah punya pacar sebelum pernikahan ini terjadi. Laki-laki itu juga yang harusnya jadi suami aku sekarang jadi tolong kamu jangan bertindak aneh-aneh di depan dia."

Sikap dan perkataan Vyora selalu berhasil mengejutkan Arga dan selalu berhasil membuat harga dirinya terluka. Pria itu pun menatap istrinya dengan tajam, “Kamu benar-benar menguji kesabaran saya!”

Tidak ada yang berniat menguji Arga. Apa yang Vyora katakan adalah kebenaran yang tak bisa ia sembunyikan terus menerus. Ia pikir pria itu harus mengetahui yang sebenarnya bahwa ia sudah memiliki orang yang perlu ia jaga hatinya. Ia hanya ingin suaminya tau bahwa istri penggantinya ini juga memiliki orang yang sangat ia cintai, seperti Arga mencintai Meysa.

“Mas, aku nggak pernah ada niat buat nguji mas karena aku bukan dosen penguji. Aku cuma bilang faktanya kayak gitu. Denger ya mas, sama kayak mas yang cinta sama Mbak Meysa, aku juga sangat-sangat-sangat sayang sama dia makanya aku nggak bisa biarin dia tau yang sebenarnya.”

Arga tak melepaskan tatapan intimidasinya sama sekali. Bahkan tatapannya sekarang lebih tajam hingga rasanya bisa menusuk kedua netra Vyora dengan tatapan itu.

“Sekarang pulang dan tunggu saya. Kita selesaikan masalah ini di rumah!”

3 - Extreme Choice

Hari Vyora benar-benar hancur karena Arga. Selain kasar, ternyata pria itu juga pemaksa. Ia masih ingat cara Arga memaksanya untuk naik ke mobil ini sehingga ia harus terjebak dengan dua pengawal yang sama seramnya seperti Arga. Vyora sungguh heran bagaimana bisa kakaknya mencintai pria yang sama sekali tak ada sisi baiknya itu.

“Bisa nggak sih turunin saya di sini aja?” pinta Vyora yang hanya ditanggapi oleh keheningan.

Wanita itu benar-benar jengah. Bahkan pengawalnya saja bersikap menjengkelkan. Pasti semua ini karena virus menyebalkan Arga yang menyebar ke semua orang yang ada di sekitar pria itu.

Vyora mengedarkan pandangannya untuk mencari jalan keluar. Diam-diam tangannya bergerak untuk membuka kunci pintu mobil. Sebenarnya ide yang terbesit di otaknya kali ini benar-benar gila dan sangat dramatis tetapi ia tak memiliki pilihan lain jika ingin keluar dari mobil ini. Ia tak bisa diperlakukan seperti tahanan begini.

Sepertinya satu hari saja sudah cukup bagi Vyora untuk menilai sifat Arga. Ia tak dapat bertahan lagi.  Hatinya terus menyuruhnya berlari menjauh. Karena itu setelah benar-benar yakin, ia menunggu beberapa saat hingga mobil itu melewati simpangan. Ketika mobil memelan, ia segera membuka pintu dan meloncat keluar hingga membuat dua pengawal yang ada di kursi depan terkejut.

Wanita itu segera beranjak dari tempatnya terjatuh. Ia segera melangkahkan kakinya, mengabaikan kedua lututnya yang sudah mengeluarkan cairan merah segar. Namun baru beberapa langkah, tangannya sudah dicekal oleh kedua pengawal itu yang membuatnya merontah.

“LEPASIN!!” teriak Vyora.

Seakan tuli, kedua pengawal itu kembali memasukkan Vyora ke dalam mobil dan membawa wanita itu menuju istana kematian yang sudah siap menjadi saksi bisu kemurkaan Arga padanya.

Beberapa saat kemudian, mereka pun sampai di kediaman Byantara. Kedua pengawal itu segera membawa Vyora ke dalam kamar dan menguncinya dari luar. Berulang kali Vyora berteriak agar dikeluarkan. Namun tak ada satu pun sahutan dari orang luar hingga tenggorokannya mengering.

“FUCK YOU ALL!!!” umpat Vyora untuk yang terakhir sebelum tubuhnya menyusut ke lantai.

Tangisan tak dapat lagi Vyora tahan. Ternyata hidup bersama Arga lebih melelahkan dibandingkan hidup bersama keluarga toksiknya bertahun-tahun. Sebelumnya ia bisa bertahan dengan keluarga yang selalu membanding-bandingkannya tetapi dengan Arga? Tidak, Vyora sangat lelah dan tak bisa untuk terus bertahan.

Sepertinya keputusan yang ia ambil adalah keputusan yang salah. Seharusnya Vyora bersikeras untuk menolak pernikahan ini meskipun itu artinya ia harus keluar dari keluarga itu. Harusnya ia tak memikirkan perasaan orang lain. Semua pemikiran yang timbul tanpa sadar mengantarkan Vyora menuju alam mimpi.

...-+++-...

Arga menyelesaikan pekerjaannya lebih lama dari yang ia perkirakan. Setelah kepergian Vyora, ia pun segera pergi ke markas untuk mengurus urusannya yang lain. Dan rapat yang ia jalani ternyata berlangsung lebih lama sehingga ia baru sampai rumah pada malam hari.

“Dimana Vyora?” tanya Arga pada Ina, kepalan pelayan di rumahnya.

“Ibu Vyora masih di kamar, pak. Bibi liat tadi lututnya terluka tapi bibi ketok-ketok nggak ada jawaban apapun dari ibu Vyora.”

Arga mengangguk paham dan mempersilahkan Ina untuk pulang. Ia segera pergi menuju kamarnya. Namun ketika ia membuka pintu, ia cukup terkejut ketika kegelapan memenuhi netranya. Ditambah dengan seorang wanita yang tertidur di lantai membuatnya menghembuskan napas.

“Kamu memang keras kepala, Vyora,” gumam Arga.

Selanjutnya pria itu mengangkat tubuh Vyora ala bridal style dan menidurkannya di atas kasur. Ia menatap sekilas kedua luka yang menghiasi lutut istrinya sebelum mengambil kotak obat yang terletak di laci nakas.

Arga duduk di samping Vyora dan segera mengoleskan obat merah pada luka itu. Reaksi yang disebabkan obat merah itu membuat Vyora menggeliat. Perlahan netranya membuka dengan sempurna dan menatap seorang pria yang masih fokus mengoleskan obat.

“Mas Arga?”

Suara Vyora membuat Arga menoleh. Namun sedetik kemudian pria itu kembali beralih pada luka Vyora dan membalutnya, “Bangun juga kamu akhirnya setelah membuat masalah.”

Wanita itu berdecak. Ia kira suaminya sudah melunak karena mau mengobati lukanya. Namun ternyata pria itu masih sama seperti sebelumnya, seorang Byantara yang sangat sangat sangat menyebalkan. Ia pun segera menegakkan badannya karena tak ingin dianggap lemah. Ia mengedarkan pandangannya namun jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat karena tak menemukan apa yang ia cari.

“Jijel mana?”

Pertanyaan Vyora membuat Arga mengangkat sebelah alisnya, “Jijel?”

“Iya, Lavanya Giselle Byantara aka Jijel. Gimana sih, nama anak sendiri masa lupa.”

Pria itu tersenyum kecut, “Nama anak saya Giselle bukan Jijel. Mana saya tau kalau kamu mengganti nama anak saya dengan panggilan yang aneh itu."

“Aneh kamu bilang? Itu nama kesayangan tau,” protes Vyora. “Mas aja yang nggak update jadi nggak ngerti bahasa-bahasa jaman sekarang,” gumamnya dengan suara yang sangat amat pelan.

“Apa kamu bilang?”

Vyora menggeleng dengan cepat, ternyata pendengaran pria itu sangat tajam bahkan bisa mendengar suaranya yang sangat amat pelan. Ia pun menggaruk tengkuknya, “Enggak kok. Jadi mana Jijelnya kok nggak ada?”

Pria itu mendengus kesal, “Ada di kamar sebelah,” jawabnya dengan nada yang enggan.

Namun jawaban Arga membuat Vyora melebarkan matanya, “APA? Kamu biarin anak kamu sendirian di kamar? Gila ya kamu ninggalin anak tanpa penjagaan,” ucapnya sebelum menggerakkan kakinya yang masih terasa sangat sakit.

“KAMU NYALAHIN SAYA?!” bentak Arga membuat aktivitas Vyora terhenti.

Suara Arga yang begitu menggelegar membuat telinga Vyora menegang. Pria itu menatapnya dengan tajam, “Kamu nggak sadar kalau yang ninggalin dia itu kamu? Kamu yang main pergi dengan pacar kamu dan tidak memperhatikan Giselle sebagai ibu pengganti yang harus selalu menjaganya!”

Sekali lagi Arga menyalahkan Vyora. Kali ini wanita itu tak lagi mendebat, ia hanya menghembuskan napasnya lelah. Tubuhnya benar-benar remuk sekarang sehingga membuatnya tak kuat untuk berdebat dengan suami barunya ini.

Vyora menganggukkan kepalanya, “I’m wrong, puas? Sekarang bawa Jijel kesini, kaki aku sakit nggak bisa jalan.”

Wanita itu sepertinya memang memiliki kemampuan untuk mengubah suasana dengan cepat. Entah bagaimana cara wanita itu melakukannya, tetapi Arga seolah tersihir dan tak lagi mendebat. Pria itu hanya menghela napasnya sebelum pergi menuju kamar anaknya. Menggendong putri kecilnya untuk pertama kali dan membawanya kepada Vyora.

Dengan hati-hati, Vyora menerima tubuh mungil itu. Ia menidurkan bayi yang menggeliat itu di sampingnya dan ikut berbaring. Ia menjadikan satu tangannya sebagai bantal dan tangan lainnya bergerak untuk menepuk-nepuk paha Giselle.

Sikap Vyora tak luput dari perhatian Arga. Cukup lama pria itu memperhatikan istri dan anaknya hingga suara Vyora membuyarkan lamunannya.

“Nggak usah ngeliatin aku,” larang Vyora seolah tau apa yang pria itu lakukan di belakangnya.

“Jangan terlalu percaya diri.”

Vyora tersenyum remeh, “Kalau nggak ngeliatin aku, ngapain mas masih berdiri di situ? Aku tau mas lagi liatin aku sama Jijel, ngaku aja lah. Jujur aja deh kalau mas lagi terpesona sama aku kan.”

Bukannya menjawab Arga malah pergi meninggalkan kedua orang itu menuju kamar mandinya. Hal itu tak luput dari perhatian Vyora yang hanya dapat menggelengkan kepalanya.

Argavyan Byantara. Pria yang kasar, pemaksa, dan sekarang bertambah lagi sikap negatif Arga yang tak Vyora suka. Pria itu juga memiliki gengsi yang tinggi. Pria itu jelas bukan tipenya. Ia jadi bingung bagaimana caranya agar ia bisa menyukai pria itu sebagai suaminya.

Huft sepertinya Vyora tak akan bisa mencintai pria itu. Ia pun hanya menghembuskan napasnya dan menatap GIselle, “Kamu liat kan, Jel. Papa kamu itu bener-bener bikin onty kesel. Onty nggak salah kan kalau onty lebih milih pacar onty dari pada papa kamu yang seram itu.”

“Kamu mau menjelekkan saya kepada anak saya?”

Kepala Vyora berotasi secara perlahan hingga netranya menangkap sosok menjulang yang tengah berdiri di samping kasur. Pria itu sedang menatapnya sengit hingga membuat tubuhnya sedikit bergetar takut. Sungguh, kharisma Arga yang tegas itu sangat dominan bahkan bagi Vyora meskipun ia sekuat mungkin berusaha untuk menutupi ketakutan nya dengan sifat angkuhnya.

"M-mas sejak kapan di situ?” tanya Vyora gugup.

“Sejak kamu bilang kalau kamu lebih milih pacar kamu dibandingkan saya,” ucap pria itu menghela napasnya, “Dengarkan baik-baik, saya tidak suka dibandingkan dengan siapapun!”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!