NovelToon NovelToon

SWEET MARRIAGE

1 - A Wedding

“Saya terima nikah dan kawinnya Alettha Vyora Nazellya dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”

Vyora tak dapat menahan air matanya kala kalimat sakral itu berhasil dilontarkan dalam satu tarikan napas. Bukan tangisan bahagia yang keluar dari netra cantiknya melainkan kesedihan yang menandakan kehancuran hidupnya.

Kata ‘sah’ yang diucapkan oleh semua saksi yang hadir menyadarkan Vyora bahwa sekarang ia benar-benar telah melepaskan kebebasannya demi menjadi seorang istri dan ibu dari bayi yang kini berada di pangkuannya. Ia menatap bayi mungil itu dalam-dalam. Bayi itu terlihat damai, bahkan sesekali mengeluarkan senyumnya kala menatap wajah Vyora. Sungguh menggemaskan, tetapi senyuman itu semakin mengingatkan Vyora dengan orang yang menjadi penyebab semua ini terjadi.

Pernikahan yang sedang terjadi saat ini bukanlah keinginan Vyora. Ia sama sekali tak pernah membayangkan bahwa pernikahannya akan terjadi secepat ini. Pun dengan pria yang sama sekali tak ada di hatinya. Sungguh ia tak siap!

Lamunan Vyora terhenti ketika seorang wanita paruh baya menepuk pundaknya, “Ayo temui suamimu,” perintah Sari, ibunya.

Dengan tatapan kosong Vyora berjalan menuju tempat ijab kabul dilaksanakan. Dengan bantuan Sari, ia duduk di samping pria yang telah resmi menjadi suaminya, menyalami pria itu dan membiarkan pria itu mencium dahinya.

Waktu benar-benar terasa lama bagi Vyora untuk menyelesaikan acara pernikahannya. Meskipun tak ada pesta, tetap saja acara pernikahan itu berlangsung sangat lama karena ia masih harus menjamu para tamu yang datang. Selama itu pula ia harus menahan diri dalam obrolan yang membuat hatinya sakit.

Setelah tamu terakhir pergi, Vyora memilih untuk langsung masuk ke dalam kamar barunya. Ia membaringkan bayi mungil itu di atas kasur lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Namun ketika ia selesai dan keluar dari kamar mandi, netranya malah menangkap seseorang yang membuatnya mematung.

Pria yang tengah berbaring di samping bayi mungil itu menatap Vyora dengan tatapan dingin yang mengintimidasi. Pria itu menghembuskan napasnya, “Kenapa kamu meninggalkan anak saya sendirian?” tanyanya dengan nada tak suka.

Nada bicara pria itu membuat Vyora sedikit tersinggung. Menurutnya pria yang pernah menjadi kakak iparnya itu tetap tak memiliki hak untuk menyalahkannya meskipun status mereka telah berubah sekarang. Tak bisakah pria itu bersikap lebih lembut?

Vyora menghela napasnya, “Ada mas kan? Berarti aku nggak ninggalin anak mas sendirian dong,” elaknya sebelum berjalan mendekati ranjang.

Wanita itu mengambil ponselnya yang terletak di atas kasur dan kembali menatap Arga, “Karena udah ada mas yang jaga, jadi aku mau balik ke kamarku.”

“Kamar kamu?”

Vyora mengangguk, “Iya, kamar aku. Aku mau tidur di kamarku aja.”

Tatapan dingin Arga semakin menjalar ke seluruh ruangan hingga dinginnya dapat menembus kulit Vyora. Pria itu menatap Vyora dengan tajam, “Jangan macam-macam Vyora. Lakukan tugasmu dan jadilah seperti Meysa. Lakukan seperti yang dia lakukan untuk saya dan semua orang yang ada di rumah ini.”

Meysa. Selalu saja nama wanita itu yang menjadi pembanding untuk Vyora. Wanita yang telah meninggalkan dunia ini satu minggu yang lalu itu terus mengalahkannya bahkan setelah wanita itu tiada.

Well, Vyora memang mengakui jika kakak kandungnya merupakan wanita yang sempurna. Ia pun juga sebenarnya tak pernah membenci Meysa. Namun tetap saja, ia bukanlah Meysa. Vyora adalah Vyora, bukan Meysa ataupun orang lain sehingga ia tak tau mengapa ia harus terus menjalani kehidupannya seperti yang Meysa lakukan dalam hidupnya?

Sejak kecil Vyora selalu dipandang sebelah mata. Ia harus selalu melakukan seperti yang kakaknya lakukan. Menjadi bayang-bayang Meysa menjadi penjelas hidup monokrom Vyora. Namun Vyora bukanlah Meysa. Ia tak memiliki hati malaikat seperti Meysa. Ia bukanlah perempuan secerdas Meysa. Ia juga bukan perempuan penurut seperti Meysa dan yang jelas adalah kepribadian dan kemampuan yang Vyora miliki jauh berbeda dengan Meysa.

Tak cukupkah pengorbanan yang Vyora lakukan? Menikah dengan suami kakaknya yang tak ia cintai saja sudah cukup menyiksa Vyora. Namun sekarang apakah ia juga harus menerima perlakuan Arga yang juga membandingkannya dengan Meysa? Sungguh Vyora tak dapat menerimanya.

Wanita itu mengepalkan kedua tangannya dan menatap tajam suaminya, “Aku bukan Meysa!” tegas Vyora.

Mendengar nada tinggi yang istrinya lontarkan membuat Arga semakin murka. Ia beranjak dan menjatuhkan wanita itu dengan kasar ke atas kasur. Tangannya terarah untuk menahan pergerakan Vyora dan memberikan tatapan elangnya, “Tidur disini dan lakukan sesuai yang saya perintahkan! Jangan pernah meninggikan suaramu kepada saya!”

Sungguh Vyora semakin membenci Arga sekarang. Mulai hari ini dan seterusnya, tidak akan ada kata segan lagi dalam kamusnya. Pria itu bukanlah pria yang pantas untuk ia hormati. Pria itu bukan lagi kakak iparnya, melainkan iblis yang menyamar menjadi suami diktator.

Tanpa menurunkan tatapan tajamnya, tangan Vyora bergerak untuk melepaskan cengkraman Arga pada lengannya dengan sekuat tenaga, “Lepas atau aku teriak sekarang?!”

Namun bukannya melepaskan cengkeramannya, Arga justru semakin mengeratkan cengkraman itu seraya mengeluarkan smirk nya, “Coba saja jika berani.”

Vyora memicingkan matanya. Rupanya pria itu menganggapnya lemah. Hah! Lihat saja apa yang akan ia lakukan setelah ini. Ia akan membuat pria itu malu. Ia tersenyum sebelum berteriak dengan keras, “MAMA! PAPA! TOLONGIN VYORA!!”

Hening. Tak terdengar apapun dari luar. Vyora jadi berpikir apakah mungkin orang tuanya sedang keluar? Tidak, tidak. Vyora menggelengkan kepalanya dan terus berteriak. Namun tangisan bayi mungil di sampingnya membuatnya berhenti berteriak dan semakin panik.

“Lepasin aku! Kamu nggak denger Giselle nangis?”

Sejenak Arga terdiam sebelum melepaskan cengkeramannya yang mencetak bekas merah pada lengan putih Vyora. Tentu saja wanita itu merasakan sakit tetapi ia tak memperdulikan rasa sakit itu dan segera menggendong Giselle, menimang bayi itu agar kembali tenang.

“Ssttt…. cup cup cup,” ujar Vyora seraya menepuk-nepuk punggung bayi yang tengah ada dalam gendongannya.

Arga yang tak bergeming di tempatnya menatap istri dan anaknya dengan tatapan dingin. Ia memperhatikan seorang anak yang telah menjadi penyebab kematian istrinya dan seorang wanita yang telah berani merebut posisi Meysa dalam hidupnya.

Vyora dan Giselle merupakan dua perempuan yang sama-sama telah merusak kebahagiaannya dengan Meysa. Entah apakah ia dapat menerima dan menyayangi mereka berdua seperti ia menyayangi Meysa atau tidak. Ia tak yakin apalagi ketika bayang-bayang Meysa masih memenuhi hati dan pikirannya.

Memikirkan banyak hal membuat kepala Arga pening. Ia pun menata bantal dan membaringkan tubuhnya, “Saya mau tidur jadi jangan ganggu saya dengan tangisan anak itu.”

Ucapan Arga membuat Vyora menggelengkan kepalanya. Ingin sekali ia mendebat pria itu tetapi Giselle lebih penting sekarang. Ia tak ingin membuat bayi itu kembali menangis jika mendengar perdebatannya dengan Arga.

Pada akhirnya Vyora hanya mendiamkan pria itu dan mengurus Giselle hingga bayi itu kembali tertidur. Membaringkan Giselle dan ikut tidur di samping bayi itu. Tidur bersama pria untuk pertama kalinya.

2 - A Day In Cafe

Pagi ini Vyora dan Arga memutuskan untuk kembali ke kota setelah sarapan. Meskipun baru sehari mereka tinggal di rumah keluarga Vyora dengan status baru mereka, tetapi tugas Arga sebagai seorang kolonel lah yang menyuruhnya untuk kembali dengan cepat. Pun Vyora yang sudah izin selama seminggu pun harus segera masuk kuliah.

Ketika pertama kali menginjakkan kaki di rumah Arga, Vyora tak dapat mengalihkan perhatiannya dari kemewahan yang disuguhkan. Ditambah dengan adanya pengawal yang berjaga membuatnya tersadar bahwa pria yang ia nikahi adalah pria yang mapan.

Vyora sama sekali tak mengeluarkan suaranya hingga masuk ke dalam kamar. Saat itulah ia langsung mengeluarkan pertanyaan yang membuatnya penasaran, “Mas, kenapa pengawal di sini banyak banget?”

“Untuk menjaga istri saya dan orang-orang yang ada di rumah ini,” jawab Arga tanpa menatap Vyora.

Wanita itu pun mengangguk paham, “Tapi aku nggak perlu penjagaan mas. Aku bisa jaga diri sendiri,” ucapnya lagi.

Namun pernyataan Vyora membuat Arga terkekeh kecil. Ia menatap Vyora seraya menekuk tangannya di depan dada, “Maksud saya istri yang saya cintai, Meysa. Tapi kamu tau kan dia udah nggak ada di sini jadi tugas pengawal itu sekarang hanya menjaga orang-orang yang ada di rumah ini,” jawabnya dengan menekankan kata orang-orang.

Bodoh sekali Vyora karena mengira Arga menganggapnya sebagai istri, jelas-jelas pria itu sedang membicarakan kakaknya. Ia pun hanya dapat tersenyum kecut. Ia memilih untuk berbaring di samping anak sambungnya dan membiarkan pria itu pergi.

Tepat setelah pria itu keluar kamar, ponsel Vyora tiba-tiba berdering dan memperlihatkan sebuah chat yang membuat senyumnya kembali mengembang. Dengan gerakan cepat ia mengganti pakaiannya dan merias diri secantik mungkin.

Setelah selesai bersiap, Vyora segera menitipkan Giselle yang sedang tidur kepada pelayan yang ada di rumah itu dan keluar rumah. Namun sialnya, pengawal yang ada di rumah ini ternyata memiliki sifat yang sama seperti Arga. Para pria itu tak ada yang membiarkannya pergi.

“Maaf ibu, Pak Arga telah berpesan bahwa ibu harus tetap berada di rumah ini hingga Pak Arga pulang,” jelas salah satu pengawal itu.

Vyora hanya dapat berdecak dan kembali ke dalam rumah. Ia terus berpikir dan memutar otaknya agar dapat keluar dari istana memuakkan ini. Jika ia tak bisa keluar sekarang, mungkin tak ada kesempatan lain untuknya.

Cukup lama Vyora berpikir hingga sebuah ide terbesit di otaknya. Ia pun segera menelpon seseorang dan kembali berjalan keluar menemui pengawal itu. Di waktu yang bersamaan, sebuah klakson terdengar dari luar.

“Nah tuh Mas Arga. Cepat bukain gerbangnya kalau nggak mau kena marah.”

Para pengawal itu saling bertatapan, “Tapi Pak Arga tidak mungkin kembali secepat ini.”

Vyora memutar bola matanya jengah, “Terus? Emang kalian tau pasti Mas Arga pulang nya kapan? Orang dia yang barusan ngechat aku. Makanya cepet bukain!!”

“B-baik bu.”

Rencana Vyora berhasil. Ketika gerbang dibuka, ia pun segera berlari menuju sebuah taksi online yang sudah terparkir di depan gerbang. Setelah ia masuk, pengemudi pun segera melajukan nya dengan kecepatan penuh seperti rencananya. Ia melihat pengawal itu dari kaca belakang dan menjulurkan lidahnya. Ternyata mudah sekali mengelabui pengawal-pengawal itu. Cih, fisiknya saja yang besar tapi otaknya kecil.

...-+++-...

Mobil yang menumpangi Vyora berhenti di depan sebuah kafe yang terletak di pusat kota. Setelah membayar, wanita itu pun segera turun dan masuk ke dalam kafe. Ia berjalan mendekati seorang pria yang tengah duduk di salah satu dengan perasaan berdebar.

Pria itu pun tersenyum ketika menyadari kedatangan kekasihnya. Ia segera beranjak dan merentangkan tangannya, “Hai babe,” sapa Maxime mendekatkan diri pada Vyora.

Namun, bukannya menyambut pelukan Maxime, Vyora malah mundur beberapa langkah hingga menimbulkan tatapan tak suka dari pria itu. Ia juga tak tau mengapa ia melakukan hal itu tapi setelah bertemu dengan kekasih yang sangat ia rindukan rasanya seperti… ia takut suaminya memergokinya?

Maxime mengerutkan keningnya, “Babe, are you okay? Kamu beneran marah sama aku?”

Pertanyaan Maxime membuyarkan lamunan Vyora. Segera ia menggelengkan kepalanya, “Nggak, kenapa aku harus marah sama kamu? Nggak ada alasan buat aku marah kan?”

“Kalau kamu nggak marah kenapa kamu tiba-tiba ninggalin aku? Kamu bahkan nggak ada kabar selama seminggu ini? Terus barusan, kamu menghindar dari aku? Am I wrong?”

Benar, Vyora memang meninggalkan kekasihnya tiba-tiba setelah mendengarkan kabar bahwa kakaknya melahirkan dan setelah itu ia harus kembali ke kampung halamannya untuk menyiapkan pernikahannya dengan Arga yang serba mendadak karena kemauan Meysa. Ia benar-benar tak memiliki waktu untuk mengabari Maxime waktu itu.

“Babe…” Maxime melambaikan tangannya di depan wajah Vyora. “Babe! Kamu dengerin aku nggak sih?”

“Ah… iya sorry.”

Pria itu berdecak, “Kamu ada apa sih sebenernya? Ada yang kamu sembunyiin dari aku? Can you tell me now?”

Vyora menggeleng, “Nggak ada yang aku sembunyiin dari kamu,” dustanya.

Maxime hanya dapat menghembuskan napasnya, “Oke, I trust you. Kalau gitu peluk aku dong, masa pacarnya dianggurin.”

Sejenak Vyora terdiam hingga kakinya melangkah untuk memeluk pria itu, melepaskan semua kerinduan yang ia pendam selama ini. Ternyata pelukan pria itu memang dapat membuat Vyora lebih tenang.

Mereka melepas rindu tanpa menyadari bahwa tingkah laku keduanya sampai pada netra tajam pria yang tengah duduk tak jauh dari tempat mereka. Pria itu mengepalkan tangannya dan segera beranjak dari tempatnya menuju dua sejoli itu.

Arga, entah bagaimana pria itu bisa berada di kafe ini tetapi yang pasti tangannya sekarang sudah mencengkram lengan Vyora dan menariknya dengan kuat hingga istrinya terlepas dari pelukan pria itu.

“Lo siapa hah? Lepasin cewek gue!” sungguh Maxime.

“Kamu tanya saya siapa?”

Suara bariton Arga membuat Vyora merinding. Ia sungguh takut sekarang. Bukan karena ia takut dengan Arga melainkan karena ia takut pria itu akan mengatakan yang sebenarnya kepada Maxime. Ia belum siap untuk mengatakan yang sebenarnya pada kekasih yang telah ia pacari selama satu tahun itu.

“Babe, tunggu sebentar di sini,” pinta Vyora sebelum mendorong tubuh Arga untuk keluar dari kafe itu.

Dengan berat Arga yang jauh di atas Vyora, membuat wanita itu kesusahan. Sungguh pekerjaan yang melelahkan hingga napasnya ngos-ngosan. Ia pun membungkuk seraya mengangkat tangannya agar suaminya memberinya sedikit waktu untuk mengatur napasnya.

Setelah napasnya kembali pulih, Vyora kembali menatap Arga dan mengacak kan pinggang, “Mas kenapa tadi lakuin itu di depan pacarku?”

“Sadar kamu bilang gitu ke saya?”

Wanita itu menangguk dengan tegas, “Aku sadar seratus persen. Lagian kamu udah terlanjur tau jadi biar ku perjelas sekarang kalau cowok yang tadi kamu temui adalah pacar aku. Dia yang harusnya jadi suami aku sekarang.”

Sikap Vyora selalu berhasil mengejutkan Arga dan selalu berhasil membuat harga dirinya terluka. Pria itu pun menatap istrinya dengan tajam, “Kamu benar-benar menguji kesabaran saya!”

“Menguji? Bukannya mas sendiri yang bilang kalau istri mas cuma Mbak Meysa? Jadi harusnya aku juga berhak buat ngasih tau mas siapa orang yang harusnya jadi suami aku! Lagi pula kalau mas lupa, pernikahan kita cuma di atas kertas aja kan? Jadi mas nggak perlu marah kayak gini.”

Arga tak melepaskan tatapan intimidasinya sama sekali. Bahkan tatapan sekarang lebih tajam hingga rasanya bisa menusuk kedua netra Vyora dengan tatapan itu.

“Sekarang pulang dan tunggu saya. Kita selesaikan masalah ini di rumah!”

3 - Extreme Choice

Hari Vyora benar-benar hancur karena Arga. Selain kasar, ternyata pria itu juga pemaksa. Ia masih teringat bagaimana cara Arga memaksanya untuk naik ke mobil ini sehingga ia harus terjebak dengan dua pengawal yang sama seramnya seperti Arga. Vyora sungguh heran kenapa kakaknya begitu mencintai pria yang sama sekali tak ada baik-baiknya.

“Bisa nggak sih turunin saya di sini aja?” geram Vyora yang hanya ditanggapi oleh keheningan.

Wanita itu benar-benar jengah. Bahkan pengawalnya saja bersikap menjengkelkan. Pasti semua ini karena virus menyebalkan Arga yang menyebar ke semua orang di sekitar pria itu.

Vyora mengedarkan pandangannya untuk mencari jalan keluar. Diam-diam tangannya bergerak untuk membuka kunci pintu mobil. Sebenarnya ide yang terbesit di otaknya kali ini benar-benar gila tetapi ia tak memiliki pilihan lain jika ingin keluar dari mobil ini.

Sepertinya satu hari saja sudah cukup bagi Vyora untuk menilai sifat Arga. Ia tak dapat bertahan lagi. Setelah benar-benar yakin, ia menunggu beberapa saat hingga mobil itu melewati simpangan. Ketika mobil memelan, ia segera membuka pintu dan meloncat keluar hingga membuat dua pengawal yang ada di kursi depan terkejut.

Wanita itu segera beranjak dari tempatnya jatuh. Ia segera melangkahkan kakinya, mengabaikan kedua lututnya yang terluka. Namun baru beberapa langkah, tangannya sudah ditahan oleh kedua pengawal itu yang membuatnya merontah.

“LEPASIN!!” teriak Vyora.

Seakan tuli, kedua pengawal itu kembali memasukkan Vyora ke dalam mobil dan membawa wanita itu menuju istana kematian yang sudah siap menjadi saksi bisu kebingasan Arga padanya.

Beberapa saat kemudian, mereka pun sampai di kediaman Byantara. Kedua pengawal itu segera membawa Vyora ke dalam kamar dan menguncinya dari luar. Berulang kali Vyoran berteriak agar dikeluarkan. Namun tak ada satupun sahutan hingga tenggorokannya kering.

“FUCK YOU ALL!!!” umpat Vyora untuk yang terakhir sebelum tubuhnya menyusut ke lantai.

Tangisan tak dapat lagi Vyora tahan. Berbagai umpatan mewarnai hatinya. Ia benar-benar stres hidup bersama pria itu. Sekarang ia hanya dapat berharap agar pria itu segera pergi bertugas agar ia tak perlu melihatnya lagi.

Cukup lama Vyora menangis hingga tanpa sadar ia mulai memejamkan matanya dan pergi ke alam mimpi.

...-+++-...

Arga menyelesaikan pekerjaannya lebih lama dari yang ia perkirakan. Setelah kepergian Vyora, ia pun segera pergi ke markas untuk mengurus urusannya yang lain. Dan rapat yang ia jalani ternyata berlangsung lebih lama sehingga ia baru sampai rumah pada malam hari.

“Dimana Vyora?” tanya Arga pada Ina, pembantu di rumahnya.

“Ibu Vyora masih di kamar, pak. Bibi liat tadi lututnya terluka tapi bibi ketok-ketok nggak ada jawaban apapun dari ibu Vyora.”

Arga mengangguk paham dan mempersilahkan Ina untuk pulang. Ia segera pergi menuju kamarnya. Ketika ia membuka pintu, ia cukup terkejut ketika kegelapan memenuhi netranya. Ditambah dengan seorang wanita yang tertidur di lantai membuatnya menghembuskan napas.

“Kamu memang keras kepala, Vyora,” gumam Arga.

Selanjutnya pria itu mengangkat tubuh Vyora ala bridal style dan menidurkannya di atas kasur. Ia menatap sekilas kedua luka yang menghiasi lutut istrinya sebelum mengambil kotak obat yang terletak di laci nakas.

Arga duduk di samping Vyora dan segera mengoleskan obat merah pada luka itu. Reaksi yang disebabkan obat merah itu membuat Vyora menggeliat. Perlahan netranya membuka dengan sempurna dan menatap seorang pria yang masih fokus mengoleskan obat.

“Mas Arga?”

Suara Vyora membuat Arga menoleh. Namun sedetik kemudian pria itu kembali beralih pada luka Vyora dan membalutnya, “Bangun juga kamu akhirnya setelah membuat masalah.”

Wanita itu berdecak. Ia kira suaminya sudah melunak karena mengobati lukanya. Namun ternyata pria itu masih sama seperti sebelumnya, seorang Byantara yang sangat sangat sangat menyebalkan. Ia pun segera menegakkan badannya dan mengedarkan pandangannya seolah mencari sesuatu.

“Jijel mana?”

Pertanyaan Vyora membuat Arga mengangkat sebelah alisnya, “Jijel?”

“Ck. Lavanya Giselle Byantara. Gimana sih, nama anak sendiri masa lupa.”

Pria itu tersenyum kecut, “Nama anak saya Giselle bukan Jijel. Mana saya tau kalau kamu pake nama aneh kayak gitu untuk memanggil anak saya.”

“Aneh kamu bilang? Itu nama kesayangan tau,” protes Vyora. “Mas aja yang nggak update jadi nggak ngerti bahasa-bahasa jaman sekarang,” gumamnya dengan suara yang sangat amat pelan.

“Apa kamu bilang?”

Vyora langsung gelagapan mendengar suara Arga, ternyata pendengaran pria itu sangat tajam bahkan bisa mendengar suaranya yang sangat amat pelan. Ia pun menggaruk tengkuknya, “Enggak kok. Jadi mana Jijelnya kok nggak ada?”

Pria itu mendengus kesal, “Ada di kamar sebelah,” jawabnya dengan nada yang enggan.

Namun jawaban Arga membuat Vyora melebarkan matanya, “APA? Kamu biarin anak kamu sendirian di kamar? Gila ya kamu ninggalin anak tanpa penjagaan,” ucapnya sebelum menggerakkan kakinya yang masih terasa sangat sakit.

“KAMU NYALAHIN SAYA?!” bentak Arga membuat aktivitas Vyora terhenti.

Suara Arga yang begitu menggelegar membuat telinga Vyora menegang. Pria itu menatapnya dengan tajam, “Kamu nggak sadar kalau yang ninggalin dia itu kamu? Kamu yang main pergi dengan pacar kamu!”

Sekali lagi Arga menyalahkan Vyora. Kali ini wanita itu tak lagi mendebat, ia hanya menghembuskan napasnya lelah. Tubuhnya benar-benar remuk sekarang sehingga membuatnya tak kuat untuk berdebat dengan suami barunya ini.

Vyora menganggukkan kepalanya, “I’m wrong, puas? Sekarang bawa Jijel kesini, kaki aku sakit nggak bisa jalan.”

Kali ini Arga seolah tersihir oleh perintah Vyora. Pria itu hanya menghela napasnya sebelum pergi menuju kamar anaknya. Menggendong putri kecilnya untuk pertama kali dan membawanya kepada Vyora.

Wanita itu menerima tubuh mungil Giselle dengan hati-hati. Ia menidurkan bayi yang menggeliat itu di sampingnya dan ikut berbaring. Ia menjadikan satu tangannya sebagai bantal dan tangan lainnya bergerak untuk menepuk-nepuk paha Giselle.

Sikap Vyora tak luput dari perhatian Arga. Cukup lama pria itu memperhatikan istri dan anaknya hingga suara Vyora membuyarkan lamunannya.

“Nggak usah ngeliatin aku,” larang Vyora seolah tau apa yang pria itu lakukan di belakangnya.

“Jangan terlalu percaya diri.”

Vyora tersenyum remeh, “Kalau nggak ngapain mas masih berdiri di situ? Aku tau mas lagi liatin aku sama Jijel, ngaku aja lah.”

Bukannya menjawab Arga malah pergi meninggalkan kedua orang itu menuju kamar mandinya. Hal itu tak luput dari perhatian Vyora yang hanya dapat menggelengkan kepalanya.

Argavyan Byantara. Pria yang kasar, pemaksa, dan sekarang bertambah lagi sikap negatif Arga yang tak Vyora suka. Pria itu juga memiliki gengsi yang tinggi. Sungguh pria itu bukan tipenya. Ia jadi bingung bagaimana cara agar ia bisa menyukai pria itu sebagai suaminya.

“Kamu liat kan, Jel. Papa kamu itu bener-bener bikin onty kesel. Onty nggak salah kan kalau onty lebih milih pacar onty dari pada papa kamu yang serem itu. Mana kamu tau nggak tadi itu pap-”

“Kamu mau menjelekkan saya kepada anak saya?”

Kepala Vyora bergerak seperti robot hingga netranya menangkap sosok menjulang yang tengah berdiri di samping kasur. Pria itu sedang menatapnya sengit hingga membuat tubuhnya sedikit bergetar ketakutan.

Sungguh, kharisma Arga yang tegas itu sangat dominan bahkan bagi Vyora meskipun ia sekuat mungkin berusaha untuk menutupi ketakutan nya. Tidak lucu kan jika istri ketakutan setiap melihat suaminya.

"M-mas sejak kapan di situ?” tanya Vyora gugup.

“Sejak kamu bilang kalau kamu lebih milih pacar kamu dibandingkan saya,” ucap pria itu menghela napasnya,

“Dengarkan baik-baik, saya tidak suka dibandingkan dengan siapapun!”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!