NovelToon NovelToon

Aku Hanya Lelah

Bab 1

Antrian di gerai ATM cukup mengular mengingat tanggal di bulan ini hampir berakhir. Ya, hampir di penghujung bulan Hima selalu mendatangi ruang kecil yang dingin dan berAC tersebut.

Apa lagi jika bukan untuk mentransfer gajinya untuk keluarganya di kampung halaman. Ia gajian setiap tanggal dua puluh lima.

Tapi di akhir bulan, ia baru mengirimkannya.

Alasannya???

Hima tinggal di ibukota yang serba mahal. Ia harus membayar kost dengan harga yang cukup lumayan. Meski tak mahal, tapi transportasi setiap harinya cukup membuat kantong nya jebol.

Jadi, saat pulang kerja Hima sering memilih untuk berjalan kaki meskipun...dia lelah karena jarak tempat tinggal dan kerjanya cukup lumayan.

Tapi ,demi menghemat ongkos Hima pun rela melakukannya.

Giliran Hima masuk ruang ATM tiba. Gadis itu menekan pin kartu atm-nya. Dan setelah itu ia menekan fitur transfer lalu memasukkan nomor rekening juga nominal yang cukup lumayan untuk bapaknya di kampung.

Setelah mendapatkan bukti transfer, Hima pun mengambil beberapa ratus ribu untuk keperluan sehari-harinya.

Tak butuh waktu lama, Hima pun keluar dari ruang ac itu. Gadis itu pun kembali berjalan menuju ke kost nya.

Sebenarnya ia pulang kerja sejak jam lima sore tadi. Tapi berhubung hujan, ia menunggu sampai hujan reda hingga lewat magrib. Alhasil, lewat isya ia baru sampai kost nya.

Kostnya memang cukup berada di dalam gang. Wajar jika harganya cukup murah dan bisa di jangkau oleh karyawan biasa seperti Hima.

Kebetulan, kostnya itu termasuk bebas. Siapa pun bisa kost di sana. Tapi keamanannya di jaga ketat oleh sang pemilik kost.

Dalam artian, bebas dari yang namanya pencurian. Tapi kalau ada tamu yang berkunjung atau menginap, pemilik kost mengijinkannya.

Hima memasuki kamarnya lalu menyalakan lampu kostnya itu. Gadis itu langsung meluruskan kakinya yang pegal setelah jalan jauh.

Mampir beli makanan, mampir ke ATM juga. Tapi...mau bagaimana lagi, itu rutinitasnya.

Setelah sejenak menghilangkan rasa penatnya, Hima memfoto bukti transfernya lalu ia kirim ke nomor bapaknya.

Setelah itu, gadis itu pun bersiap untuk ke kamar mandi yang ada di luar. Kamar mandi yang mereka gunakan untuk bersama-sama. Ada lima kamar mandi yang tersedia untuk tiga puluh kamar penghuni kost tersebut.

Beruntung Hima mandi di jam orang-orang yang sudah mandi. Jadi ia tak perlu berebut antrian.

Setelah selesai membersihkan diri, Hima keluar dari kamar mandi bersamaan dengan sosok laki-laki muda yang keluar dari kamar mandi sebelahnya.

Keduanya tak saling bertegur sapa karena memang tak saling mengenal. Sayangnya...saat Hima berjalan menuju ke kamarnya, lelaki itu pun berjalan di arah yang sama.

Tepatnya, lelaki itu justru tinggal di sebelah kamarnya.

Saat sama-sama membuka kunci kamar, lelaki itu menyempatkan untuk memperkenalkan diri.

"Hai, aku... Ganindra, panggil saja Ganin atau Indra. Terserah mau panggil siapa, sayang juga boleh!", kata Ganin mengulurkan tangannya.

Hima tak langsung menyampaikan uluran tangan Ganin. Tapi beberapa detik kemudian, gadis itu menyambut uluran tangan Ganin.

"Hima!", jawab Hima singkat. Ganin mengangguk tipis dan menyunggingkan senyuman manisnya.

"Semoga bisa jadi tetangga yang baik ya, Hima!", kata Ganin. Mendengar ucapan Ganin, Hima pun mengangguk dan membalas senyuman lelaki tampan itu.

Hima memang cantik, tapi selama ia kost di tempat ini ia jarang bertemu dengan para tetangga kamarnya. Wajar jika ia tak begitu mengenal para tetangga karena kesibukan mereka masing-masing.

Baru kali ini ada yang mau menyapa gadis itu lebih dulu, untuk berkenalan karena kamar yang bersebelahan.

"Semoga!", ucap Hima. Ganin lebih dulu masuk ke kamarnya. Hima jadi teringat sesuatu, ternyata ia sudah membatalkan wudhu nya karena menerima uluran tangan Ganin tadi.

"Tuh kan, pelupa sih!! Batal kan gue jadinya!'', Hima kembali ke kamar mandi untuk ambil wudhu lagi. Ganin yang masih di balik pintu kamarnya pun mendengar ucapan Hima.

Dia menggeleng pelan karena tingkah tetangga baru nya tersebut.

🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾

[Tapi kan biasanya memang transfer nya segitu Bu...]

[....]

Hima menghela nafas panjang mendengar celotehan ibunya yang menghubunginya pagi-pagi sekali.

[Aku harus cari tambahan ke mana lagi Bu? Kerja saja aku berangkat pagi pulang sore. Itu kan hutang tanggungan mba Alin sama suaminya, kenapa harus aku yang nanggung bayar utang ke bank nya?]

[.....]

Hima menjauhkan telinganya dari ponsel karena suara ibunya yang menggelegar. Bukan pertama kalinya seperti ini, ibunya memintanya untuk menambah transferannya.

[Bu...bisa ngga sih, ngga usah maksa aku yang harus bertanggung jawab padahal itu bukan tanggung jawab ku! Aku juga capek Bu! Sebenarnya aku ini anak bapak sama ibu bukan sih?]

[.....]

Hima tak mau mendengar ocehan ibunya lagi yang nantinya akan semakin berbuntut panjang.

Meski dia sadar, tindakannya tidak sopan. Tapi dia hanya ingin menjaga emosinya. Dia harus bekerja profesional yang berhubungan dengan angka-angka.

Hima harus tetap berkonsentrasi, jika tidak bisa saja ada kekeliruan yang berujung merepotkan dirinya juga.

Ya, Hima bekerja di sebuah minimarket bahan bangunan. Dia berada di posisi gudang sebagai checker.

Baik stok atau mobilisasi barang keluar masuk menjadi tanggung jawabnya. Jika ada kekeliruan , tentu masalah yang akan di hadapinya banyak. Entah itu dari atasan atau rekan kerja di gudang itu.

Hima mengisi botol minumannya dengan air galon. Setidaknya ia bisa menghemat uang untuk tidak membeli air mineral meski di gudang pun di sediakan.

Gadis cantik itu mengunci pintu kamar kostnya. Selang beberapa detik kemudian, Ganin pun melakukan hal yang sama.

Kedua pasang mata itu saling bertatapan lalu keduanya sama-sama tersenyum.

"Hima kerja di Xxx ya? Keliatan dari seragamnya?", tanya Ganin.

"Iya!", jawab Hima singkat. Ganin pun tersenyum.

"Searah kita, mau bareng? Tapi motor ku butut heheh!"

Hima menoleh pada motor yang Ganin tunjuk. Motor matic keluaran lama tapi masih terlihat bagus.

Kaya gitu butut? Aku aja ngga punya! Batin Hima.

"Oh, ngga usah deh makasih! Aku naik angkot aja, duluan ya?", pamit Hima yang berjalan keluar dari gerbang kost.

Ganin hanya memandangi punggung gadis cantik itu yang menjauh.

Ponsel di dalam sakunya berdering lantas ia pun mengangkat panggilan itu.

[Siap, laksanakan!]

Hanya itu yang keluar dari mulut Ganin, setelah itu ia menyimpannya kembali ke dalam saku.

Tujuannya saat ini adalah tempat Hima bekerja. Ia akan melamar pekerjaan di sana, urusan dibagian apa tidak Ganin pikirkan.

Dan setelah itu, Ganin pun meninggalkan kostnya tersebut dan melesat menggunakan sepeda motornya.

🌾🌾🌾🌾🌾🌾

Selamat datang di tulisan receh Mak othor nu geulis tea 🤭🤭🤭

Semoga bisa di nikmati dan di minati ✌️, karena selera pembaca kan emang beda2 ya kan???

Mohon kritik dan sarannya jika masih banyak kekurangan seperti judul2 sebelumnya.

Hatur nuhun 🙏🙏🙏🙏🙏

Bab 2

Hima turun dari angkot di perempatan jalan yang dekat dengan tempat ia bekerja. Sebenarnya kalau di sebut minimarket bahan bangunan, tidak lah cocok. Lebih tepatnya supermarket!

Karena gudang yang menjadi tanggung jawab Hima tak tanggung-tanggung stok nya. Bahkan Supermarket itu juga supplier untuk beberapa toko-toko di ibu kota tersebut.

Jam tujuh pagi, supermarket itu belum di buka. Akan tetapi, Hima yang merupakan seorang pegawai gudang selalu datang lebih awal tapi pulang belakangan.

Kenapa???

Dia harus memisahkan surat jalan dan rute-rute yang akan supir tuju. Padahal seharusnya ada bagian khusus yang melakukan hal itu. Sayangnya, mereka terlalu berkuasa dan menerapkan senioritas dalam bekerja.

Hima memasukkan kartu absennya. Di susul kemudian rekan-rekannya para lelaki kuat di belakangnya yang melakukan hal serupa.

Usai absensi, Hima dan teman-teman laki-laki nya berjalan ke gudang tempat mereka bekerja. Hima satu-satunya pegawai perempuan yang di tempatkan di gudang tersebut. Beberapa waktu lalu ada teman perempuannya, tapi ...dia sudah keluar!

"Neng Hima!", panggil salah seorang rekannya yang biasa di sebut anak lori.

"Heum?!", gumam Hima.

"Nanti tolong bilangin dong sama Mas Bayu, aku mau kasbon!", katanya. Hima menghentikan langkahnya lalu menoleh pada rekannya tersebut.

"Kenapa harus lewat aku, ngomong langsung aja kenapa?", tanya Hima.

"Takut ngomel Ma, kaya ngga tahu aja! Tapi kan kalo sama mantan terindah mah ngga bakal ngomel. Hehehe!", ledeknya.

Hima memutar bola matanya dengan malas. Lalu sesampainya di gudang ternyata lima supir dan beberapa anak lori sudah ada di sana. Mereka datang jam berapa????

"Pagi neng Hima!!", sapa anak-anak kompak. Hima hanya menanggapi mereka dengan tersenyum.

Hima memang ramah dan mudah bergaul. Hanya saja, untuk urusan dekat dengan lawan jenis masih cukup ia hindari.

Apalagi rumor yang beredar tentang kedekatannya dengan Bayu, sudah menjadi konsumsi bagi karyawan di tempat itu.

Sebenarnya, Hima sama sekali tak berpacaran dengan Bayu. Hanya saja, Bayu yang tak henti-hentinya mengejar-ngejar Hima. Sayangnya, Hima masih terpaku dengan masa lalunya yang mungkin tak akan pernah ia lupakan.

Dan, ia harap hanya Hima dan Tuhan yang tahu tentang urusan hatinya itu.

"Oh iya neng Hima!", sahut salah satu dari mereka.

"Apa?", tanya Hima.

"Di meja ada note! Dari mantan calon kakak ipar, minta buatin kartu ucapan buat di kotak nasi. Akekah anaknya mas Bayu sama Mona!", katanya.

"Mona? Asmunah, Diki!", aku membenarkan.

Mereka semua sontak tertawa. Ya, Mona alias Asmunah adalah rekan kerja ku di gudang ini. Sayangnya...dia harus keluar dari pekerjaan ini karena ia menikah dengan Mas Bayu. Alasannya? Hamidun!

Kejadian itu sempat menghebohkan Xxx. Karena yang mereka tahu, Bayu dekat dengan ku. Tapi kenapa malah berakhir dengan Mona!

"Mba Helga ngapain sih nyuruh aku! Dia sendiri juga bisa kok! Mau pamer kali ya?", Hima jadi ngedumel. Kalo dia menolak apa yang Helga perintahkan, pasti akan ada huru hara yang akan menjatuhkan Hima lagi.

"Mau manasin kamu kali, Ma!", kata salah seorang supir yang sudah dewasa. Hima tersenyum.

"Sayuran basi kali, minta di panasin!", celetuk Hima. Lagi-lagi sahutan Hima menjadi bahan tertawaan mereka.

Boro-boro Hima kepanasan, yang ada dia bersyukur bukan dia yang di hamili oleh Bayu. Karena memang dia dan Bayu tak pernah ngapa-ngapain.

"Dah lah, kerja! Jangan ngerumpi melulu!", kata Hima sambil memberikan masing-masing supir dengan surat jalan seusai rute.

"Jauh amat gue, Ma?", salah seorang supir mengeluh.

"Bang, situ kan yang paling muda di antara mereka. Belum punya istri lagi, ngga ada yang nungguin di rumah kan? Kalo pulang malam, wajar kan???", tanya Hima.

"Sia*** Lo, Ma! Lo aja mau ngga jadi bini gue??",tanya supir yang seumuran dengan Hima.

"Terimakasih sebelumnya ya bang!", kata Hima. Mereka semua menertawakan supir itu.

Lalu setelahnya, Hima meminta anak-anak lori untuk mengisi barang yang akan di kirim ke masing-masing truk.

Sambil menunggu anak-anak menaikkan barangnya, Hima mendudukkan dirinya di meja miliknya. Beberapa buku stok barang di tumpuk dengan rapi di sana.

Hima berkutat dengan beberapa bukunya untuk menghitung stok yang berjalan. Meski ia menggunakan sistem dan input di komputernya, tetap saja bukti real di lapangan adalah patokannya. Karena apa? Dengan menelusuri jejak barang keluar masuk ia jadi tahu jika ada kesalahan.

Salah seorang supir menghampiri Hima, ia mengatakan jika muat barangnya selesai. Hima pun menaiki truk yang sudah berisi muatan barang yang akan di kirim.

Setelah mengecek kesesuaian barang dengan surat jalan, Hima pun mempersilahkan pak supir untuk jalan lebih dulu.

Hal yang sama Hima lakukan sampai truk ke lima. Hampir jam sepuluh, sesi muat barang selesai.

"Neng Hima, mau nitip es teh sisri ngga? Haus nih!"

"Eum...ngga deh!", tolak Hima. Dan dia pun di sibukkan dengan stoknya.

Di sela kesibukannya, ponselnya berdering tiada henti. Siapa lagi kalo bukan SPG dan pramuniaga yang mejeng di supermarket sana.

Mereka akan berlomba-lomba mendapatkan konsumen yang banyak. Semakin banyak konsumen yang di dapatkan, bonus semakin besar.

Bagaimana Hima tahu???

Helga sering menyuruhnya untuk mengerjakan tugas menghitung bonus anak-anak SPG. Dan setelahnya, pekerjaan itu di akui oleh Helga.

Sebodoh itu Hima??? Tidak!

Hima hanya tak ingin mencari ribut. Hidupnya sudah berat dengan beban permasalahan di dalam keluarganya. Dan di tempat bekerja, sebisa mungkin ia tak ingin bermasalah.

Karena dengan bekerja, ia bisa mengalihkan pikirannya dari masalah yang sedang ia hadapi.

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

"Berhubung bagian penjualan penuh, kamu bersedia di tempatkan di gudang?", tanya Bayu pada Ganin.

"Di gudang, Pak? Tapi bukankah...?!"

"Kalau bersedia silahkan, kalo tidak ya udah! Masih ada yang lebih membutuhkan pekerjaan itu!", kata Bayu.

Belum sempat Ganin menjawab seseorang masuk kedalam ruangan Bayu.

"Bay, mba udah kasih coretan buat Hima. Nanti dia yang bikin buat kartu di kotak nasi!", kata Helga.

"Kok Hima sih mba, kasian dong! Kerjaan Hima banyak!", sahut Bayu seolah mengabaikan Ganin yang masih duduk di hadapan Bayu.

Ngga profesional!!!

"Ckkkk...ngga enak apa sih? Mba kasih dia cepek, lumayan kan buat ongkos di balik. Dari pada pulang jalan kaki terus!", sahut Helga.

Jadi, Hima di bagian gudang? Mereka memperlakukan Hima seperti itu? Hima jalan kaki kalau pulang? Batin Ganin.

"Ehemmm!", Ganin berdehem untuk mengalihkan perhatian Bayu dan Helga.

Helga menatap sosok tampan dan muda yang ada di depan adiknya itu.

Ganteng juga nih brondong! Batin Helga.

"Baiklah pak Bayu, saya bersedia di tempatkan di gudang!", kata Ganin. Helga menaikan salah satu alisnya.

"Bagus, kamu bisa langsung masuk hari ini!", kata Bayu.

"Wait? Di gudang? Bay, lihat dong? Dia ganteng! Masa iya di gudang? Yang bener aja?!", tanya Helga.

"Ckkk apaan sih mba, udah sana kamu keluar. Ada petunjuk arah ke gudang. Langsung ke gudang temui satu-satunya pegawai perempuan namanya Hima!", pinta Bayu dengan memberikan kartu absen untuk Ganin.

"Siap pak, terimakasih! Kalau begitu, saya permisi!", pamit Ganin pada Bayu. Dia pun sedikit menganggukkan kepalanya pada Helga.

Sekeluarnya Ganin dari ruangan Bayu, lelaki tampan itu bergegas menuju ke gudang yang di maksud. Ganin memasukkan kartu absennya lebih dulu.

Wajah Ganin yang tampan cukup menyita perhatian karyawan Xxx tersebut.

"Lha??? Kok ke arah gudang sih? Anak baru ya? Sayang amat ganteng gitu masuk gudang! Kenapa ngga di sini aja sih, lumayan buat cuci mata", celetuk salah satu SPG.

"Ckkk...ganteng apanya sih, biasa aja!", sahut salah satu pegawai laki-laki.

Kasak kusuk itu sempat di dengar oleh Ganindra, tapi ya memilih melanjutkan untuk ke gudang untuk bertemu dengan tetangga kost nya.

🌾🌾🌾🌾🌾🌾

Bab ke dua y gaes... belum ada gregetnya 🤭🤭🤭

Terimakasih 🙏🙏🙏

Bab 3

Ganin membalas chat seseorang sambil berjalan menuju ke gudang yang di maksud. Usai membalas chat tersebut, lelaki tampan itu memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana bahannya. Dia tak tahu kalau dia akan di tempatkan di gudang. Tahu seperti itu, ia lebih baik memakai celana jins. Namanya di gudang, pasti pekerjaannya tak jauh-jauh dari angkat-angkat beban dan cari barang.

Tampak dari luar beberapa laki-laki yang kisaran umurnya tak begitu jauh dari Ganin, sepertinya!

"Permisi bang!", sapa Ganin ramah. Mereka yang tengah menyedot es dalam plastik itu pun menoleh.

"Iya?", tanya salah satunya.

"Saya Ganin, karyawan baru yang di suruh gabung di gudang bang! Itu acc dari pak Bayu!", kata Ganin menunjukkan kartu absennya sebagai bukti dia karyawan Xxx.

Mereka memandangi Ganin dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Kenapa bang? Ada yang aneh sama penampilan saya?", tanya Ganin.

Mereka kompak menggeleng bersama.

"Yakin gue kalo pak Bayu lagi eror matanya. Masa iya, cowok seglowing ini masuk nya gudang?", kata salah satu dari mereka.

Ganin memicingkan salah satu matanya. Benarkah dia seglowing itu di hadapan mereka?

"Kalo menurut gue mah ngga! Gue yakin pak Bayu sama anak-anak Pa (Pramuniaga) takut kesaing dah! Emang kaya kita nih polos apa adanya!", celetuk yang lain.

"Betul! Kerja tuh cari duit, bukan cari muka apalagi cari aman wkwkwkwkwk!"

Sahutan dari salah satu laki-laki yang tampak menonjol di antara mereka membuat mereka semua tertawa. Terkecuali, Ganin tentunya.

"Baru lulus ya?", tanya seseorang yang terlihat lebih kalem di banding yang lain.

Belum sempat Ganin menjawab, sudah terdengar instruksi dari Hima yang berjalan mendekat sambil membacakan beberapa barang yang harus di antar ke depan.

Hima membacakan barang-barang itu dan menyebutkan nama rekan-rekannya tersebut. Dia belum menyadari jika ada Ganin di sana.

"Kenapa masih di sini, sana ambil....??!", Hima mendongakkan kepalanya menatap sosok yang ada di dekatnya.

"Lho, ngapain kamu di sini?", tanya Hima pada Ganin. Ganin mengulurkan tangannya dan tersenyum. Mau tak mau Hima menerima uluran tangan Ganin.

"Aku kerja di sini, Hima!", jawab Ganin. Hima memicingkan matanya dan menggeleng tipis.

"Kayaknya ngga cocok di sini! Mending di depan aja, di sini capek, tempatnya berdebu dan gajinya kecil. Mending di depan, biar ada tambahan bonus! Apalagi...aku galak!", celetuk Hima kelewat jujur.

Ganin menyunggingkan senyumnya.

"Di mana aja, yang penting halal!", ujar Ganin. Hima hanya menghela nafas.

"Ya udah, masuk dan ikut mereka. Belajar sama mereka ya! Tas kamu taroh di loker belakang meja ku aja!", pinta Hima dan meninggalkan Ganin.

Tapi Ganin mengekor di belakang Hima yang kembali duduk di bangkunya. Di meja Hima, banyak kertas dan buku yang berserakan. Tak lupa, komputernya juga menyala menunjukkan file-file yang mungkin juga stok di gudang itu.

Ganin cukup heran dengan sikap Hima. Apa iya Hima galak? Apa iya Hima di tindas oleh atasannya itu??

"Kenapa masih di sini?", tanya Hima karena Ganin masih memperhatikannya.

"Oh...iya! Aku ke sana!", kata Ganin.

"Besok pakai celana yang lentur aja. Sayang kalo pakai celana bahan seperti itu, nanti sobek!", kata Hima. Ganin tersenyum dan mengangguk.

Tapi sepertinya Hima tak melihat senyum manis Ganin.

Kamu berbeda, Hima!!!

🌾🌾🌾🌾🌾🌾

"Bagi duit Bu, buat beli pulsa!", kata Andra, adik Hima.

"Duit melulu sih! Ngga ada!", sahut Murtini, sang ibu.

"Ckkk...mba Hima kan udah transfer Bu kemarin. Dia bilang jatah pulsa aku dari transferan yang di kirim ke ibu!"

"Eh, kaya dia transfer berapa puluh juta aja. Ngga ada-ngga ada!", tolak Murtini.

"Ngga usah ngilangin rejeki deh Bu, jelas-jelas mba Hima sebulan transfer tiga juta buat kebutuhan di rumah. Masih mending aku kerja di bengkel setiap pulang sekolah, timbang minta uang pulsa yang jelas-jelas di kasih Mba sendiri aja ngga di bolehin!"

Brakkk!!

Andra meninggalkan meja makan karena kesal. Itu bukan hanya sekali dua kali. Tapi sering ibunya seperti itu!

"Andra, ngga sopan kamu ya sama ibu?!", teriak Murtini.

"Apa sih Bu?", tanya Alin yang baru keluar dari kamarnya.

"Itu si Andra, minta duit buat beli pulsa katanya!", jawab Murtini.

"Ohhh...kirain apaan!", celetuk Alin.

Murtini dan anak sulungnya pun makan siang berdua.

"Oh iya, Bu! Hima udah transfer lagi belum Bu? Kurang nih duitnya", keluh Alin.

"Jangan ngandelin Hima melulu dong Lin! Suami kamu tuh yang harusnya mikir. Sok-sokan nikah gede-gedean. Tapi apa??? Malah keluarga kita yang nombok!", sahut Murtini ketus.

Ya, Alin dan Agung baru menikah setahun belakangan ini. Yang awalnya mereka tahu jika Agung seorang karyawan di pabrik besar, tiba-tiba di PHK.

Padahal pernikahan mereka sudah di depan mata. Mau tak mau sebagai orang tua, Murtini dan Harun harus modal yang cukup lumayan untuk acara resepsi anak sulungnya.

"Ishhh...ibu mah gitu! Ngga inget apa kemarin waktu habis hajatan, ibu juga yang seneng pake perhiasan banyak. Toh, Hima juga yang bantu modal hajatannya!", celetuk Alin.

"Nah, itu kamu tahu! Besok kalo Alin nikah, giliran kamu yang harus bantuin Hima!"

Srekkk! Murtini memundurkan bangkunya dan meninggalkan Alin yang makan dengan santai. Suaminya sekarang membuka bengkel sepeda motor di depan gang kampung.

Alin dan suaminya serta bayi mereka masih menumpang di rumah Murtini. Sedang Harun, selaku kepala keluarga di rumah itu hanya berjualan baso di dekat pasar.

Berjualan di kampung tentu tak seramai di kota besar. Karena baso bukan makanan pokok yang harus selalu di konsumsi setiap hari. Hanya ada hari-hari tertentu yang ramai, seperti akhir pekan atau tanggal muda setelah orang-orang gajian. Selebihnya, uang yang di dapatkan hanya untuk modal lagi dan lagi.

🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾

Azan dhuhur berkumandang. Hima yang beristirahat di bangkunya memejamkan matanya untuk beberapa saat sebelum ia beranjak dari tempat duduknya untuk sholat.

"Ngga makan?", tanya Ganin yang tiba-tiba berdiri di hadapan Hima.

Anak-anak lori melihat dengan heran kedekatan anak baru yang baru kerja tak lebih dari tiga jam yang lalu.

Ganin membuka matanya lalu menatap sosok tampan yang berdiri di hadapannya. Kulit wajah Ganin yang putih terlihat memerah dan berkeringat banyak.

Mungkin dia belum beradaptasi dengan lingkungan tempat ia bekerja sekarang.

"Nanti!", jawab Hima singkat. Ganin mengambil tasnya di loker belakang Hima. Anak-anak yang lain pun sama, meletakkan barang-barang mereka di sana.

Hanya ponsel dan dompet yang selalu mereka kantongi. Sedekat dan sepercaya apa pun pada rekan kerja, tidak ada salahnya jika jaga-jaga. Ya ngga?

"Aku tadi beli buat sarapan, tapi ngga jadi. Soalnya langsung kerja hari ini!", Ganin menyerahkan bekalnya di depan Hima.

Hima sampai menatap nasi dan wajah Ganin berulang.

"Buat aku?", tanya Hima. Ganin mengangguk.

"Iya, ini buat kamu. Dan ini buat ku!!", kata Ganin duduk di depan meja Hima.

Suara riuh anak-anak lori menggema di gudang itu. Hima memicingkan matanya menatap anak buahnya itu.

"Semangat Ganin! Gue dukung Lo kalo sampai bisa meluluhkan cewek es batu kaya Hima wkwkwkwk!", teriak anak lori.

Ganin tersenyum tipis tapi tidak dengan Hima yang menatap galak pada teman-temannya.

🌾🌾🌾🌾

Bersambung....

Terimakasih 🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!