Di suatu pagi yang sangat cerah, udara segar masuk melalui celah-celah jendela kamar seorang gadis muda yang tengah sibuk merias wajahnya. Dengan berseragam SMA lengkap, kini dia sedang berdiri tepat di depan meja riasnya. Ada beberapa alat kecantikan disana. Mulai dari bedak, lipstik, lipgloss, eyeliner, eyeshadow, dan lain-lain. Tak lupa juga beberapa botol minyak wangi dengan berbagai macam aroma. Semuanya tertata rapi disana.
Dengan sangat telaten, gadis itu mulai memoles wajahnya menggunakan sebuah bedak berwarna standar lalu dilanjutkan dengan mewarnai bibir mungilnya menggunakan lipgloss dengan warna cerah. Setelah selesai, dia kemudian menyisir rambutnya yang hitam. Rambut indah yang memiliki panjang sepunggung itu, dia ikat menjadi satu ikatan dibelakang kepalanya. Terakhir, dia menyemprotkan minyak wangi beraroma bunga ke seluruh tubuhnya.
Setelah dirasa cukup, dia langsung mengambil tas ranselnya dan lalu berjalan ke arah dapur untuk melanjutkan kegiatan rutinnya sebelum berangkat ke sekolah. Apakah itu? Tentu saja sarapan. Disana sang ibu baru saja selesai menyiapkan makanan untuk sang anak tersayang, sebuah roti panggang mentega dengan segelas susu coklat. Mereka berdua duduk di meja makan.
Reya Agustiana Dewi atau biasa dipanggil Reya adalah seorang gadis yang sangat cantik. Tatapan matanya, senyum manis di bibirnya, semua orang terutama para lelaki tidak akan pernah tahan untuk tidak tergoda. Sayangnya pagi ini dia menekuk wajahnya. Dia sedang merasa kesal. Dia hanya fokus melahap sarapannya tanpa ada satu katapun yang terucap dari bibir mungilnya itu.
“Bagaimana sarapannya? Enak?” tanya sang ibu melepas keheningan.
Reya tidak menjawabnya. Dia hanya mengangguk tanpa menatap wajah sang ibu.
“Ini hari pertamamu masuk sekolah. Awas hati-hati jangan sampai ada yang tertinggal” ucap sang ibu kembali.
Lagi-lagi Reya tidak menjawabnya. Dia terus duduk santai sambil melahap roti panggang mentega kesukaannya.
“Senyum donk, Na! Ibu lihat dari tadi kamu cemberut terus,” ucap sang ibu yang mulai kesal diacuhkan oleh anaknya.
Reya menatap mata sang ibu dan memberikan sedikit senyuman yang terasa sekali sangat dipaksakan.
“Reya masih marah sama ibu?” tanya sang ibu sedih.
Mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut sang ibu, membuatnya menghentikan sarapannya.
“Ibu tahu kok, kenapa Reya marah. Ibu tahu sendirikan kalau Reya ga suka harus pindah sekolah?” jawab Reya ketus.
“Tapi, Na, kita sudah sering membicarakannya. Kamu tahu sendiri kondisi saat itu bagaimana? Kita tidak punya pilihan lain selain harus kembali ke desa dan kami juga terpaksa memindahkan sekolahmu kesini. Kami tidak mungkin meninggalkan kamu disana sendirian. Ayahmu.......”
Tangan Reya langsung memberi isyarat agar ibunya berhenti berbicara.
“Reya sudah selesai sarapan. Reya pergi dulu.”
Reya lalu beranjak dari meja makan. Berjalan mengambil sepatu di rak, memakainya dan langsung pergi begitu saja tanpa mencium tangan sang ibu.
***
Karena tidak mempunyai kendaraan sendiri, akhirnya Reya pergi ke sekolah dengan menaiki angkutan desa. Sepanjang perjalanan, dia tidak henti-hentinya mengenang masa lalu. Masa lalunya di sekolah yang lama. Bersama sahabat-sahabatnya yang selalu melakukan hal-hal jail pada siswa-siswa lain. Dihukum guru sama-sama, membersihkan toilet ataupun berdiri hormat di depan tiang bendera. Namun bukannya jera, mereka malah merasa senang.
Reya sangat bahagia disana. Sampai pada suatu ketika, musibah itu terjadi. Sang ayah yang hanya bekerja di sebuah perusahaan kecil harus terkena PHK akibat dampak pengurangan karyawan. Karena usianya yang
sudah tua, dia tidak bisa menemukan pekerjaan lain disana. Untuk memulai sebuah bisnis sendiri, diperlukan modal yang tidak sedikit. Sedangkan mereka memiliki banyak catatan pembayaran yang harus segera dilunasi. Mulai dari kontrakan rumah sampai dengan pinjaman uang ke teman untuk kebutuhan sehari-hari yang jumlahnya
cukup banyak. Dengan berat hati akhirnya mereka mengakhiri masa perantauan di kota dan harus kembali ke desa tempat asal-muasal keluarga mereka terbentuk.
Reya dengan terpaksa harus menerima keputusan kedua orangtuanya untuk keluar dari sekolahnya dan ikut pindah ke desa. Padahal saat itu dia baru saja menginjakkan kaki di kelas XII. Tapi apa daya, semua memang harus terjadi. Dengan pasrah, Reya mau meninggalkan semua kesenangan bersama sahabat-sahabatnya itu.
Tiga puluh menit telah berlalu. Tak terasa Reya sudah sampai di depan gerbang sekolah. Sekolah baru tentunya. Sebuah sekolah SMA yang sudah dipilihkan oleh kedua orangtuanya. SMA MEGA BINTANG, terpampang jelas diatas gerbang sekolah. Sebelum masuk kelas, Reya menyempatkan waktu untuk melihat berkeliling sekolahnya. Dia tidak takut tersesat karena menurutnya ukuran sekolah itu jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran sekolahnya di kota. Dia berjalan melewati lorong-lorong yang masih sepi. Tentu saja karena sebenarnya ini masih terlalu pagi untuk jadwal para siswa datang ke sekolah. Tak jauh dari situ, dia melihat sebuah lapangan olahraga yang cukup besar. Reya berjalan ke arah tengah lapangan. Menghentikan langkahnya, menutup mata, membuka lebar kedua tangannya, merasakan udara sejuk yang ada di dalam sekolah barunya ini.
“Reyaaaaaaaa”
Suara teriakan seorang perempuan di pinggir lapangan membuyarkan meditasinya. Matanya langsung mencari sosok yang sudah memanggilnya dengan suara yang sangat lantang. Pandangannya berhenti pada sosok seorang wanita dengan badan yang cukup gemuk yang sedang melambaikan tangan kepadanya.
Ayisha, dia adalah saudara sepupu Reya yang juga bersekolah disana. Ayisha langsung berlari mendekati Reya dan lalu memeluknya dengan sangat erat. Tubuh Reya yang kecil seperti tenggelam di dalam tubuh besarnya Ayisha.
“Akhirnya gue bisa ngeliat elo lagi, Rey,” ucap Ayisha sambil melepas pelukannya dan dibalas dengan senyuman manis Reya.
“Udah lama banget ya kita ga ketemu. Kalau ga salah, terakhir elo main ke sini waktu kita masih SD dulu. Gue seneng banget sekarang kita bisa ketemu lagi. Malah sekarang elo sekolah disini. Kita bisa sama-sama terus.. hehehe.. oh iya elo apa kabar?” ucap Ayisha.
“Baik,” jawab Reya singkat.
“Hmm.. sampai semalam gue masih ga percaya sewaktu bokap bilang kalau elo dan keluarga udah sampai disini dan kita akan bersekolah di tempat yang sama. Tapi saat gue ngeliat elo disini, sekarang gue benar-benar percaya.”
Reya kembali tersenyum dengan ocehan Ayisha yang tidak ada habisnya. Bahkan untuk sekedar berhenti di lampu merahpun sepertinya tidak bisa.
Hmm dasar kereta express, pikir Reya.
“Oh iya elo baru dateng? Gimana udah liat sekolahnya? Nanti gue bakalan ajak elo keliling-keliling sekolah deh. Disini banyak tempat-tempat menyenangkan. Kantin disini juga makanannya enak-enak loh. Elo tau makanan kesukaan gue? Bakmi ayam.. Sebenernya bukan hanya gue aja sih yang suka, hampir semua murid suka sama Bakmi Ayam Pa Sentul. Itu adalah menu favorit sekolah ini. Disini juga banyak guru yang baik tapi ada juga sih yang agak killer. Elo harus hati-hati deh kalau ketemu sama dia. Oh iya satu lagi, karena elo sekarang masuk di kelas XII kayaknya agak sulit sih kalau mau gabung di salah satu ekskul. Tapi kalau mau, Elo bisa koq minta tolong sama gue. Nanti gue ngomong deh sama ketua ekskulnya. Gue cukup terkenal juga loh disini.”
Kepala Reya benar-benar pusing mendengar obrolan sepupunya yang tidak ada habisnya ini. Ingin rasanya dia membekam mulutnya dengan kaos kaki, lalu mengikatnya, memasukkannya ke dalam karung, dan melemparnya sejauh mungkin agar telinganya bisa kembali damai. Hmmm, Oh Ya Tuhan, demi apapun. Belum juga sampai kakinya masuk seutuhnya ke dalam sekolah, dia sudah mulai merasa tidak nyaman. Apa yang akan terjadi pada Reya selanjutnya??????
#####
Ayisha adalah anak dari paman dan bibinya Reya. Mereka tinggal tidak jauh dari rumah Reya, hanya berbeda beberapa blok saja. Ayisha adalah anak yang sangat pintar, mudah bergaul, dan tentu saja sangat baik pada siapa saja. semua orang sangat senang bisa berteman dengannya. Perawakannya memang agak subur, namun dia tidak pernah mengeluh ataupun kehilangan percaya diri. Hal itulah yang membuatnya banyak dipuji oleh siswa-siswi lain. Hanya satu kelemahannya, yaitu jika sudah berbicara, dia susah sekali untuk berhenti. Dan sekarang sifat cerewetnya itu sedang dirasakan oleh Reya.
Terakhir kali Reya bertemu dengan Ayisha saat mereka masih bersekolah di bangku SD kelas 6. Saat itu sekolah di kota sedang libur panjang. Sang ayah mengajukan cuti pada perusahaannya selama satu minggu. Dan merekapun akhirnya berlibur disini. Enam tahun sudah sejak pertemuan mereka saat itu, dan selama itu pula baik keluarga Reya ataupun keluarga Ayisha jarang sekali saling menghubungi satu sama lain. Mereka sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
Reya tidak pernah menyangka sama sekali kalau saudaranya ini tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cerewet. Dengan hanya mendengar ocehannya saja, langsung dapat membuat telinga Reya menjadi panas dan kepalanya menjadi pusing.
Itu mulut ga ada remnya kali, pikir Reya.
Untungnya bel sekolah tanda masuk sudah berbunyi. Menyelamatkan Reya yang sudah tidak tahan lagi menanggapi saudaranya yang seperti kereta express itu.
Perjuangan Reya menghadapi sang kereta express ternyata tidak hanya sampai disitu. Reya ditempatkan satu kelas dengan Ayisha.
“Hmmm kenapa gue harus sekelas dengan Ayisha?” gumam Reya yang sedang berdiri di depan ruang kelas.
Dia baru saja kembali dari ruang kepala sekolah untuk mengetahui di kelas mana dia akan belajar.
“Hey Rey, elo masuk kelas ini juga?” teriak Ayisha sambil lalu mendekati Reya.
Reya hanya tersenyum dan sesekali menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Dengan cekatan, Ayisha menarik tangan Reya, mengajaknya masuk dan menyuruhnya untuk duduk sebangku dengannya. Kebetulan saat ini dia sedang duduk sendiri karena teman sebangkunya tidak masuk sekolah. Jika nanti dia datang, mungkin Ayisha akan menjelaskan semuanya. Ya kita lihat saja nanti. Yang penting sekarang saudaranya itu bisa mendapatkan tempat duduk.
***
“Selamat pagi semuanya” suara merdu sang guru cantik menenangkan seantero kelas yang super berisik.
Ibu Layla, adalah guru Bahasa Indonesia di SMA Mega Bintang. Usianya masih muda dan dia masih lajang. Namun dalam hal kedisiplinan, jangan ditanya. Dia sangat ketat dalam mendidik para siswanya. Sedikit saja siswanya melakukan kesalahan, dia tidak segan-segan untuk menghukumnya. Mungkin karena itu pula dia sampai sekarang
masih lajang. Hehehe.
Sebelum memulai pelajaran, matanya tertarik pada sosok seorang perempuan yang sedang duduk di barisan paling depan.
“Wah, sepertinya ada siswa baru ya?” ucap bu Layla menatap Reya.
Reya berdiri dan langsung memberikan senyuman manisnya pada sang guru.
“Siapa namanya?” tanya Bu Layla.
“Reya, Bu” jawab Reya dengan suara pelan.
“Kecil sekali suaranya. Ya sudah, kamu maju ke depan dan kenalkan diri kamu sama teman-teman yang lain!”
Nasib menjadi siswa baru memang seperti ini. Harus maju ke depan, ditatap oleh semua pasang mata di kelas, memperkenalkan diri. Padahal kalau dipikir-pikir, sewaktu pertama menjadi siswa di sekolah, semua orang tidak saling mengenal. Tapi mereka tidak harus berdiri di depan kelas seorang-seorang, mereka berkenalan sambil berjalannya waktu. Tapi ya harus bagaimana lagi. Tidak ada gunanya Reya menolak dan yang pasti itu tidaklah mungkin.
Dengan perlahan Reya maju ke depan. Sebelum berbicara dia mencoba menatap semua mata di dalam kelas yang saat ini semuanya terfokus pada satu objek, dirinya. Beberapa siswa menatapnya sambil berbisik-bisik. Entah itu memuji atau menghina, Reya tidak tahu. Hanya saudaranya Ayisha yang kini sedang menatapnya dengan senyuman. Tangannya mengepal di depan dadanya. Memberikan semangat pada Reya untuk melawan rasa
gugup yang kini sedang menjalar di tubuhnya.
“Hay salam kenal semuanya. Nama saya Reya Agustiana Dewi. Teman-teman semuanya bisa memanggil saya dengan sebutan Reya”
“Dan dia adalah saudara sepupuku,” kata Ayisha memotong perkenalan Reya.
Semua siswa yang merasa kaget dengan suaranya yang tiba-tiba muncul langsung mensorakinya.. UUuuuuuuuUUUU.....
Melihat kondisi kelasnya yang mulai berisik, Bu Layla mencoba menenangkan.
“Sudah.. sudah.. hey.. anak-anak.. coba hargai Reya yang sedang berbicara di depan,” ucap sang guru tegas membuat warga kelas diam dan kembali fokus pada Reya.
“Silahkan dilanjutkan Reya!” titah bu Layla.
“Baik, Bu. Saya baru pindah kesini beberapa hari yang lalu. Saya pindahan dari SMA Purnama yang terletak di kota Jakarta”
“WEITSS ADA GADIS KOTA GUYS.”
Teriak seorang laki-laki mengagetkan Reya. Mata Reya langsung fokus pada sang pemilik suara. Seorang laki-laki yang sedang duduk di pojok paling belakang sambil bersender ke bangkunya. Tangannya dia satukan di depan dadanya.
“Reya, boleh tahu nomor teleponnya ga biar kita bisa lebih akrab?” tanya laki-laki lain yang duduk di samping
laki-laki tadi. Sepertinya mereka satu genk.
Semua siswa yang mendengar pertanyaan tersebut sontak kembali ramai. Mereka bercanda-canda, mensoraki, melempar pensil, dan lain-lain. Melihat kondisi kelas yang mulai tidak kondusif, membuat Bu Layla harus bangkit dari tempat duduknya. Dia berdiri di samping Reya.
“Sudah.. sudah.. berhenti semuanya. Apakah kalian tidak malu bersikap seperti ini di depan teman baru kalian?”
Melihat sang guru yang marah, bukannya membuat mereka tenang. Yang ada malah semakin ramai. Mereka saling menyalahkan satu sama lain.
“Berhenti semuanya.. Diam.. Apa kalian semua mau ibu hukum?” ancam sang guru yang kini sukses membuat
semua terdiam karena takut.
“Baiklah Reya. Kamu boleh kembali duduk.”
“Terima kasih, Bu,” jawab Reya dan langsung berjalan menuju tempat duduknya. Proses belajar mengajarpun dimulai.
***
--Teng-Teng--
Setelah belajar selama dua jam lamanya, akhirnya bel tanda istirahat pun berbunyi. Semua siswa langsung berhamburan keluar kelas. Ada yang menuju ke kantin, ke kamar mandi, ada yang menemui temannya yang berbeda kelas, dan lain-lain.
Reya sedang sibuk membereskan mejanya. Memasukkan semua buku dan alat tulis ke dalam tasnya.
“Mau ke kantin bareng, Rey? Ayo, nanti gue ajak elo ketemu sama Pa Sentul dan bakminya yang super lezat itu. Selain itu ada juga..........” tanya sang kereta express yang sudah lebih dulu selesai membereskan mejanya.
“Duluan aja. Nanti gue nyusul,” potong Reya.
“Memangnya elo tahu dimana kantinnya? Ntar kalau nyasar gimana? Kan gue juga yang repot. Apa yang harus gue bilang sama orangtua elo kalau sampai itu terjadi?”
“Jangan lebay deh, Sha”
“Gue serius Rey. Apa elo ga tau ya kalau dibalik sekolah ini ada kuburan. Gimana kalau elo nyasar kesitu lalu.........”
Obrolan Ayisha terhenti setelah mendapat pelototan dari saudaranya. Wajah Reya yang cantik memang akan langsung berubah menjadi menyeramkan jika matanya sudah melotot.
“Iya-iya deh gue pergi. Gitu aja marah,” ucap Ayisha dan lalu pergi ke kantin, meninggalkan Reya yang sedang asyik bermain dengan telepon genggamnya.
Sebenarnya hari ini Reya sedang tidak bersemangat untuk melakukan apa-apa. Dia berencana untuk menghabiskan waktu istirahatnya di dalam kelas saja. Bermain game di HP lebih membuatnya nyaman daripada harus keluar dan melihat orang-orang yang tidak dia kenal menatapnya. Saking asyiknya main game, dia sampai tidak sadar kalau seseorang sudah duduk di sampingnya. Seorang laki-laki dengan dua temannya yang duduk di belakang mereka.
“Ekhemmm," laki-laki disampingnya sengaja berdehem yang berhasil membuat fokus Reya pada game yang sedang dia mainkan teralihkan.
“ELO!!!”
###
“Ekhemmm."
Laki-laki disampingnya sengaja berdehem yang berhasil membuat fokus Reya pada game yang sedang dia mainkan teralihkan.
“ELO!!"
Reya kaget karena tiba-tiba ada tiga orang laki-laki yang sedang mengelilinginya saat ini. Apalagi laki-laki yang kini duduk disampingnya adalah laki-laki yang menyebutnya gadis kota saat perkenalan tadi.
Sejak kapan mereka duduk disitu, pikir Reya.
Laki-laki yang kini duduk disampingnya hanya tersenyum melihat wajah kaget Reya.
“Ngapain kalian disini?” ucap Reya.
“Sekolah,” jawab laki-laki disampingnya dan diikuti oleh gelak tawa teman-temannya yang lain.
Reya sangat kesal. Akhirnya dia lebih memilih untuk tidak menggubris para laki-laki aneh yang kini ada didekatnya. Dia lebih suka untuk kembali memainkan game yang ada di handphonenya. Merasa tidak dipedulikan oleh Reya, laki-laki itu kembali berbicara.
“Jadi gadis kota, kenapa elo diem aja disini?”
“Bukan urusan elo,” jawab Reya dengan tanpa mengalihkan pandangannya.
Laki-laki itu tersenyum dan kembali berbicara.
“Memangnya elo ga lapar? Atau jangan-jangan elo alergi makanan kampung?”
“Akyu biasa makyan pizza, burger, kentyang goyeng. Kalau makan-makanan kampyung nanti peyut akyu bisa atiiittt,” jawab teman laki-laki tersebut sambil meniru gaya bicara perempuan alay. Ketiga laki-laki itupun tertawa.
Mendengar kata-kata mereka membuat emosi Reya memuncak. Dia menghentikan permainan di Hpnya. Matanya langsung menatap tajam laki-laki disampingnya.
“Mau kalian apa?” ucap Reya ketus.
“Widiiih gadis kota galak cuuuyyy,” jawab si laki-laki yang langsung diikuti gelak tawa teman-temannya lagi.
“Denger ya! Gue ga kenal kalian dan gue juga ga mau berurusan dengan kalian”
“Hmm, jadi kalau di Jakarta gini ya cara siswa baru ngomong sama siswa ga baru?” jawab laki-laki itu sambil berlaga seperti sedang berfikir.
“Gue mohon banget sama kalian. Kepala gue lagi pusing. Jadi sekarang gue minta sama kalian tolong tinggalin gue,” ucap Reya sambil berusaha menahan emosinya.
“Gue punya obat pusing. Elo mau?” kata laki-laki disampingnya.
“Ya Tuhannn. Susah banget sih ngomong sama laki-laki aneh ini. Denger ya! Gue ga butuh obat,” jawab Reya dengan masih terus bersabar.
“Gimana sih? Katanya tadi kepalanya pusing. Gue mau kasih obat tapi ga mau. Wah hati-hati gadis kota, jangan-jangan elo keracunan udara di desa,” jawab si laki-laki yang kembali membuat teman-teman lelakinya tertawa.
Emosi Reya sudah tidak bisa dia bendung lagi. Reya berdiri sambil menggebrag mejanya.
“MAU ELO APA SIH?” Reya tambah emosi. Namun laki-laki itu malah tertawa.
“Hey.. sabar donk gadis kota. Gue kan ga ngapa-ngapain. Santaaaiii”
“YA UDAH PERGI SANA”
Reya hampir saja mendorong laki-laki itu. Untungnya hal itu dapat dihentikan oleh Ayisha yang langsung berteriak dari depan pintu kelas.
“REYA," teriak Ayisha sambil berjalan mendekati saudaranya itu.
“Ok guys, saatnya pergi. Waktu berkenalan sudah habis,” ucap laki-laki yang sedari tadi duduk di sampingnya. Mereka bertiga pun, keluar dari dalam kelas.
***
“Elo ga apa-apa, Rey?” tanya Ayisha khawatir melihat wajah saudaranya itu memerah karena marah.
“Mereka itu siapa sih, Sha?” tanya Reya.
“Emang kenapa? Elo suka sama laki-laki itu?” canda Ayisha yang tadinya ingin menghibur Reya tapi yang ada malah membuat wajah saudaranya itu tambah cemberut.
“Sial. Baru kali ini gue nemu cowok ngeyel kayak dia.”
“Ngeyel gimana? Perasaan biasa aja deh. Mungkin itu cowok cuman mau kenalan aja sama elo.”
“Kenalan? Ogah gue kenal sama orang kayak gitu,” jawab Reya ketus sambil mengambil roti yang sudah dibeli Ayisha, dibuka lalu dimakannya dengan lahap.
“Itu roti gue Rey....” kata Ayisha memelas melihat rotinya dimakan habis oleh saudaranya itu.
“Bodo Amat.. Gue laper!!!!!”
***
Setengah hari sudah mereka melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kini bel tanda berakhirnya kegiatan sekolah sudah berbunyi dengan nyaring. Membuat para siswa menghela nafas lega dan tersenyum karena pusingnya otak mereka di hari ini sudah selesai.
Hari sudah semakin sore. Jam di tangan Reya sudah menunjukkan pukul 16.00. Sejak tadi siang, dia belum juga pulang. Saat ini dia masih terduduk di dalam perpustakaan sekolah menemani Ayisha mencari buku. Entah buku apa yang dia sedang cari sampai-sampai menghabiskan waktu berjam-jam lamanya. Sebenarnya Reya sangat lelah dan ingin segera pulang, akan tetapi Ayisha merengek seperti anak kecil kepadanya. Memintanya untuk ditemani mencari buku di perpustakaan. Akhirnya disinilah dia dengan sebuah buku cerita rakyat.
Ketika sedang serius membaca tiba-tiba Ayisha duduk diseberang kursinya sambil tersenyum-senyum sendiri.. Melihat gelagat saudaranya yang aneh, Reyapun bertanya padanya.
“Kenapa lo?" tanya Reya bingung.
“Reya, gue mau minta maaf,” kata Ayisha sambil tersenyum dan menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal.
“Minta maaf kenapa?”
“Reya ga apa-apa kalau pulang sendiri? Soalnya gue ada kumpul ekskul ngedadak. Kayaknya sampai malam. Hehehe”
Reya menutup buku yang ada di tangannya. Dia membuang nafasnya kasar, memandang Ayisha dengan malas. Ingin sekali dia memaki-maki saudaranya itu. Dia begitu emosi. Bagaimana tidak? Sejak tadi siang Reya rela untuk menemaninya di perpustakaan. Padahal kondisi badannya yang sedang sangat lelah. Tapi sekarang? Dia malah diusir pulang duluan. Tau gini kan tadi dia langsung pulang sendiri saja. Tidak perlu menunggu Ayisha sampai berjam-jam.
“Ya udah gue pulang sekarang,” ucap Reya yang lalu pergi begitu saja tanpa senyuman.
“Maaf ya Rey,” kata terakhir Ayisha sebelum mereka berpisah
***
Dengan suasana hati yang mesih kesal, Reyapun berjalan keluar sekolah. Sesekali dia melihat jam di tangannya.
Jam segini masih ada mobil lewat ga ya? pikir Reya.
Karena takut kemalaman, diapun mempercepat langkahnya. Suasana di sekolah sudah mulai sepi dan itu membuatnya lebih merasa khawatir lagi. Pikirannya berputar terus kesana kemari. Takut sampai rumah kemalaman, takut ketemu dengan penjahat jalanan, dan lain-lain.
Ketika melewati parkiran sekolah, tiba-tiba saja, asap motor menutupi langkah Reya. Suara motor itu pun terdengar sangat berisik. Reya sampai batuk-batuk karena asap motor tersebut.
Ih siapa sih sore-sore gini maenin motor? pikir Reya.
Asap itu semakin banyak dan seolah-olah memang sengaja ditujukan ke depan wajah Reya. Reya sudah siap untuk berlari ketika langkahnya dihentikan oleh suara seorang laki-laki.
“Yaelah gadis kota kok batuk-batuk karena asap knalpot sih? Bukannya di kota polusi udara seperti ini udah biasa ya?” kata laki-laki itu.
Laki-laki yang sama yang seharian ini membuatnya sangat badmood. Terkadang Reya sendiri juga bingung, kenapa dia terus saja mengganggunya.
Reya melihat laki-laki ini sedang berdiri sambil bersender di motor besarnya sambil tersenyum.
Ni orang apa setan sih? Kemana aja gue ngelangkah, pasti selalu saja ada dia, pikir Reya.
“Ohh ternyata elo lagi. Orang ga ada kerjaan yang senengnya gangguin orang lain,” ucap Reya jutek.
“Gue masih sekolah gadis kota. Jadi wajarlah kalau gue ga ada kerjaan. Hehehe.”
“Kalau gitu bertingkahlah seperti anak sekolah! Jangan gangguin gue terus! Gue bingung sama elo, kita ga saling kenal tapi kenapa elo terus gangguin gue?” tanya Reya tambah emosi.
“Gue juga bingung sama elo, kita ga saling kenal tapi kenapa elo sangat benci sama gue?” tanya laki-laki itu santai.
“KARENA GUE NGERASA SANGAT TERGANGGU SETIAP KALI ELO DEKETIN GUE!!”
“Tapi gue ga ngerasa ngeganggu hidup elo tuh,” jawab laki-laki itu tetap dengan wajah yang santai.
“Ga ngerasa ngeganggu? Baik, sekarang coba jawab pertanyaan gue! Kenapa asap motor elo harus ngalangin jalan gue?”
“Tadi motor gue bilang, katanya dia pengen kenalan sama elo, gadis kota," jawab laki-laki sambil terus tersenyum.
“IIIIIHHH ELO TUH YA.. BENER-BENER LAKI-LAKI NYEBELIIINNN.”
“Hehehehe.. Terima kasih kembali gadis kota karena udah mau kenalan sama motor gue. Ya udah gue balik dulu, udah sore. Gue tau kalau elo pasti masih shock karena harus pindah sekolah ke desa. Tapi jangan jadi cewek yang gampang emosi, ya. Ntar sakit jantung terus elo koid deh... hehehe," kata si laki-laki sambil tertawa mengejek dan langsung melaju pergi dengan motor besarnya itu, meninggalkan Reya yang kesal menggerutu.
"Aaahhhhhh... Nyeeeebbbeeeellliiiinnnn!!!!!!! Itu orang maunya apa sih? Ga ada kerjaan banget gangguin gue terussss. Ayah sama Ibu gimana sih cara nyari sekolahnya. Masa gue harus sekolah dimana ada orang gila di dalemnya. Aaaaaaahhhhhhh"
###
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!