Disebuah ruangan rumah sakit, terlihat nyonya Intan cahya baru selesai berbicara dengan suaminya.
" Baiklah ma, saya akan memberitahukan pak Didi, untuk segera datang kemari." Kata tuan Cahya nawawi. Pria lima puluh tahun ini lalu menelepon supir mereka.
" Jangan lupa mengingatkan pada bik Tini, untuk segera memasak makanan kesukaan putri kita pa." Sambung nyonya Intan lagi.
Dia membenahi selimut yang ada ditubuh Kazel Anjeli. Putri semata wayang mereka.
" Ma, kenapa saya ada dirumah sakit?" Tanya Kazel, menatap wajah mama dengan berbagai macam pertanyaan dibenaknya.
" Iya sayang, kamu tak sadarkan diri selama tiga tahun. Kamu mengalami koma yang panjang nak..." Jawab nyonya intan sambil tersenyum.
" Saya sakit apa ma? Dan, dimana mereka?" Kazel mencoba mengingat ingat sesuatu.
" Mereka siapa?" Tanya nyonya Intan seraya mengerutkan keningnya.
Obrolan itu terhenti, karena tiba tiba saja pak Didi telah hadir disitu.
" Mari pak kita berkemas dan segera pulang kerumah." Kata tuan Cahya nawawi.
" Baik tuan." Jawab pak Didi.
Dia adalah supir yang sudah lama bekerja didalam keluarga ini.
"Alhamdulillah nona Kazel sudah sembuh..." Sambungnya lalu melihat kewajah Kazel.
Kazel membalas dengan wajah datar. perempuan berusia dua puluh tahun ini belum mampu mengingat, siapa pak Didi tersebut. Memori otaknya terasa lamban untuk berpikir.
Lima belas menit kemudian, semua bersiap siap untuk meningalkan rumah sakit. Mereka masuk kedalam mobil. Kendaraan mewah itu pun menembus kejalan raya, menuju ketempat tinggal mereka.
Setelah melalui perjalanan yang cukup panjang, mobil berhenti disebuah rumah bertingkat dua. Kazel lantas dibaringkan diatas bed kamarnya.
" Kamu istirahat dulu ya sayang, jangan banyak bergerak...kalo perlu apa apa, bik Tini akan datang membantumu." Kata mama.
"Terima kasih ma." Jawab Kazel tersenyum.
Sewaktu sadar, kazel melihat orang pertama kali adalah mama. Lalu papa. terus ada pak Didi dan Bik Tini. Tapi kenapa bang Devan tak ada? Kemana pula anak saya, yang pastilah kini sudah sangat lucu dan telah berusia tiga tahun!
Masih banyak lagi pertanyaan yang ada didalam pikiran Kazel. Namun tak diungkapkannya. Kini ia mulai terpejam.
" Non muda bangun non..." Suara Bik Tini mengejutkan Kazel dari lelapnya.
" Iya bik, ada apa?" Tanya Kazel melihat kepada bik Tini, yang sedang meletakan makan siang buatnya.
" Nyonya berpesan agar non makan dulu. setelah itu minum obat." Kata bik Tini.
" Baik bik, terima kasih." Sahut kazel, bangkit dari pembaringan lalu duduk disisi ranjang.
Bik Tini kembali kedapur. tak berapa lama, nyonya Intan datang lagi bersama tuan Cahya.
" Ma, kenapa bang Devan tak menemui saya, apakah dia masih berada dikantor?" Tanya Kazel saat ia mulai makan.
" Devan telah pergi merantau kejakarta, dia juga membawa Bayu kesana."
" Siapa Bayu ma?" Tanya Kazel lagi. Dia baru mendengar nama baru ini didalam keluarga.
" Bayu itu anakmu, nak. Setelah melahirkan, kamu tak sadarkan diri. Devan pergi membawa Bayu saat kamu koma selama setahun." Jelas nyonya Intan seraya menarik nafas panjang, " Hingga kini Devan tidak pernah memberi kabar kepada kami." Lanjutnya lagi.
Oh begitu, mengapa bang Devan begitu tega, hingga tak mau menghubungi mama dan papa lagi. Apa sebenarnya yang terjadi padanya? Pikir Kazel dalam diamnya. Ia tak bertanya lagi. setelah menyelesaikan makan, ia kembali berbaring.
**********
Pagi harinya, kazel membuka jendela kamar. Ia duduk pada kursi yang ada. Dari situ ia bisa melihat pemandangan pada muka rumah, karena kamarnya terletak paling depan.
Sudah tiga pagi ini saya melihat pemulung itu bicara dengan bik Tini. Gelagat mereka terlihat mengendap endap. Seperti tak mau diketahui oleh orang lain.
Ada apa ya? Anehnya lagi, bila mama atau papa keluar, bibik dan pemulung itu berpura pura saling tak mengenali. Sekarang coba saya yang kesana, saya penasaran, siapa pemulung itu?
Kazel berpikir sendiri. Lalu tak lama kemudian, ia pun berjalan keluar rumah.
" Bik, siapa dia?" Tanya Kazel saat melihat pemulung tadi bergegas meninggalkan tempat itu.
" Dia hanya seorang pemulung non..." Jawab bik Tini ikut juga memandang. Pemulung itu kini berjalan bersama seorang perempuan tua.
" Apakah dia buta bik? Dan siapa kedua orang tua itu?
" Bapak tua yang mengendarai motor gerobak mereka adalah ayahnya, sedangkan wanita tua tersebut adalah ibunya." Jawab bik Tini sambil mulai menyirami tanaman. seakan akan mau menghindar...
Kazel masih menatap kepergian orang orang itu. Dari belakang, saya seperti mengenali pria buta itu. Tapi apa iya ya? Pikir kazel dalam hati. Dia terbayang lagi pada tubuh pria pemulung buta tadi. Sayangnya dia tak sempat melihat kewajah itu, karena mereka masuk kedalam gerobak motor, secara terburu buru.
" Non, sudah sarapan?" Tanya bik Tini mengejutkan Kazel dari lamunan.
" Belum bik." Jawab Kazel.
" Mari non kita masuk. Bibik akan buatkan non sarapan." Ajak bik Tini, Lalu keduanya masuk kembali menuju keruang makan.
**********
Setelah menyelesaikan sholat subuh, Kazel kembali duduk didepan jendela kamar. Dia akan mengintai kedatangan para pemulung. Setengah jam kemudian, terlihat motor pemulung berjalan didepan rumah. Namun kendaraan itu tak berhenti, malah terus melaju melewati rumahnya.
Hem, kenapa pemulung itu tak mampir? Bik Tini juga tak ada kelihatan disana? Ujar Kazel perlahan. Mungkin lantaran mereka tak melihat bik Tini, makanya tak singgah kemari. Kazel menunggu lagi. Namun hingga memasuki satu jam, kendaraan pemulung itu tak jua kelihatan. Begitu pula dengan bik Tini.
Kembali Kazel penasaran, ia mencari bik Tini kedapur. Tapi, wanita separuh baya itu juga tak ada disitu. Kazelpun segera mencari keseluruh ruangan, namun tak menemukannya. Ahirnya kazel pergi menjumpai pak Didi. Biasanya pak sopir tersebut, setiap pagi selalu berada digarasi, memanasi mesin mobil. Ternyata, pak Didi tak juga ada disana.
Hem, kemana orang orang ini? Apa pak Didi sedang mengantar bik Tini kepasar? Kata Kazel lagi bicara pada dirinya sendiri.
" Kazel, kamu kenapa berdiri disitu nak?" Mama tiba tiba ada dihadapannya. Wanita ini berdiri sambil menatap wajah putrinya dalam dalam.
" Saya mencari bik Tini dan pak Didi, ma." Jawab Kazel dengan tatapan bingung. " Kemana ya mereka? Kok keduanya tak ada dirumah?" Sambung Kazel lagi.
Mama menarik nafas, lalu menuntun Kazel dari garasi itu. Keduanya melangkah kedalam ruang tamu, Lalu duduk disofa panjang. " Bik Tini dan pak Didi sedang cuti." Kata nyonya intan sambil tersenyum.
" Hah, sejak kapan ma? Kenapa mereka tak pamit pada saya?"
" Mereka hanya menititip salam buatmu. Tadi subuh keduanya berangkat mudik kekampung." Jawab nyonya Intan lagi.
Heran, kok bik Tini dan pak Didi pergi secara mendadak? Bukankah kemarin mereka masih bekerja seperti biasa. Mereka juga tak mengatakan rencana kepulangan ini pada saya? Pikir Kazel sendiri. Ini sesuatu hal yang aneh...
Selanjutnya ia pamit dari hadapan mama. Dia kembali duduk dihadapan jendela kamarnya. Besok pagi, saya harus membuntuti pemulung buta itu! Tekadnya dalam hati. "Karya ini merupakan jalur karya kreatif"
Keesok harinya, kazel telah bersiap siap untuk menjumpai sipemulung buta. Wanita ini duduk dikursi teras. menunggu dengan penuh harap. Bila kali ini saya bertemu, saya tak akan melepaskannya. Pikir Kazel, Sesekali ia melihat pada jam ditangan kirinya. Lalu menarik nafas panjang.
Sekarang waktu sudah mau jam tujuh pagi, tapi yang ditunggu tak juga kelihatan. Mama dan papa sebentar lagi pasti turun kebawah. Mereka akan mandi dan sarapan disana. Lebih baik saya segera masuk. Pemulung buta itu pun pasti tak datang. Lalu ia bangkit dari kursi dan berjalan kedalam.
Tiba diruang makan, dapur dan kamar mandi, Kazel tak melihat adanya kehadiran Papa dan mama. Rumah terasa sepi dan sunyi. Kemana mama dan papa, apakah mereka belum bangun? Apa hari ini mereka tidak pergi kekantor? Ucapnya sendiri. Dia melangkah naik kelantai atas, menuju kekamar kedua orang tuanya.
Tiba disana, ia melihat pintu kamar tersebut dalam keadaan terbuka. Dia pun segera masuk kedalam. Hah, papa dan mama tidak ada! Kazel berujar dalam hati. Dengan heran wanita ini melemparkan pandangan pada seluruh isi ruangan, semuanya tertata rapi. Bagai tak pernah ada yang menempati. Kini mata Kazel tertuju kelemari pakaian serta laci laci meja, satu demi satu dibukanya, tapi tak ada barang yang tampak disana.
Hey, ada apa ini? Apakah mama dan papa pergi dari rumah? Dan kenapa isi ruangan ini tak ada lagi? Ini semakin aneh! Kazel menarik nafas lalu bergegas meninggalkan kamar itu.
Ya allah, kenapa semua orang orang meninggalkan saya? Apa sebenarnya yang telah terjadi didalam rumah ini? Kini Kazel duduk ditepi ranjang. Wajahnya terlihat kebingungan. Berkali kali dia menggeleng gelengkan kepala, masih tak percaya pada kenyataan yang ada.
Lebih baik saya pergi kerumah adik mama. Yah, saya mencoba bertanya pada om Riyan. Moga saja beliau dapat memberikan informasi tentang semua hal ini.
Selanjutnya Kazel berdandan seadanya, lantas meninggalkan kediamannya.
**********
Dengan menggunakan aplikasi ojek on line, Kazel tiba dirumah om Riyan. Dia langsung bicara kepada pria separuh baya itu,
" Begitulah ceritanya om, maka saya sampai datang kemari..." Ujar Kazel, mengahiri ceritanya.
Pria yang selalu menjaga imej dan penampilannya ini, sejenak menatapi wajah Kazel dengan pandangan yang penuh rasa tak menentu. Ada keraguan disana.
" Om, kenapa om tak bicara, Om mengapa diam saja?" Kazelpun mendesaknya. Dia bagai dapat mengetahui pada perasaan itu.
Om Riyan menghembuskan nafas panjang, lalu..." Baiklah Kazel, sepertinya sudah layak untuk kamu mengetahui semua ini. Om akan memberitahukan padamu..." Jawab om Riyan. Dia sangat menyayangi keponakan nya. Dari Kazel kecil hingga kini. Om Riyanlah yang selalu peduli dan memperhatikannya.
" Sebenarnya sudah sejak lama mama dan papamu berniat mau meninggalkanmu. Tapi om yang menahan mereka. Waktu itu, kamu sedang koma. Jadi hal ini tidak terjadi. Sekarang, mereka benar benar membuktikannya..." Lanjut om Riyan, menatap iba kearah Kazel.
" Kenapa om, kenapa mereka bertindak begitu? Saya semakin tak mengerti..." kazel membalas tatapan om Riyan dengan rasa penuh harapan. Dia ingin dapat jawaban yang pasti.
" Karena atas desakan anak kandung mereka...Dan kamu sebenarnya anak angkat dari papa dan mamamu, Kazel..." Kini suara om Riyan sedikit tertahan. nadanya penuh lirih, menahan rasa iba yang sangat mendalam.
" Hah! Apa, sa...saya ternyata bukan anak kandung dari mama dan papa, om?!" Mata Kazel pun terbelalak, tak percaya...
" Iya Kazel, maaf... kami telah merahasiakan hal ini padamu. namun...kedua orang tuamu kini sedang didesak oleh anak anak mereka, agar mama dan papa segera meninggalkan hidupmu."
" Tapi mengapa mama papa, pergi begitu saja om, kenapa tak bicara secara baik baik atau membahas hal ini kepada saya. Mengapa mereka tega, om..." Kini Kazel tak mampu lagi untuk menahan segala kesedihannya. Reflek ia menangis. Tersedu sedu disana...Ia mengeluarkan segumpal kepiluan yang sedari tadi tersumbat didalam lubuk hatinya...
Mama, papa...Mengapa kalian tak mengatakan rahasia ini langsung kepada saya...Kenapa kalian pergi...Saya belum bisa berterimakasih...belum bisa membalas semua budi kalian...
Mama...Papa...! Kenapa? Apa salah saya... Hanya kata kata itu yang mampu Kazel bisikan dalam hati sanubarinya. Dia terus menangisi mama dan papa...
Ada beberapa menit lamanya, om Riyan membiarkan Kazel berada dalam kesedihan... Ia juga merasakan kepiluan itu. Sekuat kuatnya ia mencoba untuk tampak tegar dihadapan Kazel. Dia meraih tubuh Kazel, lantas memeluknya erat erat,
" Kamu yang tabah ya nak, ini adalah cobaan dalam hidupmu. Mama dan papa berbuat begini, karena mereka tak bisa untuk mengatakan secara langsung kepadamu. Terutama dengan mama. Mama pasti sangat sedih...Om yakin, semua ini mereka lakukan dengan rasa terpaksa." Kata om Riyan dengan suara lembut dan perlahan.
Kazel tak menjawabnya, ia terus terisak isak... Seluruh tubuhnya terasa lemas, bahkan seakan akan dirinya tak sanggup lagi membuka mata atau bernafas, ia merasa, dunia penuh dengan kehampaan...Ternyata selama ini saya tak mempunyai orang tua dan saudara kandung, rupanya kebahagiaan yang saya rasakan adalah kebaikan dari keluarga asuh saya...
Ya allah, kenapa baru sekarang saya mengetahuinya? Kenapa tidak nanti saja, saat saya telah membalas semua budi dalam keluarga ini...Terutama pada kasih sayang mama dan papa... Kazel berteriak dalam hatinya. Tanpa sadar, kedua tangannya meremas kerah baju om Riyan dengan sekuat tenaga..." om, om...tolong saya om...Apa yang harus saya lakukan? Saya tak tahu lagi harus berbuat apa...?" Selanya, dengan suara tertahan.
" Sabarlah nak, coba tenangkan dirimu dahulu ya...kamu jangan merasa sendiri, om tetap ada dan menganggap kamu seperti keponakan kandung... Om tak akan pernah pergi dari hidupmu, semangat ya, nak..." Om Riyan lantas mengangkat wajah Kazel kehadapannya. Bola mata pria ini menatap lurus disana. Dia berusaha untuk meyakininya.
Kazel kini mengangguk, sambil mengusap air mata, dia duduk kembali dihadapan om Riyan... "Terimakasih om, sekarang ini saya hanya bisa mengharapkan diri om. Saya tak punya siapa siapa lagi. Suami dan anak saya
juga tak tahu entah dimana..." Ujar Kazel dengan mata penuh kehampaan.
" Iya Kazel, om mengerti..." Kata om Riyan lagi.
Sesaat kedua orang itu saling terdiam dalam duduknya. Lalu, lima menit selanjutnya, " Om, apakah om mengenal seorang pemulung buta, yang setiap hari datang kerumah saya?" Tanya Kazel memecahkan kebisuan itu.
" Iya Kazel, bukankah itu kerabat bik Tini...Saya sudah lama tahu." Jawab om Riyan. " Ada apa ya?" Sambungnya balik bertanya.
" Saya ingin menemuinya. Saya pikir, pemulung itu dan bik Tini ada kaitannya dengan misteri ini, mereka menyimpan sesuatu rahasia..." Jelas Kazel dengan pandangan pasti.
" Kok bisa begitu?" Om Riyan tambah bingung.
" Karena setiap bertemu, selalu mengendap endap, terahir kali melihat saya, para pemulung itu pergi dan tak terlihat lagi. Lalu bik Tini dan semua orang yang ada dirumah, juga menghilang tanpa pesan."
" Kenapa bisa begitu ya..." Sahut om Riyan, terus mendengarkan ucapan dari bibir Kazel.
" Maukah om mengaantarkan saya untuk mendatanginya?"
" Baiklah Kazel, bila itu tindakan yang kamu anggap penting, om akan membawamu ketempat tinggal mereka. Sekarang, Mari kita pergi kesana..."
Om Riyan kemudian bangkit dari duduknya, lalu mengajak Kazel berjalan menuju kemobil. Kendaraan itu pun membawa mereka pergi dari tempat itu.
"karya ini merupakan karya jalur kreatif"
********/*
Om Riyan mengemudikan mobil dengan perlahan. Pria yang lima tahun menduda tanpa anak ini, tak memerlukan waktu lama untuk tiba dikediaman bik Tini. Karena letaknya, tak jauh dari sudut keramaian kota.Disebuah area rumah liar mobil berhenti. Keduanya lalu berjalan kaki, memasuki sebuah gang sempit, yang ada disana.
" Asalamualaikum...!" Kata om Riyan, mulai mengetuk pintu rumah bik Tini. Beberapa saat menunggu, lalu..."Sepertinya tak ada orang disini." Sambungnya sambil melihat kekiri kanan sisi rumah.
" Iya om, mungkin bik Tini tak ada dirumah." Kazel membalas.
Dia memandang kearah depan. Ada rumah para tetangga disitu. Jaraknya hanya sekitar satu meter dari tempatnya berada. Kediaman tersebut nyaris berdempetan dan terkesan sangat sederhana.
" Mencari siapa?" Seorang ibu berusia tiga puluh tahun berdiri dihalaman sebelah. Ia menatap kearah om Riyan dan Kazel dengan tersenyum.
" Saya mau mencari Bik Tini, bu. Apa beliau ada?" Jawab om Riyan secara sopan.
" Oh, kemarin bik Tini sudah pulang kekampung, tuan." Balas ibu tersebut.
" oh begitu ya, beliau pulang dengan siapa bu?" Om Riyan melangkan maju mendekati ibu tadi. Kazel juga mengikutinya.
" Bik Tini telah pulang bersama keluarganya. Mereka tidak lagi menyewa rumah ini."
" Jadi, keluarga pemulung buta itu juga tak tinggal disini lagi bu?" Kazel menyela.
" Iya nona. Mereka semua akan menetap dikampung. Begitulah informasi yang saya dengar."
" Oh..." Om Riyan dan Kazel saling melongo. Berpandangan dengan rasa kecewa.
" Apakah anda yang bernama nona Kazel?" Ibu tetangga itu bertanya kembali. Kali ini ia menatap jelas, pada raut wajah Kazel.
" Iya bu, saya Kazel, dan ini om saya." Jawab Kazel.
Ibu tersebut tersenyum lagi. Dia mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya, " Ini ada titipan dari bik Tini non." Katanya, lalu memberikan kartu nama pada Kazel.
" Buat saya bu? Terimakasih ya." Ujar Kazel dengan perasaan heran, lalu membaca sebuah nama dan alamat yang tertera disitu.
" Baiklah bu, kami permisi dulu." Kata om Riyan memutuskan obrolan kedua wanita tersebut.
" Iya tuan, hati hati dijalan..." Ibu tadi melambaikan tangan. Kazel dan om Riyan membalasnya. Selanjutnya, keduanya segera pergi meninggalkan tempat itu.
" Om, ini kartu nama siapa ya? Kenapa pula ada ditangan bik Tini?" Tanya Kazel, saat sedang berada diperjalanan pulang.
Om Riyan melirik wajah Kazel dari kaca spion depan kemudi mobil, " Itu atas nama siapa, Zel?" Katanya.
" Disini tidak ada nama om, hanya ada tempat dan alamat. Sepertinya sebuah club malam om."
" Hem, ini semakin aneh saja..." Sahut om Riyan perlahan. Kini dia membelokan arah kemudi, membawa mobil kepekarangan rumah Kazel. Keduanyapun lalu turun, masuk kedalam rumah.
Kenapa bik Tini mempunyai kartu nama ini. Dari mana bibik mendapatkannya? Bukankah beliau tak punya kenalan diclub tersebut? Ucap Kazel sendiri.
" Om sebentar ya, saya akan mencari berkas penting milik bang Devan. Sekalian surat surat perusahaannya." Kata Kazel. Dia meninggalkan om Riyan diruang tamu. Lalu masuk kekamarnya. Lima belas menit kemudian dia kembali lagi.
" Ini om, semua documen ada disini." Ujar Kazel. Setumpuk berkas penting ia letakan diatas meja. " Mudahan saja, melalui surat surat ini kita mendapatkan info lagi dalam urusan ini..."
" Betul katamu, Zel. coba saya mencari beberapa alamat, dari fatner bisnis suamimu disini." Om Riyan mulai mengamati.
Satu demi satu ia buka sambil mempelajarinya. Setengah jam kemudian ia pun menutup kembali surat surat tersebut.
"Ada baiknya kita mendatangi club itu. Mana tahu, bik Tini memberikan sebuah jalan pada kita..." Kata om Riyan.
" Saya juga berpikir begitu om. Kira kira, kapan kita kesana?"
" Nanti malam saja. Sekitar jam delapan."
" Baiklah om, saya tunggu om disini ya." Tukas Kazel dengan nada penuh semangat.
Om Riyan tersenyum pasti. Lalu membuka tas kerjanya. Sebuah Handphone ia berikan pada Kazel. " Kamu gunakan ini dulu, agar om bisa menghubungimu."
" Terimakasih, om." Sahut Kazel menerimanya.
" Baiklah, sekarang om pulang dulu. Nanti malam kita bertemu lagi. Asalamualaikum..."
" Waalaikumsalam..." Kazel lalu mengantar Om Riyan hingga kedepan rumah.
**********
Tepat pukul delapan tiga puluh malam, Om Riyan dan Kazel telah tiba diclub. Mereka masuk dan duduk didepan meja bar.
" Selamat malam, Mau pesan minuman apa?" Tanya seorang bartender pada mereka.
" Kami pesan dua air mineral saja bang." Jawab Om Riyan.
" Baik tuan. Tunggu sebentar..." Lima menit kemudian, minuman yang dipesan tadi telah tersedia diatas meja. Lalu Om Riyan dan Kazel mulai meminumnya.
" Maaf bang, disini adakah yang bernama Devan Cahya?" Kata om Riyan saat menelan tegukan pertamanya. Kemudian melihat kearah bartender tersebut.
Sejenak bartender terdiam, dia tersenyum kaku, " Tidak ada tuan. maaf, saya tidak pernah mendengar nama itu. Ada apa tuan?" Jawabnya perlahan.
" Tidak ada apa apa, saya hanya ingin berjumpa dengan beliau. Mau menanyakan lowongan kerja disini..." Om Riyan asal menjawab saja.
Kazel jadi terkejut mendengar ucapan itu. Ada ada saja akal om Riyan ini, bisiknya dalam hati. Sejak kapan om memiliki ide tersebut...
" Maaf, siapa yang mau kerja?" Suara bartender mengejutkan Kazel dari lamunanya.
" Eh, iya...saya yang mau kerja, bang..." Jawab Kazel dengan gelagapan. Dia pun tak tahu, kenapa ia bisa menjawabnya secara tiba tiba...Seolah olah, ia telah memahami apa yang sedang direncanakan oleh om Riyan.
" Oh, kalau buat anda, mungkin saja ada nona. karena saat ini, kami sedang membutuhkan seorang bartender wanita."
" Tapi saya belum mempunyai pengalaman apapun bang..."
" Itu tak jadi masalah, karena nanti saya sendiri yang akan mengajari anda bekerja." Jelas bartender. Dia memperlihatkan wajah pasti pada Kazel.
" Kenalkan, nama saya Bryan Malik." Sambungnya menyalami Kazel dan om Riyan.
" Saya Kazel, dan ini om Riyan. Paman saya." Sambut Kazel dengan sikap ramah.
Haduh, ada ada saja om Riyan ini. Manalah mungkin saya bisa kerja ditempat ini, saya saja tak bisa bergadang. Saya juga tak menyukai jenis music diclub ini. Bisa bisa jantung saya putus, bila mendengarkan hentakan hentakan iramanya. Pikir Kazel dalam diamnya. Wanita cantik ini tersenyum sendiri ditempat duduknya.
Ketika sedang asyik mengobrol, tiba tiba seorang pria tampan berpenampilan perlente tampak berjalan, tak jauh dari tempat duduk mereka. Kazel segera memandang kearahnya. sosok tersebut menuju kepintu dan pergi keluar dari dalam ruangan itu.
" Om...itu...! Bukankah, itu Devan om...!" Kata Kazel dengan suara setengah berteriak. Ia menunjuk pada muka pintu.
" Apa kamu yakin, Zel?" Sahut om Riyan, ikut melihat kesana.
" Iya om, saya sangat yakin itu Devan om...!" Kini Kazel berdiri dari duduknya. " Ayo om, kita datangi dia disana." Reflek Kazel melangkah. Dengan rasa penasaran om Riyanpun ikut mengiringi langkahnya dari belakang.
Ketika keduanya sudah berada diluar, mereka melihat pria yang perlente dan tampan tadi, baru saja menduduki kursi kemudi mobilnya. Kazel lantas berlari mendekatinya,
" Bang Devan! Tunggu bang...!" Teriak Kazel, saat berada depan kaca jendela kendaran itu.
Namun sipria tadi bagaikan tak mendengar atau mengenalinya. Dia terus menjalankan mobil, meninggalkan Kazel dengan wajah kaku dan datar. Seperti, sama sekali tak melihat, adanya kehadiran Kazel disitu!
Kini Kazel terpaku ditempatnya. Dia terkejut pada apa yang baru saja terjadi, terhadapnya... Dia yakin, lelaki tersebut adalah suaminya. Walau sudah lama tak melihatnya, tapi dia percaya, sosok lelaki itu adalah Devan Cahya...
"karya ini merupakan jalur karya kreatif"
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!