“What!? Menikah? No ayah, aku ga mau menikah muda!” bentak Anjali yang saat ini menatap ayahnya dengan tatapan kesal.
“Jel! Jangan membentak ayah kamu, ga sopan!” ketus Claudia mengingatkan putrinya yang membentak ayahnya.
“Bun! Bunda setuju sama keputusan ayah? Aku ini baru mau ujian nasional loh bun, mimpiku masih banyak dan aku mau menggapai cita-citaku!” ucap Anjali.
“Bunda setuju, karena orang yang akan di jodohkan sama kamu itu orang yang baik, dia juga seorang letnan satu yang ternyata senior abang kamu juga.” Jelas Claudia.
Ya, ayah Anjali adalah seorang letnan jendral TNI angkatan darat, ayah Anjali adalah anak ke tiga dari empat bersaudara, dia memiliki dua kakak laki-laki dan satu adik laki-laki yang semuanya mengabdi kepada Negara ini sebagai TNI.
Anak pertama bernama Elang yang memiliki dua anak laki-laki dan satu anak perempuan, dan saat ini Elang sedang dinas di kota A.
Anak ke dua bernama Satria yang memiliki satu anak laki-laki dan satu anak perempuan, saat ini Satria sedang dinas di kota B.
Ayah Anjali sendiri bernama Andre yang memiliki satu anak laki-laki dan satu anak perempuan yang tidak lain adalah Anjali yang saat ini dinas di kota C.
Dan yang terakhir bernama Bagas yang memiliki satu anak laki-laki, dan saat ini Bagas dinas di kota D.
Walaupun empat bersaudara itu berada di beda-beda kota, namun mereka terus berhubungan dan seringkali mereka mengunjungi rumah orang tua mereka yang tidak lain adalah kakek dan nenek Anjali yang berada di kota A.
Bahkan, kakek Anjali sendiri adalah seorang pensiunan Jendral TNI angkatan darat. Jadi bisa di bilang kalau keluarga ayah Anjali adalah keluarga tentara.
Entah bagaimana bisa dia lahir di keluarga yang di penuhi oleh tentara seperti itu, sedangkan keluarga ibunya adalah keluarga dokter, ibunya memiliki dua adik yang juga berprofesi sebagai dokter.
Hal itu membuat kedua orang tuanya selalu mendorong Anjali dan abangnya untuk menjadi seperti mereka berdua.
Saat ini pun abangnya baru saja lulus dari akademi militer dan saat ini sudah memiliki gelar Letnan Dua, satu tingkat di bawah laki-laki yang ingin di jodohkan oleh Anjali.
Mendengar jawaban bundanya membuat
Anjali tersenyum remeh, dia tidak percaya kalau bundanya yang selama ini selalu mengerti dirinya malah mendukung keputusan ayahnya.
“Tujuan kalian apa mau menjodohkan aku? Karena dia tentara? Karena pangkatnya tinggi?” tanya Anjali dengan nada mengejek.
“Jeli! Apa maksud kamu? Kenapa kamu bicara dengan nada seperti itu!?” tanya Andre.
“Kenapa yah? Bukannya yang Jeli omongin itu bener? Ayah sama bunda mau menjodohkan aku salah satunya karena hal itu kan? Kalian berdua tau kan kalau aku memiliki kekasih yang hanya seorang mahasiswa?” tanya Anjali.
Dia sudah paham kalau orang tuanya berusaha menentang hubungan Anjali dan kekasihnya saat ini karena tidak setuju.
Sejak awal memang orang tua Anjali ingin Anjali mendapat seorang tentara juga, itulah kenapa saat mereka tau kalau Anjali memiliki kekasih yang seorang mahasiswa, mereka langsung ingin menjodohkan Anjali dengan anak dari rekan kerja Andre.
“Anjali, Radit adalah laki-laki yang baik, sopan, berwibawa, dan terlebih lagi dia memiliki kehidupan yang sudah mapan, ayah dan bunda tidak akan khawatir jika kamu dan Radit bisa bersama.” Jelas Andre.
“Oh, jadi namanya Radit? Terus dia umur berapa ayah? Kalo dia senior abang, pasti usianya juga di atas abang kan?” ucap Anjali.
“Usianya 30 tahun.” Balas Andre.
“Hahahaha!” tiba-tiba saja Anjali tertawa terbahak-bahak membuat kedua orang tuanya mengerutkan keningnya.
“Kamu kenapa ketawa Jeli?!” tanya Claudia.
“Kalian lupa anak kalian ini baru saja berusia tujuh belas tahun, dan kalian ingin anak ABG kalian ini menikah dengan seorang om-om?” tanya Anjali sambil mengusap air mata di ujung ekor matanya karena tertawa.
“Jel, usia itu hanya angka, Radit masih sangat tampan dan terlihat lebih muda dari usianya.” Jelas Andre.
“Terserah! Pokoknya Jeli ga mau!” ketus Anjali yang langsung berlari menaiki tangga dan masuk ke dalam kamarnya lalu membanting pintu kamarnya membuat Andre dan Claudia terkejut.
“Ya ampun anak itu!” geram Andre sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Udah yah, biar bunda aja yang ngomong pelan-pelan sama Jeli nanti, sekarang lebih baik ayah istirahat aja udah malem.” Ucap Claudia menenangkan suaminya.
Andre hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala, lalu dia berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.
Sedangkan Claudia memutuskan untuk merapihkan meja makan lebih dulu karena kebetulan tadi memang mereka mengobrol di meja makan setelah makan malam.
“Arnold pulang..” seru seseorang dari ambang pintu membuat Claudia langsung menghentikan kegiatannya dan berjalan cepat menuju pintu utama.
“Abang? Kamu kok tumben pulang jam segini? Biasanya besok pagi baru sampe.” Ucap Claudia.
Arnold adalah kakak Anjali, dia akan pulang
ke rumah saat hari libur, seperti hari ini Arnold pulang karena besok sudah hari minggu dan waktunya dia libur.
“Iya, kerjaan abang udah selesai jadi langsung pulang aja mumpun masih belum malem banget bun.” Jawab Arnold sambil mencium punggung tangan bundanya.
“Kok rumah sepi bun? Biasanya kalo hari sabtu si Jeli tidurnya tengah malem.” Ucap Arnold.
“Adik kamu lagi ngambek di kamarnya, nanti biar dia cerita sama kamu sendiri ya, sekarang kamu mandi terus makan ya bang.” Ucap Claudia.
“Ga usah bun, abang udah makan tadi bareng letting abang, abang mau langsung ke kamar Jeli aja.” Ucap Arnold yang di balas anggukan oleh Claudia.
***
Di dalam kamar yang serba berwarna pastel itu, seorang gadis cantik sedang menangis tersedu-sedu sambil menutupi wajahnya dengan bantal.
Wanita itu adalah Anjali yang benar-benar kesal dengan kedua orang tuanya. Lebih tepatnya kecewa karena orang tuanya seenaknya menjodohkan dia yang masih kecil dan masih memiliki banyak sekali cita-cita yang ingin dia capai.
Tok..tok..tok.. Anjali mendengar suara pintu di ketuk, gadis itu tidak ingin menjawab karena dia tau kalau orang yang mengetuk pintu itu pasti orang tuanya.
“Jel, ini abang.” Ucap Arnold.
Mendengar suara abangnya membuat Anjali langsung melompat menuju pintu kamarnya dan membuka pintu itu dengan semangat.
“Abang!” teriak Anjali yang langsung memeluk tubuh abangnya.
“Udah malem Jel, jangan teriak-teriak.” Ucap Arnold sambil membalas pelukan adik kesayangannya itu.
Anjali melepaskan pelukannya dari abangnya dan langsung mengusap air mata yang membasahi pipinya.
“Bunda bilang kamu lagi ngambek ya? kenapa?” tanya Arnold dengan lembut.
Ya, Arnold adalah laki-laki yang sangat lembut kepada keluarganya terutama bunda dan adiknya. Namun berbeda dengan para wanita yang mendekatinya, Arnold terkenal sangat dingin dan sulit untuk di dekati.
“Masuk dulu bang, masa iya Jeli mau cerita di tengah-tengah pintu begini!” ucap Anjali dengan bibir yang manyun.
Arnold tersenyum lalu berjalan masuk ke dalam kamar adiknya dan duduk di sofa yang ada di kamar itu.
“Jadi? Ayo cerita sama abang, ada apa?”
tanya Arnold dengan serius.
“Ayah sama bunda mau jodohin Jeli bang.” Ucap Anjali.
Arnold sama sekali tidak terkejut, karena rencana itu memang sudah di rundingkan oleh kedua orang tuanya dan mereka juga sudah menceritakan rencana itu kepada Arnold.
Anjali yang melihat ekspresi wajah Arnold yang tidak terkejut membuat Anjali mengerutkan keningnya dan menatap curiga ke arah abangnya itu.
“Abang kok ga kaget? Jangan bilang abang udah tau?” tanya Anjali.
“Abang kok ga kaget? Jangan bilang abang udah tau?” tanya Anjali.
Mendengar pertanyaan adiknya, Arnold hanya tersenyum tipis namun kesannya menyebalkan bagi Anjali.
“Abang serius?” tanya Anjali kembali.
“Hmm, ayah sama bunda emang pernah ngomong sama abang masalah itu.” Jawab Arnold yang membuat Anjali kesal.
“Abang! Terus kenapa abang ga ngelarang ayah sama bunda?” tanya Anjali.
“Awalnya abang emang menentang, tapi setelah tau maksud ayah dan bunda baik, jadi abang juga dukung.” Jelas Arnold.
“Maksud mereka baik? Baik dari mana bang? Apanya yang baik buat aku? Maksud kalian, menikah dengan om-om itu terbaik buat aku?” tanya Anjali.
“Dia bukan om-om Jel, dia masih muda kok, tiga puluh tahun bagi laki-laki itu masih sangat muda.” Balas Arnold.
“Abang nyebelin banget sih! Bang, kalo aku menikah sama dia, dia pasti akan jadi adik ipar abang, emang abang nyaman manggil orang yang lebih tua adik ipar?” tanya Anjali menghasut abangnya.
“Ga masalah lah, kapan lagi coba abang bisa ngerjain atasan abang? Di kantor abang di kerjain, di rumah abang yang ngerjain.” Jawab Arnold dengan santainya.
“Ih abang, plis lah, aku baru ulang tahun ke tujuh belas beberapa bulan yang lalu, bulan depan aku juga baru ujian nasional, masa iya aku lulus langsung nikah? Aku bisa loh ngelaporin kalian bertiga ke komisi perlindungan anak di bawah umur!” ancam Anjali.
“Siapa yang bilang kamu langsung menikah setelah lulus? Ayah sama bunda cuma bilang kamu mau di jodohkan dengan tujuan pernikahan bukan? Tentu saja kalian akan melakukan pengenalan dulu dan bertunangan juga.” Jelas Arnold.
Pupus sudah harapannya meminta pembelaan dari abangnya, karena terlihat sekali kalau abangnya sangat mendukung keinginan orang tua mereka. Lalu apa yang harus di lakukan Anjali agar bisa lepas dari pernikahan ini?
“Abang emang ga masalah kalo aku langkahin?” tanya Anjali.
“Ga masalah, abang emang mau cari uang banyak dulu buat menghidupi istri abang nanti.” Balas Arnold enteng.
“Huh! Emangnya kenapa sih ayah sama bunda mau jodohin aku?!”
“Karena pergaulan saat ini sangat kacau Jel, ayah sama bunda takut kalau nanti saat kamu kuliah kamu malah salah pergaulan.” Jelas Arnold.
“Salah pergaulan? Kenapa? mereka ga percaya sama aku bang?”
“Percaya, mereka percaya sama kamu, tapi engga sama teman-teman kamu dan terutama pacar kamu itu.”
“Kenapa sama pacar aku? Dia baik, tiap ke rumah juga dia sopan sama ayah dan bunda, kenapa mereka ga percaya sama pacar aku bang? Dia bahkan ga pernah ngomongin hal-hal yang menjerumuskan aku.” Jelas Anjali.
“Abang sama ayah ini sama-sama cowok Jel, kita tau gimana laki-laki yang beneran tulus sama kamu atau engga, dan abang lihat emang dia ga tulus sama kamu.”
“Terserah deh! Jeli capek jelasin ke kalian!” ucap Anjali sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dan membuang wajah menghindari tatapan Arnold.
Melihat adiknya yang ngambek membuat Arnold menjadi gemas sendiri, dia langsung mengacak-acak rambut panjang Anjali membuat sang pemilik rambut langsung menepis tangan abangnya itu.
“Udah, besok bang Radit mau ke sini, kalian kenalan aja dulu siapa tau jadi sayang, iya kan?” goda Arnold yang langsung berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu kamar Anjali.
Setelah Arnold keluar dari kamarnya, Anjali kembali menjatuhkan tubuhnya dengan kasar di atas tempat tidur. Dia tidak tau harus bagaimana, mau kabur pun tidak bisa.
Lebih tepatnya Anjali tidak ingin kabur dan mengulang kejadian dua tahun yang lalu saat dia berada di kelas satu SMA, Anjali yang sedang senang bermain itu meminta ijin untuk menonton pertandingan futsal sekolahnya di gor.
Namun, kedua orang tuanya tidak mengijinkannya dan Anjali yang menggebu-gebu itu berinisiatif untuk kabur dari rumah diam-diam dan menonton pertandingan itu.
Awalnya Anjali fikir semua rencananya berjalan lancar karena kedua orang tuanya sama sekali tidak menghubunginya.
Namun ternyata dia salah besar! Anjali pulang saat sore hari, dia ingin kembali naik melewati tempatnya kabur tadi, tapi ternyata kain yang dia gunakan untuk turun sudah tidak ada dan terlihat pintu balkon kamarnya sudah tertutup rapat.
Anjali tau kalau dia sudah ketahuan, akhirnya mau tidak mau dia memutuskan untuk masuk melewati pintu utama, namun ternyata pintu itu juga terkunci rapat.
Anjali mengetuk beberapa kali dan juga menekan bel yang ada di sana, namun tidak ada yang membuka pintu sama sekali.
Anjali terus berteriak memanggil-manggil semua orang yang ada di rumah, tapi tetap saja tidak ada yang membukakan pintu.
Anjali di biarkan berada di luar sampai malam hari tanpa makan malam, bahkan hujan turun dengan lebat tapi tetap saja Anjali tidak di bukakan pintu, sampai akhirnya abangnya yang membukakan pintu untuk Anjali dan menyuruhnya masuk.
Bukan itu saja, Anjali tidak di ajak bicara selama tiga hari oleh orang rumah, bahkan jika Anjali bertanya, tidak ada yang mau menjawab pertanyaannya.
Anjali juga tidak di beri uang jajan selama sebulan dan dia harus berangkat ke sekolah menggunakan sepeda lamanya yang memiliki keranjang di depan sepedanya membuat dia menjadi bahan ejekan selama sebulan oleh teman-temannya.
Karena tidak ada satu pun orang yang mau mengantar Anjali, bahkan supir sekalipun, Anjali tidak bisa naik ojek online atau angkutan umum lainnya karena dia tidak di kasih uang jajan, akhirnya terpaksa dia memakai sepeda jadulnya yang sudah tidak pernah dia pakai lagi.
Itulah yang membuat Anjali tidak pernah lagi berpikir untuk kabur dari rumah. Orang tuanya terutama ayahnya sangat tegas dan disiplin.
Bukan hanya karena Anjali anak perempuan, karena abangnya juga di perlakukan sama, namun memang abangnya masih di ijinkan untuk main sampai malam walaupun masih memiliki jam malam.
Anjali benar-benar tidak mau memikirkan bagaimana kedua orang tuanya akan menghukumnya jika dia kabur lagi saat ini. Sampai akhirnya Anjali pun tertidur dalam pikirannya.
Sedangkan di kamar lain, Arnold yang baru saja memakai pakaiannya setelah mandi di kejutkan dengan ketukan pintu kamarnya.
Dengan segera laki-laki itu berjalan untuk membuka pintu dan dia melihat ayahnya sudah berdiri di depan pintu kamarnya.
“Ayah?” ucap Arnold.
“Boleh kita bicara di dalam?” tanya Andre.
“Tentu saja, masuklah yah.” Ucap Arnold yang langsung menggeser tubuhnya ke samping agar ayahnya bisa masuk ke dalam kamarnya.
Andre pun duduk di pinggir tempat tidur di ikuti oleh Arnold yang duduk di sebelahnya.
“Ada apa yah? Tumben malem-malem gini mau ngobrol?” tanya Arnold.
“Sebentar lagi adik kamu akan di kenalkan dengan Radit, apa kamu tidak ada cita-cita untuk menikah juga?” tanya Andre.
Mendengar pertanyaan ayahnya membuat Arnold sedikit terkejut. Dia yakin pertanyaan ini memang akan tiba padanya, namun dia tidak menyangka kalau pertanyaan itu akan secepat ini menghampirinya.
“Kita belum selesai sama masalah Jeli yah, sekarang ayah sudah menyuruhku menikah?” tanya Arnold dengan santainya.
Inilah yang di sukai Andre dengan anak laki-lakinya ini, Arnold sama sekali tidak pernah emosi saat berbicara, berbeda dengan Anjali yang lebih mudah emosi, entah mungkin karena anak itu masih kecil.
Sedangkan Arnold selalu santai menanggapi semuanya, dia selalu meredam emosinya dan membuat siapa saja nyaman berbicara dengannya.
“Ayah ingin kamu menikah sebelum adikmu menikah.” Jawab Andre.
“Ayah ingin kamu menikah sebelum adikmu menikah.” Jawab Andre.
“Arnold belum nemu orang yang tepat yah.” Balas Arnold.
“Ayah tau, itulah kenapa bunda kamu ingin mengenalkan kamu ke anak temannya, bunda nyuruh ayah bilang sama kamu masalah ini.” Jelas Andre.
“Dokter?” tanya Arnold to the point, karena dia tau pasti orang tuanya tidak jauh-jauh dari sana.
“Sepertinya iya.” Balas Andre yang membuat Arnold mengangguk pelan.
“Gimana? Kamu tertarik?” tanya Andre.
“Kalau pun ga tertarik juga ayah sama bunda bakal maksa kan? Jadi ga perlu di jawab kita juga akan di kenalin.” Balas Arnold.
Andre menghela napas berat mendengar jawaban dari putranya itu, Arnold memang tidak pernah membantah ucapan orang tuanya.
“Maaf nak, tapi semua ini juga demi kebaikan kamu dan Jeli.” Ucap Andre.
Arnold hanya menganggukkan kepalanya tanpa menjawab perkataan ayahnya lagi, sedangkan Andre segera pergi dari kamar putranya dan membiarkan anaknya untuk beristirahat.
***
Pagi pun tiba, hari minggu yang biasanya menjadi hari yang membahagiakan dan hari untuk berlibur, tapi tidak untuk hari ini.
Bagi Anjali, hari yang biasanya dia gunakan untuk ‘me time’ saat ini menjadi hari yang paling tidak ingin Anjali alami, karena saat ini seluruh orang yang ada di rumahnya di sibukkan dengan persiapan untuk menyambut orang tua Radit, laki-laki yang akan di kenalkan dan di jodohkan kepada Anjali.
Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, namun Anjali masih berada di balik selimutnya padahal keluarga Radit akan tiba satu jam lagi.
Bukannya Anjali memang bangun siang, Anjali sebenarnya sudah bangun sejak subuh tadi, hanya saja dia malas untuk beranjak dari tempat tidurnya dan memutuskan untuk memejamkan kedua matanya walaupun dia tidak benar-benar tertidur.
Dia masih bisa mendengar para ART di rumahnya sibuk ke sana ke mari sambil sesekali saling berteriak memberi perintah.
“Anjali!!” teriak seseorang sambil membuka pintu kamar Anjali yang tidak terkunci dengan paksa, yang tidak lain adalah Claudia.
“Ya ampun bunda, harus banget teriak ya? kayak ada kebakaran aja deh.” Ucap Anjali sambil meregangkan tubuhnya yang terasa pegal.
“Ya ampun Jel, ini jam berapa? Dan kamu belum mandi?!” ucap Claudia yang langsung menarik selimut tebal yang menutupi tubuh Anjali.
“Apaan sih bun, biasa aja kali.” Ucap Anjali dengan malas.
“Apa kamu bilang? Biasa aja? Gimana bisa bunda biasa kalo kamu masih ada di tempat tidur gini sedangkan tamu sebentar lagi dateng?” omel Claudia.
“Bun, bunda tau kan kalo Jeli ini mandinya cepet, sat set.”
“Bunda tau, tapi kali ini beda Jel, kali ini kamu harus berpakaian rapih dan berdandan yang cantik agar calon mertua kamu dan calon suami kamu seneng liatnya.” Jelas Claudia.
“Tanpa dandan pun Jeli tetap cantik bun, jadi santai aja deh bun.” Balas Anjali.
“Udah sana bunda keluar aja sana, Jeli mau mandi.” Lanjutnya sambil beranjak dari tempat tidurnya dengan malas.
Claudia tidak langsung keluar dari kamar putrinya itu, dia masih berdiri di tempatnya untuk memastikan kalau putrinya yang bandel itu benar-benar masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah melihat putrinya yang bandel itu masuk ke dalam kamar mandi, barulah Claudia beranjak keluar dari kamar itu.
Dengan malas Anjali membersihkan tubuhnya, namun saat dia sedang berdiri di bawah shower, seketia dia menyunggingkan senyuman di bibirnya karena seketika dia memiliki ide yang cemerlang.
Setelah ide itu muncul di kepalanya, Anjali langsung membilas rambutnya sambil bersenandung senang.
***
Di dalam sebuah mobil mewah, seorang laki-laki tampan sedang kesal karena tiba-tiba saja tanpa angin dan hujan, orang tuanya memaksanya untuk berkunjung ke rumah calon istrinya? Calon istri yang sama sekali tidak dia kenal dan tentu saja pertemuan ini tanpa persetujuannya.
“Kamu kenapa sih cemberut gitu Dit?” tanya Mutia, mama Radit.
“Ma, siapapun orangnya kalo pulang kerja di suruh siap-siap ketemu calon istri yang sama sekali ga di kenal pasti bakalan sama ekspresinya sama Radit!” balas Radit dengan kesal.
“Radit, Anjali itu anak yang menggemaskan dan tentu saja sangat cantik, kamu pasti akan menyukainya.” Sahut Sandi, papa Radit.
“Radit ga suka cewek yang menggemaskan pa, Radit suka cewek yang dewasa dan tidak menye-menye.” Jawab Radit.
“Ya ampun Radit, kamu itu orangnya serius, rumah tanggamu akan membosankan kalau menikah dengan orang yang serius juga.” Ucap Mutia.
Radit tidak membalas perkataan mamanya lagi, dia tau kalau dia tidak akan menang melawan kedua orang tuanya itu.
Saat ini yang bisa di lakukan Radit hanyalah pasrah dengan apa yang akan dia hadapi, padahal sebenarnya dia sudah memiliki kekasih yang saat ini berprofesi sebagai dokter.
Sampai akhirnya tibalah keluarga Radit di sebuah rumah yang tidak kalah mewahnya dengan rumah mereka.
Semua orang turun dari mobil dan berjalan menuju pintu utama rumah itu yang sudah berdiri Claudia dan Andre di sana untuk menyambut mereka.
“Bang! Udah lama ga ketemu kita, apa kabar?” ucap Andre yang langsung memeluk tubuh Sandi yang sudah seperti saudara sendiri karena mereka sudah berteman sejak berada di pendidikan dan mengalami susah senang bersama di mana Sandi adalah senior satu angkatannya.
“Baik Dre, kamu gimana? Baik semua kan?” balas Sandi.
“Baik juga bang, ayo masuk! Kita udah nunggu dari tadi loh.” Ajak Andre yang di balas anggukan oleh semuanya.
“Ya ampun Radit, kamu makin tinggi dan makin tampan ya sekarang.” Puji Claudia yang berjalan bersama dengan Mutia dan juga Radit.
“Hehe, biasa aja tante, kan Arnold juga tinggi kayak saya juga.” Balas Radit.
“Kalo liat Arnold udah biasa jadi ga aneh, kalo kamu kan jarang-jarang tante liat, jadi rasanya kayak tinggian kamu.” Jelas Claudia yang di balas tawa oleh Mutia dan juga Radit.
“Tante bisa aja deh.” Balas Radit.
Claudia dan Andre segera mempersilahkan tamu mereka untuk duduk dengan nyaman di sofa, Andre mengikuti mereka untuk duduk, sedangkan Claudia pergi ke dapur untuk menyuruh ART nya membuatkan minuman.
Setelah itu barulah dia ikut berkumpul bersama yang lainnya.
“Di mana Arnold tante?” tanya Radit yang tidak melihat keberadaan juniornya itu.
“Arnold lagi siap-siap, entar juga turun kok.” Balas Claudia.
“Kalo Anjali di mana jeng?” tanya Mutia.
“Jeli masih siap-siap jeng, dia pasti ingin terlihat cantik di depan calonnya.” Balas Claudia sambil cekikikan dan di ikuti oleh Mutia.
Tidak lama kemudian, Arnold berjalan ke ruang tamu dan langsung menyapa semua orang yang ada di sana dengan sopan.
“Ya ampun gantengnya kamu Arnold, sopan lagi! Kalo tante punya anak gadis pasti udah tante jodohin sama kamu, sayang banget tante cuma punya dua anak laki-laki.” Ucap Mutia yang di balas senyuman oleh Arnold.
“Heuhh, keluarga kita kayaknya emang suka jodoh-jodohin orang ya Nold.” Ucap Radit kepada Arnold.
“Hahaha, iya bang!” balas Arnold sambil tertawa.
“Bun, Jeli kok lama?” bisik Arnold kepada bundanya.
“Iya ya, jangan-jangan anak itu kabur lagi diem-diem! Bunda cek dulu ya.” balas Claudia dengan berbisik.
“Ga usah bun, biar Arnold aja yang lihat Jeli.” Cegah Arnold.
“Yaudah deh bang, tolong ya.” balas Claudia yang di balas anggukan oleh Arnold.
Namun belum sempat Arnold berdiri, seseorang sudah berteriak menyapa mereka dari kejauhan.
“Hello everyone!!” seru Anjali dengan semangat.
Semua orang yang ada di ruang tamu sontak menoleh ke asal suara dan mulut mereka langsung menganga melihat seseorang yang ada di hadapan mereka dengan penampilan yang... spektakuler!
“Oh my... bunda udah ga bisa lagi ngadepin adik kamu itu bang!” ucap Claudia dengan pasrah.
Sedangkan Andre dan yang lain tidak bisa berkata-kata lagi melihat Anjali yang bersikap kekanakan seperti ini.
“Jelii!!” teriak Andre dengan nada marah.
Penampilan Anjali waktu ketemu camer niyy👇🏻
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!