Dahulu Kala Masanya
Di Negeri Besar El Dorado Makmur Sejahtera
Tanahnya Subur Emasnya Melimpah
Tidak Perlu Bekerja Sebab Hasil Panen Bersepah
—
"Puanku yang paling utama adalah keselamatan dirimu! ini adalah perintah dari Duchy langsung cepat pergi dari sini." Mungkin dia hanyalah seorang pelayan pria yang sudah senja dan seluruh bagian rambutnya yang memutih.
Tangannya yang berkeriput segera mengeluarkan pedangnya ke arah beberapa bandit yang mengepung mereka berdua.
"Sudah pasti mereka bukan bandit biasa ... ada campur tangan bangsawan. Apapun itu jangan sampai ada tangan kotor yang menjamahnya!" gumam sang Pelayan.
Sejenak Pelayan itu menatap gadis bangsawan yang telah dilindunginya sejak masih kecil. Tangan kirinya mulai terbuka dan energi dari dalam tubuh Pelayan itu berkumpul pada satu titik, membentuk kobaran bola api.
Tum!
Api kemarahan menyala-nyala di dalam dada Lorenzo, tidak kalah panasnya dari api yang dihasilkan oleh tangan kirinya.
"Aku bukan anak kecil lagi Lorenzo, jangan memerintahkanku semaumu dan berbuat sesukamu tanpa persetujuanku! biarkan aku membantumu sekarang ini perintah," bentak gadis yang bersamanya, ia mengenakan gaun mewah tetapi lusuh dan berjalan tanpa alas kaki.
"Jangan risau Puan Sofia memang sudah kewajibanku, setiap orang mempunyai tanggung jawab masing-masing." Lorenzo tidak berhasil membujuk Putri Duchy of Villareal yang terkenal akan sifat keras kepalanya.
Kelompok bandit yang dihadapi oleh Lorenzo saat ini amat berbeda dari bandit-bandit biasa yang diburu oleh prajurit Duchy. Ada beberapa dari mereka yang tewas karena serangan Lorenzo, tetapi selebihnya dipatahkan sendirian oleh seorang Penombak berambut coklat yang berjalan santai di hadapan keduanya. Kusir kuda yang bertarung bersamanya terbakar oleh serangan teknik berelemen api miliknya.
Lorenzo semakin menguatkan genggamannya ketika menyadari siapa lawan angkuh yang berada di hadapannya saat ini.
"Namaku Lorenzo, Lautaro sang buronan nomor wahid Duchy ini bersiaplah membayar segala kejahatanmu!" mata Pelayan Tua itu masih cukup tajam untuk membaca kalung tag yang dikenakan musuhnya.
"Hoho segala kejahatan ya ... apakah menaikkan pajak sampai 50% itu bukan suatu kejahatan Paman Lorenzo? enaknya jadi bangsawan seperti kalian. Begini saja aku punya penawaran agar semua orang merasa diunt–"
Binasa!
Lorenzo menjawab pertanyaannya dengan serangan kuasa bola api ke salah satu bandit. Lautaro dengan sigap melindungi rekannya dan kesempatan itu dimanfaatkan oleh Pelayan Tua untuk melemparkan pisau-pisau beracun yang ia sembunyikan di dalam jasnya.
Srat!
Salah satu pisau lempar Lorenzo berhasil menyayat pipi sang bandit, Pelayan Tua itupun tidak menyia-nyiakan kesempatan emas yang berada di depan matanya. Ia pun hendak mengakhiri pertarungan dengan menghujamkan pedangnya ke dada Lautaro yang tampak lemas karena racun mematikan.
Kuasa Air: Cakram!
Sofia ikut membantu serangan Lorenzo dengan memanipulasi air di sekelilingnya menjadi beberapa cakram untuk memecah kepungan para bandit dan menyerang Lautaro. Serangan balik itu memang berhasil membuat para bandit menjaga jarak mereka akan tetapi darah segar mengalir dari bagian pinggang atas Pelayan Tua.
"Mustahil kenapa racun itu masih belum bekerja!? padahal setetes racun azurecobra mampu membunuh 15 prajurit tangguh," Lorenzo bertanya-tanya dalam benaknya sembari menghindar dari Lautaro dengan meloncat ke pepohonan tetapi lawannya itu tidak memberikannya ruang untuk bernafas.
Teknik Bara: Ombak Api!
Gelombang-gelombang membara dari pedang Lautaro mengincar Lorenzo yang kewalahan berusaha menghindari serangannya.
—
4 Jam Sebelumnya, Hutan Villar Perosa
"kalah lagi kalah lagi aku ingin bertaruh lagi tapi uangku" ketus seorang pemuda di dalam hatinya, ia ceroboh menghabiskan semua uangnya dalam pertaruhan. Namanya adalah Dybala, dia tidak memiliki tempat tinggal karena belum mau membayar ketika sudah jatuh tempo.
Dybala hendak menghibur diri dengan memancing. Pemuda itu mencari Carcoma, cacing kecil pemakan kayu pada lubang di batang pohon untuk dijadikan umpan. Setelah terkumpul cukup banyak ia lesat senar pancing sampai ke tengah danau.
Kyurk!
Sekarang cacing di perutnya yang menggeliat karena kelaparan. Setelah menunggu sangat lama hingga awal siang hari barulah pancingnya tertarik dan tarikannya menjadi sangat kuat, tidak lama kemudian ikan yang lebih besar daripada orang dewasa itu dapat tampak ke permukaan.
Orang-orang menyebut ikan ganas ini Bagre Venenoso, meskipun berada di daratan hewan ini tetap mampu menyerang karena memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan tubuhnya yang licin sekaligus tebal.
Gruoh!
Kedua kumis venenoso yang sangat panjang dan beracun melesat bagaikan cambuk. Tanpa mengeluarkan pedangnya, Dybala mengelak dari setiap serangannya dengan mudah. Ia menyerang di waktu yang tepat menurut perhitungannya, ketika hewan itu memuntahkan cairan racun ke arahnya.
Kuasa Listrik: Setrum!
Dybala mengeluarkan bola-bola kecil bertegangan tinggi dari jari jemari salah satu tangannya.
Zap!
Hewan itu mengejang hebat sambil memuntahkan isi perutnya sebelum akhirnya tidak bergerak lagi. Dybala mulai menggunakan sarung tangan dari kulit untuk menguliti venonoso karena di sekujur tubuhnya berlumuran cairan beracun.
Racun dari venonoso bersifat asam serta korosif di bagian organ khusus pada tenggorokan dan kumis, sementara racun yang berada di bagian sisik tidak bisa merusak pakaian tetapi dapat masuk melalui sentuhan kulit.
Dybala tetap terlihat murung sambil menikmati hidangan sederhana masakannya. Ia tiba-tiba menjadi teringat ketika kabur dari rumahnya dulu.
"Ayah Ibu keadaan mereka sekarang apakah baik-baik saja?"
Tum!
Suara ledakan diiringi oleh asap tebal muncul tidak jauh dari tempatnya duduk saat ini. Dybala berjalan ke arah medan pertarungan sambil mengeluarkan pedang dari dalam sarungnya. Setelah Pelayan Tua dan bandit yang menyaksikan sudah dapat terlihat dari jauh, ia bersembunyi di balik semak-semak sambil mengamati situasi yang tengah berlangsung.
"Ada apa Paman? tadi bilang ingin menghukum kami?" ujar Lautaro sambil melemaskan persendiannya.
Hahaha!
Para bandit yang merasa sudah memenangi pertarungan menertawakan Lorenzo dan Sofia yang tampak tidak berdaya. Gadis itu segera berlari ke arah Pelayan Tua yang bersimpuh dengan nafas yang memburu.
"Lorenzo harusnya kau membiarkanku bertarung dari awal! ... Kusir itu mungkin masih hidup sekarang, dia selalu menemaniku sejak kecil." Sofia menunjukan kelemahan di hadapan pelayannya.
"Jangan menangis terus nanti pada akhirnya kau akan bahagia apabila menikah dengan salah seorang Duke tetangga. Kebanyakan Perempuan memang seperti itu menyembunyikan sifat busuk dengan tangis," balas salah seorang bandit yang gigi depan rahang atasnya telah tanggal.
"Tahu apa kalian setelah membunuh keluarga-keluargaku! Akan kutenggelamkan kalian semua, Kuasa Air ..." Sofia mengeluarkan aura besar yang membuat siapapun yang merasakannya ingin tenggelam. Gadis itu hendak menggabungkan kekuatan yang ia miliki dengan pisau lempar Lorenzo yang dikumpulkannya.
"Puan jangan kotori tanganmu lebih dari ini, aku hanya sedikit lelah saja tadi maklum musuh terlalu banyak." Lorenzo kembali berdiri, meski tubuhnya gemetar ia mengarahkan pedang ke arah bandit yang telah menghina Sofia tadi.
"Kalian berdua ini lucu haha oh aku hampir saja lupa tadi, sebelum kami menjualmu tentu har–"
Brak!
Bandit bertubuh besar dan gemuk itu mendapat hantaman tubuh tongkat Lautaro yang terarah ke kepalanya hingga ia tersungkur ke tanah.
"Asterix kita memanglah penjahat, tapi jangan lupakan hati nurani. Paman serahkan Putri Duchy of Villareal, akui saja kekalahanmu. Mau bertarung sampai esok hari pun semua orang sudah tahu siapa pemenangnya."
"Lorenzo jangan dengarkan kata-katanya, aku tidak rela dipaksa untuk menikah dengan pria tua gendut!"
"Haha jangan khawatir Puan, lawan di hadapan kita hanyalah pecundang naif dan bodoh. Kalah katamu? dengar Lautaro akan aku buat kau menyesal karena menahan kekuatanmu. Hati nurani, kalau memang mengikuti apa yang dirimu barusan katakan seharusnya ambil cangkulmu dan pergilah ke ladang."
"Baiklah turunkan pajak yang mencekik itu terlebih dahulu Paman Pikun." Lautaro mulai mengeluarkan aura besar yang terasa amat panas sehingga para bandit mulai mengangkat Asterix yang pingsan lalu menyingkir.
"Hahaha! hanya itu saja yang ingin kau sampaikan bocah bodoh? teruslah meracau." Lorenzo membalas dengan melakukan hal yang serupa untuk melindungi gadis yang ia sudah anggap seperti putri kandungnya sendiri.
Kedua aura berelemen api itu saling beradu. Dybala terus mengamati lawannya, pemuda itu tidak boleh gegabah karena lawan yang akan dihadapi begitu kuat. Pemuda itu harus membuat rencana sembari menunggu waktu menyerang yang tepat. Ia meminum potion aura, setelah benda itu habis energi aura di dalam tubuhnya seakan keluar bagaikan mata air yang memancar.
Pemuda itu mulai menarik nafas panjang kemudian mengkonsentrasikan aura dalam jumlah besar ke tiga jari di depan wajahnya.
Ting!
Srat!
Posisi Lorenzo semakin terpojok karena permainan tombak fantastis Lautaro, beberapa kali pertahanannya ditembus yang menyebabkan seragam pelayan yang ia kenakan berlumuran darah. Serangan tanpa ampun itu diikuti oleh kobaran-kobaran api. Sofia dengan kuasa airnya hendak membantu, tetapi tidak mampu untuk mengimbangi pertarungan dahsyat keduanya.
"Tunggu aku menyerah! Lautaro kalau membiarkan kami kembali ke Kastil Duke maka akan k–" Lorenzo mencoba bernegosiasi lawannya agar berhenti menyerang.
Srat!
Belum selesai Lorenzo berbicara, mata tombak Lautaro telah menembus dada sebelah kanan dari belakang.
"Paman apa kau pikir menipuku dapat semudah itu? kalau memang ingin menyerah kenapa tidak dari tadi," tanya Lautaro sembari mencabut tombaknya.
Ergh!
Darah segar dalam jumlah yang sangat banyak segera mengalir dari mulutnya, ia memandangi Sofia yang berlari menangis ke arahnya seperti melihat Esmeralda, Putri Kandungnya.
"Ah ... aku selalu ga– ergh, bahkan melindungi orang yang kucintai saja tidak sanggup. Andai waktu ...."
Kuasa Air: Memancar!
Dus!
Sofia menepuk tanah dengan keras menggunakan telapak tangannya. Air memancar tinggi seperti pilar yang kokoh di sekitar Lorenzo dan Lautaro, air yang terpancar mampu memadamkan beberapa pohon maupun semak belukar yang terbakar. Si bandit terkuat bertepuk tangan sembari tersenyum kecil kepada Sofia.
"Dasar kanji! cari saja bangsawan lain," Sofia dengan piawai mengendalikan serangan airnya dan menyelimuti tubuh Lorenzo dengan lapisan pelindung dari air.
Serangan-serangan dari gadis itu sudah cukup kuat hingga mampu merubah keadaan di sekitar. Meskipun Sofia hanya mampu menggunakan kuasa berelemen air tingkat 1. Akan tetapi daya kekuatannya sudah menyamai pengguna elemen air yang berada di atasnya.
"Mau sampai kapan kau membuang-buang tenagamu, sudahlah akui kekalahanmu dan terima nasib. Aku tidak yakin anak manja sepertimu mengerti penderitaan klan kami. Demi Urado!" sahut Lautaro.
Tubuh tingginya dapat menghindar dengan lincah dari setiap serangan dan sesekali membalas dengan bola-bola api miliknya.
Sofia melemparkan pisau beracun ke arah kakinya ketika Lautaro terlihat lengah saat menghindari kuasa air miliknya.
Ting!
Pisau itu dapat ditangkis Lautaro dari postur yang tidak terduga dan tiba-tiba ia menjauh dari hadapan Sofia. Gadis itu sudah tahu akan sesuatu yang direncanakan oleh musuhnya tetapi yang lebih penting saat ini adalah menyelamatkan Lorenzo. Sofia meminumkan potion penyembuh kepadanya namun seketika gelas yang dipegangnya pecah.
Hawa yang sangat panas dan aura yang sangat besar berkumpul menjadi padu. Para bandit yang sedari tadi menyaksikan pertarungan ketiganya mulai menjauh karena tidak kuat dengan panasnya. Air yang tadi dikendalikan oleh Sofia telah menguap.
"Haha Asterix merekrut seseorang yang benar-benar gila! jangankan melakukan pekerjaan ini, membangun kerajaan sendiri kita pasti berhasil!" seru salah seorang bandit berlari untuk menyelamatkan hidupnya.
"Panglima Italianica saja belum tentu sekuatnya," balas salah seorang rekan dari bandit itu.
—
"Esmeralda dekapanmu begitu hangat nak," tatapan Lorenzo hampa sambil meracau meski kepanasan tapi Pelayan Tua itu tidak berkeringat. Kondisi tubuhnya mulai tidak berfungsi satu persatu.
Sofia menitikkan air mata memandangi Lorenzo dan bersimpuh tak mampu melakukan apapun di hadapan kekuatan yang begitu besar.
Tingkatan ke-3 adalah tingkatan tertinggi yang mampu dicapai oleh seorang pengguna kuasa elemen. Mereka yang bisa menggunakan kekuatan ini bahkan tidak terlalu banyak di Kekaisaran Italianica. Benak Sofia menjadi liar dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan. Bagaimana mungkin orang sekuat ini bekerja sebagai bandit rendahan sedangkan dia mampu menjadi panglima pasukan pribadi Sang Kaisar.
Lautaro menghirup nafas yang panjang dan memindahkan auranya yang sangat besar ke organ pernafasan. Mulut dan udara dari hidungnya mengeluarkan api yang membuat pepohonan dan semak belukar di sekitarnya terbakar karena panas yang dihasilkan begitu kuatnya.
Teknik Naga: Nafas Amarah Sang Penguasa!
Semua yang berada dalam jangkauan tiupan itu termakan oleh semburan yang membinasakan apa saja yang dilalui. Bagaikan semburan kuasa dari naga yang sesungguhnya, belum pernah ada yang melihat hewan tersebut di benua ini sejak 1.000 tahun lamanya.
Menghadapi kekuatan yang begitu dahsyat di hadapannya, Sofia kembali berdiri dan mencoba untuk memberikan perlawanan sampai titik darah penghabisan. Gadis itu sama sekali tidak peduli kalau lawannya jauh lebih kuat, ia menjadi teringat dengan perkataan sang Guru beberapa minggu sebelum kematiannya.
Kuasa Air: Memancar!
Air yang terpancar dibentuk menyerupai dinding pertahanan yang kokoh sekalipun belum menguasai teknik ombak. Sofia menghentakan kakinya dengan lapisan aura, ia berusaha untuk mengeluarkan air lebih banyak dan menguatkan pertahanannya.
Ctar!
Sebuah kilatan listrik tiba-tiba menyambar kepala Lautaro yang mengejutkan semua orang. Akibat serangan itu, api raksasa yang menyasar ke arah Sofia terhenti dan Lautaro tersungkur di tanah. Para bandit berpikir bahwa bala bantuan dari Duchy telah datang dan tidak ingin membuang kesempatan untuk menangkap incaran mereka yang kelelahan.
Dybala satu langkah lebih unggul dari mereka semua. Pemuda itu mengambil posisi hendak berlari dan beberapa percikan listrik menyelimuti tubuhnya.
Psh!
Teknik Halilintar: Langkah Kilat!
Begitu cepatnya langkah Dybala sampai para bandit yang mengepung Sofia pun tak mampu berbuat apa-apa, selain menyaksikan Pemuda itu dengan lincahnya membawa Lorenzo dan Sofia meloncat di pepohonan bagaikan tertiup angin.
"Jangan lupa bayaranku nanti Puan. Namaku adalah Cambiaso ... Cambiaso Dybala." ujarnya sengaja melambatkan kata-katanya agar terlihat keren.
"Ehm ... baiklah kita bicarakan di tempat yang lebih aman," balas Sofia mengikuti gaya bicaranya.
Dybala dapat merasakan bahwa jantung Lorenzo masih berdetak meskipun sangat lemah. Pemuda itu masih memiliki potion penyembuh di dalam saku kulit untuk pertolongan pertama.
Teknik langkah kilat menguras aura penggunanya dengan sangat cepat sehingga ketika dirasa cukup jauh dari kejaran musuh, Dybala menghentikan penggunaan kuasa.
Puk!
"Kita sudah meloncat dari atas pohon, boleh turunkan aku? huh! buah dadaku terus tersenggol bahumu tahu," bentak Sofia sebelum memukul kepalanya.
"Dasar gadis manja, tanpa sebab marah-marah pekerjaannya?" tanya Dybala keheranan sambil mengusap kepalanya yang terasa sakit.
Perlahan Dybala mulai paham dan langsung menutup mukanya yang sedikit memerah. Pemuda itu merasa sangat malu tetapi ada perasaan senang di saat yang bersamaan. Dia memperhatikan Sofia dan menyadari bahwa buah dada yang dimiliki gadis itu lebih besar daripada perempuan lain yang pernah ditemui.
"Gunakan potion ini untuk menyembuhkan pelayanmu," ucap Dybala mengeluarkan potion dari dalam saku kulit.
"Kalau tanpa bantuanmu, aku tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi kedepannya. Tidak kusangka kita bertemu lawan yang mampu menundukan sebuah kerajaan seorang diri. Terima kasih dari lubuk hatiku yang paling dan rasanya menyenangkan bersamamu Dybala namaku Sofia de Barcelona."
"Baiklah kalau begitu aku ingin imbalanku dinaikkan dua kali lipat, pembelian potion ini tiga kali lipat dan karena kau memukulku tadi ganti rugi atas kesalahanmu lima kali lipat." Dybala hanyut dalam lamunannya dengan jumlah keuntungan yang akan ia dapat.
"Itu jelas salahmu tadi, kau memang pantas mendapatkannya."
"Salah sendiri terlalu besar."
"Dybala bilang saja kau tertarik kan?"
Raut wajah Dybala seketika berubah ketika merasakan hawa pembunuh yang sangat besar. Sofia baru saja selesai menutup luka dengan alat bidai seadanya dari sobekan jas Lorenzo dan meminumkannya potion penyembuh.
"Hawa itu pasti berasal dari Lautaro. Ketangguhan yang luar biasa, sudah terkena racun azurecobra dan teknik halilintarmu tetapi masih sekuat ini."
"Bawa Paman Lorenzo pergi, dia sudah lemah aku sendirian yang akan menghabisinya. Setelah pertarungan ini selesai naikkan imbalanku menjadi 10 kali lipat."
"Sudahlah ayo gunakan teknikmu seperti tadi," balas Sofia sambil memegang tangan Dybala.
"Kita tidak bisa lari dari lawan seperti ini, Sofia kau harus tahu semakin besar bayaranku maka diriku akan semakin kuat karena aku ini tentara bayaran. Ayahku juga seorang tentara bayaran sama sepertiku." Dybala melepas tangan Sofia dengan lembut kemudian pergi ke sumber hawa pembunuh.
—
Keduanya saling berhadapan, Dybala menghunuskan kedua pedangnya sementara Lautaro yang tampak lemas mengayunkan tombaknya.
Ting!
"Lautaro kau akan mati di tanganku hari ini. Rencana besarku hari ini adalah membawa kepalamu kepada Duke dan mendapat imbalan setimpal." Dybala berujar dengan penuh keyakinan, dia hanya perlu menyelesaikan apa yang telah dimulai.
"Hey ... bo– bocah sialan sudah berapa banyak orang yang mengulang-ulang perkataan sama kepadaku. Tidak ada bedanya dari kakak tua. Mau kau serang dari depan atau belakang pun dipersilahkan, akan aku patahkan semua seranganmu itu dasar pecundang!" Lautaro menggila dan berujar dengan mulut lebar-lebar karena kepeningan hebat di kepalanya.
Blar!
Lautaro mengeluarkan serangan bola-bola api untuk memukul mundur Dybala agar ia dapat memfokuskan kembali pikirannya.
Dybala tidak membalas kuasa api menggunakan kuasa listriknya. Pemuda itu menggunakan kemampuan berpedangnya untuk bertahan dari serangan api Lautaro. Dia mengelak dari setiap serangan dan berhasil mendekati posisi lawannya hingga salah satu dari kedua pedangnya mampu mendaratkan tebasan pertama.
"Kemenangan yang mudah!" teriak Dybala kegirangan.
–>
Leher Lautaro tergores, darah segar mengalir dari lukanya tetapi tebasan yang selanjutnya dari pedang di tangan kirinya dapat ditangkis.
Ting!
Dybala hendak melanjutkan serangannya akan tetapi tatapan mengerikan Lautaro membuat Pemuda itu tidak sadar sampai-sampai mengambil jarak.
"Kemenangan mudah katamu? kau! yang tidak punya harga diri," Darah segar dari kepala Lautaro membasahi baju bagian atas yang separuhnya sudah terkoyak.
Wajah bagian kirinya mendapat luka bakar hebat dan penglihatannya berkunang-kunang.
Dybala tahu alasan mengapa ia masih memiliki peluang untuk menang dalam pertarungan ini, sebab lawan yang dihadapinya tidak mampu menggunakan kuasa level 3.
"Kemampuan intimidasinya benar-benar menyusahkan ... semakin lama pertarungan ini berjalan maka peluangku menang semakin kecil." Dybala mulai mempersiapkan serangan yang akan dilakukan berikutnya.
Lautaro menyerang Dybala dengan tusukan bertubi-tubi tetapi pemuda itu tidak mengindahkan serangan itu, ia justru menyarungkan pedangnya dan berlari melewati semak-semak berduri.
Sang musuh yang mengejar dari belakang tidak tertipu dengan provokasi Dybala untuk membuang-buang auranya.
"Berpikirlah ... berpikir, hemat!" Lautaro meracau sendiri, memaksa pikirannya agar tetap fokus mengejar lawannya sekalipun merasakan rasa sakit hebat di sekujur tubuhnya.
Lautaro semakin mendekat, tidak peduli meski ada banyak duri yang menancap di tangan dan kakinya. Ketika Dybala menengok ke belakang, ia berkeringat dingin.
Pemuda itu seakan melihat binatang buas yang tidak akan pernah puas sampai mangsanya tercabik-cabik oleh cakarnya.
"Pantang bagiku untuk menarik kata-kata sendiri," percikan-percikan listrik mulai mengalir di sekitar lengannya. Lautaro bersiap untuk menangkis kuasa listrik yang akan dikeluarkan oleh Dybala akan tetapi Pemuda menyerang dengan cara lain.
Tuk!
"Pola ... aku mulai bisa membacanya." Lautaro bergumam sambil mengelak dari lemparan kedua pedang lawannya.
Dybala segera berlari menerjang lawan dan tanpa ragu menyerang Lautaro menggunakan tangan kosong.
Pemuda itu terus meninju dan menendang sambil mengelak dari ayunan dan tusukan tombak lawannya. Ia mencari-cari celah untuk dapat merampas tombaknya.
Brak!
Lautaro menendangnya hingga terpental merobohkan dua pohon. Dybala yang tersungkur langsung saja mengeluarkan kuasanya dengan dadanya yang seperti terbakar oleh api amarah.
"Makan ini!"
Kuasa Listrik: Setrum!
Kilatan-kilatan yang dihasilkan oleh Dybala dari teknik yang sama lebih besar dibandingkan saat melawan venenoso. Lautaro menangkisnya dengan memutar-mutarkan tombaknya dengan sangat cepat.
Tubuh tombak terbuat dari kayu sehingga listrik tidak dapat mengalir. Kuasa listrik itu dengan mudah dibelokkan olehnya.
"Silahkan kalau anda ingin menelan mata tombakku," balas Lautaro.
"Tidak terima kasih Kakak, setelah mengalahkanmu aku akan makan besar di kastil. Rayap-rayap pun enggan untuk menyantap kayu murahan seperti itu," balas Dybala tersenyum sepat menunjukan kepercayaan dirinya.
"Kasihan anak yang lapar dan malang, selapar dan sehina itukah dirimu sampai-sampai mencampuri urusan orang lain?" tanya Lautaro.
Kuasa Listrik: Batu Beruntung!
Dybala menjawab cemoohan itu dengan lemparan-lemparan batu yang telah disetrum, sebuah teknik yang ia ciptakan sendiri ketika bermain di kampung halamannya semasa kecil.
Efek dari serangan tersebut seperti menggabungkan dua elemen kuasa yaitu listrik dan tanah.
Zap!
Lautaro tidak dapat menangkis serangan itu dengan sempurna menggunakan tombaknya. Beberapa batu setrum berhasil mengenainya, meskipun serangan itu cukup efektif tetapi Dybala tidak menampakkan raut wajah yang tenang seperti sebelumnya. Ekspresinya menjadi tegang karena pikiran Lautaro sudah kembali pulih.
Giratoria!
Ting!
Dybala membuka serangan dengan melompat tinggi sambil berputar kemudian mendaratkan kedua pedangnya terlebih dahulu sebelum kakinya menyentuh tanah. Teknik berpedang miliknya dapat ditahan oleh Lautaro.
Srat!
Ting!
Tusukan tombak Lautaro membuat kulit bahu atas Dybala terkelupas. Pemuda itu membalas dengan merobek kulit tangannya. Kedua petarung itu terus mengayunkan senjata dari jarak dekat, mencari celah untuk menembus organ vital.
Beberapa kali Dybala berhasil melukai Lautaro akan tetapi luka yang didapat olehnya lebih dalam.
Pemuda itu menyadari bahwa staminanya mendekati batasnya. Sekilas ia teringat masa lalunya ketika berperang di usia 10 tahun untuk suatu Duchy yang berada di bawah Kekaisaran dalam konflik daerah sesama bawahan.
Ketika pertempuran telah usai, salah satu Kapten Ksatria membayarnya dengan memberi dua roti yang agak berjamur kepadanya. Salah satu teman baiknya yang mengikuti dari kampung halaman merasa tidak terima.
Dia memprotes kebijakan itu, Kapten itu mengangguk. Tidak lama ia mendapat hantaman dari gadanya sampai kepalanya remuk. Dybala terperanjat melihat temannya itu berlumuran darah.
Kelemahan hanya akan mendatangkan penderitaan. Tanpa kekuatan, seseorang tidak akan bisa melindungi orang yang mereka sayangi. Pengalaman pilu itu mengajarkan bahwa uang adalah sumber kekuatan. Harta yang berhasil dikumpulkan adalah tempat bermuaranya kebahagiaan.
"Aku tidak akan rela membiarkan orang yang kusayangi hidup melarat!" Dybala menyambarnya dengan serangan listrik.
Push!
"Haha motivasi yang bagus, kau mulai dewasa tapi sampai di sini saja. Namamu bahkan tak pantas aku ingat," Lautaro bersiap mengeluarkan teknik baranya.
"Kurang ajar! namaku adalah Cambiaso Dybala! 14 tahun. Jangan jumawa dulu!" ucap Dybala tanpa keraguan segera menerjang Lautaro dengan tendangan dari kedua kakinya.
Salah satu telapak tangan Lautaro mengeluarkan kobaran api, Dybala memperkuat seluruh tubuhnya agar dapat menahan serangan itu. Pepohonan di sekelilingnya terbakar.
"Kuatnya ...," gumam Dybala saat pertahanannya dapat ditembus dengan kobaran api yang semakin membara.
Teknik Bara: Lasadair
Lautaro mengucapkan nama teknik itu, Dybala yang seperti tersungkur ke tanah mengambil peluang berbahaya untuk menyerangnya.
Pemuda itu menonaktifkan pertahanan kemudian dengan sleding untuk meminimalkan kontak dengan kobaran api, mendaratkan sebuah tendangan telak ke ulu hati Lautaro.
Huak!
Siapapun akan meringis kesakitan apabila mendapat serangan tepat ke bagian ulu hati. Dybala meloncat jauh ke belakang dengan kekuatan dari kuasa listriknya setelah mendaratkan serangannya.
"Hahaha ... ekspresimu sangat bagus tadi. Paman pasti akan selalu mengingat namaku," ucap Dybala. Hampir separuh wajahnya telah terbakar oleh api.
Salah satu alasan Dybala untuk menyerang dengan resiko tinggi adalah karena pertahanannya tidak mampu untuk menahan serangan dahsyatnya bahkan dengan auranya yang penuh sekalipun.
"Kenapa tiba-tiba kau ingin pengakuan dariku? aku sebenarnya tidak suka membunuh anak kecil," balas Lautaro sambil memegang perutnya yang masih terasa sakit.
Melihat Lorenzo yang dihabisinya tadi, Dybala tahu bahwa Lautaro bukan lawan yang dapat tertipu dengan mudah oleh kelicikannya. Dari tangan lawannya muncul percikan bara dalam jumlah besar, dia akan kembali melampiaskan teknik baranya.
Graum!
Enam ekor monster buas pemakan daging mengamuk menyerang apa saja yang terlihat di hadapannya. Tampak jelas dari jejak-jejak kehancuran yang ditimbulkannya dari pepohonan yang tumbang.
Monster yang diberi nama 'El Armadillo' ini memiliki ukuran sepanjang 15 meter dan setiap bagian atas tubuhnya kecuali bagian muka serta rongga-rongga zirahnya mempunyai lapisan besi.
Sang Pemangsa puncak Hutan Villar Perosa tidak memiliki gigi sehingga biasanya mangsa akan dibuat remuk dengan menggelinding seperti bola atau mencabik-cabik mangsanya sampai terpotong seperti dadu.
Kebakaran hebat yang disebabkan oleh pertarungan Lautaro melawan Lorenzo dan Sofia tadi telah membangunkan monster dari hibernasi di awal musim gugur. Mereka sangat sensitif terhadap perubahan temperatur di sekelilingnya.
Ting!
Baik Dybala maupun Lautaro masih tetap mengayunkan senjata masing-masing tanpa mempedulikan monster-monster mengamuk yang akan segera menyerang mereka.
Keduanya terus bertarung sehingga salah satu armadillo menggelinding kencang memaksa pertarungan terhenti.
–>
Asterix mulai geram dengan tingkah laku anak buahnya. Beberapa dari mereka sudah ada yang melarikan diri dari persembunyian di semak-semak puncak perbukitan.
"Mau sampai kapan kalian berdiam diri!?" bentak Asterix tidak dapat menahan lagi rasa kekesalannya.
"Apa bos besar tidak marah saat Lautaro mempermalukan anda tadi? kena--," tanya seorang bandit anak buahnya.
"Kalau kita lari maka si Margrave dari Kekaisaran yang akan memburu kita, sampai di sini paham?" tukas Asterix mengakhiri ucapannya. Dia duduk dengan posisi bersila sembari meneguk khamr.
"Bos besar tidak lihat pertarungan gila tadi? apa yang orang lemah seperti kita bisa lakukan dihadapan sebuah daya kekuatan yang dahsyat," sanggah seorang bandit lain.
"Benar lagipula bukankah anda sendiri yang menyuruh kita sembunyi di sini dan tidak ikut campur dengan pertarungan Lautaro?" timpal salah seorang bandit yang lain.
Asterix sangat marah mendengar ketiga ucapan anak buahnya barusan, tetapi dia tidak dapat menyangkal kata-kata mereka. Sembari menahan kegusarannya, pria berambut pirang dan bermata biru itu hanya dapat memandang ke arah pertarungan yang semakin liar.
Graum!
Sang penguasa hutan membuka tubuh aslinya, dari bulatan bola menjadi wujud raksasa yang 3 kali lebih besar daripada venenoso. Salah satu hewan terbesar di daerah itu.
El armadillo menampakan lapisan-lapisan kerangka di sekujur tubuhnya yang nemiliki pertahanan layaknya sebuah kastil. Monster itu telah menumbangkan pohon-pohon yang menghalangi serangan dalam bentuk bolanya dengan mudah.
Krak!
Salah satu pohon besar tumbang, terbelah menjadi dua. Dybala hampir tidak dapat menghindar, monster itu semakin ganas dan kembali melayangkan kedua cakar besinya secara membabi buta.
"Kalau cakar itu mengenaiku tadi ...," Dybala dalam hatinya. Dia sampai berkeringat dingin terbayang apabila serangan itu sampai mengenainya tadi.
Output aura Dybala telah mencapai batasnya. Dia hanya boleh mengeluarkan satu kuasa halilintar saja.
Teknik Bara: Asap Tungku Perapian!
Pufff!
Kepulan asap berhawa panas segera menyelimuti medan pertarungan. Dari balik asap muncul beberapa bola api kecil yang melesat ke arahnya.
"Kau mau lari ke mana pengecut!" Lautaro menusukan tombak dengan sangat kuat ke leher Dybala.
Brak!
Graum!
Dybala terhempas kuat setelah hampir tidak dapat menangkis permainan Lautaro. Dua monster dengan membabi buta mengayunkan cakar ke arah Lautaro, tidak peduli apakah serangannya mengenai spesiesnya sendiri. Perhatiannya teralih dari Dybala.
Saat Dybala kembali berdiri setelah meludahkan darah, salah satu El Armadillo menemukannya. Dybala meningkatkan konsentrasi dan memegang kuat gagang pedangnya.
Ting!
"Tangkisan sempurna!" teriak Dybala, berhasil membuat cakar monster itu tertancap kuat ke dalam batu. Dybala menunggu saat yang sempurna untuk dapat memantulkan serangan lawan, cara ini sungguh beresiko menghadapi musuh yang karena kemungkinan berhasilnya kecil.
Gruah!
Lidah monster yang tajam dan lentur itu menjulur mengincar Dybala. Serangan tersebut mengenai Kakapoo, sejenis hewan berbulu tebal menyerupai monyet dengan ciri-ciri seperti laba-laba.
Oaaakkk!
Hewan itu meronta dengan mengeluarkan jaring kuat dari tangannya tetapi lidah El Armadillo telah mencekiknya. Mangsa dari monster dihisap masuk ke dalam pencernaannya hidup-hidup.
Dybala memanfaatkan kesempatan itu dengan memanjat ekornya. Saat menyadari ada sesuatu, sang penguasa Hutan Villar Perosa segera menghantamkan ekornya dengan sangat kuat hingga tanah di sekitarnya bergetar.
Dybala sudah berada di bagian tengkuk monster itu. Dia menusuk ke bagian rongga lapisan yang berwarna hitam.
Srat!
Seketika darah berwarna hitam menyembur dengan derasnya. Dybala melepaskan pegangannya kemudian turun untuk mencoba dengan serangan ke perut. Bagian itu tampak lebih lunak.
Perhitungan Dybala salah, tak seharusnya dia turun dari monster itu. Salah satu pedangnya tidak dapat menembus ke dalam meskipun telah dialiri oleh aura dan tertancap masuk dengan kuat.
Tang!
Dybala hendak mencabut pedangnya tetapi monster itu membalas dengan serangan lidahnya.
Woosh!
"Ah sial! tubuhku semakin melemah ...," gumam Dybala.
Dia terpaksa harus bertarung menggunakan satu pedang dan menghadapi ketiga el armadillo lain yang mendekatinya. Salah satu dari monster itu merubah bentuknya menjadi bola yang menggelinding.
Brak!
Dybala meloncat ke antara pepohonan, serangan bola itu menghantam jenisnya sendiri sampai lapisan tubuh itu remuk. Tampak hewan itu memuntahkan darah hitam dan kakapoo yang baru saja ditelannya. Pemandangan yang sungguh menjijikan.
"Ini dia!" Dybala bergumam sembari memulai serangan balasannya.
Dia melompat tinggi dan mengincar salah satu bagian yang berwarna seperti cacing tanah. Ini adalah wujud El Armadillo apabila tidak terlindungi oleh lapisan besi mereka.
Srat!
Setelah salah satu tusukan menembus dengan dalam karena ia memanfaatkan momentum dari jatuhan, Dybala mengambil kuda-kuda pertahanan dengan kaki yang dilebarkan merendah.
Posisi pedang diarahkan dengan posisi gagang di atas dan mata di bawah, pengguna membuat sebuah pertahanan yang kokoh layaknya cangkang kura-kura.
Setiap lawan yang mendekat akan dicabik dengan tiga tebasan oleh teknik berpedang ini.
Aero Tortera!
Srat!
Graaaahhh!
Teriakan yang memekakan telinga menggema, salah satu kaki monster itu telah terpotong. Dybala tersenyum puas, akan tetapi hal itu tidak berlangsung lama karena salah satu lidah dari El Armadillo telah melilit kakinya.
Dia kembali membuat perhitungan yang salah yang membuatnya terhisap masuk ke dalam lambung monster itu. Dybala bersiap untuk mengaliri pedangnya yang tertancap di bagian atas dengan seluruh auranya.
Blar!
Campuran antara aura api dan air menghantam El Armadillo yang menelan Dybala. Tubuh monster itu dapat menahan serangan kuat barusan, tetapi sebuah lubang menganga tiba-tiba muncul dari bagian tenggorokan.
"Dasar tuan putri bodoh!" Dybala segera keluar dan berlari untuk menyelamatkan Sofia dari monster-monster ganas.
"Ah kau saja hampir mati tadi," balas Sofia merasa lega.
"Aku bisa keluar sendiri ... bukan masalah," Dybala memperhatikan pedang api kepunyaan Lorenzo yang sekarang dimiliki oleh Sofia.
Pedang Vulkan berwarna hitam itu mampu merubah semua aura menjadi kuasa api tak peduli elemen dasar si penggunanya.
"Sofia mungkin aku terlalu lancang tapi satu-satunya cara agar kita bisa keluar dari sini adalah dengan menghabisi Lautaro!" ujar Dybala menurunkannya.
Graum!
"Maksudmu kau ingin meminjam kekuatanku untuk menghabisi semuanya. Tiada masalah, itu sudah tugasku agar dia tidak berbuat kecauan lagi di Villareal ... tapi berjanjilah padaku satu hal Dybala." ucap Sofia mengkonsentrasikan aura yang sangat besar dalam genggamannya.
Belum sempat Dybala bertanya, aura dalam jumlah besar segera terserap ke dalam tubuhnya.
"Outputmu kecil, mungkin lebih kecil dari orang kebanyakan." bisik Sofia.
"Memang seberapa besar punyamu?"
Sofia kembali tidak menjawab, dia hanya menunjuk ke bola-bola api yang melesat cepat ke arah mereka. Mereka berdua mulai berpencar, Dybala segera mengincar Lautaro di bagian kanannya.
Tatapan Lautaro tajam hanya mengarah kepada Dybala. Dia tidak mempedulikan El Armadillo yang mengejarnya. Keduanya mulai mempersiapkan kuasa elemen mereka, tubuh Lautaro dipenuhi oleh percikan bara api sementara muncul kilatan-kilatan petir dari tangan Dybala.
Teknik Halilintar: Riuh Gemuruh!
Teknik Bara: Pematah Serangan!
Blar!
Kuasa itu beradu, teknik Lautaro lebih kuat tetapi Dybala mengelak dari serangannya. Pemuda itu melemparkan pedang yang dilapisi dengan aura kemudian melemparkan bebatuan yang telah dialiri listrik.
"Pasti dia akan menggunakan langkah kilat kalau begitu ...," Lautaro membuat kuda-kuda bertarung untuk serangan balik.
Lautaro tidak menyadari kalau Sofia memancing keempat El Armadillo lain ke arahmya sementara Dybala terus mengeluarkan kuasa-kuasa listrik kecilnya. Tanpa diberi aba-aba atau arahan sekalipun, Sofia sudah bisa menebak taktik Lautaro.
Kuasa Listrik: Batu Bertuah!
"Dybala jangan paksakan diri! aku akan segera mengisi auramu," Sofia mulai khawatir karena dia terus menerus melancarkan kuasa listrik.
"Sofia jangan sekarang," Dybala belum dapat membantu gadis itu karena serangan dua El Armadillo.
Teknik Air: Memancar!
"Aku perlu uangnya, untuk Urado!" Lautaro keluar dari serangan air seraya mengayunkan tombaknya dengan ganas ke arah Sofia.
Pedang Vulkan!
Psht!
Mata pedang itu terbakar kemudian dihunuskan ke arah Lautaro bersamaan dengan air yang memancar dari dalam tanah. Akan tetapi mata tombak telah menembus bahu Sofia.
Ting!
"Jangan mengganggu monster!" Lautaro mengeluarkan gelombang api beruntun yang membakar beberapa bagian lapisan atau bagian tubuh yang telah remuk. Dia dapat membawa Sofia yang terbaring berlumuran darah.
Teknik A--
Brak!
Arrrggghhh!
Gadis itu mendapat tendangan keras ke arah tengkuk yang membuatnya hampir tidak berdaya. Lautaro mendapati ada kepulan asap dari arah perbukitan. Dia segera pergi untuk berkumpul kembali dengan Asterix dan bandit lainnya.
"Dasar bodoh ... bahkan kau masih saja ... meremehkannya." ucap Sofia dengan tertatih-tatih.
"Memang aku akui kemampuannya. Dia punya aura yang sedikit tapi mampu memaksimalkannya," puji Lautaro.
"Kau hanya memuji ... di mulutmu saja," balas Sofia.
Teknik Halilintar: Langkah Kilat!
Brak!
Meskipun semua senjata miliknya sudah tidak ada lagi di tangan, dia terus menerjang dengan cepatnya dan mendaratkan setruman kuat yang membuat tubuhnya mengejang.
Para El Armadillo kembali mendekat, Dybala hendak menjadikannya sebagai makanan mereka.
"Dybala mari isi auramu terlebih dahulu! kalau kau mengeluarkan kuasa halilintarmu, kau bisa ...," Sofia terdiam saat mendapati darah keluar dari mata, telinga, hidung dan mulut. Aura Dybala sudah habis bahkan sebelum dia mengeluarkan langkah kilatnya.
"Hey Lautaro aku tahu dirimu lebih kuat dariku. Aku sungguh tahu hal itu," ujar Dybala mengeluarkan riuh gemuruhnya.
Ctar!
Lautaro dapat menahan serangan paling kuat dari lawannya itu dengan salah satu teknik baranya miliknya, akan tetapi dia terhempas sampai membuat badannya terlilit oleh lidah salah satu monster.
"Aku yang menang, kau pasti ... kelelahan juga kan, karena itu tidak bisa ... berpikir jernih. Woohoo menang!" teriak Dybala sebelum memuntahkan darah.
"Sialan kau ... menyerang lagi dari belakang dasar pengecut. Di pertarungan yang selanjutnya aku akan menang! bahkan kau pasti merasa tidak puas ...."
Glup!
Sofia dengan cepat berlari untuk memapah Dybala ke tempat yang aman. Gadis itu terus mentransfer aura. Berharap dapat menyembuhkannya, tetapi kerusakan tubuhnya sudah sangat parah.
"Emilia aku senang ...," ujar Dybala memegang wajah Sofia.
"Iya ini Emilia, aku ... aku mencintaimu Dybala." Sofia merasa sedikit kecewa, tetapi dia ingin menyenangkan hati Dybala pada saat terakhirnya.
"Aku ingin kita menikah dan pastinya hehe, melakukan ...."
Dybala memejamkan matanya, Sofia menangis tersedu-sedu memandang wajahnya yang berubah menjadi pucat.
Prologue: Cambiaso Dybala Arc Selesai
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!