NovelToon NovelToon

AFTER THE RAIN

Sepenggal Masa Lalu

Siapa yang bisa merubah keadaan? Hanya waktu yang yang bisa menjawabnya. Gadis kecil berusia 10 tahun, dengan keranjang berisi bungkusan nasi uduk, tanpa kenal lelah berjalan menyusuri komplek perkampungan demi membantu sang bibi.

" Duk nasi uduk...., bu, nasi uduknya" Sari mencoba menawarkan pada beberapa orang yang lewat.

" Berapaan dek?"

" 2000 aja bu"

" Saya beli 2 ya..."

Dengan tangan kecilnya, ia memasukkan bungkusan nasi uduk kedalam kantong plastik kemudian menyerahkan pada pembeli.

" Terima kasih bu...."

Begitulah Sari harus membantu bibi.

Kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan disaat ia berusia 1 tahun. Dia diasuh oleh adik ibunya, yaitu bibinya. Bibinya pun bukan orang berada, dengan kelima anaknya yang masih kecil, yang paling sulung masih berusia 15 tahun dan yang paling kecil baru 1 tahun. Keadaan ini yang membuat Sari

harus membantu sang bibi untuk berjualan , sedang sang paman hanya bekerja sebagai kuli bangunan. Namun Sari kecil tidak pernah mengeluh dengan keadaan ini, masih ada orang yang mau merawatnya saja dia sudah bersyukur. Ya, rasa syukurlah yang bisa membuat gadis kecil ini mampu bertahan dan tersenyum. Dengan langkah kecilnya, ia melanjutkan menjajakan dagangannya. Dan satu lagi yang membuatnya selalu tak sendiri, yaitu kebaradaan nino yang selalu menemaninya berdagang dengan alasan joging dipagi hari tapi selalu ikut kemana Sari pergi.

Nino, Albert Antonio Jasuma, ramaja berusia 17 tahun. Anak tunggal tak memiliki saudara. Ibunya seorang bidan dan ayahnya seorang dokter, tapi tidak membuatnya menjadi pribadi yang sombong. Pertemuannya dengan Sari membuatnya senang serasa memiliki saudara. Walaupun jarak usia mereka jauh, keadaan ekonomi dan status yang berbeda, tidak menjadi alasan baginya untuk memilih Sari sebagai temannya.

Setiap pukul 5 pagi, ia selalu berkeliling komplek untuk joging, kebiasaan ini yang mempertemukannya dengan Sari. Walaupun mereka tidak tinggal satu komplek, kegiataannya dan Sari lah yang mempertemukan mereka.

Kadang ia membantu Sari membawakan keranjangnya dan ikut berjualan. Itu selalu terjadi setiap pagi, dan berakhir saat mereka harus pulang dan pergi bersiap-siap untuk sekolah.

Walaupun Sari berasal dari keluarga tidak mampu, namun paman dan bibinya mengusahakan pendidikan bagi Sari, itulah kanapa ia tidak pernah mengeluh untuk membantu bibinya di usianya yang masih belia.

" Sampai jumpa kak Nino, trima kasih untuk hari ini"

" Hati-hati, dan sekolah yang benar ya..."

Pesan ini selalu terucap disaat mereka hendak berpisah sehabis berjualan.

Pertamanan mereka berjalan selama 2 tahun. Mereka harus berpisah karena Nino harus melanjutkan pendidikan dibangku sekolah, sedangkan Sari ia dititipkan di Panti Asuhan, karena untuk menyekolahkan Sari kejenjang SMP paman dan bibinya tidak mampu.

Kalau boleh memilih Sari ingin tetap bersama keluarga ini, keluarga yang menyanyanginya dalam keterbatasan, tapi ia bahagia. Dan berteman dengan kak Nino yang selalu membuatnya ceria dan tersenyum. Namun ini semua harus berakhir.

Berpisah dengan mereka dan melangkah menuju perjuangan baru seorang dirI, tidak ada wajah-wajah paman, bibi, sepupu dan kak Nino, membuatnya menitikkan air mata. Hanya sebuah kalung liontin yang menggantung dilehernya peninggalan kak Nino dan sebuah surat perpisahan berisi janji bahwa suatu saat ia akan kembali menemuinya. Dan liontin ini adalah bukti bahwa ia tidak pernah meninggalkan Sari.

Selamat Berjuang Sari, kakak yakin kamu bisa, dan jaga liontin ini sampai kakak kembali. Itulah pesan terakhir surat darI Nino.

The Big Bos

Disinilah sekarang takdir membawa Patricia Nilam Sari berada. Merantau ke kota besar dengan bekal lulus sekolah kejuruan di bidang perhotelan, membuatnya berdiri di sebuah loby hotel terbesar di kota J. Ia bekerja sebagai recepsionis. Bertemu tamu terhormat bahkan artis ternama sudah jadi makanan seharil-hari. Dapat pujian dan hinaan juga hampir tiap hari. Tapi senyum, keramahtamahan seorang Sari bisa diandalkan untuk menghadapi para tamu. Di hotel, semboyan 'Tamu Adalah Raja' sangat berlaku.

Pernah suatu kejadian terjadi kesalahpahaman pengunjung hotel, datang sambil marah-marah tak jelas, hanya karena pintu kamar tidak sesuai pascode. seharusnya kamar 96, pengunjung itu salah lihat jadi 69, mau sampai tahun depan juga mana bisa masuk.

" Maaf ya mbak"

hanya itu kata yang terakhir diadapatkan setelah cacian.

"Iya ibu tidak apa-apa, silahkan nikmati istirahat anda".

Disaat sepi pengunjung, kebosanan melanda para pekerja dan tak hayal kadang pembicaraan ngawur pun jadi menu sehari-hari.

" Sar, kapan kita bisa kayak mereka, tidur di hotel mewah." kata Nazwa teman kerja Sari.

" Kamu kepingin Wa?, tinggal pilih aja kamar mana yang kamu mau. Bilang ma mas Dodit yang tiap hari bersihin kamar. Nanti pasti disiapin kamar sama tamu. Gratis..."

" Kamu kira aku cewek apaan!

" Ya kira aja kamu saking pengennya tidur di hotel mewah lho... itu bisa jadi alternative. Sekalian dapat tambahan"

" Ihhhh.... ogah ya..."

" ada alternative lain mau Wa?"

" apaan?"

" nikah aja ma pak Ridwan"

" Ish, apaan sich, gak lucu tau"

" He'em....."

Suara deheman menghentikan obrolan mereka, melihat siapa yang datang, sontak mereka langsung berdiri dan membungkuk.

" Selamat siang pak"

hampir berbarengan Sari dan Nazwa menyapa atasannya yang tiba-tiba muncul. Beliau adalah pak Ridwan, direktur hotel tempat mereka bekerja. Diusia yang ke 45, masih betah melajang. Entah siapa yang ditunggunya, makanya disaat tertentu selalu jadi objek pembicaraan antara karyawan. Emang, tampang pas-pasan, tapi kan uangnya. Kata cewek sekarang tampang gak penting yang penting dompetnya tebal.

" Nazwa nanti akan ada tamu penting datang, beliau adalah pemilik asli hotel ini, tolong dipersiapkan segala sesuatunya, jangan sampai ada yg kurang. Saya tidak mau karena kinerja kalian, saya dianggap tidak becus. Dan kamu Sari, masih ada kamar VVIP yang belum direservasi, sebaiknya jangan di isi dulu, karena beliau akan menginap disini."

" Baik pak" lagi-lagi mereka menjawab secara bersamaan.

Sepeninggalan Pak Ridwan keduanya menarok nafas lega. Berharap saja Bosnya itu tidak mendengarkan percakapan mereka.

" Sar, ku kira pak Ridwan itu pemilik hotel ini, ternyata dia juga cuma karyawan kayak kita, bedanya dia direktur, sedang kita cuma recepsionis "

" Ada lagi bedanya Wa,"

" Apaan?

" Gajinya "

" Aish, ngomong ma kamu mah gak da faedahnya Sar"

" Tapi emang benerkan?, udahan yuk buruan siapin ntar keburu Big Bos dateng... kira-kira seperti apa ya,.. hemmm "

" Udah jangan banyak menghayal, Yuk...."

Pukul 11 siang tamu yang dimaksud sudah datang, dan semua karyawan berjejer rapi di loby sebagai bentuk penyambutan pemilik hotel.

Dua orang laki-laki datang tanpa ada pengawal, berpakaian batik, terlihat rapi berjalan memasuki hotel..

" Selamat siang pak, selamat datang"

Pak Ridwan menyapa kedua laki- laki yang dengan ramahnya menjawab sapaan direktur kami, bahkan dengan kami semua ia tersenyum, sungguh Big bos yang perfect.

Namun tidak dengan seseorang yang berdiri di belakangnya, yang nampak tertegun menatap salah satu dari sekian karyawan yang bejejer. Benarkah dia?

Paman

Bekerja disebuah hotel megah, namun inilah Sari, harus bisa melihat peluang karena hingga saat ini, kewajiban membantu bibi dikampung tetap harus berjalan. Apalagi dengan biaya pendidikan adik-adiknya yang semakin bertambah, maka bisnis nasi uduk yang dulu pernah ia geluti kembali ia jalankan.

Posisi rumah kontrakan yang strategis, dekat dengan kawasan pabrik, disini jugalah Sari kembali bèjualan nasi uduk disaat pagi hari sebelum berangkat kerja, hanya bedanya kalau dulu berkeliling komlpek, namun sekarang menggunakan ponsel semua bisa berjalan. Bukan tanpa alasan dia mencari tambahan, hanya berjaga-jaga saat ada keperluan mendadak.

Dari jam 6 pagi, dia sudah sibuk mengantar pesanan pelanggan yang sudah order dari kemaren, kadang ada juga yang ambil ditempat. menunggu waktu berangkat kerja, kegiatan sehari-hari Sari yang harus bekerja extra keras untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya dikampung.

"Sudah beres Sar?"

" Udah yuk, cabut "

Dengan berboncengan motor Nazwa dan Sari pergi ke hotel tempat mereka bekerja. Bunyi dering ponsel Sari, membuatnya menepikan motor yang ia kemudi.

" Iya Mia ada apa?" ternyata telpon dari Mia anak bungsu bibinya.

" Mbak, bapak kecelakaan, sekarang ada dirumah sakit" Terdengar suara Mia yang bergetar sambil menangis.

" Bagaimana bisa Mia?"

" Bapak jatuh dari gedung mbak, dan harus segera dioperasi"

" Apa begitu parah Mia?"

" Tulang rusuknya ada yang patah mbak, dan sampai sekarang bapak belum sadar"

Sejenak Sari terdiam, bingung harus bagaimana. Operasi itu pasti butuh biaya dan darimana bibi bisa mendapatkan uang itu.

" Mia, berikan telpon pada bibi" pinta Sari

" Iya Sar..." terdengar suara bibi Asih

" Bibi, bagaimana paman?"

" Pamanmu belum bisa dioperasi, karena dananya harus dibayar dimuka"

" Berapa?"

" Tadi bibi dapat informasi sekitar 50juta Sar, entahlah bibi bingung harus bagaimana... "

Sari terdiam, uang sebesar itu darimana ia bisa dapat.

" Bi, pinjamlah dulu pada pak Gofar, nanti biar Sari yang bantu bayar cicilannya"

" Tapi Sari, bunganya saja sudah besar. Bagaimana bisa kita membayar hutang sebesar itu"

" Bi, untuk saat ini keselamatan paman lebih penting, nanti kita pikir lagi ya caranya..." bujuk Sari.

" Baiklah Sari"

Akhirnya bibinya mengalah. demi paman yang sudah dianggap seperti ayahnya, Sari harus kembali memutar otak. Bagaimana cara membayar hutang pada rentenir dengan jumlah uang sebesar itu. Sari memijit pangkal hidungnya untuk meredakan rasa sakit dikepalanya.

"Sar, kamu baik-baik aja kan?" Suara Nazwa menyadarkan kembali bahwa ia tidak sendiri dan masih berada di pinggir jalan.

" Wa, kamu yang bawa ya motornya"

" Tapi kamu gak papa kan?"

" Pamanku kecelakaan Wa, butuh 50juta untuk biaya operasi" kata Sari.

Kata-kata Sari sudah cukup menjelaskan bahwa Sari tidak dalam keadaan baik-baik saja. Hanya motivasi yang bisa Nazwa berikan pada sahabatnya. Nazwa cukup tahu bagaimana keadaan Sari, apalagi ditambah dengan biaya operasi pamannya yang tidak sedikit. ' Kasihan kamu Sar' hanya itu yang bisa keluar dari dalam hatinya. Namun, kata ' salut' juga ia berikan pada seorang Sari. 'Tidak pernah ada kata menyerah dalam hidupmu Sar, semoga kelak perjuanganmu tidak sia-sia' untaian doa itu yang bisa Nazwa berikan untuk Sari.

Kemudian mereka kambali melaju menuju hotel tempat bekerja. kembali melanjutkan mencari sesuap nasi dan cicilan hutang yang akan ia hadapi. Semangat Sari.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!