NovelToon NovelToon

Nggak Dapat Ibunya, Anaknya Pun Jadi

Bab 1 : Kondangan

Dua orang pria dewasa saling berpelukan erat dengan penuh kerinduan. Apalagi selama bertahun-tahun lamanya mereka dipertemukan kembali dalam keadaan yang berbeda. Sudah sama-sama berumur.

"Ken, kamu datang?" tanya Arman terlihat berbinar melihat sahabat yang selalu dirindukannya datang ke pernikahan putrinya.

"Ya, Aku datang, Man. Memenuhi undanganmu!" jawab Kenzo dengan raut muka tenang.

"Terimakasih banyak, Ken. Kamu bersedia datang memenuhi undanganku!" mereka saling berpelukan.

"Maaf, Man. Aku salah. Seharusnya jangan gara-gara seorang wanita kita jadi bermusuhan. Aku terlalu kekanakan!"

"Tidak, Ken. Aku yang salah. Seharusnya aku tahu kalau kau juga mencintai Miranti. Andai saja waktu itu aku tahu perasaanmu pada Miranti, mungkin aku akan lebih memilih mundur daripada menikahi Miranti!"

"Hey, Bro. Kamu ini ngomong apa sih? Yang lalu biarlah berlalu. Aku juga sudah melupakannya. Lagipula Miranti cintanya sama kamu, kalian itu berjodoh, mana mungkin aku memaksakan kehendakku sendiri!.

"Iya, semuanya memang sudah berlalu. Tapi gara-gara masalah itu, kamu melupakan persahabatan kita!"

"Iya. Aku minta maaf. Aku butuh waktu lama untuk menyembuhkan lukaku!" jawab Kenzo tersenyum lebar, "Tapi percayalah, lukaku sudah sembuh. Aku sudah memaafkan mu!"

Manik Kenzo celingukan seperti mencari seseorang, "Dimana Miranti? Aku juga ingin mengucapkan selamat padanya!"

Wajah Arman langsung muram, matanya mengembun, lalu berkata, "Miranti sudah lama meninggal, Bro. Saat melahirkan putri kecil kami." Arman mengusap air matanya, lalu menghembuskan nafasnya panjang.

"Sekarang Putri kecil kami akan menikah. Waktu berjalan begitu cepat, tidak terasa kita sudah tua ya, Bro!" kekeh pria berusia 38 tahun itu.

Kenzo menepuk dada Arman, "Kamu yang merasa tua, aku nggak pernah tuh merasa tua. Jiwaku masih muda. Man, kita ini masih 38 tahun. Nggak tua tua amat lah. Kata orang, usia seperti itu semakin matang dan menantang!" Kenzo membanggakan dirinya sendiri sambil tertawa lebar. Arman juga ikut tertawa.

Memang di usia 38 tahun, pria berwajah campuran indo Jerman itu terlihat masih begitu tampan dan gagah. Tidak ada kerutan di wajahnya, karena memang Kenzo sangat pandai menjaga tubuh dan kesehatannya.

Selain makan makanan yang bergizi dan sehat, Kenzo rutin melakukan gym mandiri. Bukan hanya itu, Kenzo juga rutin perawatan tubuh di salon langganan. Tidak menutup kemungkinan di usianya yang matang wajahnya nampak awet muda, kulitnya terlihat liat, putih dan mulus, tidak ada kerutan di sana-sini, staminanya juga tidak diragukan lagi.

"Ngomong-ngomong soal Miranti, aku turut berduka cita, Man. Sungguh aku nggak tau kalau Miranti sudah tidak ada. Maaf!" Kenzo terlihat muram.

"Tidak apa-apa. Kamu datang ke sini dan masih mengingatku saja, aku sudah seneng banget, Ken."

"Saat pertemuan terakhir kita, aku memang memutuskan menetap di Jakarta. Karena aku ada bisnis di sana." Ucap Ken.

"Iya, aku mengerti dengan kesibukanmu. Tapi ngomong-ngomong di mana istrimu, Bro?" Arman tidak melihat Kenzo menggandeng wanita.

Kenzo tersenyum lebar, "Aku belum nikah, Bro!"

"Hah, Apa?" Arman sedikit terkejut dengan penuturan sahabatnya. Masa iya pria setampan dan sekaya Kenzo belum nikah. Rasanya nggak mungkin banget.

"Jangan terkejut begitu, Bro! Aku memang belum married. Mainin cewek sih, sering!" kekehnya.

"Kamu player?"

"Ya begitulah! Hahahaha!" Kenzo malah terbahak.

Arman hanya geleng-geleng kepala melihat Kenzo tertawa lebar seperti itu, "Apa yang kamu tunggu lagi? Mapan sudah. Wajah tampan. Usia juga sudah matang banget. Lalu, kamu mau tunggu apa lagi?"

"Anak Perempuanku saja sekarang mau nikah. Setelah menikah dia pasti akan hamil dan punya anak. Aku akan segera menjadi kakek. Nah, kamu? Ck, Ck." Arman geleng-geleng kepala.

"Hahahaha, itu kan kamu. Lah kamu nikahnya saja lulus SMA, yah, wajarlah di usiamu itu mau jadi kakek-kakek!" ledek Kenzo tertawa renyah.

"Ah, sialan. Kamu ngeledek saya, Ken?"

"Hahaha, tapi yang aku omongin betul kan?"

"Iya sih!" mereka tertawa bersama.

-

-

"Pak Arman, gawat! Ini benar-benar celaka!" seseorang menghampiri Arman dengan wajah cemas.

"Ada apa sih, Yo?" wajah Arman tidak kalah cemasnya.

"Calon pengantin Hanum kabur, Pak!" ujar pria itu.

"Maksudmu apa, Yo? Ngomong tuh jangan setengah-setengah. Saya jadi pusing dengerinnya!" beo Arman pada pria itu.

Pria itu langsung menarik nafasnya panjang lalu menghembuskannya kembali.

"Sudah tenang?" tanya Arman lagi. Pria itu hanya menganggukkan kepala.

"Saya dan rombongan datang untuk menjemput calon manten pria, sampai di sana, kontrakannya sepi, Pak. Lalu, saya tanya sama tetangga sebelah. Kata tetangga sebelah Edo dan keluarganya pindah ke luar kota. Bahkan mereka masih menunggak kontrakan 4 bulan, belum dibayar sama pemilik kontrakan. Cilaka ini pak Arman!"

"Ka-ka-mu yakin, Yo? Kamu sedang gak bercanda kan?"

"Sumpah, Pak. Kalau pak Arman nggak percaya, tanyakan pada yang lain!" ujar pria dengan kepala plontos itu.

Arman melangkah mundur sambil memegangi dadanya. Untung Ken berdiri tepat di belakang Arman, dia langsung menahan tubuh sahabatnya agar tidak terjatuh ke lantai.

Tatapan Arman sendu dengan linangan air mata. Dia juga seperti menahan rasa nyeri di dada, meringis menahan sakit dan sesak.

"Man, kamu nggak papa kan? Man?" panggil Kenzo terlihat khawatir.

"Aaaaaaaaaa."

"Man, kamu kenapa? Maaaaaaannnnn____!" pria itu ambruk tepat di pangkuan Ken.

Sementara di dalam kamar pengantin.

"Num, bapak kamu!"

"Ada apa dengan bapak?" seorang wanita cantik terlihat panik, ia berlari kecil menuju teras.

"Jantung Om Arman kumat!" ujar gadis yang usianya sepantaran dengan Hanum.

"Apa?"

******

Kenzo dibantu oleh para tetangga membopong tubuh Arman ke mobilnya. Ya, ia akan membawa Arman ke rumah sakit. Namun saat akan menjalankan mobilnya, tiba-tiba seorang gadis cantik berpakaian pengantin menghampirinya.

"Om, apa yang terjadi dengan bapak?" tanya gadis itu.

"Kamu siapa?" Ken tidak menyadari gadis itu memakai pakaian pengantin.

"Saya anaknya. Nama saya Hanum. Apa yang terjadi sama bapak?"

Bukannya menjawab, Ken langsung menyuruh Hanum untuk masuk ke mobilnya. Gadis cantik itu pun menurut, masuk ke mobil Ken, duduk di samping Arman.

"Hiks, bapak kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi?" gadis itu terisak-isak pilu. Kenzo merasa iba dengan nasib Putri sahabatnya.

"Hanum, maafkan bapak!" ujar Arman terbata menahan sakit di jantungnya.

"Hiks, apa yang bapak katakan? Bapak tidak salah apa-apa dengan Hanum. Hanum mohon, jangan tinggalkan Hanum, Pak!"

Ken mendengarkan obrolan ayah dan anak itu sambil fokus mengendarai mobilnya menuju rumah sakit terdekat. Jujur, saat ini dia juga sangat khawatir dengan Arman. Mengingat masa lalu mereka, Arman dan Kenzo adalah sahabat dari kecil.

Sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, mereka selalu bersama-sama. Selera mereka selalu sama, bahkan soal menyukai gadis, mereka juga menyukai gadis yang sama.

Sayangnya si gadis lebih memilih Arman yang penyabar dan penyayang dibandingkan dengan dirinya. Gadis yang beruntung dinikahi Arman adalah Miranti.

Untuk menghindari zina, mereka memilih untuk menikah muda, dari pada berbuat maksiat tentunya akan merugikan diri sendiri.

Kini mereka sudah berada di ruangan UGD. Arman langsung mendapatkan pertolongan pertama dari tim dokter.

Hanum dengan masih memakai kebaya pengantin, terlihat begitu cemas dan khawatir. Di depan ruangan UGD, ia terus berjalan bolak-balik mirip seperti setrikaan. Ken yang sedari tadi memperhatikan, juga turut pusing melihat Hanum mondar-mandir.

"Hanum, duduklah dulu. Tenangkan diri kamu!" ujar Ken pada gadis muda itu.

"Om, sebenarnya ada apa? Kenapa jantung bapak bisa kambuh?"tanya Hanum penasaran.

"Kau tidak tahu?" tanya Ken, Hanum menggelengkan kepalanya.

Ken langsung menghembuskan nafasnya berat. Entah kenapa rasanya begitu berat mengatakan hal ini pada gadis cantik di depannya. Padahal di depan para kolega pembisnis, Ken termasuk orang yang sangat kompeten dalam berbicara di podium. Hari ini dia benar-benar seperti sedang diuji mentalnya.

"Tadi ada seorang laki-laki datang ke rumah. Dia, orang yang menjemput pengantin pria. Kata pria itu, calon suamimu dan keluarganya kabur. Mereka semua sudah pindah ke luar kota. Jadi intinya, mereka membatalkan pernikahan!"

"A-a-pa? Mas Edo kabur? Dia____!" Hanum terduduk lemas karena shock mendengar penjelasan pria dewasa di depannya.

"Itu nggak mungkin. Dia sangat mencintai aku____!"

"Jika cinta nggak mungkin dong dia kabur!" sahut Ken sedikit kesal, karena gadis muda itu tidak percaya dengan dirinya.

Hiks ... Hiks ... Hiks

Gadis itu malah nangis. Bahkan tangisannya makin kenceng, Ken jadi canggung sendiri. Nanti dikira orang, dia ngapa-ngapain gadis itu gimana?

"Eh, udah dong jangan nangis! Nanti dikira orang saya ngapa-ngapain kamu!"

"Hiks, saya itu lagi sedih loh, Om! Harusnya Om hibur saya kek!"

"Hah, tapi saya hibur kamu gimana? Saya ini bukan badut atau komedian kayak Sule!" protes pria itu.

"Huuuuuuaaaaaaaa," Hanum malah menangis lebih kencang lagi.

"Eitsssss, udah doooooong! Duh, nangisnya malah tambah kenceng lagi!" Ken terlihat panik melihat Hanum semakin kencang menangis.

"Cup. Cup. Adik Sayang, jangan menangis lagi ya! Nih, Om punya permen. Mau nggak?"

"Ih, orang lagi sedih malah di bencandain!"

"Hehehe," Ken malah terkekeh kecil.

Bersambung ...

Kasih like dan komen untuk Om Ken.....😁😁😁

Bab 2 : Niat Kondangan Malah Jadi Manten

Takdir menentukan siapa yang kamu temui dalam hidup, tetapi hanya hatimu yang dapat memutuskan siapa yang akan tinggal dalam hidupmu.

****

"Apa? Nikah sama Om Ken? Bapak, please dong jangan ngadi-ngadi? Masa iya aku menikah sama om-om?" Hanum sama sekali tidak percaya mendengar permintaan sang bapak yang menurutnya agak konyol.

"Bapak mohon, Num. Hanya dia yang bapak percaya untuk menjaga kamu? Waktu bapak tidak banyak lagi." Ucap Arman meringis menahan kesakitan.

"Maksud bapak apa sih?" melihat bapaknya merintih kesakitan, tentu saja Hanum sangat khawatir.

"Bapak divonis mengidap kanker hati. Sudah stadium 4. Jantung bapak juga bermasalah. Bapak mohon penuhi permintaan bapak!"

"Tapi, Pak____!" Hanum menggigit bibirnya sendiri. Linangan air mata sudah tidak mampu dibendung lagi.

"Ken, aku mohon nikahi putriku. Dia masih polos. Masih perawan. Tidak tersentuh lelaki manapun. Aku percaya kamu bisa menjaganya. Waktuku sudah tidak banyak lagi. Aku mohon jagakan dia untukku!" pekik Arman, nafasnya memburu, matanya terbeliak ke atas.

"Ba-pak! Hiks!" Hanum terisak, ia terlihat rapuh saat itu.

"Man, kamu akan sembuh. Percayalah!"

"Tidak, Ken. Kanker hati yang aku derita sudah stadium 4. Aku tidak akan pernah bisa sembuh. Tolong penuhi permintaan sahabatmu yang terakhir ini!"

"Tapi_____!"

"Aku mohon _____!" pinta Arman sangat memohon.

"Baiklah." Sahut Kenzo pada akhirnya.

Hanum tidak percaya kalau Om Ken mengiyakan permintaan bapaknya. Ingin rasanya ia protes saat itu juga, namun bibirnya tak mampu mengucapkan itu, melihat kondisi bapaknya yang kritis.

Dengan kuasa uang, hari itu juga Ken mampu mendatangkan seorang penghulu dan beberapa orang saksi, seperti dokter, suster, bahkan orang lewat pun ia suruh untuk menjadi saksi. Betul kata orang, dengan uang urusan menjadi gampang dan mudah.

Kata 'Sah' akhirnya terucap dari bibir para saksi. Kenzo Rayyan Alvaro dan Hanum Salsabila akhirnya sah menjadi pasangan suami istri. Semua orang yang ada di ruangan itu mengucapkan selamat. Arman terlihat bahagia melihat putrinya kini sudah berubah status menjadi istri dari sahabatnya.

Bersamaan itu mesin Elektrokardiogram memperlihatkan gerakan yang sangat lemah, kemudian beberapa menit kemudian benar-benar berhenti. Arman sudah tidak bernafas. Pria itu benar-benar pergi untuk selamanya.

"Maaf, Pak. Pasien sudah tidak ada!" ucap dokter yang memeriksa denyut nadi Arman.

"Bapaaak. Hanum mohon jangan tinggalin Hanum, Pak. Kalau bapak pergi, Hanum sama siapa? Hiks ... Hiks ... Hiks!"

"Bapak. Bangun, Pak. Buka mata bapak. Jangan tinggalkan Hanum. Hanum mohon!" gadis itu menangis histeris melihat tubuh Arman hanya diam tidak merespon.

Bukan hanya Hanum yang sedih, sejujurnya Ken juga mengalami perasaan yang sama seperti Hanum. Tapi mana mungkin dia menangis meraung-raung seperti Hanum, dia laki-laki. Mau ditaruh di mana harga dirinya sebagai laki-laki.

Ken mendekat ke arah Hanum. Lalu ia memeluk tubuh ringkih itu untuk menyalurkan kekuatan.

"Aku tahu kamu sedih. Menangislah!" ucap pria matang itu sambil mengelus rambut Hanum dengan lembut.

"Bapak, Om. Bapak ____! Hiks ... Hiks ... Hiks!" tangisan Hanum menguraikan segala kesedihannya.

"Jangan takut. Aku ada di sini. Aku akan melindungimu!"

"Kenapa bapak ninggalin Hanum, Om?"

"Itu sudah takdir, Hanum. Kamu harus ikhlas, biar Arman____! Eh, maksud Om, biar bapak kamu tenang di sana!" Ken masih mengelus lembut untaian hitam milik gadis cantik dan manis itu.

"Hanum hanya punya bapak. Hanum tidak punya siapa-siapa lagi, Om!"

"Ada aku, Hanum. Sekarang kau kan istriku. Aku suamimu. Jadi aku yang akan bertanggung jawab atas dirimu!"

"Tapi, Om_____!"

"Sssssssstttttttt. Menangislah jika kau ingin menangis. Tapi setelah ini berjanjilah untuk tersenyum!"

"Hiks .... Hiks ...., Om!"

*******

Acara pemakaman dilaksanakan dengan khidmat dan lancar. Semua orang sudah pulang ke rumahnya masing-masing, kecuali Hanum. Dia masih betah di sana, Ken masih setia menemani gadis yang sekarang sudah sah menjadi istrinya itu.

Ken mendekat ke arah Hanum, ia ikut berjongkok di samping gadis itu. Tersenyum memandang nisan yang terukir indah nama Arman di sana.

"Aku berjanji, Man. Akan menjaga Hanum dengan baik. Kau tenang saja di sana ya. Tidak usah khawatirkan soal Hanum. Aku minta izin membawa Hanum ke Jakarta. Kami akan sering-sering ke sini!" tangan Ken tergerak mengelus papan nisan itu, lalu mengambil bunga, dan menaburkannya di atas tanah yang masih basah.

"Ayo kita pulang!" ajak Ken menggandeng tangan Hanum.

Gadis itu menurut tanpa membantah ucapan Ken saat pria itu menggandengnya masuk ke mobil. Dengan penuh perhatian, Ken memasangkan sabuk pengaman di tubuh sang istri.

"Kita pulang dulu ke rumahmu. Setelah itu bawa baju-baju yang kau butuhkan saja. Jangan terlalu banyak. Di kota kamu bisa beli lagi!" ucap Ken sambil fokus mengendarai mobilnya.

"Bajuku tidak banyak, Om. Tidak akan lama untuk membereskannya!"

"Baiklah."

Hanum keluar dari kamarnya hanya membawa satu tas baju. Tidak terlalu besar, tapi cukup berat saat Ken mengangkat.

"Apa isinya?"

"Beberapa foto aku dan bapak. Tidak apa-apa kan aku bawa, Om?"

"Oh, tidak masalah."

"Tapi nanti bagaimana dengan rumahku, Om?"

"Dua Minggu sekali kita akan kesini. Atau aku bisa suruh orang untuk membersihkan rumahmu setiap hari. Nanti aku akan bayar!"

"Oke. Terserah om saja! Aku ngikut!" sahut gadis itu, masih lesu dan lemah.

Ken mulai melajukan mobilnya. Selama perjalanan tidak ada pembicaraan lagi di antara mereka. Hanum benar-benar diam membisu. Hingga setengah perjalanan ke arah Jakarta, Ken sengaja membelokkan mobilnya ke arah tempat makan.

Hanum tersentak kaget saat Ken dengan tiba-tiba menghentikan mobilnya di depan tempat makan.

"Kok kesini, Om?" tanya Hanum heran.

"Aku lapar. Kamu belum makan juga kan? Kita makan dulu ya!"

"Tapi aku nggak lapar, Om!"

"Jangan begitu dong, nanti bapak kamu sedih melihat kamu kayak gitu. Kamu harus makan!"

"Aku nggak lapar, Om!" tolak Hanum lagi. Matanya sembab, Ken tahu, Hanum masih sangat bersedih.

"Kalau gitu, kamu temani aku makan!"

"Tapi____!"

"Sekarang aku suamimu loh. Istri itu harus nurut kata suami. Jadi saat aku memerintahkan kamu untuk nemenin aku, kamu ya harus mau!"

"Baiklah. Aku turun. Tapi cuma nemenin om doang ya!"

Ken tersenyum senang karena berhasil membujuk gadis itu. Saat sudah memasuki tempat makan, Ken menunjuk kursi kosong dekat dengan jendela.

Ken memesan dua porsi makanan untuk dirinya dan untuk Hanum. Gadis itu menatap heran.

"Kan aku sudah bilang, Om. Aku nggak lapar."

"Tapi tetep kamu harus makan. Sedari siang kamu belum makan apa-apa. Setidaknya hargai suami kamu yang sudah memesan makanan untuk kamu! Aku harus mengeluarkan uang loh untuk membayar makanan ini!"

"Baiklah. Aku akan makan!" jawab Hanum sambil menundukkan kepalanya.

Ken tersenyum tipis. Bujukannya kembali dituruti oleh Hanum. Ternyata gadis itu cukup penurut juga.

Selesai makan, mereka kembali ke mobil. Ken melanjutkan perjalanannya yang masih setengah perjalanan lagi untuk sampai ke Jakarta. Melirik ke arah Hanum, gadis itu malah terlelap di mobil.

Ken juga terlihat kelelahan. Dia tidak tega membiarkan Hanum ketiduran di dalam mobil. Bahkan berkali-kali gadis itu terantuk mobil karena Ken mengendarai mobil cukup kencang. Pria matang itupun memutuskan untuk menginap di hotel untuk beristirahat.

Saat Ken membopong tubuh Hanum memasuki hotel, gadis itu sama sekali tidak bereaksi apa-apa. Gadis itu mungkin kelelahan, pikir Ken saat itu.

Beberapa petugas menyapa Ken, Ken mengulum senyum tipis, mereka tahu siapa itu Kenzo. Dia adalah tamu VIP hotel tersebut. Jika ada perjalanan bisnis keluar kota, Kenzo selalu menginap di hotel tersebut. Makanya petugas hotel begitu hafal siapa Kenzo.

Petugas langsung memberikan kunci kamar pada pria tampan itu.

"Ya Ampun. Gadis ini kebo sekali. Bahkan sampai di kamar pun, dia sama sekali tidak bangun, "gumam Ken sambil geleng-geleng kepala.

Sedetik kemudian ia tersenyum menatap Hanum. Gadis cantik nan manis yang tak lain putri dari wanita yang dulu pernah ada dihatinya, kini menjadi bagian hidupnya. Wajahnya bagai pinang dibelah dua dengan wajah Miranti. Hanya saja tubuh Hanum lebih berisi, dan bagian dadanya cukup montok. Eh....

Tidak dapat ibunya, anaknya pun jadi, gumam Ken dalam hati.

Bersambung ....

Ayo kasih bunga buat Om Ken!!!!! Jangan lupa like-nya*!!!!

Bab 3 : Aku Bukan Tua, Tapi Matang!

Hanum mengerjapkan mata, merasa asing dengan kamar yang ditempatinya. Ia mulai ingat, tadi malam memang berada di dalam mobil. Lalu sekarang ia berada di tempat asing.

Manik indahnya menelusuri setiap sudut ruangan, ia tak menemukan keberadaan Om Ken. Kemudian ia meraba dirinya sendiri, takut Om Ken melakukan hal tak senonoh, lalu meninggalkannya begitu saja. Seperti di sinetron yang Hanum sering tonton. Dan Alhamdulillah, sepertinya pria yang kini sudah sah menjadi suaminya itu tidak melakukan apa-apa. Pakaiannya masih lengkap. Hanum menarik nafasnya lega.

"Om Ken kemana ya?"

Baru saja kakinya turun dari tempat tidur, pintu dibuka dari luar. Hanum tersentak kaget, namun melihat wajah tampan pria dewasa itu seketika perasaan canggung menyelimutinya.

"Kamu sudah bangun?" tanya Kenzo begitu melihat Hanum duduk di sisi ranjang.

"Om Ken darimana?" tanya Hanum.

"Beli makanan untuk sarapan. Ayo kita sarapan!" ajak pria itu tersenyum manis.

"Hanum mandi dulu, Om!"

Hanum merasa bingung, ia hanya berdiri mematung, tidak berani bertanya. Ken yang paham, ia tersenyum kecil. Kemudian meraih paper bag diatas kursi, dan menyerahkannya pada gadis cantik itu.

"Apa ini, Om?" tanya Hanum polos.

"Itu pakaian, aku membeli satu setel pakaian untuk kamu ganti!" jawab Ken.

"Tapi Hanum membawa pakaian, kenapa harus membeli, Om?"

"Kopermu ada di bagasi mobilku. Rasanya ribet kalau harus mencari satu stel pakaian di kopermu. Yah, aku beli saja di butik terdekat. Di situ juga sudah lengkap dengan pakaian dalamnya. Semoga muat!"

Seketika pipi Hanum langsung memerah. Maniknya tidak berani menatap ke arah Kenzo, ia lebih memilih masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Kenzo tersenyum kecil saat melihat tingkah polos Hanum. Gadis itu sedang malu-malu, tapi terlihat begitu menggemaskan.

Tak berselang lama, Hanum sudah keluar dari kamar mandi dengan memakai dress yang Kenzo belikan tadi. Dress tersebut sangat pas ditubuh Hanum. Dress bunga-bunga sebatas lutut, dengan pita ditengahnya, memberikan kesan manis pada si pemakai.

Manis. Batin Ken menatap ke arah Hanum yang menunduk malu-malu.

"Apakah lantai di bawah lebih tampan dari wajahku? Kenapa sedari tadi hanya lantai yang kau tatap?" tanya Ken terkekeh.

"Emmm, bukan begitu!" Hanum menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Hanum nggak biasa memakai dress mahal, Om!" jawabnya lirih.

"Tau dari mana itu dress mahal?" Ken yakin tadi sudah mencopot label harganya.

"Ya Ampun, Om. Meski Hanum cuma tamatan SMA, Hanum bisa membedakan mana barang mahal dan barang murah. Hanum yakin ini dress mahal!" Hanum meninggikan suaranya beberapa oktaf, "Eh, Maaf, Om. Hanum nggak bermaksud____!" lirihnya.

Bukannya marah Ken justru terbahak. Ternyata gadis itu cukup cerdas juga, pikirnya.

"Lupakan soal dress. Sekarang duduklah. Kita sarapan dulu!" ajak Ken pada gadis itu.

Hanum menurut. Perutnya juga sudah sangat lapar. Ia duduk di hadapan Ken, menyiapkan sarapan yang sudah dibeli oleh suaminya. Uhuy, Suami ....

"Om, kenapa kita menginap di hotel? Bukannya menginap di hotel mahal ya, Om?" tanya Hanum disela makannya.

"Kamu ketiduran di mobil. Aku nggak tega melihatmu tidak nyaman tidur di mobil. Aku juga lelah, seharian menyetir sendiri!"

Hanum menundukkan kepala, dia merasa bersalah.

"Kalau Om capek, Kita gantian menyetir?" tawar Hanum dengan wajah polosnya.

Ken tersenyum, "Memang kamu bisa menyetir?"

"Bisa. Dulu Edo pernah ngajarin Hanum nyetir mobil, Om. Hanum juga sering nonton Edo balapan liar, pernah ikut nemenin juga!" Hanum membanggakan dirinya karena dia pernah ikut balap liar.

Ken mengerutkan keningnya, "Kamu ikutan balapan liar?"

Hanum mengangguk bangga. Ken jadi semakin tertarik dengan kehidupan yang Hanum jalani.

"Apa Edo adalah pria yang akan nikahin kamu itu?" tanya Ken, penasaran.

"Iya, Om," sahut Hanum, wajahnya muram.

"Kalian pacaran sudah lama?" tanya Ken lagi.

Hanum memilin jarinya. Sebenarnya dia malas untuk bercerita, tapi sepertinya Om Ken penasaran. Dengan sedikit helaan nafas Hanum pun bercerita sedikit kisahnya dengan Edo.

"Dia itu pria yang sangat aku cintai, Om. Kami berpacaran saat kami sama-sama SMA. Dia baik, perhatian, dan tentunya sangat sayang sama aku. Bapak sering lihat Edo nganterin aku pulang malam. Nggak mau terjerumus ke hal-hal yang dilarang agama, bapak pun menyuruh orang tua Edo untuk melamar aku setelah lulus SMA. Padahal aku punya keinginan untuk meneruskan pendidikan hingga kuliah. Tapi sumpah, Om. Aku dan Edo nggak ngelakuin apa-apa. Aku hanya nemenin dia balap liar doang. Tapi bapak keburu curiga dan berprasangka buruk! Yah rencananya kami dinikahkan!" jelas Hanum panjang lebar.

"Lalu, kenapa dia kabur? Katanya kalian saling mencintai! Saling sayang!" ledek Ken.

"Nah, itu. Aku juga nggak paham, kenapa Edo sampai kabur?" Hanum menunduk, matanya kembali mengembun. Dia sudah tidak sanggup berbicara. Tak terasa air mata mengalir di pipinya.

Meski Ken sedikit nakal pada wanita, dia adalah sosok pria yang nggak tegaan. Apalagi melihat seorang wanita menangis di depannya.

"Sudah. Sudah. Jangan menangis. Aku minta maaf kalau membuatmu sedih."

"Hanum cuman nggak habis pikir, Om. Kenapa Edo tega ninggalin Hanum disaat kami akan menikah?" Hanum masih terisak, "Andai sejak awal dia mau membatalkan pernikahan, kejadiannya nggak akan kayak gini. Bapak nggak meninggal. Om pun nggak perlu nikahin Hanum!"

"Hey, kamu ngomong apa sih?" Ken mengusap air mata yang sudah mengalir ke pipi Hanum, "Semua sudah takdir. Tidak ada yang bisa melawan takdir Tuhan, Hanum!"

Hanum mengangkat kepalanya menatap Ken, "Seandainya Om tidak tahan dengan Hanum, Om boleh meninggalkan Hanum. Atau jika istri Om marah pada Om karena menikahi Hanum, saat itu juga Om boleh meninggalkan Hanum. Hanum tidak apa-apa! Sungguh!"

Mendengar itu Ken terkekeh kecil, "Istri yang mana? Aku belum menikah!"

Hanum mendongak, lalu menatap lurus manik indah Ken, "Om belum menikah? Bapak saja sudah punya anak sebesar aku. Masa Om belum _____!"

"Hahaha!" Ken sudah tidak bisa menahan tawanya. Hanum itu cantik, manis, menggemaskan, dan juga sangat lucu.

"Bapak kamu itu menikah muda. Lulus SMA dia sudah nikah. Yah, tentu saja anaknya sebesar kamu!"

"Lalu, kenapa Om belum menikah? Padahal Om kan sudah _____!"

"Tua, maksud kamu?"

Hanum meringis, merasa tidak enak kalau mengatai Ken tua. Tapi kalau diperhatikan lebih seksama, Ken itu tampan. Malah sangat tampan diusianya yang sangat matang. Eh ...

"Bukan aku yang ngomong. Om sendiri loh yang ngomong!" Hanum terkikik kecil.

"Aku ini bukan tua. Tapi matang!" Ken tidak terima kalau dirinya dikatai tua. Hanum terkekeh mendengar itu.

"Habiskan makananmu, setelah ini kita melanjutkan perjalanan lagi!"

"Emmm, apakah kita ke rumah Om?"

"Hem, tentu saja. Kau akan ke rumahku."

"Ada siapa saja di sana?" tanya Hanum penasaran.

"Hanya ada ibu dan kedua kakakku!"

Hanum mengernyit lucu.

"Hati-hati, Ibuku galak. Dia suka makan orang! Haum!" ucap Ken menirukan auman harimau.

"Ommmmm____!"

Bersambung .....

Kasih Like buat om Ken dong.....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!