17.000 tahun yang lalu perang terjadi di alam manusia atau yang disebut dengan Middle Relam. Perang itu memicu berbagai ras lain muncul ke daratan manusia.
Tiga Alam gempar akibat bocornya kekuatan alam yang sangat murni di Middle Realm. Kemurniannya bahkan setara dengan yang dimiliki Upper Realm.
Fenomena itu awalnya menjadi pertanda baik bagi manusia. Manusia yang dulu dianggap remeh dan dipandang sebelah mata oleh ras lain kini tidak lagi.
Beberapa manusia dengan kondisi khusus mulai terpicu akibat bocornya Ki murni itu. Kini manusia sudah bisa berkembang lebih kuat, bahkan cukup kuat untuk menyamai ras lain. Bahkan tidak sedikit dari pada manusia itu berguru ke ras lain untuk menjadi kuat.
Seiring berjalannya waktu, mereka perlahan mulai mendominasi daratan- bahkan ada yang beberapa mencoba melawan ras lain.
Namun, keberuntungan bagi manusia tidak berjalan cukup lancar. Kitab dan senjata asing tiba-tiba turun ke daratan secara acak ke berbagai benua. Bukan hanya manusia yang menyadari bahwa kita dan senjata itu adalah senjata yang kuat tapi ras lain juga.
Semua itu menjadi awal dari Era Kehancuran bagi daratan Manusia. Banyak korban berguguran dari peperangan, dan di saat yang sama banyak bakat yang bermunculan di Alam Manusia. Dan itu menjadi awal mula untuk Manusia berkembang menjadi setara atau bahkan lebih kuat dari yang lainnya.
***
"Ehh gimana kalau kita mendaki, yok...? Dengar-dengar ada Altar Kuno loh di puncak Gunungnya!"
Seru Fasya bersemangat, bosan karena di liburan kali ini mereka hanya berkumpul dan saling mengobrol seperti biasa tanpa ada kegiatan lain.
"Hmm... Boleh juga sih... Yang lain gimana?" Arsya melirik ke yang lainnya.
"Ngikut aja sih kita..." ucap Fano, Arthur, Fixy, dan Nara bersamaan.
"Baiklah, sudah diputuskan... Kita berangkat besok jam delapan tepat!" Fasya sambil tersenyum lebar, matanya bersinar penuh semangat.
"Yang bener aja!?" Fixy mengurutkan dahinya.
"Benar. Apa tidak terlalu mendadak tuh Fa?" Fano mengangkat alisnya.
Fasya berkedip beberapa kali, berkonsentrasi, lalu mulai berkata dengan semangat.
"Tentu saja. Lagipula kan bang Fano juga cukup berpengalaman."
Kini Fano mengerutkan dahinya.
"Setelah ku lihat, ternyata gunungnya tidak terlalu tinggi. Bahkan jalurnya juga cukup bagus untuk pemula lewati... Seharusnya tidak masalah kan...?"
Arsya meyakinkan.
Fixy berdiam sebentar, lalu bertanya.
"Kalian... Bagaimana?" Pertanyaan itu ditujukan ke Arthur dan Nara.
Arthur dan Nara saling lirik sebentar, lalu menjawab dengan kompak.
"Ngikut...!"
Fixy memutar bola matanya dengan jenuh.
"Benar juga, bertanya ke kalian tidak akan mendapatkan hasil... Kalian seperti pasangan saja, sangking kompaknya!" Gerutu Fixy.
Seketika itulah Fixy mendapatkan tatapan sinis dari Arthur dan Nara yang tidak terima dengan perkataannya.
"Baiklah... Aku juga ngikut...!" Tambah Fano tiba-tiba.
'Yang bener saja... Firasatku buruk!!'
Pikir Fixy sebentar, lalu menghela nafas pelan.
"Yah, Baiklah, kita pergi besok..."
Dengan penuh semangat Fasya mengangkat kedua tangannya.
"Untuk sekarang kita harus mendiskusikan apa saja yang perlu disiapkan kedepannya. Sebelum hari mulai sore kita harus secepatnya memutuskan!" Jelas Fano.
"Karen ini pertama kalinya kalian mendaki, maka cukup banyak yang perlu disiapkan. Untungnya gunungnya bagus untuk pemula seperti yang Arsya bilang... Pertama, kita harus memakai baju- lebih tepatnya jaket khusus untuk naik ke gunung, atau jaket tebal untuk menahan dingin, karena angin di gunung bisa berbahaya bagi tubuh, kita tidak boleh menyepelekan aturan itu."
Fano mulai menjelaskan.
"Kedua, tenda. Aku cukup yakin kalian tidak memiliki tenda kan? Aku punya satu, dan itu cukup untuk tiga orang, berarti kita membutuhkan satu lagi untuk kalian bertiga. Kalian ingin beli atau bagaimana? Ah, sebaiknya aku meminjamkan ke temanku saja, aku akan mengabari kalian nanti saat aku sudah mendapatkan pinjaman."
Fixy menguap, ia tiba-tiba mengantuk saat Fano mulai menjelaskan.
'Seharusnya tadi aku beli kopi saja...' Pikir Fixy sedikit menyesal karena membeli es susu di pagi hari daripada membeli kopi hangat.
Lengah sedikit, tiba-tiba penjelasan dari Fano sudah terlewat cukup banyak.
"Karena kalian masih pemula, jangan melakukan hal-hal aneh saat mendaki. Ikuti saja instruksi dariku dan tetap dekat denganku, jangan sampai ada yang tertinggal atau terpisah. Saat salah satu dari kalian lelah maka jangan ragu untuk bilang."
Fixy semakin mengantuk, ia kesulitan mengikuti penjelasan Fano. Suara dari Fano mulai terdengar semakin jauh. Kelopak mata Fixy semakin terasa berat.
"Baiklah, untuk sekarang kita akan bubar dulu, karena hari masih siang, kita harus mempersiapkan nya sekarang. Kalian sudah mengerti tugas masing-masing bukan?"
Semua mengangguk mengerti, kecuali Fixy yang sudah mulai tertidur dengan posisi duduk bersila.
"Bang! Hei... Bangun!"
Suara samar terdengar ditelinga Fixy, dia terbangun saat badannya digoyangkan oleh Arsya.
"Ah- iya?" Fixy setengah sadar menjawabnya.
"Kau tertidur?" Fano mengerutkan dahinya.
Fixy hanya menggaruk kepalanya dan tersenyum kecil.
"Tidak apa-apa, nanti akan aku jelaskan di chatting..." Tambah Arsya.
"Baiklah, sekarang pulang kerumah masing-masing dan persiapkan keperluannya oke?"
Jelas Fano sekali lagi.
Fixy mengangguk. Mereka mulai bubar masing-masing.
***
'Siapa sangka aku bisa tertidur mendengar penjelasan bang Fano..."
Fixy tersenyum sendiri saat memikirkannya.
'Ah, tapi kenapa firasatku buruk akan hal ini ya...'
Fixy mengambil sebotol kopi lalu berjalan ke kasir.
'Kenapa harus sekarang? Aku takut itu sungguhan...'
Tanpa disadari Fixy sudah di depan kasir namun dia masih melamun.
"Mas! Ditunggu yang lain loh!"
Suara dari penjaga kasir menyadarkan Fixy dari lamunannya.
Fixy bergegas mengambil dompetnya dan menyelesaikan pembayarannya lalu pergi keluar membawa kopinya.
'Sial... Bisa-bisanya aku malah melamun dan tiba-tiba sudah di kasir.'
'Hmm, kuharap itu hanya firasat buruk saja...'
Fixy membuka kopinya dan meminumnya diatas motornya, dalam sekejap kopi itu sudah habis dalam dua tegukan.
Fixy menyalakan motornya dan menyempatkan diri untuk mendekat ke tong sampah untuk membuang botol kopinya, lalu ia berangkat untuk membeli hal-hal yang dijelaskan oleh Arsya yang dikirim lewat chat.
"Akhirnya..." Fixy menghela nafas lega karena sudah menyelesaikan tugasnya sebelum malam tiba.
"Baiklah, sekarang apa yang harus ku lakukan... Aku masih punya sedikit waktu untuk bersantai."
Fixy berdiam sebentar diatas motornya, berpikir cukup keras, dan akhirnya dia memutuskan pulang kerumahnya.
***
"Hei, ada kabar baik!"
"Aku sudah mendapatkan pinjaman tendanya!"
Pesan yang dikirim oleh Fano melalui ponselnya di grup khusus mereka berenam.
"Benarkah? Secepat itu? Syukurlah..." Balas Fasya.
Begitu juga dengan yang lainnya, mereka menanggapi dengan cukup senang.
"Oh ya, bagaimana dengan kalian? Apa sudah selesai semua?" Tanya Fano.
"Ah iya, kami sudah selesai untuk bagian kami." Fasya menjawab mewakili Arsya.
"Aku hanya kurang beberapa, tapi tenang saja..." Arthur membalas.
"Aku sudah sih!" Balas Nara.
"Fixy?" Pertanyaan yang dilontarkan Fano kali ini tidak langsung mendapatkan jawaban seperti sebelumnya.
"Kemana dia? Dia bahkan belum membaca pesan kita..." Lagi-lagi pertanyaan Fano tidak dijawab.
Grub itu menjadi sepi seketika. 2 menit kemudian...
"Aku sudah selesai." Pesan terkirim dari Fixy, mereka lega melihatnya.
"Syukurlah. Jangan lupa besok kita bertemu lagi di tempat tadi jam 8, karena perjalanannya akan cukup memakan waktu."
Pesan dari Fano, sekaligus menjadi penutup pesan di grub itu.
***
"Huft..., sudah jam Dua lebih, tidak bisa tidur lagi" Gumamnya sambil menatap langit-langit kamarnya.
Suasana kamar yang gelap dan tenang membuat Fixy terlarut dalam lamunan, satu persatu ingatan masa lalu mulai muncul kembali.
Ditengah lamunannya dia tersadar dan mulai bergumam sendiri sambil mencari-cari sesuatu.
"Padahal aku tadi bilang ingin tidur lebih awal, ujung-ujungnya begini lagi..."
Tidak butuh waktu lama, barangnya yang dicari-cari akhirnya ketemu. Ia langsung memakai earphone nya lalu berbaring, dan berusaha untuk bisa tertidur.
Tepat jam 3 dini hari Fixy baru bisa tertidur dengan tenang.
Meskipun membutuhkan waktu lama, namun hanya itu cara terakhir yang dimilikinya agar bisa tertidur, setidaknya ia bisa beristirahat sebentar.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 08.37 namun Fixy masih belum terbangun juga, dia lupa kalau ada janji dengan teman-temannya untuk berkumpul jam Delapan tepat.
Sementara itu ditempat kumpul yang sudah dijanjikan, mereka sudah datang semua dan sedang mengobrol bersama sambil menunggu Fixy yang belum datang-datang juga.
Ditengah-tengah obrolan tersebut dengan geram Fasya menggerutu.
"Kak, dimana sih bang Fixy? Kok lama banget?!"
"Udah jam segini loh...!"
Arsya hanya menggeleng kepalanya.
"Hadehh..., pasti belom bangun dia...!" jawab Arsya dengan nada jenuh.
"Hmm... Kalo ditelvon kemungkinan tidak akan diangkat, jadi sebaiknya kita jemput saja kerumahnya, daripada nanti kesiangan"
Saran dari Fano sangat masuk akal, lalu dengan cepat diputuskan bahwa mereka akan menjemput Fixy.
"Ya, sebaiknya kita jemput saja sekarang kesana, sekalian kita bangunin dia juga" jawab Arthur sambil menyalakan motornya.
Karena takut kesiangan, merekapun menyalakan motornya masing-masing, dan bergegas menuju rumahnya Fixy.
Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya mereka sampai dirumah Fixy,
Arthur yang memakai sepeda motor dengan suara paling nyaring menggeber-geber kan sepedanya tepat di depan rumah Fixy.
Seketika itu juga Fano memukul belakang kepalanya pelan.
"Masuk saja nak, tidak apa-apa... dia mungkin belum bangun..."
Sahut tetangga Fixy tiba-tiba. Karena itu mereka langsung turun dari motornya dan masuk ke rumah Fixy bersamaan.
"Itukah kamarnya?!" Fano menunjuk ke sebuah pintu dengan chat yang berwarna abu-abu.
"Aku rasa benar... Lagian dia kan sendirian!" Jawab Arthur meyakinkan.
Arthur mengetok pintu itu sekali namun tidak ada jawaban. Dua kali, dan tetap tidak mendapatkan jawaban. Karena kesal dia langsung membukanya.
"Hehee... Kita kagetin yuk..?"
Nara tersenyum jahil saat pintu sudah dibuka Arthur.
"Dari tadi tutup mulut, sekalinya dibuka: masuk akal juga tuh" Arthur tersenyum lebar menanggapi Nara.
Arsya dan Fasya hanya geleng-geleng kepala melihatnya.
"Hehh... Ada-ada saja kalian ini... Udah cepet bangunin, inget biasa aja, ngga perlu di kagetin..." tegas Fano.
"Yahh, nggak asik, ah~ bang Fano..." Arthur menggerutu kecewa.
Tanpa berkata lebih dan dengan terpaksa Arthur membangunkan Fixy. "Hei, Fi bangun...!" Arthur menggoyangkan badan Fixy.
"H-hah!!" Fixy kaget dan reflek memukul Arthur cukup keras.
BUGG!!
"Pftt.... Bwahahahaha..." Tawa lepas teman-temannya.
Sementara Fixy yang tidak memperdulikan sekitarnya dan tengah mencari ponsel nya untuk melihat jam.
"Astaga...!!" Fixy semakin kaget saat melihat jam di ponsel nya.
Tidak membuang waktu lagi, Fixy langsung bergegas bangun dan siap-siap.
"Bawa apa aja nih bang?"
Fasya berteriak kecil, menawarkan bantuan di tengah-tengah aktivitas Fixy.
"Apa aja yang penting ada disitu bawa aja"
Tanpa menoleh Fixy menjawabnya, karena sedang mondar-mandir.
Segera setelah semua barang bawaan Fixy sudah disiapkan, mereka langsung berangkat ke motor masing-masing dan segera berangkat sesuai arahan Fano.
"Semoga perjalanan kita lancar sampai tujuan... Mari kita berangkat!"
Diperjalanan yang jauh itu, semuanya berjalan lancar-lancar saja, walaupun ada beberapa kali berhenti hanya untuk menyempatkan istirahat sebentar dan bertukar posisi menyetir.
Setelah beberapa jam perjalanan jauh yang telah mereka tempuh, akhirnya merekapun sampai di tempat tujuan, di Kaki Gunung, tepatnya diparkiran penitipan sepeda dan pos masuk ke Gunung.
Dikatakan bahwa di Puncak Gunung tersebut, disana ada Altar Kuno yang sampai sekarang masih terjaga dan hanya sedikit kerusakannya. Ada rumor yang mengatakan bahwa Altar itu sudah berusia Ribuan Tahun lamanya.
Namun masih belum dikonfirmasi kebenarannya, karena ditemukan Altar nya baru-baru ini dan dianggap aman-aman saja oleh pemerintah, sehingga diperbolehkan untuk Mendaki Gunung dan sekaligus kunjungan Wisata.
"Akhiranya~~ sampai juga..." Fano menghela nafas lega saat turun dari motornya.
"Sebaiknya kita bergegas, kalo sudah siap semua kita berangkat Mendaki, keburu semakin gelap juga..."
Fano turun dari motornya dan berjalan masuk memimpin.
Sementara yang lainnya mengikuti instruksi dari Fano, Fixy masih diam diatas motornya dan melamun seolah sedang memikirkan sesuatu.
"Perasaan ada yang ketinggalan deh..., apa yah...?"
Fixy bergumam sedang mengingat-ingat sesuatu.
"Oi bang, ayo cepetan... Ngapain masih disitu, keburu gelap loh..."
Teriak Arsya dengan lantang, karena melihat Fixy masih diam diatas motornya.
"E-eh iya bentar"
Teriakan itu menyadarkan dari lamunannya.
"Ck, udahlah biarin, dipikir-pikir malah kepikiran... Mending nggak usah dipikirin"
Fixy bergumam lagi, kali ini sambil berjalan menyusul teman-temannya.
Setelah semuanya sudah berkumpul dan mendapatkan tiketnya, tanpa basa-basi mereka langsung memulai pendakiannya.
'Perasaan mendapatkan tiket tidak semudah ini... Apa masuk akal...?'
Fixy sedikit heran dengan situasi sekarang, namun tidak memikirkannya lebih.
"Kak Nara, nanti kita ambil foto yang banyak yahh, lumayan bisa kita posting"
Fasya merangkul lengan Nara tiba-tiba.
"Oke, tapi nanti gantian ya"
Nara setuju dengan Fasya dan mengangguk.
Ditengah obrolan Fasya dan Nara, Fixy melihat Arthur yang berjalan sambil menunduk seolah sedang memikirkan sesuatu yang sulit, Fixy pun bertanya kepadanya.
"Mikirin apa Thur? Jarang-jarang kau berpikir keras seperti itu"
"Hmm..., kenapa nggak dibuatin tangga saja disini, kan lebih praktis kalo mau naik ke Puncak!"
"Sudah kuduga, dia memang sebaiknya tidak berpikir!"
Nara berbisik ke Fasya yang juga setuju dengan pendapat Nara.
"Kan disana ada Altar Kuno, dan itu kan jadi tempat wisata, kenapa kita susah-susah Mendaki-nya dulu, padahal kalo ada anak tangga meskipun banyak, kan lebih praktis..."
Arthur menjelaskan pendapatnya dengan sangat serius, sampai tidak memperhatikan ekspresi teman-temannya yang mendengarnya.
"Ada apa dengan dia? Kok tiba-tiba sekarang jadi aktif berteori... Mana teorinya agak lain!" Ejek Fano.
"Aku serius nih bang sekarang!"
Arthur masih menunduk dan berpikir keras.
"Menurutmu sendiri gimana Fi...?"
Tiba-tiba Arthur bertanya dengan serius ke Fixy, meskipun Fixy mendengar semuanya, dia hanya mengangguk pelan dan tersenyum tanpa mengucapkan sepatah kata.
"Nggak usah terlalu diseriusin juga kali Thur... Jadi gini, kan Altar nya baru ditemukan, nah nggak mungkin dong pemerintah langsung buatin tangga buat kesana, apalagi Gunung kan tinggi, kalaupun buat itu butuh waktu yang lama... Dan butuh DANA!"
Bukan Fixy yang menjawab, melainkan Arsya tiba-tiba menjelaskan ke Arthur agar tidak menjadi lebih panjang nantinya.
Selang perjalanan yang lumayan lama dan akhirnya mereka sampai di shelter, lalu mereka menyiapkan tenda bersama, dibantu oleh Fano, karena kurangnya pengalaman juga. Meskipun begitu karena hanya dua tenda yang dipasang, hal itu menjadi cukup singkat, ditambah mereka sambil bercanda dan menyiapkan hal-hal lainnya seperti alat-alat maupun bahan memasak.
Tenda sudah selesai dipasang, Api unggun juga sudah dinyalakan mereka lalu berkumpul dan mulai menyiapkan makanan yang akan dimasak
"Masak apa nih...? Aku hanya membawa Telur hehe.."
Nara tertawa kecil sambil menyodorkan beberapa telur yang dibawanya.
"Seadanya saja, aku juga hanya membawa Sosis dan mie."
Fano menjawab dengan santai dan mengambil tasnya.
"Hmm... Benar, yang penting makan..."
Fixy mengangguk pelan. Dia baru ingat: barang yang lupa dia bawa adalah makanan, dia berpura-pura tidak terjadi apa-apa agar tidak ketahuan kalau hanya dia yang tidak membawa makanan.
'Sial... Bisa-bisanya!'
"Bang?"
Panggil Arsya pelan, kemudian mengangkat alisnya.
Menyadari hal itu, Fixy hanya mengangguk dan tersenyum kecut.
Arsya hanya tertawa kecil. Tidak hanya Arsya, namun Fasya ternyata juga menyadarinya dan ikut tertawa diam-diam.
Sudah diputuskan, yaitu memasak seadanya, tanpa berlama-lama mereka langsung memasaknya, Fixy mengambil bagian memasak karena dia merasa tidak enak kalau tidak melakukan apa-apa.
Tidak butuh waktu yang lama untuk memasaknya, dan makanan sudah siap disajikan. Fixy mengambil mangkuk dan mengisinya dengan lalu membagikan satu persatu ke teman-temannya.
Setelah selesai dibagikan, mereka langsung memakannya bersama, dan untuk mencairkan suasana, mereka menyempatkan untuk berbincang-bincang ringan.
Setelah selesai makan, karena sudah hampir larut malam mereka menuju tenda mereka masing-masing dan beristirahat agar saat memulai pendakian ke Puncak tidak terlalu kelelahan.
Malam yang pendek itu berlalu dengan cepat dan waktunya melakukan pendakian dimulai. Dini hari mereka memulai pendakiannya sebelum Matahari Terbit karena mereka tidak mau melewatkan pemandangan Matahari Terbit dari Atas Gunung untuk pertama kalinya.
Pendakian mereka berjalan cukup lancar dan tidak ada halangan yang cukup sulit, setelah pendakian yang melelahkan itu, mereka akhirnya sampai di Puncak Gunung.
Beruntungnya mereka karena tepat saat sampai di Puncak, Matahari mulai menampakkan dirinya. Sinarnya yang indah mulai perlahan-lahan muncul dibalik awan, ditambah pemandangan di Puncak Gunung yang indah dihiasi oleh awan pagi, menyajikan pemandangan yang memanjakan mata.
Tidak ada satupun kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Seolah mereka hanya ingin berdiam sebentar dan menikmati pemandangan itu tanpa ada kebisingan.
'Kenapa disini sangat sepi? Bukankah ini berarti hanya kita yang mendaki...?'
'Sial... Aku berpikir hal-hal buruk lagi..."
Tiba-tiba terlintas sesuatu di pikiran Fixy yang mengganggunya. Tapi tidak berlarut dalam pikirannya yang negatif, karena pemandangan didepan matanya dengan mudah mengalihkannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!