NovelToon NovelToon

THE TALE OF ZELVA

01. HARI PERTAMA MASUK SENIOR HIGH SCHOOL

"Pagi, Kak." Seorang gadis cantik dengan senyuman manis yang terukir di bibir ranumnya, turun dari tangga menuju meja makan. Gadis yang bernama Zelva itu mengenakan seragam putih abu-abu.

Kedua kakaknya yang telah berada di meja makan menoleh ke arah Zelva. "Pagi." Mereka bersamaan menjawab sapaan Zelva.

"Sini, Dek, duduk di samping kakak." Zaka, kakak keduanya memanggil Zelva sembari mengayunkan satu tangannya.

Zelva tersenyum ke arah Zaka. Di saat dia melangkah, tiba-tiba pergelangan tangannya ditarik oleh sebuah tangan kekar hingga dirinya duduk dipangkuan orang itu. "Kak!" pekiknya menatap pada kakak pertamanya, Zigaz.

"Duduk dipangkuan Kakak." Zigaz mengeluarkan suara baritonnya yang terdengar memerintah, dengan tatapan intens yang mengarah pada Zelva.

Zelva menggeleng. "Gak mau."

"Duduk dipangkuan kakak, Va!" Suara Zigaz pelan, namun terkesan dingin.

Zelva menurunkan tatapannya. "Tapi aku maunya duduk sendiri," cicitnya.

Zigaz mengepalkan tangannya. "Turun!" titahnya dingin.

Kening Zelva berkerut. Tatapan bingungnya mengarah pada Zigaz. "Turun dari pangkuan Kakak!" Zigaz menggeram dengan nada pelan.

Zaka yang melihat Zigaz sedang menahan emosi lantas memanggil adik perempuannya. "Va, duduk disamping kakak, sini."

Langsung saja Zelva turun dari pangkuan Zigaz. Baru ingin melangkah ke kursi kosong yang berada di samping Zaka, pergelangan tangannya kembali ditarik oleh Zigaz.

Zelva tersentak kaget. Ia kembali terduduk di pangkuan Zigaz.

Zigaz mencium kening dan kedua pipi adik perempuannya. "Pergi," ucap Zigaz setelah mencium adiknya.

"Kak!" Zaka khawatir melihat raut ketakutan dari wajah adik kesayangannya.

Zigaz hanya memandang datar Zaka. "Sana." Pria itu menyuruh Zelva duduk di samping Zaka. Pandangan matanya mengarah pada kursi kosong di samping adik laki-lakinya.

Tak berkata-kata. Gadis itu turun dari pangkuan Zigaz, melangkah ke kursi kosong samping Zaka, lalu mendudukkan dirinya.

Zaka tersenyum manis. "Sarapan yang banyak, cantik." Dia mengusap lembut rambut Zelva, lalu mengambil piring dan berikutnya mengisinya dengan nasi goreng untuk diberikan pada adik perempuannya itu.

Zelva hanya tersenyum menanggapi ucapan Zaka. Sementara Zigaz terus memandanginya dengan intens.

"Eumm, kak. Papa sama Mama kapan pulang?" tanya Zelva menatap ke arah Zaka.

"Kakak juga gak tau Papa sama Mama kapan pulangnya, tapi mereka pasti secepatnya pulang kok, karena gak betah lama-lama ninggalin kamu yang gemesin ini," jawab Zaka lembut sembari membelai pipi adiknya. "Jangan cemberut gitu dong, nanti cantiknya hilang," lanjutnya tak tega melihat wajah cantik itu tertekuk.

Zelva menggeleng. "Aku gak cemberut, nih senyum." Ia langsung menampilkan senyuman manisnya.

"Nah gitu dong. Kan kakak jadi gemes." Zaka mencubit kedua pipi Zelva.

"Ekhem."

Deheman itu mengalihkan perhatian Zelva dan Zaka. "Makan!" titah Zigaz dingin.

Mereka pun sarapan tanpa bersuara. Hanya terdengar suara dentingan sendok dan piring.

Zain Alberto Bahran, 47 tahun. Papa dari Zigaz, Zaka dan Zelva. Merupakan direktur utama sekaligus pemegang saham tertinggi di perusahaan Bahran's Company. Zain berada di turki untuk mengurus cabang perusahaannya yang terkendala disana. Pria paruh baya itu ditemani dengan istrinya yang bernama Zahra Magdalena Bahran berusia 45 tahun.

Setelah selesai sarapan, Zigaz mengantar adik perempuannya menuju sekolah. Walaupun sempat tersulut emosi saat sarapan tadi, namun mengenai adiknya, ia tetap turun tangan. Padahal Zaka ingin mengantar Zelva, tetapi Zigaz dengan keras kepalanya menolak keinginan Zaka.

Mobil Zigaz telah tiba didepan gerbang SMA Nusa Bangsa.

"Kak, aku masuk, ya." Zelva tersenyum manis pada Zigaz.

Zigaz tidak merespon. Dia malah memandangi wajah cantik adiknya.

Kening Zelva mengernyit saat Zigaz hanya diam sembari memandanginya. "Kak," panggil Zelva.

"Kita pulang saja," kata Zigaz setelah beberapa saat terdiam memandangi adiknya.

"Eh?" Zelva kebingungan dengan ucapan Zigaz.

"Kamu terlalu cantik, sayang. Kakak tidak ingin membagi kecantikanmu dengan orang lain." Zigaz mengusap pipi adiknya sembari menatap setiap inci wajah cantik itu.

Zigaz ingin sekali membawa adiknya pulang kembali dan mengurungnya di kamar bersamanya seharian.

Zelva tertawa mendengar ucapan Zigaz. Apakah kakaknya itu sedang bergurau?

"Jangan tertawa." Zigaz terpesona dengan tawaan Zelva yang memperlihatkan mata sipit dan lesung pipinya.

Itu terlihat menggemaskan di mata Zigaz.

Tawa Zelva mereda. "Emangnya kenapa, kak, kalo aku ketawa?" tanya gadis itu sembari menatap kakaknya.

"Kakak tidak bisa tahan."

Zelva menautkan kedua alisnya. "Eh? Maksud kakak?"

Zigaz tidak menjawab pertanyaan Zelva. Dia malah mencium kening dan kedua pipi chubby itu. Lalu arah matanya tertuju pada bibir ranum adiknya, mengusapnya dengan gerakan sensual. "Masuk," perintah Zigaz.

"I-iya kak." Zelva gugup saat Zigaz mengusap bibirnya. Sebenarnya dia bingung, tapi terlalu takut untuk bertanya lebih jauh.

Zelva turun dari mobil, melangkah menuju gerbang memasuki sekolahnya. Zigaz yang tidak lagi melihat keberadaan adiknya, melajukan mobil meninggalkan pekarangan sekolah.

Zelva berjalan di koridor menuju kelasnya. Ini hari pertama dia mengenakan seragam putih abu-abu sekaligus pertama kalinya menginjakkan kaki di SMA Nusa Bangsa.

Dia mengetahui kelasnya dari para sahabatnya melalu chatting grup WhatsApp. Gadis itu berada di kelas 10 IPS 2 dan beruntung mereka semua sekelas.

Zelva tidak mengikuti kegiatan MOS yang diadakan selama 3 hari, karena Zigaz melarangnya. Zigaz mengatakan kalau MOS hanya kegiatan buang-buang waktu saja. Di mana para senior hanya mencari muka dan tebar pesona. Sementara para junior harus berlagak bodoh mengikuti setiap ucapan senior. Saat memasuki SMP juga, gadis itu tak mengikuti MOS, dengan alasan yang sama.

Tetapi Zigaz telah izin pada pihak sekolah mengenai ketidak hadiran Zelva mengikuti MOS. Ia mengatakan jika adiknya itu sedang dirawat di rumah sakit karena menderita demam.

Kurang ajar memang!

Zigaz melakukan itu karena tidak ingin Zelva diganggu para senior.

Zelva juga sudah memberitahukan alasannya tidak mengikuti MOS pada kelima sahabatnya.

Sepanjang perjalanan menuju kelas, Zelva dipandangi murid-murid yang berlalu lalang di koridor. Bahkan ada yang secara terang-terangan memuji kecantikannya. Ia hanya membalas dengan senyuman simpul namun mampu membuat kaum adam meleleh.

"Zelva."

Si pemilik nama menoleh ke arah suara yang memanggil dirinya.

"Raymond." Zelva memekik. Dia tersenyum manis pada Raymond.

Mereka berdua berjalan beriringan menuju kelas. "Udah sarapan?" tanya Raymond seraya merangkul bahu Zelva.

"Udah."

Mereka berdua menjadi sorotan di sepanjang koridor.

_____________

Setelah memperkenalkan nama masing-masing, memilih pengurus kelas bersama wali kelas dan juga telah dibagikan jadwal pelajaran yang berlaku hari esok. Para murid 10 IPS 2 berhamburan menuju kantin karena bel istirahat telah berbunyi 3 menit yang lalu.

"Ayok sayangku kita ke kantin." Senna bergelayut manja di tangan Zelva.

Zelva bergidik geli menatap Senna. "Ihh mau jadi lesbi lo?!" Dia mencibir seraya melepaskan tangan Senna dari tangannya.

Senna menyentil mulut Zelva, membuat sang empunya meringis. "Sakit setan!" Zelva memegangi bibirnya. Matanya menatap sinis pada Senna.

Raymond terbahak mendengar cibiran Zelva. Sementara Javier dan Dilma hanya terkekeh.

"Yang, masa aku dibilangin lesbi." Senna mengadu manja pada Steven. Dia mengerucutkan bibirnya, kesal.

"Makanya sini. Tangan aku aja yang digituin, udah tau mulutnya Zelva kayak kerisnya Limbad, tajem." Steven menarik lembut pergelangan tangan Senna lalu menggandengnya.

Senna mencubit kedua pipi Steven. "Emang deh pacar aku paling pengertian." Mulut Senna maju beberapa senti agar terlihat imut di mata Steven.

Steven terkekeh sembari turut mencubit pipi pacarnya juga. "Pacar aku gemes banget." Steven tersenyum lebar seraya menyipitkan matanya agar terlihat imut juga dimata Senna.

"Tuih." Javier berpura-pura meludah karena jijik melihat tingkah alay dua sejoli itu.

Dilma yang sedang bersedekap dada mencibir kedua sejoli itu, "Lo berdua pasangan teralay, terlebay dan terjablay yang pernah gue temuin."

Seketika Steven dan Senna yang saling cubit mencubit pipi, menatap sinis ke arah Dilma. "Iri bilang." Senna meledek. Dia menjulurkan lidahnya, mengejek Dilma.

"Iri biling." Dilma ikut mencibir. Dia mengacungkan jari tengahnya, lalu emalingkan wajahnya dari pasangan lovely itu.

Senna menggeram kesal. Dia menendang pantat montok Dilma, membuat gadis itu sedikit terhuyung. Saat Dilma ingin membalas, tangannya langsung ditarik Zelva, membawanya keluar kelas. "Mending isi perut, daripada jadi kanguru," kata Zelva. Mereka berdua berjalan terlebih dahulu menuju kantin

Steven menggandeng Senna yang sedang memaki-maki Dilma dari belakang, sementara Raymond dan Javier terkekeh dibelakang pasangan lovely itu.

Selama perjalanan menuju kantin, perhatian para murid pasti mengarah pada mereka berenam. Dapat dikatakan, mereka bagai para keturunan bangsawan yang terdampar di SMA Nusa Bangsa.

"Pesen apa?" tanya Javier.

Mereka telah duduk di bangku kantin.

"Gue bakso, minumnya es jeruk," kata Dilma menyebutkan pesanannya.

"Samain ajalah semuanya," sahut Zelva diangguki yang lain. Ia memandangi sekitarnya. Dengan satu tangan menumpu dagunya di atas meja.

Javier menyeret Steven untuk membantunya membawa pesanan nantinya. Mereka berdua melangkah pergi untuk mengantri.

Setelah kepergian Javier dan Steven, terdengar pekikan heboh dari para siswi. Zelva, Raymond, Dilma dan Senna mengikuti arah pandang siswi-siswi yang mengarah ke pintu kantin.

Ternyata itu adalah Regan dan ketiga temannya.

Alder Gionino Basil, 16 tahun.

Tampan, cuek, cool, anti perempuan dan terbilang punya pola pikir dewasa. Anggota ekskul basket.

Leanmelo Wiratmaja, 16 tahun.

Tampan, petakilan, ramah, partner gesreknya Arya. Anggota ekskul basket

Arya Pramudya, 16 tahun.

Tampan, sifatnya sebelas dua belas dengan Lean, kang gombal cap tokek, kata Alder. Anggota ekskul basket.

Seorang prince dan ketiga Most Wanted SMA Nusa Bangsa memasuki kantin kelas 10. Entah ingin menebar pesona pada adik kelas atau mencari suasana baru.

SMA Nusa Bangsa memiliki kantin terpisah setiap angkatan kelas.

Keempat lelaki itu duduk berdekatan dengan meja Zelva.

Zelva dan Dilma memutuskan pandangan dari Regan dan ketiga temannya. Mereka berdua memilih mengotak-atik layar ponsel masing-masing.

"Keknya itu deh salah satu Prince yang diceritain anak-anak pas MOS." Senna memandangi keempat lelaki itu. Ia terkagum dengan ketampanan yang mereka miliki, namun seketika sadar, bahwa ia sudah mempunyai pacar.

"Salah satu Prince? Emang disini prince nya ada berapa?" tanya Raymond yang juga memandangi keempat lelaki itu.

Raymond sempat mendengar cerita mengenai prince-prince Nusa Bangsa yang ramai dibincangkan siswi-siswi baru, waktu kegiatan MOS.

"Empat katanya."

Sedangkan Zelva dan Dilma hanya diam. Tak tertarik dengan topik prince-prince Nusa Bangsa.

Memang lagi main kerajaan-kerajaan sehingga ada para prince?

Senna menatap Zelva dan Dilma secara bergantian. "Lo berdua gak kepo sama prince-prince di sekolah ini?" tanyanya.

"Enggak." Zelva dan Dilma menjawab kompak dengan raut wajah masa bodoh.

"Dih markonah dan marjiem sok-sokan jual mahal."

"Bodo." Kedua cewek itu kembali berkata kompak membuat Senna berdecak kesal. Sementara Raymond terbahak.

Javier dan Steven tiba membawa pesanan. Mereka pun makan dengan lahap.

Beruntung, karena hari ini aktivitas belajar mengajar belum dilaksanakan. Jadi seluruh kelas memiliki jam kosong atau free class. Sehingga keenam sahabat itu memilih untuk nongkrong di kantin ketimbang masuk kelas.

......•......

...•...

...•...

...^^^TBC^^^...

02. CERITA MANG TELUR GULUNG

Zelva menceritakan kejadian lucu dan absurd pada kelima sahabatnya. Kejadian tersebut terjadi 2 hari yang lalu saat ia jalan-jalan bersama Zaka. Zelva melihat penjual telur gulung di pinggir jalan, ingin mencoba jajanan tersebut. Awalnya dilarang oleh Zaka, takut tidak higienis, tetapi ia merengek. Zaka akhirnya luluh, saat kakaknya itu ingin membelikannya, Zelva menolak karena ingin membelinya sendiri. Alhasil Zaka menunggu di dalam mobil.

"Dua hari yang lalu pas gue jalan-jalan bareng kak Zaka. Gue liat ada penjual telur gulung di pinggir jalan. Yaudah gue suruh kak Zaka berenti. Gue turun dari mobil, beli tuh telur gulung, gue tanya ke penjualnya. Mang kenapa namanya telur gulung..."

"Karena digulung lah." Steven memotong ucapan Zelva. Lalu memakan gorengan yang tadi ia beli.

Zelva berdecak kesal. Ia memukul  kepala Steven. "Gue belum selesai bicara, nyet."

"Orang kalo bicara didengar, jangan main asal potong." Javier ikut memukul kepala Steven.

Steven meringis kesakitan. "Lanjut Va lanjut." Ia mengusap-usap kepalanya. Senna membantu mengusap bahkan meniup kepala pacarnya itu, kasihan.

Zelva melanjutkan ceritanya, "mang penjualnya jawab, yah karena digulung neng, kalo digantung namanya telur gantung, yang gantung-gantung itukan punya saya neng, ada dua dalam sempak." Zelva mengikuti cara bicara mang telur gulung yang 2 hari lalu dibelinya.

Brak

Steven menggebrak meja. Lelaki itu terbahak membuatnya ditatap heran oleh seisi kantin, tak ayal ada yang sampai mengelus dada bahkan tersedak. "ANJING! MAMANGNYA MESUM, KAMVRET." Ia berteriak heboh, tak tau malu.

Raymond memegangi perutnya yang sakit akibat terbahak. "Bangsat! perut gue nyeri."

"Penjualnya gak ada akhlak. Sumpah," Senna berucap seraya menghapus air matanya yang keluar, saking lucunya.

"Terus Va terus?" Dilma penasaran dengan kelanjutan cerita mang telur gulung. Matanya menatap serius pada Zelva.

"Gue kesel kan dengar omongan mang telur gulung, terus gue bilang, mang ada gunting kagak? Mangnya ja-"

"Jawab apa?" Senna memotong pembicaraan Zelva. Lalu memakan gorengan milik pacarnya dengan rakus.

Dilma menoyor kepala Senna. "Diam dulu setan!" kesalnya. Ia begitu penasaran dengan cerita Zelva, tapi malah diganggu.

Senna tersedak gorengannya. Steven dengan cepat menyodorkan air kemasan botol pada pacarnya itu. "Anjir lo, setan lo, tuyul lo. Kalo gue mati gimana?" kesal Senna setelah meminum air tersebut. Ia melempar sisa gorengannya ke wajah Dilma. Namun Dilma menghindar, tidak kena.

"Sudah, woy." Javier melerai kedua gadis itu. "Lanjut Va." Ia menatap Zelva, menyuruhnya melanjutkan cerita mang telur gulung.

Wajah Zelva tengah menahan kesal karena ucapannya selalu dipotong. "Awas kalo dipotong lagi, gue krek in leher lo pada." Zelva menunjuk kelima orang itu satu persatu, menatap mereka tajam.

Kelima sahabatnya itu hanya mengangguk. Senna dan Dilma kembali menatap fokus pada Zelva.

Zelva melanjutkan ceritanya, "mangnya jawab, ada neng, tapi guntingnya untuk apa neng? Gue jawab, untuk potong telur gantung mamang, supaya bisa dijadikan telur gulung mang."

"ANJENG!" Raymond berteriak heboh. Lelaki itu terbahak membuat seisi kantin menatapnya heran juga.

"Gilak gilak Va, beraninya lo ngomong gitu anjir." Javier geleng-geleng kepala mendengar jawaban savage dari mulut Zelva.

"Biar mampus tuh mang telur gulung! lagian ngomong yang gak gak ke cewek," kata Dilma. Ia juga ikutan kesal mendengar ucapan mesum dari mang telur gulung. Jika ia menjadi Zelva. Ia pastikan akan menyumpal mulut mang itu dengan tulur gulung buatan mangnya sendiri.

Meja mereka menjadi sorotan karena keributan yang mereka perbuat. Regan dan ketiga temannya juga sedari tadi memperhatikan meja tersebut dan menguping pembicaraan mereka yang masih dapat terdengar.

"Tuh cewek lucu, anjir." Arya sedari tadi selalu fokus mendengar pembicaraan Zelva. Bahkan ikutan tertawa.

"Barusan gue denger cerita cewek lucu, biasanya gue gak tertarik dengan urusan cewek," kata Alder jujur.

"Gak keliatan tuh muka ceweknya," ucap Lean. Ia tidak bisa melihat wajah Zelva, karena gadis itu duduk membelakangi meja mereka.

"Tapi gue tebak nih cewek pasti cantik." Arya menaik turunkan jarinya, dengan pikiran yang menebak-nebak wajah gadis itu. Arya masih menatap kearah meja Zelva.

Alder mencibir, "dih palingan mau gombalin anak gadis orang." Alder tau watak temannya itu. kang gombal cap tokek.

"Ngomong-ngomong gue baru liat si Regan nikmati banget cerita cewek." Lean terkekeh. Ia tadi sesekali memperhatikan Regan yang tatapannya terarah pada meja tersebut.

Regan menatap datar Lean. "Gak, " bantahnya. Padahal sedari tadi lelaki itu fokus menguping pembicaraan Zelva dan harus menahan tawa agar tidak ketahuan ketiga temannya.

Biasalah gengsi.

Lean menyipitkan matanya, menelisik wajah Regan. "Gue tau Gan, lo itu tahan ketawa." Jari telunjuknya menunjuk Regan, menggerakkannya naik turun. Ayo Gan ngaku.

"Gak!" Regan membantah sekali lagi. Menepis kasar jari Lean.

Lean meringis. Ia meniup-niup jarinya. "Eleh ngaku lo." Lean menatap kesal pada Regan.

"Lo mau gue bogem?!" ancam Regan.

"Eh eh nggak, iya iya lo gak ketawa. Dasar gengsi." Lean mengucapkan kalimat akhirnya dalam hati. Tidak berani mengucapkan langsung. Bisa-bisa dirinya masuk rumah sakit.

Arya masih setia memandangi meja Zelva yang tampak heboh dengan tawaan. "Gue penasaran sama tuh cewek."

"Kalo gitu gabung ke meja mereka," kata Alder lalu menoleh kearah meja tersebut.

"Oke."

Regan mengerutkan dahinya. "Buat apa gabung?" tanya lelaki itu.

"Kan mau liat tuh cewek." Arya sudah berdiri dari duduknya, bersiap menghampiri meja yang ditempati Zelva.

Regan berdecih. "Gak usah." Ia meminum es tehnya setelah mengucapkan itu.

"Yaudah gue aja yang samperin mereka, daripada lo, gengsi kok digedein." Regan menatap Arya tajam. Sementara Arya masa bodoh. Ia berjalan menuju meja Zelva.

"Hahahaha anjir Va, gue sakit perut denger cerita lo."

"Hai." Arya menyapa, menampilkan senyuman simpul. Ia telah tiba di meja tersebut, membuat keenam remaja itu menoleh kearahnya.

Arya seketika terpaku melihat kecantikan Zelva. Mengapa ada gadis secantik ini?

Beberapa menit Arya terdiam memandangi wajah Zelva. "Kak." Suara Senna berhasil membuyarkan lamunannya.

Arya sedikit tersentak namun pandangannya masih mengarah pada Zelva. "E-eh boleh gabung gak?" tanya Arya.

"Boleh kak," jawab Senna. Lalu tersenyum manis, menatap ketampanan Arya tanpa mengedip.

Steven menggeram kesal melihat pacarnya sedang mode terpesona pada lelaki lain. Steven lantas menyenggol lengan Senna. "Mau gue colok tuh mata." Suara Steven pelan namun tajam.

Senna tersentak kaget. Ia menoleh ke arah Steven. "Khilaf Yang, mata aku arahnya ke kakak itu, tapi hati aku cuma milik kamu," kata Senna lebay. Ia tersenyum manis pada Steven.

Steven tersenyum. Mencubit gemas pipi Senna. "Sweet banget sih." Suara Steven terdengar imut ditelinga Senna. Sementara terdengar amit ditelinga sahabat-sahabatnya juga Arya.

Oh dasar pasangan lovely.

Setelah mengucapkan terima kasih, Arya duduk disamping Javier. Tangannya mengambil ponsel dari saku celananya, mengetikkan sesuatu di aplikasi WhatsApp.

Cogan Berkelas😎

Aryagans

Buruan gabung

Ceweknya cakep banget

Gilak

Leanmelo

Otw

Alderbas

2

Aryagans

Regan?

Regantala

Hm

Aryagans

Hm hm doang

Sini lo!

read.

"Bro, kenapa gabung disini?" tanya Steven setelah beruwu-uwu dengan pacarnya. Ia bingung kenapa lelaki ini ingin semeja?

Arya yang menatap layar ponsel lantas mendongak menatap Steven. "Emangnya kenapa kalo gue gabung disini?" Ia balik bertanya.

"Gak papa, cuma heran doang."

"Oh." Arya kembali memasukkan ponselnya di saku celana. Pandangannya mengarah pada Zelva.

Steven melotot tak percaya, pertanyaannya cuma dijawab 'oh' oleh lelaki itu. Steven menyumpah serapahi Arya dalam hati. Senna yang tau Steven lagi kesal, mengelus punggung pacarnya itu, sabar.

"Teman gue juga mau gabung disini, boleh kan?" tanya Arya.

"Boleh bang." Raymond yang menjawab.

Raut wajah Arya menjadi datar saat Raymond yang menjawab. Cih!

Beberapa saat. Regan, Alder dan Lean menghampiri meja mereka. Hal pertama yang ketiga lelaki itu lihat adalah Zelva. Sama halnya seperti Arya, mereka juga terpaku melihat kecantikan gadis itu.

"Ini teman gue." Tatapan Arya hanya terarah pada Zelva.

Raymond menatap kesal kearah Arya yang terus memandangi Zelva. Cih!

Mereka mengatur tempat duduk bahkan mengambil kursi kosong dari meja yang tadi ditempati Prince dan ketiga Most Wanted itu.

Regan duduk dihadapan Zelva, Lean disamping Dilma dan Alder disamping Regan.

Meja keenam sahabat itu menjadi sorotan siswa-siswi yang berada di kantin, karena Prince dan ketiga Most Wanted Nusa Bangsa menghampiri meja mereka bahkan duduk bersama.

Situasi menjadi canggung, belum ada yang memulai percakapan.

"Gue." Kesembilan remaja itu kompak menatap Zelva. "Cie kompak, hahahaha," tawa Zelva menggelegar. Membuat Regan dan ketiga temannya terpaku.

Ketawanya. Batin Regan.

"Oh iya kita kan belum kenalan." Raymond mengalihkan perhatian mereka. "Kenalin, gue Raymond." Ia memperkenalkan dirinya.

Mereka pun memperkenalkan diri satu persatu.

"DILMA DI MANA LO?!" teriak seorang perempuan yang baru tiba di kantin.

Semua atensi mengarah pada perempuan itu.

Raymond menoleh kearah Dilma. "Dil, kok lo dipanggil?" tanya Raymond membuat Dilma ditatap semeja.

Dilma mengendikkan kedua bahunya. "Gak tau," jawabnya dengan raut wajah santai.

03. STORY KANTIN

"WOY DILMA KELUAR LO! GUE TAU LO ADA DI KANTIN!"

"Dil, lo dipanggil noh, angkat tangan buruan." Steven menyuruh Dilma untuk mengangkat tangannya.

Dilma berdecak. "Gak mau ah, keknya tuh orang ngajak ribut." Dilma berkata kesal. Dengar dari teriakan perempuan itu saja, sudah tau bahwa ingin melabrak.

"Angkat aja tangan lo," perintah Javier sambil menoel-noel lengan Dilma.

"Yaudah." Dilma mengangkat satu tangannya. "Gue disini," ucapnya lantang.

Perempuan yang tadi berteriak, mendekati Dilma diikuti kedua temannya.

"Jadi ini yang namanya Dilma, muka pas-pasan tapi ganjen sama pacar orang," cibir perempuan itu, yang bernama Karin. Tatapan remeh nya mengarah pada Dilma.

Karin siswi kelas 12 IPA 3.

"Seperdua keknya, bukan pas-pasan lagi," timpal salah satu perempuan berpita merah muda di rambutnya, Resty.

"Maksud kakak?" bukan Dilma yang bertanya melainkan Senna.

"Nih teman lo, waktu MOS, gatel banget deketin cowok gue." Karin menunjuk tepat diwajah Dilma yang langsung ditepis oleh gadis itu.

Pacarnya Karin merupakan anggota OSIS.

"Gak usah nunjuk gue, bisa gak?" tanya Dilma sedikit meninggikan suaranya.

Teman karin yang bernama Mira, menyahut, "lo jadi adek kelas sok banget sih!" Ia menatap sinis pada Dilma.

"Lo jadi kakak kelas sok kebangetan." Raymond paling benci model kakak kelas seperti ini, belagu sok garis keras.

"Mungkin cowok kakak kali, yang gatel ke sahabat gue." Zelva mencibir dengan santainya. Lalu mencomot gorengan milik Steven.

"Oh yah? Lo punya bukti kalo cowok gue gatel ke teman lo ini." Karin menunjuk Dilma yang kembali ditepis oleh gadis itu, kali ini dengan kasar.

Zelva menelan gorengannya. "Oh yah? Kakak punya bukti kalo sahabat gue gatel ke cowok lo itu." Zelva mengikuti gaya bicara Karin. Ia meminum air mineral setelah itu.

Skakmat.

Karin terdiam. Memang benar ia tidak mempunyai bukti bahwa Dilma ganjen pada cowoknya. Karin hanya mendengar dari temannya, bahwa cowoknya sedang dekat dengan cewek yang bernama Dilma, siswi kelas 10 IPS 2.

Kelima sahabat Zelva tertawa. Lalu adu tos bersama Zelva, 1 : 0.

Arya mendekatkan dirinya pada Lean, membisikkan sesuatu, "savage tuh cewek."

Lean kemudian berbisik pada Alder, "savage tuh cewek."

Regan menatap Alder, seolah-olah sedang bertanya 'bisik apaan?'

Alder berbisik ke telinga Regan, "savage tuh cewek."

Regan hanya diam tak menanggapi bisikan Alder. Tatapan datarnya selalu kearah Zelva.

Karin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, pandangannya kearah lain. "Em-emang benar kok, teman lo itu gatel ke cowok gue, teman gue yang bilang sendiri ke gue." Ia tetap bersikukuh dengan tuduhannya.

"Teman gue juga bilang ke gue, kalo kakak gatel ke cowok lain." Zelva menatap remeh pada Karin.

Karin mengerutkan keningnya. Menatap nyalang pada Zelva. "Maksud lo apaan? Jangan asal nuduh ya!" Karin mulai tersulut emosi.

Zelva tersenyum miring. "Berarti kakak juga nuduh sahabat gue dong, karena kakak hanya dengar dari teman kakak." Zelva berkata savage, membuat Karin terbungkam seribu bahasa. Lidah Karin keluh tidak tau ingin membalas apa.

Skakmat.

Kelima sahabat Zelva kembali tertawa. Lalu saling adu tos lagi bersama Zelva, 2 : 0.

Regan hanya tersenyum tipis melihat kekompakan keenam sahabat itu. Sementara Arya, Lean dan Alder tertawa.

Resty yang tau Karin sudah bungkam, berbisik ke telinga perempuan itu. Seketika Karin menyeringai.

Karin mengambil es jeruk yang berada di meja. Lalu ingin menumpahkannya ke seragam Dilma, namun dengan cepat Zelva memeluk Dilma. Sehingga seragam Zelva yang terkena es jeruk tersebut.

Para murid yang berada di kantin membelalakkan matanya, melihat kejadian itu. Ada juga yang memekik heboh.

Raymond langsung memakaikan seragam miliknya pada Zelva. Meninggalkan kaos hitam yang melekat pada tubuhnya.

Steven berdiri. Ia menunjuk Karin. "Lo jadi kakak kelas gak ada akhlak nya." Steven meninggikan suaranya. Menatap tajam pada Karin.

"Mungkin cowok lo aja yang dasarnya gak baik." Senna mencibir. Ia jijik dengan kelakuan Karin yang rendahan. Tangannya menarik tangan Steven agar kembali duduk. Lelaki itu pun kembali duduk di bangkunya.

"Gimana cowoknya setia, kalo ceweknya aja kek bitch gini." Javier memandang remeh pada Karin.

Memang penampilan Karin tidak pantas dikatakan sebagai seorang siswi. Seragamnya yang ketat juga rok cewek itu yang pendek sepaha.

Bukan hanya Karin saja yang berpenampilan seperti itu, tetapi Mira dan Resty juga.

"Lo." Karin menunjuk Javier seraya menatapnya tajam.

"Apa?" tantang Javier yang juga menatap Karin tajam.

Senna melerai, "udah Jav." Ia tau bahwa Javier ini blak-blakan. Jika tidak dihentikan, Javier akan mengeluarkan kata-kata lebih pedih lagi.

"Mending lo pergi dari sini." Raymond mengusir Karin, Mira dan Resty.

"Hush..hush saaanaa." Zelva mengusir Ketiga perempuan itu dengan nada manja princess Syahrini sambil mengayunkan tangannya, sana pergi!

Zelva tertawa setelah itu. Tawaannya menular ke sahabat-sahabatnya juga Alder, Lean dan Arya. Sedangkan Regan hanya tersenyum tipis.

"Sialan!" maki Mira. Ia menatap tajam pada Zelva. Sementara yang ditatap hanya menampilkan wajah bodo amat nya.

"Brengsek kalian! awas aja, gue gak akan maafin kalian." Karin hanya menunjuk Zelva. Ia dan kedua temannya melenggang pergi meninggalkan kantin.

Ketiga perempuan itu mendapat sorakan ledekan dari seisi kantin. Bahkan Senna sampai melempar botol air mineral kosong, hingga terkena kepala Resty.

Resty ingin kembali ke meja tersebut untuk membalas Senna namun ditarik Mira, karena sudah sangat malu dicibir satu kantin.

"Dil, kok bisa tuh tante nuduh lo?" Raymond bertanya dengan raut wajah kebingungan.

"Gak tau, gue aja gak tau yang mana cowoknya. Tapi gue gak pernah tuh gatel ke cowok mana pun." Dilma meminum air mineralnya setelah mengucapkan itu.

"Iya gue percaya sama lo," balas Steven diangguki para sahabatnya.

"Kak, maaf yah tadi ada iklan lewat." Zelva memandang Regan dan ketiga teman lelaki itu satu persatu.

Senna terbahak. "Anjir, iklan lewat dong."

"Iya, gak papa, gue salut sama persahabatan kalian." Memang sedari tadi Lean takjub melihat kekompakan Zelva dan para sahabatnya melindungi Dilma, korban labrakan.

Zelva hanya tersenyum simpul menanggapi ucapan Lean.

"Va, maaf gara-gara gue, seragam lo jadi basah." Dilma menatap Zelva dengan perasaan bersalah. Gara-gara dirinya, Zelva yang harus terkena imbas.

Zelva tersenyum tengil pada Dilma. "Gak papa, selo aja, gue juga tadi gerah, jadi sengaja kena es jeruk biar adem," alibinya

Raymond yang merasa gemas. Lantas mencubit kedua pipi Zelva. "Gak usah gemes, bisa gak sih?"

"Gak usah cubit, bisa gak sih?" Zelva mengikuti gaya bicara Raymond. Tangannya melepaskan kedua tangan lelaki itu dari pipinya.

Raymond hanya tersenyum seraya mengacak rambut Zelva.

Tidak tau saja jika ada yang panas melihat kedekatan mereka berdua.

Zelva berdiri dari bangku. "Gue ke toilet dulu." Ia pamit ingin mengganti seragamnya, tapi sebelum itu ia akan ke koperasi terlebih dahulu, untuk membeli seragam baru.

"Gue temenin."

"Gue juga."

"Yaudah ayok." Zelva, Dilma dan Senna melenggang pergi dari kantin.

setelah melihat kepergian ketiga perempuan cantik itu, Arya berujar, "Vava cewek savage, gilak."

"Bener, gue suka sama cara bicaranya." Lean kagum pada gadis itu.

"Lebih parah waktu SMP bang," Raymond menyahut. Menatap Arya dan Lean bergantian.

"Parah gimana?" tanya Alder penasaran. Ketiga temannya juga ikut penasaran.

Untuk pertama kali, Regan dan Alder antusias mendengarkan cerita seorang gadis.

Raymond memasang ekspresi serius. "Vava pernah debat sama guru killer di SMP kami. Waktu itu guru killer yang namanya Bu Yanti ngajar matematika di kelas kami. Terus dikasi soal yang sama sekali belum kami pelajari, sedangkan Bu Yanti malah sibuk main hp. Pas kami bilang soalnya belum pernah diajar, sekelas dimarahi habis-habisan, katanya itu salahnya kami gak mendengarkan guru kalo lagi menjelaskan. Padahal emang tuh soal belum pernah dijelaskan nyet." Ia menjeda ceritanya.

"Begini Vava buka suara, dia bilang, ibu kalo gak ada niat ngajar mending gak usah paksain, gaji ibu tetap ngalir kok ke ibu..."

"Anjir berani banget tuh Vava." Lean memotong pembicaraan Raymond, lalu terkekeh.

"Vava doang yang berani ngomong gitu," kata Javier membanggakan sahabat perempuannya itu.

"Gue lanjut nih...otomatis Bu Yanti marah besar. Bu Yanti bentak Vava, mana sekelas dikatain susah diatur, biang onar, bodoh lagi. Sekelas sampe kaget Bu Yanti ngomong gitu. Vava langsung berdiri dari bangkunya, tatapannya kek orang santai gak ada beban gitu anjir. Gue masih ingat Vava bicara kek gini, bodoh? Apa guru pantas mengatakan itu pada muridnya, oke fine kalo ibu katain kami bodoh, tolong ibu yang paling cerdas ini dan sangat-sangat terhormat, jelaskan satu soal ini pada saya, ibu pilih yang paling susah deh, kalo dalam tiga menit saya gak selesain tuh soal, saya bakal minta maaf sambil berlutut di kaki ibu, tapi kalo sebaliknya, ibu yang minta maaf lalu jelasin semua soal ini pada kami..."

Steven memotong pembicaraan Raymond. "Anjir si Raymond sampe hafal." Ia tertawa renyah setelah itu.

"Terus gimana?" tanya Lean penasaran.

Raymond melanjutkan ceritanya, "Bu Yanti setuju. Bu Yanti jelaskan soal yang paling susah, itu pun jelasinnya gak niat gitu, sekelas kek mo meninggoy dengar penjelasan Bu Yanti. Bu Yanti sudah selesai kan jelasin tuh soal, Vava maju kerjakan soal yang dibilang paling susah. Sekelas keringat dingin, tegang sendiri anjir. Bu Yanti nyuruh ketua kelas pasang timer. Vava mulai kerjakan soal. Begini Vava udah selesai. Dilihat waktunya hanya sekitar satu menitan dan pas diperiksa Bu Yanti, jawabannya Vava benar dong. Langsung sekelas teriak heboh bahkan ada yang sujud syukur anjir. Bu Yanti nahan malu terus minta maaf," tutur Raymond. Ia menghirup udara banyak-banyak. Sampai kehabisan nafas ceritakan pertarungan sengit Zelva vs Bu Yanti.

"Gilak, Vava bukan hanya tong kosong nyaring bunyinya." Alder geleng-geleng kepala, takjub.

"Udah cantik, savage, pintar lagi. Calon istri idaman." Arya tertawa renyah.

Kening Steven berkerut. "Emang kalo jadi istri idaman harus savage?" tanya Steven. Menatap Arya dengan serius.

"Gak lah." Arya tertawa lepas.

Mereka juga ikut tertawa, kecuali Regan yang hanya tersenyum tipis.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!