Wajahnya terus berhias senyum dalam perjalanan menuju kampus Unpad. Sesekali bibir ikut bersenandung mengikuti lagu yang sedang mengalun dari audio mobilnya. Semalam Zaky sudah janji akan menjemput Kia siang ini. Sudah tiga pekan tak bertemu muka. Sudah tak sabar ingin menyampaikan berita sukacita.
[Aa, aku nunggu di shelter dekat gerlam ya]
Zaky membaca chat yang masuk dari Kia baru saja. Hampir setahun tinggal di Bandung dan sering bertanya tentang kampus Unpad kepada Kia dan beberapa kali diajak tour, ia menjadi tahu seputar kampus negeri ternama di Jawa Barat itu termasuk istilah-istilah nama. Gerlam adalah gerbang lama. Merupakan gerbang khusus pejalan kaki. Dan shelter menjadi tempat naik turun penumpang dari bus DAMRI yang terletak di sebelah barat gerlam .
"Sudah lama nunggu?" Zaky mengamati Kia yang baru saja masuk, memasang sabuk pengaman.
"Ada lah tujuh menitan. Aa, mau ngajak kemana sih? Ada surprise apa?" Andainya Zaky tahu jika semalam tidurnya gelisah setelah meng-iyakan ajakan Zaky yang akan menjemput selesai kelas siang dan bilang ada surprise. Ingin segera pagi. Dan memakai pakaian terbaik untuk bertemu. Membuatnya hari ini tidak membawa motor ke kampus. Pemuda tampan yang mulai melajukan lagi mobil itu paling bisa membuat hati seolah dipenuhi kupu-kupu. Meski ia tahu diri hanya dianggap adik. Ralat ah. Bukan 'hanya' tapi 'masih' dianggap adik. Harapan kan selalu ada bukan?
"Mau ngajak makan. Kangen Kia udah lama gak kopdar." Zaky menoleh sekilas sambil mengulas senyum manis dan kerjapan mata.
Bagi Kia, untung saja Zaky sudah kembali meluruskan pandangan. Sehingga tak sempat menatap wajahnya yang merona merah jambu sebab mendengar kata 'kangen'. Ia pun menyembunyikannya dengan berpaling ke arah jendela. Ada jeda untuk menetralisir hati yang berdesir sebab menerima senyuman maut.
A Zaky sadar gak sih. Pesonamu itu ada pada senyum dan kelembutan tatapan mata.
"Udah salat?"
Pertanyaan Zaky membuat Kia menoleh sekaligus terlepas dari lamunan. "Udah tadi ikut jamaah."
"Good girl. Kalau Aa belum. Tadi ngasuh dulu anaknya Mas Mizyan. Pengen beli es krim tapi pengen diantar oleh Aa. Jadi nyari mart dulu. Nanti aja deh salatnya di cafe."
"Pasti Mentari ya?" Tebak Kia. Meski jarang bertemu di darat, namun Zaky sering bercerita kegiatannya via telepon atau video call. Termasuk bercerita bagaimana kedekatannya dengan keluarga Bos.
"Iya. Si bule centil." Zaky terkekeh.
Kia pun tersenyum mesem. "Kirain Aa bisa ke kampus karena libur kerja ternyata lagi jadi pengasuh. Hihihi."
"Kerja dong. Lagi kerja lapangan mendampingi Mas Mizyan dan istrinya menghadiri seremoni peletakan batu pertama pembangunan Royal Mutiara Rahma. Dua anaknya ikut. Mentari dan Mahesa. Lokasinya di perbatasan Cimanggung- Jatinangor. Makanya Aa bisa jemput kamu."
Kia mengangguk dan tersenyum dengan wajah semringah. Beruntung sekali bisa dekat dengan Zaky. Malah sebagian temannya menyangka kalau Zaky adalah pacarnya. Ia hanya tanggapi dengan tersenyum mesem. Sebab dijawab bukan, mereka tidak percaya. "Itu perumahan non sub pastinya ya?" Tanyanya penasaran.
"Iya. Tipe 55 flat desain. Dan tipe 80 custom desain. Total 100 unit saja. Aa didaulat bikin tiga gambar tipe custom dan alhamdulillah disukai klien. Meskipun baru mau dibangun, tapi udah booking payment setengahnya. Orang kan sekarang banyak nyari perumahan yang di pinggiran. Kalau di Bandung kan udah wah padat. Dan harganya udah wow selangit."
"Wuih. Tim marketingnya pintar dong nyari konsumen. Medium and high level konsumen pastinya. "
"Salah, Kia. Justru yang pintar itu investornya. Yang jadi investor kan teman-teman Mas Mizyan semua. Ada Pak Arya, Pak Satya sama Pak Nico. Orang bisnis semua itu. Link marketnya banyak."
"Tahu gak, Kia. Royal Mutiara Rahma itu diambil dari nama istrinya Mas Mizyan, Cut Mutiara Rahma. Katanya sih sebagai tanda cinta. Kayaknya nanti kalau Aa punya istri juga harus niru gimana sweetnya si bos sama istrinya. Di kantor aja Mas Mizyan gak sungkan pamer kebucinan kalau pas Mbak Rahma datang. Padahal pengantin bari bukan pengantin baru." Zaky terkekeh dengan pandangan tetap fokus ke depan.
"Wah nanti beruntung dong yang jadi istrinya Aa." Kia lebih menggarisbawahi harapan Zaky tentang istri masa depan. Sampai detik ini yang ia ketahui, status Zaky masih single. Meski terkadang membahas nama-nama teman perempuan diantaranya Shannon, namun orang-orang yang disebut itu belum ada yang statusnya spesial. Ia tahu pasti karena Zaky selalu terbuka cerita urusan pribadi ataupun pekerjaan. Jadi masih ada harapan kan?
Zaky tidak menanggapi dengan ucapan hanya terkekeh saja. Ditambah mobil sudah memasuki parkiran Cafe yang dipilihnya setelah melihat review bintang 5 warganet di media sosial.
"Nitip dulu. Mau ke mushola." Zaky menyerahkan waist bag setelah menyebutkan menu yang diinginkan.
Kia menyimpan tasnya di kursi sebelah kanan yang kosong. Dan waist bag Zaky ia simpan di pangkuan. Memangnya Zaky saja yang rindu. Ia juga. Meski mungkin berbeda nilai dan maknanya. Mendekap dan mengusap barang milik sang arsitek menjadi jalan penyaluran rindu dan sayangnya.
Sepuluh menit kemudian Zaky datang dengan wajah segar. Duduk di kursi yang segaris dengan Kia. Baru ada dua gelas minuman jus tersaji di meja. Jus sirsak dan jus stroberi. Ia mulai menyedot jus sirsak
"Kia, apply beasiswa aku di acc. Aa akan ke Zurich. Goodbye Bandung temporarily." Zaky tersenyum lebar dengan netra berkilatan cahaya.
Jus stroberi yang disedotnya baru menyentuh bibir dan mendadak terhenti, turun lagi ke dalam gelas. Kia mengatupkan bibir. Jadi ini surprise yang dimaksud sampai sengaja datang ke kampus. Setelah satu tahun sering bersama harus merespon sedih atau bahagia?
Banyak bintang gemintang di kedua bola mata Zaky saat menjelaskan ulang bagaimana perjuangan mencari link beasiswa kedua setelah lamaran beasiswa pertama ditolak. Berarti memang harus merespon bahagia meski tak dipungkiri ada sedih mulai menelusup sebab akan berjarak jauh dan lama.
"Alhamdulillah. Selamat ya, Aa. Your dream come true. Kapan berangkat ke Swiss?" Tanya Kia sambil menyerahkan tas milik Zaky sebab mendengar dering dan getaran ponsel di dalamnya.
"Bentar ya. Shannon telpon."
Kia melipat bibir. Iklan yang kurang menyenangkan sebab momentum tidak pas. Ia beralih fokus memperhatikan pelayan yang menghidangkan nasi dan iga bakar untuknya. Dan nasi dan sop buntut rempah untuk Zaky. Ditambah waffle dan pancake durian sebagai dessert.
Kia menundukkan wajah sambil mengaduk jus stroberinya. Tidak ingin melihat wajah Zaky yang berbinar-binar menjawab pertanyaan kabar dari si penelepon. Setiap kali bersama Zaky, tak pernah absen nama Shannon muncul. Baik itu berupa telepon ataupun Zaky dengan sengaja menceritakannya.
"Aku lagi sama adikku. Tunggu aku ke Bali. Don't go anywhere. Okay?"
"Saturday, gimana?"
"Gak usah dijemput. Aku..."
"Ya ya...okay. Up to you deh. Tadina mah bisi ngarepotkeun."
"Hahaha. Roaming ya. Buka mbah translete."
Kia menelan ludah. Zaky memang tak pernah beranjak setiap kali menerima telepon. Yang ini, semua yang terdengar berefek nyeri di ulu hati. Huhuhu adik. Kapan ya kata 'adik' dihapus. Apakah dia nggak tahu tidak pernah ada hubungan yang tulus sebagai adik kakak diantara laki-laki dan perempuan dewasa yang tidak ada ikatan darah. Salah satunya akan ada yang main hati. "Contohnya aku."
"Contoh apa, Kia?" Zaky menaikkan satu alisnya. Komunikasi dengan Shannon baru saja berakhir saat mendengar Kia bergumam dengan begitu jelas.
"Hah, apa?" Kia terperanjat. Sedari tadi memang sedang berkecamuk monolog dalam hati. Itulah resiko mengambil keputusan tidak jadi move. Memilih memelihara rasa hingga ke depannya tidak tahu, apakah terus tumbuh tersiram air hujan ataukah akan mati mengering imbas kemarau. Ia hanya pasrah mengikuti alur perasaan.
"Kamu barusan bilang contohnya aku. Emang gak sadar apa yang diucapin?" Zaky masih tetap menatap dengan menaikkan satu alisnya. Senyum samar tersungging di bibirnya.
"Oh. Aku lagi dialog sama cacing di perut sambil nunggu Aa selesai teleponan. Mereka demo lapar. Terus kubilang harus bisa sabar. Contohnya aku." Kia tersenyum meringis. Ngeles yang masuk akal bukan?
"Ulu-ulu...kacian jadi nungguin. Padahal makan duluan gak papa."
Kia menggeleng. "Gak enak. Lebih nikmat makan bareng."
"Gak salah spek istri soleha." Zaky mengangkat ibu jarinya diiringi senyum. Lalu mulai mengaduk-aduk sop buntut yang masih menguarkan asap dan aroma rempah. Sengaja memilih menu itu sebagai obat rindu kampung halaman. Selama ini menu sop buntut rempah di cafe Dapoer Ibu yang the best. Kolaborasi racikan Ibu dan Teh Aul. Coba yang ini rasanya sama enaknya atau tidak.
Kia mulai memotong iga bakar dengan wajah menunduk. Menyembunyikan kedua pipi yang merona merah jambu. Mungkin bagi Zaky kalimat pujian itu sederhana dan tak bermakna. Namun baginya bisa menyentuh hangat sampai ke relung hati.
...🌷🌷🌷🌷🌷...
Bismillah. 12 Februari 2024, karya baru hadir lagi. Welcome, pembaca lama dan pembaca baru. KEMBARA RASA (KR). Zaky Wijaya adalah anggota keluarga dari story KALA CINTA MENGGODA dan story BIARKAN AKU JATUH CINTA. Yang belum baca, boleh baca dulu dua judul itu. Tidak juga gak papa. Tidak akan bingung kok.
Besties, mari kita mulai mengembara menyibak rasa, dengan dukungan saweran kembang dan kopi. 😘🤗
Tak terasa sudah 2 jam duduk bersama Kia sambil membahas topik random yang terus sambung menyambung. Zaky banyak memberi perhatian mulai dengan bertanya tentang kapan KKN, tentang dua adik Kia yang kini sekolah di SMP dan SMA, tentang perkembangan kesehatan ibunya Kia setelah operasi usus buntu. Percakapan mengalir dengan santai dalam suasana menyenangkan .
"Kita salat dulu ya, baru pulang." Zaky menatap arloji begitu mendengar adzan Ashar berkumandang dari masjid yang terdengar sampai ke dalam cafe.
Kia mengangguk. Membiarkan dulu Zaky ke mushola yang katanya kapasitasnya kecil hanya cukup untuk 4 orang. Lebih baik salat sendiri-sendiri tidak bercampur laki-laki dan perempuan. Seperti tadi, menyimpan tas milik Zaky di pangkuannya dengan dipegang erat-erat. Sebab di dalamnya ada ponsel, tablet, dompet, dan kunci mobil yang baginya barang berharga yang harus dijaga sepenuh hati dan dengan kerelaan tentunya. Sedetail itu Kia tahu barang bawaan yang selalu mengisi tas pria yang dikaguminya itu.
Giliran Zaky yang menunggu Kia salat. Tak ada barang yang dititipkan karena Kia memilih membawa tasnya. Sambil mengisi waktu, ia memeriksa email terbaru yang dikirim dari Astrid, sekretarisnya Mizyan. File To Do List dibacanya dengan seksama dan kening mengkerut.
Laporan resign secara tertulis berikut lampiran beasiswa ter acc, subuh tadi sudah dikirim secara pribadi terhadap owner RM Architeam. Lalu dibahas lagi saat bertemu di kantor. Ini sudah menjadi kesepakatan di awal saat Zaky menerima pinangan Mizyan untuk bergabung di tim arsiteknya. Bukan sebagai pegawai tetap. Hanya magang sambil menunggu apply beasiswa diterima.
"I can do it." Lirih Zaky dengan yakin usai membaca to do list yang harus diselesaikan di pekan ini sebelum undur pamit.
Di grup Family RM Architeam juga ternyata sedang heboh. Ada 32 pesan belum dibaca. Beberapa orang meng-tag namanya. Ternyata cepat sekali info pengunduran diri tersebar di sesama karyawan dengan suasana kekeluargaan itu. Dan selama ngobrol dengan Kia tadi, ia memang tidak membuka ponsel.
Sani : [Oh no! Ga da Zaky, bakal kehilangan nur di designer room😭]
Joy : [Ceu nur ga ilang woy. Tetep di kantin jualan gado²]
Joy : [@Zaky kudu farewell party pokoknya mah]
Bagas : [Yup. Farewell nya Saturday night @Zaky]
Ayu : [Lokasi? Biar gue bisa nyalon dulu. Kudu glowing to the max buat foto² bareng @Zaky]
Dan masih banyak lagi obrolan dari yang lainnya. Yang membuat Zaky tertawa-tawa sendiri karena keabsurd-an teman-temannya itu. Sementara yang senior lebih menyimak. Dan saat Joy membuat poling 'Farewell or No', 70% suara setuju, sisanya tidak ikut karena bentrok acara keluarga.
[Oke. Tapi jangan Satnight, gue mau ke Bali. Frinight aja gimana?]
Zaky baru membalas setelah dari tadi menyimak semua obrolan. Bersamaan dengan Kia datang dan mengajak pulang.
Honda Jaz putih yang dikemudikan Zaky tiba di depan gerbang kost Humaira. Dari namanya saja sudah terkesan jika penghuninya adalah para mahasiswi yang circle-nya baik. Kia menempati kost itu sejak semester pertama.
"Aa pulang ke Ciamis kapan?" Kia menyempatkan menatap Zaky dulu usai membuka sabuk pengaman. Sepanjang jalan saat mengobrol belum ada pembahasan tentang kapan pulang ke Ciamis dulu.
"Mungkin pekan depan tapi hari pastinya belum tahu. Sabtu ke Bali dulu udah janji mau ketemu Shannon. Minggu sore langsung take off ke Jakarta mau ngurus visa ke kedutaan Swiss. Nginep di rumah Teh Puput. Kalau sempat waktu main ke Depok juga." Jelas Zaky. Di Depok adalah tempat tinggal adiknya bernama Ami yang sudah memiliki anak bayi perempuan yang lucu. Masih kuliah plus menjadi mama muda.
Kia manggut-manggut. "Baiklah. Jaga kesehatan ya. Nanti pulang farewell jangan malam-malam. Kurangi makanan bertepung dan gula, less junk food, less cola. Minuman terbaik tetaplah air putih. Perbanyak konsumsi real food. Ingat, gaya hidup masa muda itu tabungan yang akan dipanen di masa tua."
Zaky tersenyum lebar sambil menyerongkan badan. Menatap Kia penuh binar lalu mengacungkan dua ibu jari. "Nasihat dari anak tekpang emang beda. Ini sih harus jadi ahli gizi Aa after graduate. Eh ralat, gak usah nunggu lulus, nanti selama Aa di Zurich sering-sering chat ulti begini. Soalnya kalau sudah sibuk, seringnya order fast food."
Kia tersenyum dan mengangguk. "Untukmu...tentu dengan senang hati," namun hanya menjadi bahasa kalbu. Yang terucap di bibirnya adalah, "Makasih ya Aa untuk traktirannya. Hati-hati di jalan."
Zaky belum melajukan mobil. Memastikan dulu Kia memasuki gerbang sambil menenteng kantong kresek putih berlogo cafe. Meski tadi Kia menolak saat disuruh membungkus menu untuk makan malam, namun akhirnya ia berinisiatif sendiri memesannya. Kia sejak dulu memang selalu sungkan setiap ditawari apapun sejalan dengan karakternya yang kalem. Jauh beda sama teman sebangkunya yaitu adiknya sendiri, Ami. Bertolak belakang 180 derajat.
***
Empat hari berturut-turut dari Selasa sampai Jumat, menjadi hari sibuk bagi Zaky untuk menuntaskan tugas menyelesaikan desain rumah dengan seluruh detailnya yang lumayan menguras tenaga dan konsentrasi. Masalahnya, yang menjadi kliennya sangat rewel. Di saat desain sudah jadi di hari Rabu, namun klien meminta perubahan ruang di lantai dua. Padahal aturannya, revisi hanya bisa diterima saat meeting preview. Membuatnya harus keluar masuk ruang direktur Mizyan untuk berkonsultasi. Sebab kesabarannya masih belum terlatih.
"Begitulah...karakter klien emang ada aja yang menyebalkan, sok dia punya duit, berani bayar lebih katanya. Seenaknya ngatur di luar rule. Tapi kita memang harus sabar dan tetap tersenyum ngadepin yang begini."
"Iya, Mas. Takutnya jumat gak ke kejar kalau revisi lagi."
"Bisa. Kamu pasti bisa. Gini caranya..."
Dan memang tak cukup hanya skil teori, jam terbang pun sangat berpengaruh. Dengan bimbingan sang bos rasa kakak itu, Zaky berhasil menyelesaikan tugasnya di hari terakhir ia bekerja. Meski selama dua malam harus lembur di depan laptop. Meeting ulang dengan klien berakhir kata deal. Done.
"Bang Zaky, dipanggil Pak Mizyan ke ruangannya." Suara Astrid terdengar di ujung telepon. Zaky bergegas meninggalkan aksi beberes packing barang-barang pribadi. Masuk ke dalam lift menuju lantai enam. Puncak gedung RM Architeam.
"Barusan Mbak Rahma telepon. Ngundang dinner di rumah malam ini. Harus datang ya!" Mizyan to the point menyampaikan pesan dari sang istri.
"Malam ini? Duh gimana ya, Mas?" Zaky menggaruk tengkuk yang tak gatal dengan wajah meringis.
"Sudah ada acara bareng Ayang? Ajak aja sekalian dinner di rumahku."
"Bukan itu, Mas. Anak-anak ngajak farewell. Udah booking private room di cafe Zero."
"Berarti bisa dinner dulu ke rumah, jam tujuh. Nanti lanjut farewell. Harus perpisahan dulu dong sama Dika, Mentari, Mahesa. Masa tiba-tiba Om Zaky-nya ngilang begitu saja. Mereka pasti ngambek."
Zaky termenung untuk beberapa detik. Memang benar selama ini ia sudah dekat dengan keluarga Mizyan. Sampai bosnya itu menolak dipanggil 'Pak'. Bekerja rasa keluarga. Akhirnya Zaky menyetujui.
Meja kerja dan lemari sudah kosong dari barang pribadi. Semua sudah dikemas ke dalam kardus yang kini di dekapnya bersiap pulang. Berhenti sejenak di lobi. Meminta tolong pada Rika yang merupakan petugas resepsionis, untuk memotretnya di depan partisi estetik bertuliskan RM Architeam. Untuk kenang-kenangan dan akan diposting di akun media sosialnya.
"Thank you, Rika. Nanti ikut kan farewell?" Zaky tersenyum puas melihat hasil foto yang hampir semuanya bagus.
"Ikut dong. Tapi sekarang aja udah mellow. Bang Zaky kenapa harus pergi sih. Saat mata perih karna melototi komputer, natap wajahmu bisa jadi penawar." Rika menaik turunkan kedua alisnya diiringi senyum seringai.
"Tenang Ani....Akang Roma akan setia disini." Tiba-tiba Bagas muncul sambil menepuk dada. Diikuti pecah tawa rekan yang lain yang sama-sama bersiap pulang.
Zaky tertawa renyah. Memang selalu saja ada keabsurd-an yang tercipta. Beruntung tak ada yang bermain hati di antara sesama rekan kerja. Semua bisa bercanda dengan lepas. Suasana ini pasti akan dirindukan. Berasa baru kemarin bersama-sama dengan mereka yang selalu punya trik melawak saat jenuh melanda.
Pulang ke rumah. Lebih tepatnya rumah milik keluarga sang kakak ipar bernama Panji yang hampir setahun ini ditempati oleh Zaky. Tinggal bersama sepasang suami istri yang bertugas sebagai asisten rumah tangga dan menjaga rumah. Padahal awalnya ingin mandiri dengan tinggal di kosan. Namun kakak ipar mewajibkan menempati rumah itu sebab sehari-harinya kosong. Paling sesekali keluarga dari Ciamis datang untuk liburan.
Selepas magrib Zaky langsung melajukan mobilnya ke arah rumah Mizyan yang jaraknya sekitar 30 menit berkendara. Menepati janji menghadiri undangan makan malam perpisahan.
"Wow surprise. Ada Om Zaky." Lengkingan suara riang menyambut Zaky saat pintu dibuka oleh asisten rumah tangga. Berasal dari arah sofa. "Om Zaky mau ketemu Papa ya?" sambungnya sambil mendekat dengan satu tangan memeluk boneka kucing.
"Bukan. Om mau ketemu Mentari." Zaky tersenyum simpul melihat si rambut pirang yang lucu.
"Seriously?" Mentari melebarkan mata. "Ulala...yes yes yes." Tubuhnya berputar sambil berjingkrak-jingkrak riang.
Mahesa mendekat dengan tangan memegang mangkuk melamin berisi buah naga potong. Yang kemudian meremas sepotong buah naga dan diusapkan ke pipi Mentari sambil berucap, "Centiiiillll."
"BUNDAAAA. HWUAAA."
Zaky sigap mengusap-usap punggung Mentari yang menangis penuh drama. Menggelegar. Antara kasihan dan menahan tawa melihat pipi putih Mentari berubah warna merah buah naga.
"Ya Salam. Adek ngapain kakak, hm?" Rahma sebagai bundanya anak-anak datang dengan tergopoh-gopoh. Kejengkelan ditekan serendah-rendahnya demi menghadapi keusilan kakak beradik yang biasa menghiasi hari.
Yang ditanya tetap tenang duduk sila dengan wajah tanpa dosa, memakan potongan buah naga menggunakan sendok.
"MAHESA AQIL ABDILLAH!" Ucap Mizyan yang datang paling akhir bersama Dika. Berdiri di samping Rahma.
Membuat Mahesa terperanjat berdiri. Anak berusia 4 tahun itu berdiri tegak dengan tangan memberi hormat.
Lagi-lagi Zaky melipat bibir menahan tawa yang ingin meledak. Memang ia sudah tidak aneh dengan keusilan Mentari maupun Mahesa. Hanya si sulung bernama Mahardika yang kalem dan ngemong kedua adiknya.
"Minta maaf sama Kak Tari." Mizyan menunjuk dengan dagu pada Mentari yang masih terisak-isak. Sedang dilap pipinya oleh Bunda Rahma.
"Maafin adek ya kak." Mahesa segera memeluk Mentari tanpa perlu disuruh dua kali.
"Jangan diulang ya. Hiks." Mentari balas memeluk sambil masih terisak. Papa dan Bunda selalu mengajarkan tidak boleh ngambek lama-lama.
"Hmm, iya. May...."
"Jangan bilang maybe yes maybe no!" Gertak Mentari sambil mendelik.
"Hihihi...." Mahesa memeletkan lidahnya. Namun kemudian melipat bibir demi mendengar deheman Papa Mizyan.
Drama sudah berakhir dan kembali rukun. Terbukti saat semuanya duduk bersama di meja makan. Dalam sesi hening usai makan dengan suasana kekeluargaan, Zaky berucap terima kasih atas segala kebaikan dan kehangatan keluarga Mizyan selama ini.
"Om Zaky, nanti kirimin video gimana ETH Zurich ya. Aku juga pengen kuliah arsitek di sana. Papa sama Bunda support aku kuliah disana." Ucap Dika dengan mata berbinar. Si sulung yang duduk di bangku kelas enam SD semester dua. Akselerasi dengan lompat dari kelas 4 langsung ke kelas 6.
"Siap, Bang Dika. Semangat belajarnya. Bentar lagi SMP, SMA. Go....terbang ke Zurich." Zaky menyemangati dengan mengepalkan tangan.
"Aku juga mau seperti Papa jadi arsitek. Tapi kuliahnya mau di Bandung aja. Gak mau jauh dari Papa dari Bunda. Dimana Bun, lupa lagi."
"ITB." Rahma menjawab pertanyaan putrinya.
Mentari pun menjentikkan jari diiringi senyum lebar. "Adek cita-citanya mau jadi apa?" ujarnya beralih menatap Mahesa yang anteng memakan puding coklat.
"Adek mau jadi tukang parkir."
Tidak ada yang menertawakan ucapan Mahesa. Hanya pada menahan tawa. Harap di maklum imajinasi anak balita menyukai seperti apa yang dilihatnya.
Tak bisa bersantai lama-lama di rumah Mizyan. Usai berfoto-foto dengan ketiga anak berkualitas itu, Zaky pamit sebab teman-temannya sudah berkumpul di cafe Zero. Saatnya farewell party.
...🌷🌷🌷🌷🌷...
Tekpang \= Teknologi pangan
Yang masih lupa, Mahesa Aqil Abdillah ada di bonchap terakhir MELUKIS SENJA. Waktu itu syukuran aqiqah.
"Sorry, guys. Abis dari rumah si bos dulu, diundang dinner." Meski sebelumnya sudah konfirmasi dengan Joy, Zaky mengulangnya lagi di hadapan semua teman-temannya yang hadir. di private room. Ada 9 orang yang hadir. Total 10 orang dengannya.
"Oke. Mumpung yang punya hajat udah datang, kita langsung opening. Bagas, lo pidato!" Ucap Sani menatap rekannya yang memakai kemeja flanel.
"Apa sih. Serius amat pakai pidato segala. Kita ngobrol santai kayak di pantai. Malam ini just for fun. Nyalain karaokenya, Joy!" Zaky tidak ingin ada suasana syahdu. Meski namanya perpisahan tak dipungkiri menimbulkan keharuan. Sebab semua rekan kerjanya menyenangkan dan selalu kompak.
"Nyanyinya nanti. Kita spik spik santuy kok." Bagas bersuara. "Zak, lo teman yang menyenangkan dan rekan kerja yang asoy. Gak songong padahal posisi lo di desainer room. Selevel arsitek senior. Jadi....mulai Senin di kantor kita bakal ada sesuatu yang kurang. Kalau kata Si Sani mah kehilangan nur."
Zaky tertawa. "Bisa ajaaa."
"Kita maklum. Lo punya mimpi yang ingin diraih. Please, Jangan lupain kita-kita ya, Zaky. Silaturahmi tetap terjalin. Kita bikin grup baru sejumlah 10 orang yang hadir di sini. Setuju nggak?" Ucap Sani.
Dan semua yang hadir kompak mengatakan setuju.
"Bang Zaky, kira-kira beres master bakal gabung lagi di RM atau lo kerja di luar?" tanya Rika. Ruangan yang diseting dengan posisi sofa letter L saling berhadapan, dengan meja di tengah yang terisi penuh oleh aneka minuman sesuai selera, membuat suasana ngobrol terkesan santai.
"Pengennya sih nyari pengalaman dulu di luar tapi belum pasti juga. Conditional." Zaky tersenyum mesem.
Dan obrolan santai masih terus mengalir diselingi gelak tawa. Hingga aneka makanan yang dipesan sesuai keinginan, datang diantarkan oleh 4 orang waiter. Zaky tidak memilih menu nasi sebab masih kenyang. Blueberry pancake dan jus jeruk menjadi pilihan.
Di saat semua orang menikmati sajian makanan, Joy sudah gatal tenggorokan ingin segera bernyanyi. Perangkat karaoke mulai di on kan. Ruang private kedap suara itu siap diramaikan oleh aneka vokal.
Today I don't feel like doing anything
I just wanna lay in my bed
Don't feel like picking up my phone
So leave a message at the tone
'Cause today I swear I'm not doing anything
(The Lazy Song - Bruno Mars)
Zaky tertawa-tawa melihat aksi slengean Joy, si penggemar lagu-lagunya Bruno Mars. Beny ikut bergoyang mengimbangi gaya Joy yang vokalnya lumayan bagus. Melakukan record sampai semua wajah teman-temannya terekam, dikirim kepada Kia. Agar tenang jika farewell party versinya, hanya acara seru-seruan seperti itu.
Kia tadi sore sempat mengkhawatirkan adanya teman-teman yang pesan minuman alkohol.
"Cafe Zero no alcohol. Makanya Aa milihnya disana. InsyaAllah, yang hadir anak-anak baik semua kok." Terangnya tadi saat membalas chat kekhawatiran Kia.
Memang sengaja tak ada niat mengajak Kia ikut serta dalam farewell. Takut digoda oleh rekan-rekannya sebab Kia cantik. Apalagi orangnya sedikit pemalu namun justru akan menarik minat lawan jenis untuk dekat.
The Lazy song masih mengalun. Yang sudah selesai makan ikut-ikutan bernyanyi dengan membaca lirik yang tampil di layar tv led. Berikutnya yang akan bernyanyi adalah Rika, memilih lagu Domba Kuring. Sontak semuanya tertawa. Zaky ditarik dari tempat duduknya sebab harus ikut berjoget bersama semua laki-laki.
Zaky menyerahkan ponselnya kepada Ayu, minta tolong untuk merekam. Kia harus lihat dirinya berjoget ramai-ramai. Kompak semuanya bernyanyi bersama saat reff.
Domba-domba kuring
Diangon-angon ku kuring
Diparaban ku kuring
Anakna gé anu kuring
Domba-domba kuring
Diangon-angon ku kuring
Dimandian ku kuring
Anakna gé anu kuring
Saha jaluna?
Mana jaluna?
Saha jaluna?
Jaluna mah domba adu asal Garut
Hanya lima orang menyumbangkan suara. Yang lainnya menjadi penikmat saja dengan alasan tidak bisa bernyanyi, suaranya jelek. Zaky menutup acara dengan menyumbangkan sebuah lagu dengan judul Pergi Untuk Kembali dari Marcello Tahitoe.
Walaupun langit pada malam itu
Bermandikan cahaya bintang
Bulan pun bersinar betapa indahnya
Namun menambah kepedihan oh
Ku akan pergi meninggalkan dirimu
Menyusuri liku hidupku
Janganlah kau bimbang dan janganlah kau ragu
Berikan senyuman padaku
Selamat tinggal kasih
Sampai kita jumpa lagi
Aku pergi takkan lama
Hanya sekejap saja
Ku akan kembali lagi
Asalkan engkau tetap menanti
Yang paling heboh tentunya fans girl. Sani, Ayu, dan Rika, turun mengelilingi Zaky. Cowok lain minggir diusir. Tidak lupa sambil mengabadikan dengan berfoto dan rekaman video.
Foto bersama dengan berbagai ekspresi, menjadi akhir kebersamaan. Malam perpisahan yang diisi gelak tawa bahagia. Tiba waktunya pulang.
"Guys, ini cewek-cewek jangan pulang sendiri. Tolong dianterin!" Zaky mengetuk arlojinya sebagai kode bahwa sekarang sudah malam. Tidak baik untuk perempuan pulang sendiri.
"Sani dibonceng Bagas. Ayu sama Rika ikut di mobil gue. Tadi juga berangkatnya gitu." Sahut Joy.
"Sip." Zaky lebih dulu memimpin keluar meninggalkan private room. Delapan menit lagi menuju pukul sepuluh. Ia sudah janji pada Kia, acara tidak akan sampai larut malam.
"Gue yang bayar." Zaky mencegah Bagas yang akan menuju kasir.
"Eh, jangan. Anak-anak udah patungan. Ini acara inisiatif kita." Bagas menahan lengan Zaky sebelum sampai ke depan meja kasir.
"Ini ucapan terima kasih dari gue karena solidaritas kalian asoy." Zaky menepis tangan Bagas. Berjalan mendahului dan mengangsurkan kartu debit kepada petugas kasir.
Area parkir menjadi tempat perpisahan. Meski masih ada waktu 20 hari sebelum berangkat ke Swiss, namun kebersamaan dengan rekan kerja berakhir hari ini. Hari Senin mulai sibuk wara wiri mengurus banyak berkas. Seperti visa, dan lain-lain untuk daftar ulang.
***
Pukul 22.30 WIB, Zaky sudah sampai di rumah dengan membawa kunci cadangan. Waktunya beristirahat sebab besok pagi jadwalnya menunaikan janji menemui Shannon di Bali. Waktunya tidur dengan perasaan riang.
Udara segar pagi hari memacu adrenalin Zaky untuk terus berlari mengitari komplek perumahan yang selalu nampak tenang dan lengang. Empat kali berpapasan dan bertegur sapa dengan tetangga yang juga sedang berolahraga. Memang hanya di akhir pekan waktu yang memungkinkan bisa melihat penampakan para tetangga komplek.
Mengawali hari dengan berolahraga itu memberikan positif vibes sehingga selalu bersemangat sepanjang hari. Mandi dan sarapan sudah dilakukan. Packing dadakan baru saja selesai. Waktunya berangkat ke bandara.
"Bi, Mang, aku perginya lama. Dari Bali mau langsung ke Jakarta. Mungkin semingguan di Jakarta. Nitip mobil ya." Ucap Zaky di hadapan pasangan suami istri yang sedang mencabuti rumput liar di taman depan.
"Mangga, Aa. Sing salamet." Bibi mewakili menjawab yang kemudian mendapat anggukan suaminya juga.
"Aamiin. Assalamu'alaikum." Zaky melambaikan tangan sebelum menuju taksi online yang baru saja tiba.
"Ke bandara Husein, A?" tanya sang driver memastikan.
"Ya, Kang." Zaky menjawab pendek sebab ponselnya berdering. Matanya berbinar melihat nama kontak yang tampil di layar.
"Morning, Shannon."
"Wilujeng enjing, Zaky."
"Hahaha...accent-nya lucu." Zaky tertawa renyah.
"Gara-gara kamu suka bikin roaming, aku jadi belajar bahasa sunda. Yeah...a little bit."
"Bagus dong." Zaky terkekeh. "Lagi apa, Sha?"
"Lagi nunggu kabar darimu. Jadi ke Bali kan?"
"Ini lagi di taksi mau ke airport. Take off nya sih jam 12.50. Aku berangkat sekarang karena janjian sama teman yang mau terbang ke Jogja."
"Okay. Take care, Zaky. I'l be waiting for you."
Suara Shannon di seberang sana terdengar riang. Membuat Zaky masih menyunggingkan senyum meski sambungan sudah berakhir. Bagaimana tidak semringah jika kehadirannya begitu dinanti.
Tiba di bandara, Zaky bertemu dengan Dipta. Teman lama satu almamater di NTU Singapura beda fakultas. Saling berpelukan penuh kerinduan dengan pria berkacamata minus itu. Masing-masing bercerita tentang profesinya sekarang.
"Kenapa kamu gak bilang ada di Bandung? Mana udah tiga hari lagi. Kita bisa ketemuan." Zaky mendecak kecewa. Awalnya iseng membuka insta story Dipta tadi subuh. Ternyata si kutu buku itu posting jalan-jalan di Ciwalk alias Cihampelas Walk. Membuatnya langsung menelepon.
Dipta tertawa. "Aku gak tahu kamu kerja di Bandung. Kirain udah terbang ke Swiss. Waktu itu kan udah daftar beasiswa ESOP. Aku sih yakin kamu lulus. Secara prestasi akademikmu grade A."
Giliran Zaky yang tertawa. "Aku juga optimis. Tapi ya ada something yang gak bisa aku jelasin. Ada hikmahnya sih sambil nunggu pendaftaran ulang di November, aku asah lagi kursus Jerman."
Obrolan masih berlanjut dengan membahas berbagai topik. Hingga waktunya perpisahan karena Dipta lebih dulu akan terbang. Dua jam kemudian waktunya pesawat Zaky take off. Sempat dulu menunaikan salat Dzuhur sebelum boarding.
Burung besi mendarat di bandara Ngurah Rai setelah terbang selama 1 jam 50 menit. Zaky berjalan cepat dengan membawa backpack tersampir di bahu. Langkahnya pasti dengan senyum tak henti tersungging di bibir, menuju gadis cantik berlesung pipi yang melambai-lambaikan tangan.
"Rahajeng Rawuh, Aa kasep." Shannon mengulum senyum sehingga menampakkan jelas kedua lesung pipinya.
Zaky terkekeh sambil mengacak-acak puncak kepala Shannon dengan gemas. Sebab selalu terlihat lucu mendengar aksennya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!