NovelToon NovelToon

Daisy Si Kupu-kupu Malam, Dicintai Putra Mahkota

1. Aku terbiasa sendiri

"Jauh-jauh dari anakku!, kau anak wanita gatal. " Umpat seorang Ibu yang mencoba melindungi anaknya dari pergaulan yang buruk.

Yang dimaksud adalah gadis kecil bernama Daisy Norin, anak yang dianggap buruk karena terlahir dari seorang pelacur.

Semua orang tua di tempat itu melarang anaknya bermain dengan Daisy, tidak boleh dekat - dekat dengan anak kotor seperti Daisy, mereka bilang gadis kecil itu adalah tunas bernanah.

Daisy sangat sedih, apa salah dari tubuh mungil itu, padahal Daisy bukan monster, Daisy juga tidak buruk rupa.

Daisy sering mendengar ucapan, yang begitu menyedihkan.

"Percuma cantik tapi tidak ada bapaknya. "

"Dia juga akan sama seperti ibunya. "

"Anak Haram. "

Itu adalah sebagian kecil ucapan dari orang - orang di sekitar Daisy.

Setiap akan berangkat sekolah, ibunya selalu mengatakan pada Daisy.

"Buatlah buta matamu untuk apa yang tidak ingin kau lihat, buatlah tuli telingamu untuk apa yang tidak ingin kamu dengar. " Itulah ucapan yang sering Ibu Daisy katakan.

Daisy meraih jemari lentiknya lalu ciumnya, ibunya sangat cantik, dia adalah wanita tercantik bagi Daisy.

Terkadang Daisy berpikir, ibunya begitu cantik, dia juga sangat lembut dan penyayang, dia mencintai Daisy dengan penuh kasih sayang, dia juga orang yang ramah, mengapa semua ibu-ibu di sini membenci ibunya dan juga dirinya, itulah yang selalu menjadi pertanyaan dalam benak Daisy sejak kecil.

Saat akan menidurkan Daisy sebelum bekerja, Ibunya selalu menangis dan meminta maaf pada Daisy dengan penuh penyesalan.

Sampai Daisy hafal ucapan ibunya di luar kepala, namun Daisy tidak begitu mengerti karena saat itu usianya masih 8 tahun.

Hingga suatu hari, ibunya tidak seperti biasanya, ibunya hanya menatap Daisy begitu lama, mencium pipi dan kening Daisy cukup lama sekali.

"Sayang, Ibu selalu berdoa untuk masa depanmu, semoga kau mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari Ibu, mendapatkan seseorang yang luar biasa, meskipun ibumu ini wanita yang berlumur dosa, namun tidak pernah sekali pun Ibu mendoakan hal buruk untukmu." Itulah yang dikatakan Ibu Daisy, lalu sebuah kecupan berkali-kali mendarat di pipi Daisy dan Ibunya segera berlalu pergi, air matanya selalu menetes di pipi Daisy sebelum berangkat bekerja.

Daisy yang belum tertidur itu segera bangun, karena rasanya matanya tidak bisa di pejamkan, hatinya terasa gelisah, Daisy pun keluar kamar dan berdiri di depan pintu kamarnya , entah apa yang anak itu pikirkan, Daisy hanya ingin berdiri saja di depan pintu.

Sejak umur 5 tahun Daisy sudah di tinggal Ibunya bekerja setiap hari, ibunya akan kembali di samping Daisy tanpa Daisy ketahui pukul berapa dia kembali, Daisy sudah terbiasa sendiri, Daisy tidak takut sendiri, Daisy melakukan semua hal sendiri.

Tiba-tiba terdengar suara pintu di ketuk begitu keras.

Ibunya selalu berpesan, tidak boleh sembarangan membuka pintu, maka Daisy mengintipnya dari tirai yang dia buka sedikit.

Rupanya itu adalah Bu Yuli dan suaminya, satu-satunya tetangga yang sangat baik pada Daisy dan Ibunya.

Daisy segera mengambil kunci yang ada di kantongnya, dan segera membukanya.

Pintu pun terbuka, Daisy sudah hafal maksud mereka datang, sudah pasti Bu Yuli akan mengantar susu dan camilan untuk Daisy, agar Daisy tidak kelaparan di tengah malam.

Namun Daisy tidak melihat mereka membawa makanan untuknya, mereka membawa tas ibunya yang berlumuran cairan merah entah apa itu.

"Daisy, ... Ibumu kecelakaan ayo ambil jaket, kita ke rumah sakit. " ujar Bu Yuli.

Bu Yuli menitihkan air mata, dengan menenteng tas milik ibu Daisy yang rupanya itu adalah darah ibunya, Daisy segera mengambil jaket dan mengikuti suami istri itu, mengendarai motor butut mereka menuju rumah sakit.

Daisy tidak menangis, karena ibunya tidak mengizinkannya untuk menangis dalam keadaan apapun, itu yang melekat diingatan Daisy.

Sampailah mereka di rumah sakit, mereka segera memasuki ruang IGD.

Namun saat mereka masuk, dokter mengatakan.

"Maaf, kami tidak bisa menyelamatkannya. " Ujar dokter itu dengan penuh penyesalan matanya juga nampak berkaca - kaca.

Daisy tidak begitu mengerti situasinya, namun Bu Yuli langsung menangis histeris sambil memeluk tubuh Daisy yang mungil karena kurang gizi.

Suami Bu Yuli pun tampak iba pada Daisy, dia mengusap pucuk kepala Daisy dengan lembut.

"Dokter tolong selamatkan ibunya, bagaimana bisa dia meninggalkan putrinya seorang diri, kasihan anak ini Dok, dia tidak punya siapapun selain ibunya Dok." Bu Yuli memohon pada dokter itu dengan begitu tampak menderita.

Rasanya dada Daisy sesak, kepalanya sakit, matanya sudah penuh, namun Daisy tidak bisa menumpahkannya.

Tiba-tiba semua terasa gelap.

Rupanya Daisy pingsan dan jatuh sakit, ketika bangun Daisy sudah tertidur di ruangan asing serba putih, dengan tangan yang tertancap jarum infus, tidak ada Ibu tidak ada siapapun.

Daisy harus bertanya pada siapa, untuk mengerti apa yang terjadi.

Daisy sendirian.

Namun langkah kaki terdengar memasuki ruangan itu.

"Daisy, kau sudah bangun Nak?, bagaimana keadaanmu? " Rupanya Bu Yuli datang dengan membawa beberapa lembaran kertas, entah apa itu.

Daisy hanya mengangguk tanpa ekspresi.

"Daisy, Ibumu sudah di makamkan semalam, karena tidak ada yang mau membantu mengurus jenazah ibumu, maka dari pihak rumah sakit yang mengurus hingga ke pemakaman, kau harus sabar Daisy, setelah kau membaik, kami akan mengantarmu ke tempat sepupu ibumu, semoga kau mendapatkan kehidupan yang lebih baik di sana, jika kau tetap di sini itu akan buruk untukmu." ujar Bu Yuli.

Daisy mengerti arti kematian, itu artinya tidak akan bertemu selamanya, hatinya sangat nyeri dan lagi Daisy harus pergi setelah Daisy sembuh.

Namun air matanya tidak bisa keluar sama sekali.

Daisy tidak bisa memutuskan hidupnya sendiri, Daisy pun menurut saja, setelah Daisy sembuh, Daisy pun segera mengemas barang-barang berharganya dan beberapa barang peninggalan ibunya, setelah itu Daisy mengikuti Bu Yuli, Daisy di bawa ke stasiun, Daisy kira Daisy akan di antar sampai tempat sepupu ibunya, rupanya Daisy hanya di antar ke stasiun membeli tiket dan Daisy harus berangkat sendiri dan dititipkan pada petugas stasiun.

"Bawa ini, dan tanyakan pada petugas di sana jika kau sudah sampai di stasiun Mahama, minta antar ke kantor polisi untuk mencari alamat itu Daisy. " ujar Bu Yuli.

Karena Daisy sudah terbiasa sendiri, mau tidak mau Daisy harus berangkat dengan hanya ditemani petugas sampai keretanya tiba, Daisy pun segera naik, saat keretanya tiba. Daisy dititipkan lagi pada petugas yang ada di kereta, Daisy dicarikan tempat duduk sesuai dengan tiket yang ada ditangannya.

"Apa orang tuamu tidak takut kau diculik, membiarkanmu pergi sendirian? " tanya petugas itu pada Daisy.

"Ibu sudah meninggal, aku sendiri." jawab Daisy.

Petugas itu mengusap kepala Daisy dengan lembut dan tampak jelas dia sangat mengasihani gadis mungil itu.

"Lalu kemana kau akan pergi?" tanya petugas itu.

"Alamat ini, dia sepupu Ibuku." Jawab Daisy sambil menunjukan secarik kertas pada petugas itu.

"Baiklah, istirahatlah ... aku akan menemui mu saat sudah sampai di pemberhentian terakhir. " Ujar petugas itu berlalu pergi, sambil melanjutkan tugasnya, mengecek tiket para penumpang.

2. Anak yang malang

Rupanya perjalanan Daisy cukup panjang, petugas itu mendatangi Daisy lagi dengan membawakan bantal dan selimut, tidak lupa dengan beberapa camilan dan minuman.

"Makan dan tidurlah ... masih 10 jam lagi perjalanan kita." Ujar petugas itu tersenyum dan pergi lagi.

Ini pertama kalinya untuk Daisy naik kereta, rasanya agak menakutkan, karena kereta itu melaju begitu cepat, tapi hal itu tidak Daisy pikirkan lagi, Daisy sedang berpikir apakah dia akan sampai di kediaman saudara ibunya dengan selamat, kenapa ibunya tidak mau mengajaknya pergi, apa Daisy sangat menyusahkan, sehingga ibunya pergi dan tidak kembali lagi.

Daisy pun tertidur begitu saja, karena terlalu lelah berpikir, otak kecilnya rasanya tidak mampu menampung banyak pertanyaan dari dirinya sendiri.

"Nak, bangun ... kita sudah sampai." Petugas tadi membangunkan Daisy.

Petugas itu dengan cekatan melipat selimut dan mengambil semua barang bawaan Daisy, tubuh Daisy sangat mungil hingga sangat mudah digendongnya dengan satu tangan.

Ini pertama kalinya Daisy digendong oleh seorang laki-laki, rasanya menakjubkan, andai saja petugas yang baik itu adalah ayahnya.

"Pak, ... bisa tolong antar saya ke kantor polisi? " tanya Daisy.

"Tidak." jawabnya.

Daisy agak kecewa dengan jawaban petugas itu, jadi Daisy harus meminta bantuan orang lain lagi.

Rasanya sulit memulai pembicaraan dengan orang asing, karena Daisy selalu dihindari di lingkungan tempat tinggalnya.

"Hari ini sudah pukul 11 malam, aku akan membawamu pulang, besok aku libur aku akan mengantarmu ke alamat ini." Ujar petugas itu, sambil tersenyum.

Daisy memandang senyuman itu dengan sangat takjub, bagaimana bisa ada orang sebaik dirinya, tiba-tiba air mata Daisy mengalir begitu saja. Daisy sangat terkejut, rupanya Daisy bisa menangis karena kelembutan seseorang yang tidak Daisy kenal.

"Kenapa menangis?, oh kau pasti rindu ibumu." Petugas itu langsung memeluk Daisy dengan erat untuk menenangkannya.

Namun bukannya Daisy diam, Daisy malah menangis begitu kencang, kini tampak raut panik di wajah petugas itu untuk menenangkan gadis itu.

Orang-orang yang memakai seragam sama dengannya, segera datang menghampiri.

Segudang pertanyaan ditanyakan pada orang - orang yang memakai seragam sama dengannya.

"Apa dia terpisah dari ibunya? " tanya salah satu rekannya.

"Tidak, anak ini baru saja kehilangan ibunya, dan dia di kirim seseorang ke tempat kerabatnya sendirian." Jawab petugas itu sambil menepuk punggung Daisy dengan lembut.

"Oh anak yang malang, kenapa dibiarkan pergi sendiri."

"Dia pasti ketakutan."

Untuk pertama kalinya Daisy mendengar ucapan yang begitu meneduhkan telinganya.

"Sudah, aku akan menemanimu sampai kita menemukan alamat ini, jangan menangis lagi." Ucap petugas itu.

Daisy pun menyandarkan kepalanya di dada petugas itu, dan membaca nama di bet seragam petugas itu.

Rupanya namanya Nagato, Daisy terus mengingatnya.

Karena itu pertama kalinya Daisy menangis di usianya yang kedelapan tahun, Daisy ingat terakhir kali Daisy menangis di usianya yang ke 6 tahun, Ibunya melarang Daisy menangis agar Daisy menjadi anak yang kuat.

Daisy tertidur karena lelah menangis, saat Daisy bangun Daisy sudah berada di kamar yang rapi, dingin dan sejuk, tidak seperti kamarnya yang cukup berantakan, karena Ibunya tidak ada waktu untuk beres-beres rumah.

"Sudah bangun Nak, apa kau ingin sarapan?, aku membuat telur mata sapi." ujar Nagato.

Hatinya sangat bahagia melihat Pak Nagato, dia adalah ayah impian Daisy. Pak Nagato menggendong dan membawa Daisy keluar kamar lalu mendudukkan Daisy di kursi berhadapan meja dan 2 porsi nasi telur mata sapi.

Daisy melihat ke sekeliling kediaman itu, namun tak ditemui orang lain, selain dirinya dan Pak Nagato.

"Aku tinggal sendirian Nak." Rupanya Pak Nagato mengerti apa yang sedang Daisy cari.

Daisy tersenyum senang, jadi Daisy tidak harus menyapa atau beradaptasi dengan orang lain lagi.

"Ayo makan, siapa namamu Nak?" tanya Pak Nagato sambil mulai menyendok makanannya.

"Namaku Daisy Norin." jawab Daisy tersenyum manis.

"Nama yang cantik, sesuai dengan orangnya." ujar Pak Nagato.

Daisy tersipu malu, karena ini adalah hari yang baik, setelah hari yang buruk, ini adalah kehidupan yang tidak pernah terjadi padanya, banyak pujian yang Daisy terima, banyak kata positif yang Daisy dengar.

"Apa kau dekat dengan saudaramu yang di sini?" tanya Nagato.

"Saya tidak kenal." jawab Daisy

Karena Daisy tidak mengenal siapapun dari keluarga ibunya.

Pak Nagato tampak memijat pelipisnya, lalu dia mengusap kepalanya dengan lembut.

"Daisy, aku akan antar kau setelah sarapan, jika mereka mempersulit mu kau harus memberitahu ku." ujar Nagato.

"Tapi aku tidak tahu jalan." jawab Daisy

"Kalau begitu, aku akan mengunjungimu setiap hari untuk melihat keadaanmu Daisy." ujar Nagato.

Tampak terlihat jelas dari sorot mata Nagato, jika dia sangat menghawatirkan gadis kecil itu, itu membuat Daisy merasa hangat.

Setelah sarapan selesai, mereka pun pergi menuju ke alamat tersebut, tidak butuh waktu lama, setelah beberapa kali bertanya mereka pun sampai di kediaman yang sederhana.

Nagato mengetuk pintu, tak lama pun terbukalah pintu itu, muncul seorang pria berantakan dan tercium bau yang sama seperti ibu Daisy saat pulang bekerja.

"Ada apa?" tanya pria berantakan itu.

"Apa ini kediaman Ibu Tini?" tanya Pak Nagato.

"Benar ada apa?" Tanyanya dengan wajah tidak jelas, karena mabuk.

Nagato memberikan surat yang di bawa Daisy, pria itu melihat ke arah Daisy dengan menyelidik setelah membaca surat itu.

"Tini, keluar!" teriak pria itu.

Tak lama keluarlah wanita berusia 35 tahunan, tubuhnya berantakan juga sambil menggendong anak perempuan berusia 4 tahun.

" Siapa ya? " tanya Tini.

Pria tadi memberikan surat yang di bawa oleh Daisy pada Tini.

"Jika kau mau menampung anak ini, keluar dari rumahku!" ujar pria itu masuk.

"Tuan, maafkan saya ... hidup saya sangat susah, dan saya punya anak 3 ini anak yang paling kecil, tolong antarkan anak ini ke panti asuhan saja, saya benar - benar tidak bisa menampungnya, suami saya tidak bekerja dan dia sangat kasar, anak ini tidak akan baik jika bersama kami." Ujar Tini sambil menangis.

"Daisy maafkan Bibi, semoga kau beruntung jika ada yang mengadopsi Daisy, Daisy anak baik, maafkan Bibi, jika nanti Bibi punya rejeki, Bibi akan menengok Daisy. " Ujarnya dengan menangis terisak - Isak, tangan kasarnya membelai pipi Daisy.

Nagato dengan wajah kesal langsung membawa Daisy kembali ke rumahnya, wajahnya tampak kecewa.

Tangan mungil Daisy memegang erat pakaian Nagato, karena Daisy ketakutan.

"Oh, maafkan aku Daisy..." Nagato kembali memberikan senyum ramahnya.

Senyuman itu langsung menenangkan hati Daisy.

"Paman Nagato, apakah Paman akan mengirim Daisy ke panti asuhan? " Tanya Daisy.

Manik abu itu tampak berkaca-kaca, mendengar pertanyaan Daisy.

Kebimbangan dalam hatinya mulai beradu, Nagato adalah seorang bujang tua, mendapatkan istri saja sulit untuknya, apalagi merawat seorang gadis kecil seperti Daisy, namun apakah panti asuhan itu layak untuk anak seimut ini.

3. Bertemu Bibi

Nagato akhirnya memutuskan untuk mengadopsi Daisy

"Maukah kau hidup dengan Paman Daisy?" tanya Nagato.

Mata Daisy langsung berkaca-kaca, itulah yang Daisy harapkan, Daisy tidak ingin berpisah dari Nagato.

Walau perkenalan mereka sangat singkat, namun Diasy langsung begitu nyaman pada Nagato yang sangat penyayang.

"Mau Paman." Jawab Daisy berurai air mata.

"Baiklah, sekarang pertama - tama, kita beli pakaian untuk Daisy, lalu kita belanja sayuran, daging, buah, dan apa yang Daisy inginkan?, Oh Daisy harus minum susu, lihat kau sangat kecil." Ujar Nagato.

Daisy tidak peduli dengan ucapan Nagato, dia sangat bahagia karena Nagato mau merawatnya.

Nagato membawanya ke toko, membelikan beberapa pakaian untuk Daisy, kemudian mengajak Daisy berbelanja, membelikan susu untuk Daisy agar tumbuh dengan baik.

"Paman ini banyak sekali." Ujar Daisy

"Tidak, selama ini Paman bekerja tidak tahu uang Paman untuk apa, sekarang Paman memiliki alasan untuk bekerja keras Daisy." Ujar Nagato.

"Paman terimakasih." Daisy memeluk Nagato dan mencium pipi Nagato.

Wajah Nagato tampak memerah, karena sikap manis dari Daisy.

Daisy benar - benar dirawat oleh Nagato dengan sangat baik, mereka hidup begitu bahagia, seperti ayah dan anak.

Daisy juga bersekolah di sekolah terbaik, Nagato sangat mengupayakan hal yang terbaik untuk Daisy, setelah Daisy menceritakan penderitaan pada Nagato.

Dan lagi sekarang Daisy memiliki banyak teman, tidak ada yang menghinanya lagi semua tampak berbanding terbalik dari lingkungan Daisy yang lama.

Daisy sangat bahagia, kini Daisy duduk dibangku SMA.

"Daisy lihat ini Paman belikan kamu beberapa hiasan rambut, kacamata, ini juga ada apa ya pokoknya kau coba sendiri. " Nagato memberikan barang belanjaannya pada Daisy.

Setiap hari Nagato akan membelikan apapun yang dilihatnya di perjalanan jika itu dirasa cocok untuk Daisy.

"Paman, kamar Daisy penuh Paman, sudah jangan beli apapun lagi." Ujar Daisy.

Karena semua barang yang dibeli Nagato tidak semua bisa dipakai oleh Daisy, itu namanya pemborosan, Daisy tidak mau jika Nagato menghabiskan uangnya untuk hal-hal yang tidak perlu.

"Kau tidak suka ya? " Wajah Nagato nampak sedih.

Jika sudah begitu Daisy tidak tega pada Nagato.

"Baiklah Paman, ini yang terakhir Paman membelikan Daisy ya." Daisy pun berterima kasih pada Nagato dan segera memakai beberapa barang agar Nagato merasa senang.

Sebenarnya hal terindah dalam hidup Daisy adalah bertemu dengan Nagato.

"Paman, andai kau tahu, bertemu denganmu saat itu adalah hal yang indah dalam hidup Daisy." Gumam Daisy sambil mencoba - coba barang yang dibelikan Nagato.

"Daisy ... Daisy ... " Terdengar suara yang tak asing dari luar.

"Apa kau ini tuli, kau tidak boleh datang setiap hari menemui Daisy." Ujar Nagato.

"Paman, aku mau pergi nonton dengan Daisy Paman." ujarnya.

Daisy pun segera keluar.

"Paman, aku memang sudah janjian dengan Adipati untuk nonton." ujar Daisy.

Ya, Adipati adalah teman yang paling baik dan dekat dengan Daisy, mereka berteman sejak SMP hingga sekarang.

Adipati adalah anak dari juragan singkong di daerah itu.

Orang tua Adipati juga sangat menyukai Daisy karena Daisy adalah anak yang baik dan manis juga sopan.

Namun berbeda dengan Nagato, Nagato selalu tidak suka setiap kali Adipati datang, bagaimana pun Daisy sudah seperti anaknya sendiri, dia rawat dengan sepenuh hati, dan ini tiba-tiba anak singkong datang mendekati Daisy yang dia rawat begitu penuh perjuangan, hingga menjadi anak yang pintar, cantik sempurna.

Rasanya tidak rela, namun Daisy sangat bahagia jika kedatangan anak singkong itu. Mau tidak mau Nagato pun mengijinkan Daisy untuk bermain dengan Adipati.

"Kenapa sih, Paman Nagato begitu tidak ramah." protes Adipati.

"Hahahah, apa kau ini baru mengenalnya sehari dua hari?, dari dulu juga begitu kan? " Ujar Daisy.

"Haha, iya ... ayo kita berlari!, busnya sudah datang." Adipati menggandeng tangan Daisy dan mereka berdua segera berlari ke arah halte dan segera naik ke dalam bus.

Adipati sudah jatuh hati pada Daisy, sejak pandangan pertama saat masuk SMP, namun Adipati tidak pernah berani mengungkapkan perasaannya sampai sekarang, karena Daisy sudah menolak banyak pria karena hanya ingin fokus sekolah saja.

"Daisy hiasan rambut itu sangat cocok untukmu." ujar Adipati.

"Sungguh?, Paman membelikannya untukku, hehehe ..." Ujar Daisy tampak sangat bahagia.

"Daisy, apa kau ada rencana, setelah lulus?" tanya Adipati.

"Ya, aku ingin masuk ke perguruan tinggi Di, kalau kamu bagaimana?" tanya Daisy.

"Aku ingin menjadi prajurit di kekaisaran." jawab Adipati.

"Hebat, aku kira kau akan mewarisi usaha orang tuamu menjadi juragan singkong." ujar Daisy.

"Hahahah, kalai begitu kau jadi nyonya singkongnya ya nanti heheh." ujar Adipati.

"Hahahah, kau ini ada-ada saja, eh kita sudah sampai ayo." mereka pun segera turun dan memasuki gedung bioskop.

Mereka segera membeli tiket dan masuk ke dalam bioskop. Mereka sangat suka dengan genre humoris, sepanjang menonton sampai selesai Daisy dan Adipati hanya tertawa saja.

Selain Nagato, Adipati adalah tempat ternyaman kedua untuk Daisy, segala keluh kesahnya selalu dia bagi pada Adipati.

Hanya dengan adanya Adipati dan Nagato saja hidup Daisy sudah penuh dengan kebahagiaan.

"Daisy ... kau Daisy kan?" Ujar seorang mendekat.

"Bibi, ..." Rupanya wanita itu adalah saudara ibunya yang dulu pernah menolaknya.

"Daisy, kau cantik sekali, kau tinggal dimana?" tanya Bibi Daisy.

Melihat Daisy tidak nyaman, Adipati langsung pasang badan. Adipati tahu jika itu adalah bibi yang diceritakan oleh Daisy dulu.

"Jangan sok akrab, kau lupa kau pernah mengusirnya?" sahut Adipati kesal.

"Siapa kau, kau tidak tahu apa-apa, dia tidak boleh tinggal di tempatku karena itu berbahaya untuknya." Ujar Bibi Daisy.

"Tapi Daisy syukurlah, kau hidup dengan baik, jadi bibi bisa tenang, ambillah uang ini untuk jajan, tidak banyak tapi bibi ingin memberikannya padamu." Ujar Bibi Daisy menyelipkan uang di kantong Daisy.

Sebenarnya bibinya itu adalah orang yang baik, namun ekonominya saat itu sangat sulit, jadi dia terpaksa menolak Daisy dari pada menderita, apalagi suaminya bisa saja menyakitinya.

Sekarang Daisy bisa memahami bibinya, kenapa saat itu menolak dirinya.

"Bibi, aku hidup dengan Paman yang dulu mengantarku, aku dirawat dengan baik, dan uang ini saya kembalikan, karena saya tidak kekurangan uang sedikit pun." Daisy mengembalikan uangnya pada bibinya.

"Tolong terima ini, bibi baru saja menjual banyak makanan, apa kau mau membawa makanan?, sebentar bibi akan ambilkan." Bibi Daisy segera membungkus beberapa kue dan diberikan Daisy.

"Kau memang anak yang cantik seperti Ibumu, aku berharap hidupmu tidak malang seperti ibumu Daisy." ujar Bibi Daisy.

Bibi Daisy segera memberikan kantong kue pada Daisy, lalu memeluk Daisy sambil menangis, dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk keponakannya yang malang itu, tapi melihatnya dirawat dengan baik oleh orang lain dia merasa lega

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!