NovelToon NovelToon

My Sweetheart

Pertemuan pertama

Cuaca hari ini sangat panas.Terik matahari  menyengat kulit, gelombang panas membuat kepala pusing, bahkan kerongkongan mulai terasa kering keronta.

"Ra... lo nggak ada rencana beli minum gitu? Nih, otak gue udah panas banget, kayaknya bentar lagi meledak deh!" seru Lili sembari mengibas-gibaskan wajahnya dengan kertas karton.

"Malas ah! Lagian yang ngajak gue ke sini kan lo! Jadi yang beli minum itu harusnya lo, bukan gue!" balas Mutiara sembari menyenderkan pundak di dinding toko.

Hari ini, Lili memaksa Mutiara ikut bersamanya ke toko buku bekas. Toko tersebut tidak terlalu jauh dari sekolah, namun karena cuaca panas, rasanya tenaga habis diserap panasnya matahari. Sayangnya, saat tiba di tujuan, ternyata toko bukunya tutup, dan nggak tahu kapan akan di buka. Karena di depan pintunya tertera papan triplek putih dengan tulisan 'tutup untuk sementara waktu.'

"Makanya lain kali kalau mau ke sini survey dulu, cek and ricek! Tau begini mending gue nggak ikut tadi! Sana... buruan lo beli minuman dingin buat gue," suruh Mutiara dengan raut wajah kesal.

"Loh... kok lo jadi nyalahin gue sih! Lagian nggak ada tahu, ini toko bakalan tutup. Kalau gue tahu ngapain gue maksa lo buat ikut ke sini," balas Lili tak mau kalah.

"Gue nggak ada tenaga lagi ke supermarket, Ra! Sumpah... otak gue panas pusing nggak jelas nih. Mending lo aja deh yang beli minum buat kita. Gue yang traktir deh," lanjutnya seraya menyerahkan lembar uang pecahan lima puluh ribu.

"Serius nih! Gue habisin semua buat beli jajan ya!" jawab Mutiara penuh semangat.

"Yaelah belagu banget sih, lo! Giliran di traktir aja langsung semangat sumringah begitu. Tadi aja lo lemas kayak ayam penyakitan. Udah deh, terserah lo, buruan sana! Tapi jangan lama-lama ya, nanti gue malah mati dehidrasi di sini," pesan Lili dengan serius.

"Oke, siap laksanakan yang mulia!" canda  Mutiara seraya membungkukkan badan menirukan gaya ala seorang kesatria.

Jarak supermarket dengan toko buku bekas tidak terlalu jauh, hanya butuh lima menit untuk sampai di tujuan. Setibanya di rak minuman dingin, Mutiara mulai memilih minuman dingin yang cocok di cuaca seperti ini. Hingga matanya mengarah pada sebuah minuman isotonik dengan kemasan berwarna biru. Minuman tersebut hanya tinggal satu. Saat Mutiara hendak mengambil minuman tersebut, tiba-tiba sebuah tangan bersamaan meraih minuman tersebut.

"Maaf...maaf... aku tidak tahu kamu ingin mengambil minuman itu juga!" ucap seorang laki-laki tersebut sembari menundukkan kepala.

Mutiara langsung terkesima dengan sosok tersebut. Bahkan dia sampai terdiam untuk beberapa saat.

"Halo..." ucap sosok tersebut sembari melambaikan tangan ke arah Mutiara.

"Ha... apa... gimana?" tanya Mutiara langsung tersadar.

"Minumannya untukmu saja. Aku bisa ambil minuman lain kok," ucap sosok tersebut.

"Nggak apa-apa, nih buat lo aja! Gue bisa beli yang lain kok," jawab Mutiara dengan gaya centil.

"Nggak usah mending buat kamu aja! Lagian kamu duluan kan yang pegang minuman itu. Nggak apa-apa," balasnya langsung pergi ke rak minuman yang lain.

"Baru kali ini gue jumpa sama cowok se sopan ini. Mana pakai panggilan aku kamu lagi. Oh... trus muka dia gemes banget... bulat kayak kue bakpao. Awaaaaww... gue pengen cubit!" seru Mutiara dalam hati.

"Ehemm..." deheman Mutiara sembari menyejajarkan posisi dengan laki-laki tersebut.

"Nih minumannya buat lo aja! Daripada gue sama lo segan-seganan trus nggak ada yang ambil nih minuman kan sayang banget! Lagian gue nggak terlalu suka sama minuman ini... eh, tepatnya gue belum pernah nyoba sih, jadi mending buat lo aja!" saran Mutiara tersenyum manis hingga menunjukkan lesung pipinya.

"Oke, minumannya aku ambil! Terima kasih banyak, ya!" jawabnya sembari membungkukkan badannya dengan sopan, lalu pergi ke meja kasir.

Sementara dia membayar minumannya, Mutiara tengah asyik memperhatikan laki-laki tersebut hingga setiap inci tubuhnya. Bahkan dia lupa, kalau temannya Lili hampir sekarat menunggu minuman yang tak kunjung datang.

"Permisi... Mbak! Kalau nggak jadi beli minumannya tolong pintu kulkasnya di tutup aja! Sayang nanti minumannya nggak dingin lagi," jelas sang penjaga supermarket.

"Mbak... halo.... Mbak! Permisi..." seru penjaga tersebut sembari mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Mutiara.

"Iya kenapa, Mbak?" tanya Mutiara dengan raut wajah kebingungan.

"Itu... kalau Mbak nggak jadi beli mimuman dingin, sebaiknya pintu kulkasnya di tutup aja!" lanjut petugas tersebut.

"Hah... minuman? Pintu kulkas?" ulang Mutiara.

"Astaga... gue lupa! Astaga... mati nih gue, jangan-jangan Lili udah mati kehausan tuh," teriaknya buru-buru mengambil minuman dari dalam kulkas.

Sementara petugas supermarket tersebut hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat sikap Mutiara yang ceroboh.

"Memang bocah sekarang pada aneh-aneh ya!" sahut penjaga supermarket sembari memperbaiki posisi minuman dingin yang sedikit berantakan.

Setelah membayar semua minuman dingin dan beberapa snack, Mutiara langsung bergegas berlari menuju toko buku bekas. Benar saja, kondisi Lili sangat memprihatinkan. Wajah putih mulus itu mulai memerah, bahkan keringat bercucuran membasahi seragam sekolahnya.

"Aduh... sorry... sorry ya, Lili! Gue telat? Nih gue udah beli minuman dingin dan beberapa snack. Nih, lo minum dulu biar badan..." tiba-tiba Mutiara berhenti berbicara saat melihat minuman dingin yang dibelinya.

"Goblok! Memang nggak punya otak lo ya, Ra! Aduh... sialan memang manusia kayak lo... pengen gue maki trus gue jambak tuh rambut lo!" seru Lili dengan emosi meluap-luap.

"Aduhh... Mutiara! Lo cantik-cantik tapi kok oon banget sih! Gue nyesel banget nyuruh lo beli minuman dingin. Udah lamanya minta ampun, trus salah beli lagi! Ampun deh, Ra," teriak Lili dengan nafas ngos-ngosan.

Ternyata Mutiara salah mengambil minuman yang ada di dalam kulkas. Karena buru-buru, dia malah mengambil dua botol minuman penguat stamina untuk pria.

"Sialan... sialan! Kok gue bisa segoblok ini ya! Duh... gue harus gimana nih, kalo Lili tiba-tiba mati mendadak di sini... wah bisa bahaya nih!" ujar Mutiara dalam hati.

"Maaf ya, Lili! Gue nggak sengaja beli minuman ini, tadi gue buru-buru banget, makanya sampai nggak fokus begini," elak Mutiara membela diri.

"Bodo amat! Gue nggak peduli... pokoknya lo harus tanggung jawab!" jerit Lili dengan raut wajah kesal.

"Daripada lo marah-marah nggak jelas begini. Mending lo minum aja deh... iya gue tahu ini minuman buat pria dewasa. Tapi  daripada lo mati kehausan di sini, gimana coba? Masa lo mau mati muda cuma gara-gara kehausan... kalau gue sih ogah!" balas Mutiara dengan santai.

"Manusia kurang ajar lo! Sini minumannya... kalau gue sampai kenapa-kenapa, lo harus tanggung jawab. Kalo gue mati di sini dan lo kabur, awas... gue pasti gentayangan dan gangguin lo seumur hidup," jelas Lili dengan tatap tajam.

"Banyak bacot! Nggak usah banyak ngomong, mending lo minum aja. Biar kerongkongan sama otak lo adem sikit," balas Mutiara seraya menyodorkan minuman kaleng tersebut.

"Huekhhh... huekkh.... ini minuman apaan sih! Rasanya aneh banget lagi, asam manis rada-rada pahit nggak jelas. Gue mau muntah nih," jerit Lili dengan wajah kecut.

"Hehehehehe... gue minta maaf ya, Li! Serius deh, gua nggak ada niat buat ngebunuh lo! Serius... suer gue nggak sengaja. Maaf ya, Li," lirih Mutiara sembari cengengesan.

"Hmmm... ini bukan waktunya buat maaf-maafan, nanti tunggu hari raya aja. Buruan pesan ojek online sekarang, gue mau pulang nih!" suruh Lili setengah teriak.

"Ojek online? Lo yakin kita bonceng bertiga gitu? Gila lo ya... gue nggak mau!" balas Mutiara sembari menggeleng-gelengkan kepala.

"Mutiara goblok! Aduh tenaga gue habis kekuras cuman gara-gara otak lo yang rada-rada sinting itu deh! Ya lo sesekali pakai pakai logika itu yang benar dong! Maksud gue ojek online, ya lo mikir dong itu artinya gue minta lo pesannya mobil bukan motor! Masa itu aja nggak bisa sih," omel Lili.

"Ah... lo pikir gue cenayang bisa tahu isi hati dan pikiran lo! Lagian tinggal ngomong pesan mobil apa susahnya sih! Udah deh, mending lo diam aja! Sayang tuh tenaga kebuang sia-sia, nggak jelas!" jawab Mutiara seraya memanyunkan bibir.

"Ya... buruan pesan gih! Udah gerah banget nih seluruh tubuh gue," perintah Lili dengan serius

"Baik yang mulia, perintah akan segera dilaksanakan!" jawab Mutiara sembari mengangkat jempolnya.

Murid Baru

"Selamat pagi anak-anak," sapa Bu Ajeng wali kelas 11 IPA II.

"Pagi, Bu..." jawab serentak seisi ruangan termasuk Mutiara.

"Hari ini, Ibu punya kabar baik untuk kalian semua. Jadi... kelas kita kedatangan murid baru. Ayo silahkan masuk!" suruh Bu Ajeng.

Jleb!

Mutiara sangat terkejut melihat sosok yang berdiri di sebelah Bu Ajeng.

"Kenapa... kok muka lo mendadak tegang kaku kayak kanebo kering begitu?" tanya Lili yang duduk di sebelah Mutiara.

"Berisik lo! Mending dengarin tuh orang yang lagi ngomong di depan. Siapa tahu dia mau bagi-bagi hadiah," ucap Mutiara dengan pelan.

"Ngacor lo!" jawab Lili sembari mencubit lenganku Mutiara.

"Ayo silahkan perkenalkan diri kamu. Asal dari sekolah mana... alasan pindah... hobi... pacar! Semuanya boleh kamu jelaskan! Asal jangan jelaskan perihal hutang piutang di sini, soalnya itu bukan urusan kami, ya becanda. Ayo silahkan!" suruh Bu Ajeng pada murid baru tersebut.

"Baik, Bu. Nama saya Dio Putra Mahendra, pindahan dari SMA Bintang Jogjakarta. Saya pindah ke sini karena mengikuti ayah saya yang pindah tugas kerja," jelas Dio mulai gugup.

"Pekenalan yang sangat singkat. Mungkin yang lain ingin bertanya tentang Dio, silahkan angkat tangan!" ujar Bu Ajeng.

"Lo makan apa sih, Dio! Kok badan lo gembrong besar kayak gajah? Jangan-jangan lo menampung semua jenis makanan ya, makannya badan lo sampai segede gaban. Mana dekil trus hitam banget lagi!" seru Ahmad, manusia paling nakal nan menjengkelkan di ruangan kelas 11 IPA II.

Seisi ruangan langsung tertawa terbahak-bahak. Bahkan beberapa cowok nakal lainnya yang duduk di belakang langsung menyoraki dan mengejek Dio.

"Kalian bisa diam nggak sih! Dasar manusia nggak punya otak. Kalian pikir fisik itu bahan bercandaan ya? Sayang banget sih, kalian di sekolahkan di sini, tapi nggak punya peri kemanusiaan. Kalian memang punya otak, tapi sayang nggak berfungsi!" cecar Mutiara sembari menatap mereka satu persatu dengan tatap tajam.

"Lah, kok lo ngamuk sih! Lo suka ya sama cowok gembrong, dekil, hitam begitu? Selera lo norak banget sih, Ra! Kayak nggak ada yang lain aja!" omel Frans, salah satu laki-laki yang sangat mengidolakan kecantikan Mutiara.

"Otak lo tuh yang norak! Jangan anggap semua perhatian itu cinta atau suka ya! Argh... memang susah ngomong sama manusia otak batu kayak lo semua!" balas Mutiara dengan tatapan sinis.

"Udah... udah... kalian kok jadi berantem sih! Kalian sama sekali tidak menggambarkan siswa yang berkarakter. Dan untuk kalian cowok-cowok yang duduk di belakang, mulutnya ya mbok di jaga! Kalian percuma belajar kalau tidak rasa mengasihi dan menyayangi sesama manusia, Ibu malu dan sangat kecewa dengan sikap dan tindakan kalian. Sebagai hukumannya, kalian harus membersihkan toilet cowok selama jam pelajaran berlangsung. Tidak ada negosiasi dan tawaran apapun, dan Ibu harap kalian bisa belajar dari kejadian ini," tegas Bu Ajeng dengan raut wajah serius.

"Kamu, silahkan duduk di kursi kosong di belakang Mutiara, tepatnya di samping Joy," jelas Bu Ajeng sembari menunjukkan meja yang masih kosong.

"Baik, terima kasih, Bu!" jawab Dio dengan pelan.

Saat cowok-cowok nakal itu keluar, mereka tampak melemparkan tatapan tajam dan penuh dendam, hingga Dio menundukkan kepala sembari meremas-remas ujung jarinya.

"Ibu harap ini jadi pembelajaran bagi kita semua agar tidak melakukan bullyng pada siapapun. Ingat, kita semua sama-sama manusia ciptaan Tuhan, tidak ada yang pantas untuk menghina dan dihina. Kalau kalian melihat ada kejadian seperti itu, jangan sungkan-sungkan laporakan kepada Ibu atau kepada pihak sekolah," tutur Bu Ajeng.

"Baiklah... pelajaran kita akan dimulai. Silahkan masing-masing buka buku paketnya halaman 205," lanjut Bu Ajeng seraya menulis di papan tulis.

"Nih... pakai punya gue aja! Gue tahu, lo pasti nggak punya buku dan si Joy juga pasti nggak bawa," tawar Mutiara seraya menyerahkan buku paket tersebut ke tangan Dio.

"Hehehehe... tahu aja lo, Ra! Thank you, ya!" bisik Joy dengan pelan, sementara Mutiara membalasnya dengan jempol.

"Lo sehat kan? Nggak lagi sakit atau tadi pagi kepala lo kepentok ya?" tanya Lili sembari menempelkan telapak tanganya di atas kening Mutiara.

"Apaan sih! Lo nggak usah mikir yang aneh-aneh deh," jawab Mutiara.

"Kok lo tiba-tiba genit, trus sok care begitu sih! Apa jangan-jangan benar kata, Frans, lo suka sama tuh orang?" cecar Lili dengan nada suara pelan.

"Ah... norak lo! Kayaknya otak lo sama mereka lagi bermasalah ya? Atau memang nggak berfungsi? Emang kalo gue care, itu artinya gue cinta?" timpal Mutiara sembari mengernyitkan dahi.

"Yeee... nggak juga sih! Cuma gue udah kenal lo dari zaman SD sampai sekarang, gue nggak pernah tuh lihat lo belain anak orang. Sekalipun..., nggak pernah!" tegas Lili setengah berbisik.

"Nggak tahu, mungkin cuma kebetulan aja! Udah deh, mending lo diam aja! Nanti Bu Ajeng marah tuh gara-gara kita berdua ribut di ruangan kelas. Lo mau dikeluarin cuman gara-gara ini?" sergah Mutiara.

"Hmmmm... iya deh!" ucap Lili kembali fokus pada penjelasan Bu Ajeng.

Kring... kring... kring... kringg!

Bunyi bel, menandakan waktu untuk istirahat. Bu Ajeng seger menyudahi pelajaran hari ini. Semua orang bergegas membereskan meja dan memasukkan buku dan pena ke dalam laci. Maklum saja, ini jam untuk makan siang, perut sudah keroncongan sedari tadi minta di isi.

"Dio... makan siang bareng di kantin, yok!" ajak Mutiara langsung membalikkan badan mengarah padanya.

"Maa... maaf... maaf! Aku nggak ikut... kalian saja!" jawabnya terbata-bata sembari menundukkan kepala.

"Yah... lo kenapa? Lo nggak lapar ya... atau jangan-jangan lo sakit, demam atau alergi gitu?" cerca Mutiara dengan raut wajah kecewa.

"Aku baik-baik saja! Mending kalian ke kantin saja, nanti waktunya habis. Kan sayang kalau nggak sempat makan," balasnya tersenyum tipis, setipis tisu dibelah dua.

"Baiklah... atau lo mau nitip makanan atau jajanan, nggak? Nanti sekalian gue bawain deh," saran Mutiara terkesan memaksa hingga membuat Lili menggeleng-gelenglan kepala.

"Lo nggak usah ngeyel deh! Dia udah bilang nggak... ya nggak! Jangan maksa gitu dong, Ra! Ayo buruan... maaf ya Dio, teman gue yang satu ini memang kumatnya di jam-jam segini!" ujar Lili sembari menarik tangan Mutiara dengan sedikit terpaksa.

Suasana kantin begitu ramai dan berdesak-desakan. Padahal ada empat kantin di sekolah ini, namun setiap jam istirahat kantin selalu di penuhi dengan semua siswa yang kelaparan dan selalu berebut tempat duduk antara satu dengan yang lain.

"Li... kita beli jajan aja ya! Soalnya di sini panas trus sumpek banget nih," jerit Mutiara sembari mengibas-ngibaskan wajah dengan telapak tangannya.

"Boleh... bentar gue ngomong dulu sama Ibu Marni. Lo mau pesan apa?" tanya Lili.

"Gorengan, minuman dingin dua, snacknya tiga sama coklatnya dua ya," jawab Mutiara dengan santai.

"Buset... itu perut apa gentong, banyak benar pesanan lo!" ejek Lili dengan kesal.

"Nggak usah banyak komplain deh! Buruan sana pesan, keburu bunyi  bel masuk bunyi," suruh Mutiara sembari melipat kedua tangan di atas dada.

Setelah menunggu hampir tiga menit, akhrinya pesanan Mutiara dan Lili pun datang. Mereka segera keluar dari dalam kantin yang sumpek, gerah dan penuh dengan kepala-kepala manusia yang hendak mencari makan.

Ancaman

"Nih... buat lo!" ucap Mutiara menyerahkan plastik putih berisi makanan dan snack lainnya di atas meja Dio.

"Ta... tapi aku nggak pesan apa-apa," jawab Dio dengan suara pelan seraya menghentikan aktivitas membacanya.

"Yaelah... santai aja! Gue beli ini khusus buat lo, di makan ya," balas Mutiara tersenyum lembut.

"Udah nggak usah banyak drama deh, Ra! Ayo buruan makan, keburu bel masuk bunyi tuh!" ajak Lili sembari mengeluarkan gorengan lengkap dengan saosnya.

"Iya.... sabar!" ucap Mutiara langsung duduk di kursinya sendiri.

Sementara Lili dan Mutiara menikmati makanannya, diam-diam Dio memperhatikan Mutiara yang duduk di depannya.

"Dia cantik... populer, pastinya dia rebutan cowok-cowok di sekolah ini. Tapi kok malah mendekatiku ya, apa jangan-jangan dia dekat denganku karena kasihan? Hah... apalagi kalau bukan itu, Dio! Jangan berpikir terlalu jauh dan jangan lupa... sadar diri, Dio!" debat Dio dalam hati.

"Kamu mau gorengan ini nggak?" tawar Mutiara membalikkan badan seraya memberikan plastik putih berisi bakwan, tahu isi dan mendoan.

"Udah... udah... ini cukup kok, terima kasih, banyak," balas Dio tersenyum tipis.

"Oke," kata Mutiara kembali ke posisi awal.

Tanpa sadar, sedari tadi Lili melayangkan tatapan aneh dan penuh tanya akan perubahan sikap Mutiara yang tiba-tiba berubah 360 derajat.

"Apa nggak sekalian aja lo tawari semua nih makanannya! Lama-lama gue gerah nengok sikap lo yang mendadak berubah gini," sahut Lili setengah berbisik.

"Apaan sih! Gue lakuin ini karena kita sesama teman dan nggak ada yang berubah dari gue. Nggak usah ngadi-ngadi deh!" sela Mutiara merasa jengkel.

"Sensi banget sih, Mbak! Lagi PMS ya?" tanya Lili sembari mencubit lengan Mutiara.

"Aduh... itu tangan lo jorok trus berminyak lagi! Ah... Lili tanggung jawab lo! Baju gue jadi berminyak kan," jerit Mutiara dengan kencang hingga pandangan teman-teman yang lain mengarah pada mereka berdua.

"Heboh banget sih, Ra! Cuma minyak doang, nih pakai tisu, gampang kan," usul Lili sembari membantu membersihkan lengan Mutiara.

"Udah salah, nyolot lagi!" protes Mutiara seraya memanyunkan bibirnya.

Jam bulat berwarna putih yang bertengger di dinding ruangan kelas menunjukkan pukul 12:45 WIB. Lima belas menit lagi, pelajaran akan usai dan saatnya pulang!

"Habis ini lo langsung pulang, Ra? Hangout dulu yok, ada toko buku baru buka, nggak jauh dari sini kok," bisik Lili.

"Ogah!" tolak Mutiara mentah-mentah.

"Kok ogah sih, Ra! Gue traktir deh beli martabak kacang cokelat," goda Lili.

"Nggak mau! Gue mau langsung pulang, Li. Gue trauma sama kejadian semalam, dan mulai detik ini gue nggak mau nemani lo beli buku dan segala macamnya!" jawab Mutiara berusaha fokus mencatat tulisan dari papan tulis.

"Idih... belagu benar, lo! Sok trauma segala lagi! Bilang aja sogokan gue terlalu murah, coba aja gue tawari bantal guling dengan gambar Tanjiro, lo pasti doyan kan?" tutur Lili tersenyum licik.

"Kurang ajar, lo! Martabak kacang cokelat satu plus bantal guling motif Tanjiro cintaku... pujaan hati... belahan duniaku," kata Mutiara langsung senyum sumringah.

"Giliran kartun aja, langsung cerah tuh muka, mata langsung bersinar kayak lampu LED 5 Watt," cerca Lili dengan ekspresi kesal.

"Yeee... bodo amat!" balas Mutiara sembari menjulurkan lidahnya.

Bel pun berbunyi, dan kelas hari ini telah berakhir. Lili dan Mutiara lansung memasukkan semua barang-barangnya ke dalam tas dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal.

"Dio... lo pulangnya naik apa?" tanya Mutiara sembari membersihkan mejanya dari robekan kertas-kertas kecil.

"Angkutan umum" balas Dio dengan singkat.

"Ohh... emang rumah lo di mana?" lanjut Mutiara dan semakin membuat Lili jengkel karena harus menunggu.

"Di Gang Slamet dekat Garden Mini," jelas Dio.

"Hah... kita dekat dong! Rumah gue... eh maksudnya rumah orang tua gue nggak jauh dari Garden Mini, kayak cuma butuh waktu sepuluh menitan gitu! Kapan-kapan kita main ya... kalau sekarang gue nggak bisa soalnya harus menemani ratu kutu buku ini dulu," papar Mutiara sembari mengalihkan pandangan ke arah Lili.

"Idih... najis banget sih, lo! Udah deh, ayo buruan, keburu emosi gue meletup meledak nih," ajak Lili langsung meraih tangan Mutiara.

"Aduh... dasar lo, ya! Manusia nggak sabaran," ejek Mutiara mengikuti langkah Lili.

"Eh tunggu bentar... bye, Dio! Sampai jumpa besok ya, hati-hati di jalan, Dio," seru Mutiara sembari melambaikan tangan, hingga seisi ruangan kelas terkejut melihat sikap Mutiara yang mendadak berubah.

"Perempuan aneh!" sahut Dio dalam hati.

Saat menunggu angkutan umum di halte sekolah, tiba-tiba segerombolan laki-laki dengan seragam yang sama menghampiri Dio. Mereka melayangkan tatapan tajam penuh dendam kepada Dio.

"Lo... Dio kan, anak 11 IPA II?" tanya salah satu dari gerombolan tersebut sembari mencengkram kerah baju Dio.

"Iy... iya, saya Dio," jawabnya mulai gemetaran.

"Hahahaha... anak baru tengil, belagu begini mau jadi saingan gue? Nggak pantas! Dengar ya, lo itu harusnya sadar diri... badan gembrong segede gajah betina, lemak lo meleber kemana-mana tuh. Udah jelek... gendut... hitam... sok ganteng pecicilan lagi, lo!" lanjutnya semakin memperkuat cengkramannya.

"Maaf... saya salah apa ya?" balas Dio mulai berani menatap lawan bicaranya.

"Pake nanya lagi. Lo tuh goblok... nggak punya otak... apa jangan-jangan otak lo ada tapi nggak berfungsi!" serunya dengan nada meninggi.

"Lo itu masih anak baru... tapi udah berani dekati Mutiara. Emang lo pikir... lo itu siapa? Ngaca... lo nggak punya kaca di rumah nggak... apa perlu gue beliin!" teriaknya semakin kencang.

"Saya nggak ada dekatin Mutiara. Kita cuma kebetulan satu kelas aja," jelas Dio dengan berani.

"Masih berani lo jawab gue ya! Lo nggak tahu siapa gue? Kenzo Alexander, anak investor utama di sekolah ini... dan gue itu pacarnya Mutiara. Jadi kalau lo sampai macam-macam di sekolah ini... gue habisin lo, dasar gendut dekil!" sentaknya seraya melepaskan kerah baju Dio dengan kasar, lalu pergi meninggalkan halte sekolah.

"Hahaha... kalau udah gendut, hitam, jelek dekil begitu, nggak usah cari-cari masalah! Belajar aja yang rajin biar jelek lo ketolong sama otak yang pintar!" sahut salah satu  rombongan itu sembari menendang kaki Dio.

"Mending lo benarin dulu daki sama lemak-lemak lo yang meleber tuh! Jangankan Mutiara... gue aja jijik banget!" tambah salah seorang dari mereka lalu pergi mengikuti dari belakang.

"Sialan... baru juga satu hari sekolah di sini, udah datang aja nih masalah," gerutu Dio dalam hati seraya memegang kakinya yang sakit.

Untungnya, angkutan umum berwarna merah tujuan ke rumah Dio segera datang dan berhenti di depan halte. Jadi dia tidak perlu berlama-lama duduk di tempat menjengkelkan itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!