Hai...Perkenalkan namaku Elisabeth Liman putri dari Darrel Liman. Ibu? ah aku juga tidak tau dimana rimba nya. Saat ini usiaku 20 tahun. aku kuliah di Institut Teknologi Massachusetts. Yah aku bercita-cita menjadi programmer yang handal.
Kami bisa dibilang tidak kaya, hanya keluarga yang sederhana. Namun aku harus mengejar cita-citaku, bukan?. Untung ada beasiswa. Walau harus pisah dengan ayah sih. Yang di mana dari aku lahir sudah tinggal di Indonesia. Indonesia, negara yang terkenal dengan sopan santunnya, serta ramah-tamahnya. Sudah 2 tahun aku kuliah di sini meninggalkan ayah dan negara tempat aku di besarkan dan dilahirkan. Ayah asli Amrika namun wajahku malah mirip orang Indonesia, mungkin karena aku di besarkan di Indonesia kali ya?.
Sampai sekarang aku juga masih bingung, kenapa ayah sangat melarang ku kuliah di Amrika. Bukankah di sini tempat asal ayah?. Ada yang tau engga, Kenapa?
Kata ayah, tidak ingin membiarkan aku sendiri. Apalagi aku anak gadis satu-satunya. Mungkin ya.
Namun dengan bujuk dan rayuku pada akhirnya ayah mengizinkannya.
Kehidupan di sini bisa dibilang biasa aja sih. Sangat biasa malah. Aku hanya menjadi pelajar kupu-kupu. Kuliah pulang- Kuliah pulang. Aku belum mau jadi Asdos (Asisten Dosen) mungkin tahun depanlah di semester 5 an lah ya.
Untuk masalah urusan cinta aku nol. Penampilan yang pas-pasan, membuat cowok tidak suka padaku bahkan ilfil, ya itu yang aku mau sih. Aneh bukan? tapi aku bersyukur setidaknya aku masih bisa belajar dengan baik. Tidak populer itu berkah bagiku aku bisa belajar dengan tenang.
Di novel ini aku akan bercerita tentang kejadian aneh, tapi ada, khusus di kehidupan aku sih. Yang penuh drama, namun sangat mempengaruhi kehidupan ku selanjutnya.
Kisah ini yang membuat aku menemukan siapa jati diri aku sebenarnya, mungkin bisa di bilang juga cinta. Cinta yang mungkin tidak di harapkan. Cinta yang bisa di bilang dapat menghancurkan.
Oke kita mulai. Semoga kalian terhibur.
Kejadian ini terjadi pada hari yang sama seperti sebelum-sebelumnya biasa-biasa saja.
Tepat sore hari, aku berjalan pergi ke supermarket. Makhlum anak kos juga sudah seminggu aku tidak membeli peralatan rumah. Sabun mandi dan cuci juga sudah mau habis.
Aku menggunakan kaos merah dipadukan dengan blazer dan celana jens yang bolong-bolong dan rambut aku ikat Cepol di atas. Aku hanya berjalan saya ke supermarket, karena supermarket tidak jauh dari kosanku. Aku berjalan santai saya, sambil berpirkir mau makan apa nanti malam.
Namun entah kenapa ada seorang yang mendekat dengan cepat danmenyekap ku, Hingga aku pingsan.
Saat aku terbangun. Aku sudah tertidur di sebuah kursi sofa. Aku memposisikan tubuhku untuk duduk dan melihat sekeliling. Aku celingak-celingguk melihat ke sekelilingku. Di ruangan itu penuh dengan orang-orang yang berjas hitam, tubuh yang besar satu lagi kaca mata yang hitam. Dan yang anehnya di salah satu dinding di ruangan itu tertulis registry office (kantor catatan sipil)
"Apa-apaan ini? Aku di culik? Namun kenapa ke kantor catatan sipil? Emang ada yang mau nikah? Kalau aku diselamatin orang tadi, sekarang aku bukan di kantor catatan sipil, tapi di kantor polisi? Iya kan?"
Saat aku masih binggung, orang terlihat masih muda, tampan, kekar,serta misterius dengan menggunakan jas dan pakaian yang formal. Dia bergerak mendekatiku dan duduk tepat di depanku dan menaruh beberapa berkas di atas meja. Sedangkan orang berjas hitam lainya senantiasa berdiri seakan menjaga sesuatu.
" Maaf atas kelancaran kami, nyonya" ucapnya berbicara Inggris
"Nyonya? Akh tua sekali aku" pikirku.
"Aku dimana?" tanyaku padanya.
"Anda bisa membacanya?" ucap orang itu dengan menunjukkan tulisan di dinding yang aku baca tadi "Anda ada di kantor catatan sipil, nyonya" lanjutnya.
"Kenapa kalian membawaku ke sini?" Tanyaku yang binggung.
"Apa yang biasannya dilakukan di kantor catatan, nyonya?" tanya baliknya.
"Emangnya apa?!" tanya ku kembali, ya biasanya sih ngurus surat nikah, ya tapi kan bisa jadi yang lain kan? mungkin di sini bisa ngurus yang lain, selain surat nikah. Aku kan tidak tau.
Mendengar itu, orang tadi hanya tersenyum aneh.
"Udah engga ada apa-apa lagi kan? Aku bisa pulang, kan?" tanyaku memastikan.
Aku berdiri dan semua orang berjas tadi langsung melihatku. Tatapan mereka menakutkan. Membuatku kembali duduk. orang tadi hanya tersenyum kembali.
"Kalian mau apa sih sebenarnya?" tanyaku pasrah.
"Saya disuruh tuan untuk memastikan anda tanda tangan di berkas ini"
Ia memberiku map yang ia taruh dimeja dan menyodorkannya ke depanku.
Aku menerimanya dan membacanya.
"*Ini benar berkas untuk menikah ada juga buku nikahnya. Tapi siapa yang mau nikah"
Aku membaca dengan seksama.
"Gila! dan ini benar-benar gila. Aku? Aku yang menikah.. Benar-benar tertulis namaku Elisabeth Liman dengan Abraham Duken*."
"Mereka tau namaku?. ahk itu tidak penting sekarang. Apa-apaan ini mereka mau memaksaku tanda tangan di buku pernikahanku dengan siapa? siapa itu Abraham Duken?"
" Apa-apaan ini? Apa kau gila tuan? Aku tidak mau menikah, Aku masih sekolah" ucapku menutup map itu dan menyodorkannya pada orang itu lagi. Orang itu hanya meletakan tangan kanannya di atas map itu.
"Lalu siapa Abraham Duken? Dan siapa kau? Kenapa kalian tau namaku?" tanyaku lagi beruntun padanya.
Ada keterkejutan di wajahnya.
"Apa anda melupakan Saya, nyonya? kita sering bertemu. Aku sekertaris Kim, Sekertaris tuan Abraham Duken calon suami, nyonya?"
"Calon suami apaan?" bantahku mendengar kata calon suami membuatku merinding.
"Siapa tadi? Oh iya. Sekertaris Kim? Aku melupakannya? Aku bahkan belum bertemu denganmu? Apa kita pernah berpapasan di jalan?" Tanyaku kembali.
Aku benar-benar tidak mengenal orang di depanku ini. Jangankan kenal, melihatnya saya tidak pernah.
"Saat ini aku tidak ingin bercanda, nyonya. tanda tangan saja berkas itu. Lagi pula pernikahan anda dan tuan besar memang harusnya terjadi 2 hari yang lalu"
"Apa Pernikahan? 2 hari yang lalu? benar-benar gila nih orang?"
"Kau salah orang, tuan. Aku bahkan belum pacaran bagaimana mungkin akan menikah?"
"Apakah sudah jelas nama yang tertera disana Elisabeth Liman? Itu nama anda kan?" tanyanya yang sudah tidak bisa aku patahkan
"Ya. Aku Elisabeth Liman. Tapi...ta.."
"Tanda tangani saja, nyonya. Aku hanya menjalani tugasku"
"Tidak mau! Kalian tidak bisa memaksaku untuk tanda tangan itu. Aku tidak mau menikah dengan orang yang tidak aku kenal"
"Lebih baik anda tanda tangan nyonya sebelum tuan besar Duken yang turun tangan" ucapnya pelan namun terkesan ancaman.
"Kenapa kalau dia turun tangan?"
"Penghianatan anda lari dari pernikahan itu tidak baik, nyonya. Apalagi lari dengan lelaki lain. Tuan bisa saya membunuh anda, nyonya"
Mendengar itu seketika aku tertawa.
"Apa? Apalagi ini? Penghianat? Lari dengan laki-laki lain? aku bahkan tidak punya pacar, tuan. Teman cowok juga cuma 1, itupun cuma Reyhan. Anda sedang main ya? Apa ini acara TV? Ngeprank gitu? Ini sudah engga lucu, tuan. Mana kamera nya sih. Sudah engga kuat aku" ucapku sambil mencari-cari di mana kamera tersembunyi nya.
"Nyonya, apakah kau lupa ingatan?" tanyanya tanpa bergeming sedikitpun
" Tidak! Aku tidak melupakan apapun. Aku tidak mengalami kecelakaan ataupun terbentur benda di kepala"
"Lalu?"
"Lalu apa?"
"Apakah nyonya hanya pura-pura melupakan kami agar bebas dari tuan besar? Itu tidak akan terjadi, nyonya. Apa anda ingin mati nyonya?" ancamnya membuatku sedikit merinding.
"Tidak. Aku masih mau hidup. Ayah pasti menungguku tau"
"Ayah? " ucapnya yang terlihat terkejut dengan senyum yang penuh arti.
"Apa yang salah dengan ayah?"
"Apa anda sedang mengarang cerita?"
"Mengarang cerita? maksudnya?".
"Tanda tangan saja, nyonya" ucapnya mendorong map itu mendekat padaku.
"Atau aku akan...."
"Atau apa? Kau ingin memukulku?" ucapku menantang walaupun sebenarnya aku sangat takut.
"Tidak! Apa anda kira saya kucing yang punya nyawa 9, nyonya?" tanyanya
"Ha?" jujur aku tidak mengerti perkataan orang itu.
"Bawa dia masuk"
Seseorang masuk sambil membawa seorang lelaki yang telah babak belur.
" Lepaskan aku" ronta lelaki itu.
" Lari Elisabeth" teriaknya melihatku. Laki-laki yang membawanya menendang kakinya hingga orang itu tersungkur di lantai. setelah itu kepala orang itu diinjak. Lelaki itu sudah tidak bergerak antara mati dan pingsan. aku bingung melihat lelaki itu dan juga orang-orang di sana.
"Siapa dia?" tanyaku.
"Kau lupa nyonya? Dia pacarmu. Dia alasan anda pergi meninggalkan tuan di hari pernikahan"
"Pacarku? Tapi akku tidak mengenalnya" jujur aku tidak tau siap orang itu.
"Cih acting anda bagus sekali, nyonya. mungkin ada lulusan dari sekolah drama"
"Apa maksudmu?"
"Kau bahkan hamil anaknya dan sekarang kau melupakan ya?. Apa anda berusaha menyelamatkan ayah dari anak anda, nyonya" ucapnya membuatku kaget.
"Anak? Hei kau benar-benar gila, tuan. Aku bahkan masih perawan"
"Hehe. Kita buktikan saja. Jika anda masih perawan, baguslah. Jika tidak! anda akan dapat hukuman dari, tuan besar"
"Apa? Buktikan? Gila ya? Aku tidak peduli. Aku ingin kembali. Kembalikan aku ke kosanku" ucapku berteriak. Aku berdiri dan melangkah.
"Jika anda tidak ingin seperti orang itu. Maka kembalilah tanda tangan ini, nyonya" Ancamnya.
Aku yang baru melangkah beberapa langkah terhenti dan membatu. Takut? itu pasti.
"Nyonya. Aku telah berbaik hati. Dan aku juga sudah dapat perintah boleh memaksa dari tuan. Jadi jangan salahkan aku pakai kekerasan"
"Bawa nyonya kalian ke sini" perintah orang itu. Beberapa orang berjas hitam tadi mendekat.
"Tidak usah. Aku bisa sendiri" aku menolak dan melangkah kembali dan duduk di tempatku semula.
"Jadilah wanita yang penurut, nyonya"
"Hiks hiks. Kenapa harus aku?" kini aku sudah tidak dapat menahan air mataku.
"Aku juga tidak tau. Kenapa tuan terobsesi dengan anda. Padahal anda hanya wanita murahan" ejeknya.
"hei. Kau tau apa tentangku? sehingga kau mengatakan itu? Kita bahkan tidak saling mengenal" ucapku yang tidak terima dengan ucapnya.
"Aku sangat mengenal anda, nyonya."
"Gila"
"Cepat tanda tangan. Kemudian ikut kami pulang"
"Aku tidak mau!"
"Elisabeth larilah jangan pedulikan aku. Lari sayang" teriak pria yang pingsan tadi. Aku hanya memandangnya.
Orang di depanku tersenyum sini
"Pukul dia!" perintahnya pada orang-orang berjas hitam dan mereka memukuli orang yang sudah tidak berdaya itu
"Hentikan! Apa yang kalian lakukan? Orang itu bahkan tidak bisa berdiri. Bagaimana ia melawan kalian?"
Orang di depanku ini hanya mengangkat tangannya dan semua berhenti.
"Apa anda sudah mulai mengakuinya, nyonya?"
" Mengakui? Mengakui apa? Tidak! Aku hanya memberhentikan kalian menindas orang lemah"
"Cih lemah? Namun berani mambawa lari calon istri tuan Abraham Duken?"
"Apa kau ingin tanda tangan, nyonya?" aku termenung.
"Jika tidak aku akan membunuh pria itu di depan anda. Akh tidak! Aku akan membunuhmu pria yang kau sebut ayah tadi" ujarnya mengejek
"Jangan! Apa kau tau ayahku ada di mana?" Aku mencoba mencari informasi apakah dia tau keberadaan ayah.
"Tidak! Aku tidak tau" ucapnya membuatku lega. "Namun dalam sekejap aku akan tau dan menjeretnya kehadapan anda."
"Dunia itu luas, tuan. "
"Aku tau harus kemana mencarinya antara Amerika atau Indonesia? Koneksi ku banyak nyonya. Bahkan di lobang semut pun akan aku temukan"
Ucapnya membuatku mengidik ngeri.
"Tidak. Jangan libatkan ayah. Aku akan tanda tangan tapi jangan usik kehidupan ayahku" teriak ku.
"Ini pasti hanya Prank atau nanti juga bangun kan?" ucapku berbisik menguatkan hati, dan berharap semua ini hanya mimpi dan prank sebuah acara TV.
"Tergantung dengan sikap, nyonya. Untuk saat ini tanda tangani itu"
"Baiklah" Aku mengambil berkas dan pena. dengan tangan gemetar aku menandatangi berkas itu.
"Ini salah. Ini pasti salah. Aku yakin aku akan bangun dan ini mimpi" air mata kembali membasahi pipiku
"Simpan dan sisakan air matamu, nyonya. Setelah ini, aku yakin akan mengurasnya lebih dalam lagi. Aku takut darah yang akan mengalir" ucapnya santai.
Aku menatap orang itu, bisa-bisanya dia mengatakannya dengan santai.
"Sudah aku tanda tangani" Aku memberikan map itu padanya.
"Sekarang ikuti saya, nyonya"
Aku hanya bisa menurut dan berjalan mengikuti nya. Ia membawaku dengan mobil dan masuk ke dalam pagar besi yang besar.
"Kemana? Kemana oang ini akan membawaku?" pikirku
pembicaraannya pakai Inggris ya. author ngga bisa Inggris makhlumin aja ya.
Elisabeth menganga melihat rumah yang sangat besar.
"Ini istana?" ujar batin Elisabeth.
"Silahkan, nyonya" ujar Sekertaris Kim yang sudah di luar sambil membuka kan pintu mobil Elisabeth.
Elisabeth semakin tidak percaya
"Ini benar-benar istana"
"Di mana ini, tuan? Apa ini istana?" tanya Elisabeth polos yang sampai saat ini belum tau nama orang itu. Tadi sekertaris Kim sudah menyebutkan namanya, namun sepertinya hanya lewat saja, karena saat itu Elizabeth masih sangat binggung.
"Ini bukan istana. Ini Mension tuan besar Duken"
"Mension ? Apa itu sejenis istana?"
"Tidak menurutku lebih sejenis rumah"
"Rumah? Ini bisa dibilang istana, tuan?"
"Jangan panggil saya tuan, nyonya. Anda seperti tidak pernah ke sini saja, nyonya"
"Iya. Tentulah aku belum ke sini. Aku bahkan tidak mengenal kalian"
"Saya tidak ingin bercanda, nyonya. Ikuti saya" ujar orang itu dan Elisabeth mengikutinya dari belakang.
Cekrek pintu di buka oleh seorang yang berpakaian hitam tadi. Terlihat beberapa orang berbaris menyambut dengan menunduk. Mungkin pelayan rumah ini. Elisabeth bisa tau karena pakaiannya.
Orang itu masuk dan Elisabeth mengikuti.
"Selamat datang, nyonya" ujar pelayan itu kompak.
Elisabeth bingung dan ikut memberi hormat. Sebenarnya sekertaris Kim sudah menghubungi pelayan tentang kedatangan Elisabeth.
"Pak Run, antar nyonya ke kamar" ujar sekertaris Kim kepada pak Run sebagai kepala pelayan di Mension ini. Elisabeth tau kalau pak Run itu ketua pelayan karena pakaiannya sedikit berbeda
"Nyonya ikuti saja, pak Run. Dia akan menunjukkan kamar, nyonya. Tugasku sudah selesai"
"Baik. Terima Kasih"
Lelaki itu berbalik dan menunduk hormat. Kemudian melangkah melewati Elisabeth.
"Tunggu!" kata Elisabeth dan memberhentikan langkah orang itu dan kembali melihat Elisabeth.
"Setidaknya beri tau aku namamu. Kita pasti sering ketemu kan?"
"Aku tidak tau ini kepura-puraan atau memang nyonya melupakan saya. Tapi saya akan memperkenalkan diri saya lagi. Saya adalah sekretaris tuan besar Duken anda bisa memangil saya sekertaris Kim" ujar lelaki itu
"Oh. Sekertaris Kim" ujar Elisabeth "Mohon bantuannya sekertaris Kim" ucap Elisabeth polos dan menunduk hormat.
"Tuan akan segera kembali. Sebaiknya anda ke kamar anda dan membersihkan diri"
" Mari ikut saya nyonya" ujar seseorang yang disebut pak Run tadi.
Elisabeth mengikuti pak Run ke lantai atas di depan pintu.
"Ini kamar tuan besar, nyonya" ujar pak Run sopan
"Apa?! Ini kamar tuan kalian?"
"Iya, nyonya. Tapi sekarang menjadi kamar nyonya dan tuan"
"Tidak.! Aku tidak mungkin sekamar dengan tuan kalian. Carikan aku kamar lain. Asal jangan kamar ini" ujar Elisabeth menolak
"Tidak bisa nyonya. Tuan pasti marah. bukankah tuan dan nyonya juga sudah menikah?"
"Menikah? Apaan? Ini acara TV kan, pak?" tanyaku yang masih tidak percaya.
"Apa anda melihat ada kameranya, nyonya? Semua ini benar dan bukan bohongan" ucapnya meyakinkan. Aku langsung duduk lemas tidak berdaya.
"Kalau bukan bohongan, jadi aku beneran menikah? Ini tidak mungkin.. Engga mungkin" ucapku pelan, sangat pelan, mungkin hanya aku yang mendengar.
"Tapi.."
"Kami hanya menjalani tugas, nyonya. Anda bisa langsung tanyakan pada, tuan besar. Kami cuma punya nyawa satu saja nyonya" ucapnya sebelum Elizabeth melanjutkan pertanyaannya.
"Kenapa bahas nyawa sih. Aku jadi takut"
"Anda bisa langsung masuk dan membersihkan diri"
"Ah iya. Pak" Aku melihat kedalam kamar. Aku memejamkan mataku. "Bangunkan aku dari mimpi burukku ini tuhan"
"Baiklah" ucap Elizabeth berdiri dan melangkah pelan dan masuk ke dalam kamar dan pak run menutup pintu.
Mulutnya Elizabeth mengganga melihat isi kamar yang sangat mewah. Terselip wangi maskulin di ruangan ini. Jelas sekali kamar ini milik seorang laki-laki.
"Aku masih tidak percaya" ujar Elisabeth dan melangkahkan masuk.
Elizabeth memilih duduk di Sofa dan berfikir sejenak tentang apa yang sedang dia alami sore hari sampai malam ini.
"Aku penasaran bagaimana Abraham Duken itu"
Panjang lamunannya. Akhirnya Elisabeth memilih masuk ke kamar mandi dan mandi. Selesai mandi ia mengenakan handuk dan keluar.
"Dimana aku akan mendapatkan baju? bajuku juga belum dibawa. Apa aku pakai baju tadi saja ya? tapi sudah kotor. Apa ada lemari baju? dimana lemari? Di sini bahkan tidak ada lemari hanya ada rak buku. Apa aku pakai handuk saja? Aku harusnya tanya sama pak Run"
Elisabeth mendekati rak buku. Ada tombol disampingnya. Dengan rasa penasaran Elisabeth menekan tombol itu. Rak itu bergeser dan terlihat ruangan penuh dengan pakaian, sepatu dan lemari.
"Apakah ini lemari pakaiannya? Wah mewah sekali" ucap Elisabeth kagum karena ini seperti bukan lemari tapi ruangan yang sangat besar.
"Tapi pakaian ini untuk lelaki semua. Apa aku boleh pakai pakaian ini?" ujar Elisabeth mengambil kemeja putih yang tergantung di sana.
"Pakai saja kali ya? Lagi pula mereka yang memaksaku ikut ke sini tanpa membiarkan aku mengambil pakaian ke kosan. Aku tidak tanya sih tadi. Aku terlalu terkejut. Kalau dia marah bagaimana? Ayolah cuma pakaian saja kan?"
Elisabeth memakai kemeja putih itu yang kebesaran. Ia juga mengambil celana namun diurungkannya karena sangat besar untuk ukurannya.
Elisabeth keluar kamar dan duduk di sofa. ia bosan tidak ada Hp. Hpnya sudah tidak ada saat dia sadar. Ia ingin tidur tapi ranjang itu. Dia takut saat tidur dia akan di cekik oleh pemilik kamar. Jadi ia memilih keluar.
Rumah ini sepi. Sangat sepi.
"Kemana orang-orang tadi?" tanyanya bingung.
"Apa mereka sudah pada tidur?"
Elisabeth berjalan ke sofa dan duduk. Ia menyalakan TV. Kantuk menyerang Elizabeth dan membuat Elizabeth tertidur di sofa.
Namun suara pintu yang di tendang mengagetkannya dan membuat Elizabeth terbangun dari tidurnya.
Seseorang dengan tubuh yang kekar dengan setelan formal, jas dan celana warna navi. Iya juga mengandeng 2 wanita seksi juga cantik yang mengelajutan di kiri kanan lelaki itu.
Elisabeth menatapnya jijik. Jujur saya di negara Elisabeth dilahirkan dan dibesarkan hal yang seperti ini di sebut dengan zina dan dapat di penjara. Lelaki yang membawa wanita ke rumah malam-malam begini akan di grebek dan dipaksa nikah atau di penjara. Di negaranya itu, Indonesia masih memegang teguh norma dan agama.
Namun di negara ini, itu tidak berlaku. Tidur dan melakukan hubungan dengan siapapun itu hal biasa. Berciuman di jalan bahkan melalukan hal senonoh di umum seakan tidak ada yang peduli. Bahkan memang ada sekolah dan juga tempat untuk mendapatkan wanita untuk tidur satu malam ataupun pria malam juga ada asal ada uangnya.
Pria itu melihat Elisabeth dengan tatapan tidak dapat diartikan membuat Elisabeth mengidik ngeri.
Pria itu mengandeng dua wanita itu ke atas. Elisabeth melihat ke arah mana mereka pergi. dan untungnya bukan ke kamar yang Elisabeth tadi datangi dan cukup jauh dari kamarnya. Elisabeth lega pasti itu bukan suaminya. Walau pernikahan ini dipaksakan. Tapi bagi Elisabeth pernikahan itu hanya sekali. Tapi Elizabeth masih berharap ini hanya prank.
Elisabeth memilih kembali ke atas masuk ke kamar tadi. Elisabeth mengunci pintu dan berjalan ke cermin ia cukup lama ia memandang dirinya di cermin
"Apa aku sedang bermimpi? Jika benar mimpi aku harap secepatmya aku terbangun. Aku tidak ingin di sini barang sejenak saja"
Tanpa Elisabeth sadar ada yang mencoba membuka pintu kamar itu, namun tidak terbuka karena Elisabeth menguncinya dari dalam.
Brak suara pintu di buka paksa. Elisabeth kaget dan melihat pintu yang sudah terbuka dan rusak tentunya karena di tendang.
Masuklah lelaki dengan amarahnya. Mendekati Elisabeth yang membatu.
"Pria tadi yang bawa wanita? Kenapa dia ke sini dan merusak pintu?"
Menyadari pria itu semakin dekat dan menakutkan. Elisabeth memilih memundurkan tubuhnya karena takut. Langkah Elisabeth terhenti saat punggung Nya menyentuh tembok.
Elisabeth benar-benar takut, tatapan lelaki itu seperti mengulitinya.
"Cih. Kau sudah tidak bisa lari lagi, Elis"
" Apa kau sedang menggodaku dengan pakaian itu Elis?" Lanjut lelaki itu dengan bibir yang mengejek.dan berjalan mendekati Elisabeth.
"Ah. Aku tidak ada baju" ucap elizabeth terbata-bata.
"Apa kau buta?"
Lelaki itu terus mendekati Elisabeth. Elisabeth ingin berlari namun terlambat lelaki itu sudah mengukuhnya di tembok itu.
"A..apa yang kau lakukan?" tanya Elisabeth takut
"Ke..kemana wanita-wanita mu mu tadi?"
"Apa kau sedang cemburu, sayang" ujar lelaki itu dengan menekan kata sayang membuat Elizabeth semakin takut
"A....apa maksudmu? Tolong minggir. " Elisabeth mencoba mendorong lelaki itu. Mungkin ini kesalahan yang Elisabeth perbuat yang membuat lelaki itu bertambah marah dan mengambil tangan kiri Elisabeth dan melintir tangan itu ke belakang tubuh Elisabeth, sehingga Elisabeth meringis sakit.
Namun yang makin Elisabeth takutkan adalah tubuh mereka yang menempel.
"A....apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" bentak Elisabeth yang menambah amarah lelaki itu.
Tangan kiri lelaki itu terangkat dan menekan rahang Elisabeth kuat dan tangan kanannya masih senantiasa memelintir tangan kiri Elisabeth dan membuat Elisabeth semakin dekat dengan lelaki itu. Lelaki itu mendekatkan wajahnya dengan wajah Elisabeth.
"Berani sekali, kau membentak ku!. Sepertinya aku terlalu baik padamu, sehingga membuatmu berani kabur dan tadi mengabaikan ku, menolak ku dan sekarang membentak ku. Apa kau pikir kau pantas hidup sekarang?"
Elizabeth hanya diam dan menatap mata hazel milik lelaki itu.
" Aku seperti pernah melihat mata ini, tatapan ini. tapi kapan?" tanya Elisabeth dalam hati
"Apa sekarang kau belajar melototi ku, Elis?" tanya lelaki itu membuat Elisabeth sadar bahwa dia memandang lelaki itu dengan membuka matanya lebar-lebar. Elisabeth melempar tatapan ke arah lain.
Lelaki itu menekan lebih kuat rahang Elisabeth. Sampai Elisabeth menatapnya lagi.
Sakit? Tentu tanpa sadar Elisabeth mengangkat tangan kanannya menyentuh tangan lelaki itu yang mencengkram rahangnya kuat karena tangan kirinya masih di pelintir ke belakang.
Lelaki itu melepaskan cengkraman tangannya di rahang Elisabeth dengan kasar sehingga Elisabeth harus merasakan sakit yang lebih di rahangnya tersebut. Tangan kanan lelaki itupun mulai merenggang sehingga tangan kirinya merasa lega. Mungkin tangan itu sudah memerah.
Elisabeth mundur beberapa langkah. lelaki itu kembali mengeratkan genggaman ditangan kiri Elisabeth dan kembali tubuh Elisabeth menempel pada lelaki itu.
"A...apa? Apa yang mau kau lakukan?" tanya Elisabeth takut
"Kenapa? Aku hanya ingin mencoba mana yang lebih gagah antara aku dengan kamu?" ucap lelaki itu dengan ambigu.
"A...aku tidak mengerti? Apa yang anda maksudkan?"
"Kau tidak mengerti? Atau memang pura-pura tidak mengerti? Sepertinya kau memang artis propesional" ucapnya penuh dengan penekanan
"Apa maksudmu?"
"Cih sudah 2 tahun kita bersama. Aku tau semua tentang mu"
"Apa kau masih ingin berpura-pura di depanku? Aku sudah mendengar semua dari sekertaris Kim" lanjutnya
"Se..se.. Sekertaris Kim. Kau...Kau suami ah tidak kau Abraham Duken?" tanya Elisabeth tidak percaya lelaki ini suaminya.
"Iya aku Abraham mu. Suamimu. Yang kau tinggalkan di hari pernikahan dengan ke kasihmu itu" ucap Abraham "Cih aku dengar kau mengandung anaknya. Aku pastikan anak itu akan mati besok dan akan tergantikan dengan anak kita"
"Anak? Anak apa? aku bahkan masih perawan" ucap Elisabeth tidak terima..
"Bos sama sekertaris sama gilanya"
"Benarkah? Bagus kalau begitu? Coba kita buktikan?"
"A..apa yang buktikan?"
"Keperawanan mu. Aku juga ingin mencicipinya"
"TIDAK!" Elisabeth reflek memundurkan dirinya sehingga Abraham menopang tubuhnya dengan kedua tangannya dan mengukuh Elisabeth di tembok.
Lelaki itu semakin mendekati Elisabeth dengan senyum sinis nya dan Elisabeth menyilang kan kedua tangan di depan dadanya untuk melindunginya. Abraham menghempaskan kedua tangan Elisabeth dari depannya dan langsung mencium bibir Elisabeth yang sudah ia incar dari tadi.
Elisabeth mendorong dengan kuat hingga Abraham mundur beberapa langkah.
"A.pa yang kau lakukan.? Itu ciuman pertama ku"
"Apa kau sedang bercanda, sayang? Kita sering melakukannya."
"Melakukan apa? Ini yang pertama bagiku"
"Cih aku kira kau hanya akan berpura di depan sekertaris Kim. Tetapi kau juga mau berpura-pura di depanku?"
Elisabeth tidak mempedulikan ucapan Abraham. Ia memengang bibirnya dan mengusapnya cepat seakan jijik dengan bibirnya. Elizabeth menangis.
Abraham marah dengan perlakuan Elisabeth dan menganggap bibir Abraham adalah najis.
Abraham mengambil tangan Elisabeth yang mengusap bibirnya, menariknya mendekat dan kembali mencium bibir Elisabeth dengan kasar.
Elisabeth memukul dada Abraham ia berontak. Abraham mengambil kedua tangan Elisabeth dan mengangkatnya ke atas kepala Elisabeth dan menghampit tubuh Elisabeth dengan tubuhnya agar Elisabeth tidak bergerak.
Abraham tidak peduli penolakan Elisabeth dan terus menerus mencium bibir Elisabeth. sampai Elisabeth kehabisan nafas.
merasa Elisabeth kehabisan nafas. Abraham memberhentikan ciumannya. Elisabeth cepat mengambil nafas yang banyak untuk memenuhi paru-parunya.
"Bodoh! Dimana keahliamu yang dulu? Kau sangat ahli dulu"
"Bernafas lah. Aku suka berbagi nafas denganmu dalam ciuman kita" Lanjutnya kembali mencium Elisabeth tanpa menunggu jawaban dari Elisabeth.
Elisabeth kembali kehabisan nafas. Abraham melepaskan ciumannya kembali.
Plak. Tamparan keras di pipi Elisabeth. Sehingga telinga Elisabeth ikut berdengung. Elisabeth memengang pipinya yang panas dan menatap Abraham dengan tatapan tidak percaya. Air mata semakin deras membasahi pipinya
"Sudah aku bilang bernafas. Aku tidak suka kepura-puraan mu ini. Dan kau pasti lebih tau aku tidak suka berhenti hanya untuk mengambil nafas".
"Cih. Bodoh! Kau mencintai calon istri mu itu? Ku rasa tidak! Karena kau tidak bisa membedakan mana calon istrimu atau bukan. Dan aku yakin calon istrimu itu lari karena sifat kasar mu ini" ucap Elisabeth yang entah keberanian dari mana.
Abraham menarik kerah baju Elisabeth hingga Elisabeth tercekik.
"Kau tidak tau aku sangat menyayangimu bahkan aku tidak pernah menyakiti mu. "
Abraham melepaskan kerah Elisabeth kasar karena melihat wajah pucat Elisabeth karena sulit bernafas sampai Elisabeth terbatuk-batuk.
"Tapi kau pantas mendapatkannya sekarang. Karena kau berani lari dari ku dari Abraham Duken dengan lelaki lain bahkan mengandung anaknya".
"Cih sudah aku katakan jangankan mengandung aku berhubungan saja tidak pernah"
"Maka buktikan sekarang" ucap Abraham menantang.
"Bu..Bu....Buktikan? A...ku tidak mau!"
Abraham menarik tangan Elisabeth dan menghempaskan tubuh Elisabeth di atas ranjang.
melihat itu Elisabeth meringkuk dan menjauhkan tubuhnya dari Abraham ke bagian atas kasur. Ia meringkuk takut.
Elisabeth melihat pintu yang tertutup namun ada celah karena pintu itu rusak di tendang Abraham tadi, yang artinya pintu itu tidak terkunci.
Elisabeth ingin bangun namun kakinya ditarik Abraham sehingga kini Elisabeth di bawa tubuh Abraham yang hampir neken.
"Ku mohon lepaskan aku. Aku benar-benar takut sekarang" mohon Elisabeth
"Cih tidak ada maaf untukmu saat ini, Elis" ujar Abraham.
Abraham mendekati tubuhnya. Elisabeth menghalangi tubuh Abraham dengan kedua tangannya.
Elisabeth memberontak namun kalah tenaga dengan Abraham. Abraham tidak peduli akan penolakan Elizabeth dan menjadikan penolakan itu amarah yang semakin ingin memaksa Elizabeth. Hingga akhirnya Elisabeth tidak melawannya karena Elisabeth telah kehabisan tenaga, hanya air mata yang terus menggalir di pipi elizabeth.
Air mata itu petanda ketidakberdayaannya. sedangkan Abraham mendapatkan yang dia inginkan.
"Kau benar masih perawan, sayang. Tapi ingat tubuhmu ini milik ku. Tidak aku ijinkan orang lain menyentuh nya. Ingat itu! Atau kau akan melihat dia mati didepanmu" acam Abraham berbisik di telinga Elisabeth. Elisabeth hanya bisa diam dengan air mata yang terus mengalir.
"Aku tidak akan mengijinkan siapapun mengisi perut ini dengan anak siapapun. perut ini hanya akan terisi oleh anakku" ucap Abraham sambil mengusap perut Elizabeth
Pagi harinya.
Di ruang kerja Abraham.
Sekertaris Kim sudah berdiri tegap menunggu tuannya yang tiba-tiba menghubunginya untuk datang keruangan kerjanya. Untung dia bangun saat ponsel berdering. Kalau tidak, dia bisa saya kehilangan nyawa. Dan untung sekali tuannya itu belum di ruang kerja, bisa gawat jika Tuan besarnya yang datang terlebih dahulu dan untung sekali dia tidak pulang semalam. Untung untung aja lah yang penting untung.
Sekertaris Kim yang telah 20 tahun mengabdi di keluarga Duken alias anak buah Abraham dari umur 8 tahun, hingga sekarang dia menjadi sekertaris dan orang kepercayaan. Pasti akan tau bahwa tuannya itu sedang marah. Walau kadang masih saja tidak mengerti apa yang tuan besarnya inginkan.
Brak suara pintu yang di buka kasar.
"Cih aku yakin banget tuan besar marah. Tapikan kasian pintunya. Ya kan? Aku yakin kaki tuan besar baik-baik saja, tapi pintunya bisa patah tulang kalau punya tulang"
"Apa kau sudah berdiri seperti itu dari tadi, Kim?" ucap Abraham dan duduk di sofa sambil melirik Kim yang masih berdiri tegap.
"Iya, tuan besar"
"Cih. Sepertinya kamu sudah tau kesalahanmu, Kim"
"Tidak, tuan besar. Saya tidak tau kesalahan saya"
"Lalu kenapa kau berdiri seperti itu?"
Sekertaris Kim hanya diam, tidak menjawab.
"Kenapa diam? Jawab! Bila aku bertanya, bukankah kau harusnya menjawabnya, Kim?" bentak Abraham.
"Saya tidak tau kesalahan saya, tuan besar. Tapi saya tau, jika tuan besar marah dengan saya"
"Apa saya pernah bilang aku sedang marah?"
"Tidak, tuan besar. Tapi saya tau Anda sedang marah"
"Cih" Abraham melempar amplop coklat yang ada di meja.
"Itu adalah hasil pencarianmu, kan? Disitu tertulis jelas bahwa Elis sedang mengandung" Kim hanya diam tidak berani menjawab.
"Apa ada yang salah? Sepertinya aku sudah memastikannya" Kim ingat dengan kata Elisabeth bahwa dia masih perawan.
"Apa benar kau masih perawan, nyonya. Lalu bagaimana bisa? Apa aku yang salah? Sepertinya sudah aku pastikan dengan teliti"
"Apa yang kau lamun kan, Kim? Aku masih ada di sini. Sepertinya kau punya nyawa lebih dari satu, ya?"
"Maafkan saya, tuan besar. Apakah ada yang salah dengan itu tuan?"
"Kau masih berani bertanya, Kim? Tidak! Kau masih bisa bertanya apakah ada yang salah?" Abraham sudah berdiri di depan Kim yang tertunduk.
"Apa kamu tau kesalahan kamu, Kim?" tanya Abraham lagi.
"Tolong kasih tau saya, tuan. Saya benar-benar tidak tau"
Plak tamparan keras mengenai pipi sekertaris Kim. Sampai sudut bibir sekertaris Kim mengeluarkan darah. Namun sekertaris Kim hanya diam tidak bergeming dan tetap berdiri tegap.
"Kau tau, Kim! Kesalahanmu. sangatlah besar" ucap Abaraham penuh penekanan.
"Maafkan saya, tuan besar"
"Yang penting minta maaf saja lah"
"Aku pun tidak bisa memaafkan kamu, Kim"
"Jika anda tidak bisa memaafkan saya. Lalu tua besar ingin membunuh saya gitu?"
Abraham menendang kaki Kim. Saking kerasnya Kim sampai berlutut.
"Kau cari tau kebenarannya. Kebenaran yang sebenar-benarnya. Jangan sampai ada kesalahan lagi"
"Baik, tuan besar"
"Ingat ini Kim! Aku tidak akan mentolerir kesalahan lagi. Jika kau lakukan kesalahan lagi nyawamu tidak banyak kan?"
"Iyalah tuan nyawaku tidak banyak cuma 1. Saya kan manusia, tuan besar"
"Bagaimana jika aku ambil juga?" ancam Abraham.
"Saya akan melakukan yang terbaik, tuan besar"
Abraham menendang tubuh Kim sampai tersungkur.
"Yang terbaik kau bilang? Itu kebohongan! Elis tidak hamil. Bagaimana bisa dia hamil jika masih perawan, Kim?"
"Ha? Aku tidak salah dengarkan? Jadi benar anda tidak hamil, Nyonya?"
"Kau tau tidak, kim. Karena kesalahanmu itu, aku melakukannya dengan kasar. Dia pasti sangat kesakitan, Kim"
"Jadi tuan besar dan nyonya telah melakukan itu. Lalu jika tuan besar lakukan dengan kasar, lalu salah aku, tuan besar?"
"Kenapa? Kau pasti bilang bahwa ini bukan salah kamu kan ,Kim?"
"Kapan saya mengatakan itu, tuan besar?" Elak Sekertaris Kim yang hanya merasa tidak mengatakannya secara lisan, tapi mengatakannya dalam hati.
Abraham kembali menendang Kim sampai Kim muntah darah.
"Cih lemah. Kau tak bilang, tapi kau bicara dalam hati kan?"
"Saya tidak akan berani, tuan besar"
Abraham berjalan dan duduk di kursi tadi.
"Jika itu bukan kamu Kim, mungkin kau sudah mati sekarang, Kim"
"Terima kasih tuan besar atas kebaikannya"
"Ku tau kau pasti mengutukku kan, Kim? Dalam hatimu itu" tebak Abraham saja.
"Bagaimana bisa saya seberani itu, tuan besar?" Jawab cepat sekertaris Kim.
"Ya kau tidak akan berani, tapi karena kau, aku mabuk semalam. Kau pasti tau itu kan? kalau aku tidak bisa meredakan amarahku saat mabuk"
"Maafkan saya, tuan besar. Saya akan berusaha tidak melakukan kesalahan lagi"
"Iya! Itu yang harus kau lakukan. Aku malah makin menyiksanya saat tau dia masih suci. Dia pasti sangat menderita saat itu"
"Maafkan saya, tuan besar. Semua salah saya"
Prang. Abraham melempar vas ke arah Kim dan syukur hanya di samping Kim. Vas itu pecah tak berbentuk.
"Itu memang salahmu!. Lalu apa yang akan kau lakukan jika kau bersalah, Kim?"
"Apa! apa yang tuan ingin saya lakukan, tuan?"
"Minta maaf!"
"Maafkan saya tuan"
"Kau bersalah dengan aku, Kim?" tanya Abraham yang membuat Sekertaris Kim binggung.
"Iya tuan. Karena saya tuan melakukan kesalahan"
"Kau sepertinya punya banyak nyawa ya, Kim?"
"Maafkan saya, Tuan"
"Kau tidak hanya bersalah padaku saja kan, tapi juga bersalah pada Elis. Minta maaflah padanya"
"Anda menyuruh saya minta maaf sama nyonya, Tuan? Lalu kenapa main teka-teki terlebih dahulu?"
"Baik tuan, saya akan segera meminta maaf pada, nyonya"
"Jangan sekarang. Dia masih tidur"
"Siapa juga yang bilang sekarang, tuan besar. Sedangkan sekarang masih jam 4 pagi"
"Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang, Kim?"
"Ah sudah 20 tahun aku bersama tuan tapi aku masih belum bisa membaca pikiran anda, tuan. Serasa main teka-teki setiap berbicara dengan Anda"
"Apa aku melakukan kesalahan? Bukankah dia tidak bersalah?"
"Tuan besar, kesalahan nyonya sangat besar. Meninggalkan tuan besar di hari pernikahan, bukankah itu juga kesalahan? Seharusnya anda tidak perlu merasa bersalah"
"Iya kau benar, Kim. Kesalahannya sangat besar. Berani sekali dia meninggalkan aku!" balas Abraham membenarkan. "Tapi Kim? Kenapa dia seperti orang lain?" Lanjut Abraham yang berasa ada yang janggal semalam.
"Maksudnya, tuan besar? Seperti orang lain? Maksudnya seperti apa ya, Tuan besar?"
"Seperti yang kau katakan, dia seperti orang yang berbeda. Dia seperti tidak mengenaliku"
"Mungkin ini cara nyonya untuk menyelamatkan dirinya dari kemarahan anda. Jika dia pura-pura lupa, anda akan kasihan dan mengira jika nyonya pergi bukan karena keinginannya tapi karena dia lupa pada anda"
"Kau tidak bisa berkata begitu, Kim. Kau harus cari tau kebenarannya. Tapi picik sekali dia berani membohongi ku. Dan berani sekali dia melupakanku. Kepergiannya itu, aku akan menghukumannya. Aku tidak akan melepaskan nya. Aku akan menghukum semua malu dan penghianatan yang pernah dia lakukan" setelah berkata Abraham berdiri
"Kau istirahat lah, Kim. Obati lukamu. Aku tidak mau di nilai bos yang kejam"
"Baik, tuan besar. Terima kasih atas perhatiannya"
"Apa kau bisa berdiri?"
"Jangan pikirkan saya tuan. Anda bisa kembali ke kamar anda dan beristirahat, tuan besar"
"Kau mencoba mengaturku, Kim?"
"Tidak! saya tidak berani, tuan besar. Saya hanya mencemaskan kesehatan anda. Anda perlu tidur yang cukup. Dan anda terlihat sangat lelah"
"Terserah kau saja"
Abraham keluar dari ruangan kerja dan kembali ke kamar.
Abraham tersenyum melihat Elisabeth yang masih senantiasa tidur.
Abraham memilih masuk selimut yang sama dengan Elisabeth. Memeluk wanita itu dari belakang, memendamkan wajahnya di tekuk leher Elisabeth dan kemudian ikut terlelap tidur.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!