NovelToon NovelToon

The Glory

Hazel Gabriella Ryder

Hazel Gabriella Ryder (17) seorang wanita cantik secantik namanya, namun sayang kecantikannya tertutupi dengan penampilannya yang amat sangat culun. Kacamata bulat besar dan rambut panjang yang selalu di kepang dua benar-benar menutupi kecantikannya.

Karena penampilannya yang culun itu membuat dia sering menjadi sasaran pembullyan dari orang-orang di sekolahnya dan sekelilingnya.

Hazel berumur tujuh belas tahun, dimana sekarang dia duduk di bangku senior high school. Hazel merupakan salah satu murid terpintar disekolah nya.

Kepintarannya membuat orang-orang dikelasnya sering memanfaatkan nya. Hazel tak pernah melawan setiap kali di bully oleh mereka karena dia tak mempunyai keberanian dan jikapun melawan ia pasti akan dikeluarkan dari sekolah nya karena Hazel tidak memiliki backingan apalagi ayahnya yang hanya seorang tukang sampah.

Hazel berasal dari keluarga kurang mampu ibunya sudah meninggal ketika melahirkannya dan sekarang ia tinggal bersama dengan ayahnya yang bernama Berto ia bekerja sebagai tukang sampah.

Berkat kecerdasannya Hazel bisa mendapatkan beasiswa disekolah ternama dan juga merupakan sekolah elit di kota itu. Karena latar belakang keluarganya berbeda dengan anak sekolah yang lain membuat Hazel kerap kali jadi bahan bullyan oleh para siswa disekolah itu.

Seperti sekarang ini, dimana dirinya tengah tersudut disebuah gudang dan disiksa oleh anggota geng sekolah terkenal itu, mereka tidak menyukai Hazel karena kepintarannya dan juga merasa terhina satu sekolah dengan orang miskin.

"Eh miskin tak seharusnya kau bersekolah disini, sungguh menodai nama sekolah saja." Ucap ketua geng yang bernama Hailey.

Bugh

Hailey menendang tubuh Hazel dengan kuat hingga wanita culun itu tersungkur dilantai. "Aww." Hazel meringis sakit seraya memegang perutnya.

"Dasar MISKIN, cuihh." Ucap Hazel melemparkan ludahnya kearah Hazel.

"Wanita culun," ucap teman-temannya yang lain menendang Hazel secara bersamaan.

Dalam kelompok geng itu terdiri dari empat orang. Dimana Hailey sebagai ketua nya dan ada tiga temannya yang bernama Laura,Emmy dan Loren.

Setelah Hazel lemah tak berdaya mereka pun pergi meninggalkannya disana. Pihak sekolah seakan tutup mata atas kasus pembullyan yang sering diterima oleh Hazel. Karena para orang tua mereka merupakan donatur besar disekolah tersebut.

Tubuh Hazel meringkuk menahan sakit di sekujur tubuhnya. Suara isak tangisannya yang lemah seakan menjelaskan betapa menderita dirinya.

Seharian itu Hazel berada didalam gudang dan melewatkan jam pelajaran karena tubuhnya benar-benar lemah dan tak mampu untuk bangun.

"Hiks hiks hiks," hanya isak tangis yang mampu keluar dari mulutnya.

Sore harinya, Hazel terbangun setelah seharian tertidur ditempat itu. Ia merasa sekujur tubuhnya terasa remuk semua. Namun ia mencoba untuk bangun dan berjalan walau dengan langkah terpincang.

Hazel berjalan kearah kelasnya untuk mengambil ranselnya karena sudah lewat jam pulang sekolah, semua para murid juga sudah pulang semua. Hazel berjalan dengan memegang dinding melewati lorong-lorong sepi.

Sampai dikelas ia menggendong tasnya dan pergi pulang. Saat baru keluar dari gerbang Hazel membalikkan badannya dan melihat gedung sekolahnya yang besar itu. Entah apa yang ada dipikirannya hingga membuat dia mengepalkan tangannya dengan kuat.

Lalu kemudian dia melanjutkan langkahnya meninggalkan tempat sekolahnya itu. Hazel menyeret kakinya yang penuh lebam namun tertutup dengan celana legging panjangnya karena Hazel selalu mengenakan legging panjang itu untuk menutupi lebam di kakinya akibat perbuatan dari Hailey dan teman-temannya.

Dirumahnya pun ia selalu mengenakan celana panjang dan baju panjang walau cuaca panas sekalipun, agar ayahnya tak melihat lukanya yang ia dapatkan di sekolah.

Hazel berbohong kepada ayahnya dengan menceritakan jika ia memiliki banyak teman dan banyak orang yang menyukainya di sekolah.

Langkah kaki Hazel tiba-tiba berhenti di sebuah gedung yang sangat tinggi. Ia mendongakkan kepalanya melihat keatas gedung itu lalu ia melangkah masuk ke gedung itu dan menekan pintu lift menuju lantai teratas.

Hazel berdiri di atas gedung dimana dia berpikir ingin mengakhiri hidupnya. "Ayah, maafkan Hazel sepertinya Hazel sudah tidak sanggup lagi bertahan, Hazel akan menemui momi lebih dulu ya ayah." Lirihnya berdiri di pinggir gedung sembari merentangkan kedua tangannya.

BRUKK!!

Tiba-tiba seorang pria menangkap tubuhnya dari belakang dan mereka berdua pum terjatuh. "APA KAU SUDAH GILA!!" Teriak pria muda itu marah.

Hazel terkejut dan tak bisa berkata-kata. "APA HIDUPMU SEBURUK ITU SEHINGGA KAU MAU MENGAKHIRI NYAWAMU DISINI HAH." lanjut pemuda itu.

Hiks...Hiks....Hiks...

Air mata yang tak dapat dibendung lagi oleh Hazel akhirnya tumpah memenuhi pipinya. Pria itu tiba-tiba merasa bersalah dan simpati ketika melihat wanita itu menangis tersedu-sedu.

Akhirnya ia pun memeluk nya dan menenangkannya. "Maafkan aku, karena telah berteriak padamu." Ucapnya sembari mengelus punggungnya.

Hazel mendorong tubuh pria itu hingga lepas dari pelukannya, lalu dia berlari kembali ke pinggir pembatas gedung karena dia masih berpikir untuk mengakhiri hidupnya sekarang.

Namun pria itu lagi-lagi menariknya dan memegang kedua pundaknya dengan kuat. "KAU BENAR-BENAR SUDAH GILA RUPANYA." teriak pria itu marah karena Hazel terus memberontak.

"IYA, AKU WANITA GILA!! APA KALIAN SEMUA PUAS HAH!" Teriak Hazel emosi dan menangis.

"AKU SAMPAI DI TITIK INI KARENA KALIAN SEMUA, APA SALAHKU? APA SALAHKU JIKA AKU TERLAHIR MISKIN? APA SALAHKU JIKA AYAHKU KU SEORANG TUKANG SAMPAH? APA SALAHKU JIKA AKU MENDAPATKAN BEASISWA DISEKOLAH MAHAL ITU? HIKS HIKS HIKS" teriaknya menangis.

"KENAPA KALIAN SEMUA MENYALAHKAN AKU ATAS ITU SEMUA? APA MENJADI ANAK TUKANG SAMPAH SERENDAH ITU?" lanjutnya terisak.

Pria itu terdiam, dia melihat raut yang penuh kesedihan didalam diri wanita itu. "Maafkan aku karena tidak tau apa yang terjadi padamu hingga kau akhirnya bertekad untuk mengakhiri hidupmu disini."

"Namun jika kau mempunyai masalah maka hadapilah dan jangan menyerah, jika kau menyerah maka orang-orang yang iri padamu akan bertepuk tangan melihat kekalahanmu." Ujar pria itu dengan intonasi rendah.

Hazel diam dia mengusap air matanya, lalu memalingkan wajahnya kearah pembatas gedung itu lagi. "Aku tau isi pikiranmu dan aku tidak akan membiarkannya." Ucap pria itu seolah mengerti apa yang tengah dipikirkan oleh Hazel saat ini.

Hazel mencoba melepaskan dirinya lagi dari pria muda itu namun pria itu memegangnya dengan semakin erat. "Kau jangan ikut campur?" Kesal Hazel.

Mereka berdua saling menatap dengan tatapan tajam. "Apa kau masih mempunyai keluarga?" Tanya pria itu.

Mendengar pertanyaan itu Hazel langsung memalingkan wajahnya dan pria itu seakan mengerti. "Apa kau ada memikirkan betapa sedihnya keluargamu jika kau pergi dari mereka dengan cara seperti ini?" Ucap pria itu mencoba memberikan pengertian kepada wanita culun di depannya itu.

"Jangan egois nona, pikirkan orang-orang yang menyayangi mu saat ini terutama orang tuamu, mungkin saat ini mereka sedang berjuang diluar sana untuk membahagiakan dirimu, bayangkan betapa hancurnya mereka jika mendengar anak kesayangannya mengakhiri hidupnya, mereka akan merasa sangat sedih dan menderita karena merasa telah gagal untuk membahagiakan putrinya." Lanjutnya.

Hazel terdiam hatinya terasa tertusuk ketika mendengar fakta dari pria itu, ia menggigit bibirnya yang gemetar karena tengah membayangkan ayahnya yang selalu berjuang setiap hari hanya untuk dirinya, air matanya pun tak terbendung lagi akhirnya ia menangis dengan keras.

Hazel terduduk dilantai menutup wajahnya dengan kedua tangannya, isakan tangisannya semakin keras kala mengingat bagaimana perjuangan ayahnya yang tidak pernah menyerah untuk dirinya.

Namun sekarang justru ia berpikir untuk menyerah sebelum memberikan kebahagian untuk ayahnya yang selama ini telah berkorban banyak untuknya.

Pria itu memeluk tubuh mungil wanita culun itu untuk mencoba menenangkannya . "Kau tidak boleh menyerah pada hidupmu apapun yang terjadi, teruslah berjuang dan bertahan untuk orang-orang yang kau sayangi." Ucapnya mengusap punggung Hazel.

Bersambung

Hanya Diam

Setelah beberapa saat kemudian, Hazel sudah merasa tenang. Dia langsung berdiri mengambil tasnya dan berlari meninggalkan tempat itu tanpa mengucapkan sepatah katapun pada pria yang telah mencegahnya melakukan tindakan yang sangat bodoh.

Pria itu menatap kepergian gadis culun itu. "Sepertinya penderitaan gadis kecil itu cukup berat." Gumam pria muda itu.

Hazel berlari menuju rumahnya, sesampainya dirumah ia langsung membuka pintu dan melihat ayahnya yang tengah membersihkan foto almarhum istrinya.

Hazel langsung memeluk ayahnya dengan sangat erat sembari menangis. "Ayah, maafkan Hazel." Ucapnya menangis.

Ayahnya yang cukup terkejut itu pun melihat kearah putrinya yang memeluknya dari belakang. "Ada apa sayang? Kenapa kau tiba-tiba meminta maaf pada ayah?" Tanya ayahnya.

"Maafkan Hazel karena belum bisa membahagiakan ayah." Jawabnya.

Berto pun memegang wajah putrinya yang mungil itu dan mengusap airmata yang membasahi pipinya. "Bisa melihatmu tumbuh setiap hari adalah kebahagiaan bagi ayah sayang." Ucap Berto yang justru membuat Hazel semakin menangis mendengar nya karena dirinya hampir melakukan tindakan yang sangat bodoh.

"Kenapa kau tiba-tiba seperti ini nak? Apakah ada yang mengganggumu disekolah?" Tanya ayahnya.

Hazel menggelangkan kepalanya. "Tidak ayah, ayah tenang saja tidak ada yang berani menganggu putrimu yang perkasa ini disekolah," jawab Hazel tersenyum.

"Baiklah sayang, lalu karena apa?" Tanya ayahnya mencubit gemas hidung putrinya.

"Hmm... Sepulang sekolah tadi Hazel tiba-tiba teringat dengan momi, Hazel tiba-tiba merasa bersalah terhadap momi, karena Hazel momi jadi pergi meninggalkan ayah." Jawab Hazel berbohong.

"Kamu jangan berbicara seperti itu sayang, momi pergi meninggalkan kita karena memang ini semua sudah menjadi takdir tuhan, tidak ada yang bisa mengubah takdir tuhan sayang." Ucap Berto.

"Kamu jangan berpikir seperti itu lagi, okay." Ucap Berto.

Hazel menganggukkan kepalanya. "Sekarang bersihkan dirimu, ayah akan menyiapkan makan malam untuk kita nanti." Ucapnya.

Hazel pun pergi masuk ke kamarnya dan membersihkan dirinya, setelah beberapa menit kemudian ia pun selesai membersihkan tubuhnya dan sudah bersiap dengan pakaian tidurnya yang kebesaran ditubuhnya.

Hazel menatap sebuah poster yang menempel di dinding kamarnya. "Aku pasti akan masuk ke universitas itu," gumam Hazel yakin pada dirinya sendiri.

Cklek! pintu kamar Hazel terbuka. Berto melihat putrinya yang sedang memandang poster universitas terbaik di kota itu. "Ayah yakin kau pasti bisa masuk kesana sayang." Seru Berto.

Hazel melihat kearah ayahnya dan tersenyum. "Aku janji kepada ayah bahwa aku pasti akan bisa masuk kesana dan akan menjadi orang yang sukses suatu saat nanti." Ucap Hazel.

"Ayah juga yakin putri ayah yang sangat pintar dan perkasa ini pasti berhasil nanti." Seru Berto menambahkan semangat untuk putrinya.

Ke esokan paginya seperti biasa, Hazel dengan rutinitas nya yaitu berangkat ke sekolah sampai disekolah sudah pastinya dirinya akan di bully oleh teman-temannya.

Bukkk

Sebuah penghapus papan tulis terjatuh tepat mengenai kepala nya, pada saat dirinya membuka pintu kelas. Semua siswa-siswi di dalam kelas itu tertawa senang melihat kejadian itu.

Hazel yang sudah biasa menghadapi situasi seperti itu hanya diam dan mengambil penghapus itu untuk membalikkannya ke tempatnya.

Brukkk

Lagi-lagi dirinya terjatuh pada saat ingin duduk di kursinya karena siswi dibelakangnya tiba-tiba menarik kursinya. Dan Hazel hanya bisa diam saja menerima semua perlakuan buruk itu.

"Eh culun, mana salinan pr yang aku mau kemarin." Ucap Hailey dengan arogan seperti biasanya.

Hazel mengeluarkan buku dari dalam tasnya dan memberikannya kepada Hailey. "Kau sudah menyalin semuanya kan?" Tanya Hailey.

Hazel menganggukkan kepalanya. "Bagus, good girl." Ucapnya mengacak-acak rambut Hazel yang terkepang dua.

Kriiinngg

Bel istirahat pun berbunyi menandakan semua para murid dapat merehatkan pikiran. Semua murid pergi ke kantin sekolah untuk menyantap makanan disana.

Berbeda dengan Hazel, ia justru pergi ke rooftop sekolah dimana tempat favoritnya dengan membawa bekal yang disiapkan oleh ayahnya tadi pagi. Hazel menyantap makanannya dengan tenang ditemani angin sepoi-sepoi yang menyejukkan dirinya.

Hanya ditempat itu ia bisa merasakan ketenangan tanpa diganggu oleh Hailey dan kawan-kawannya. Dari atas sana Hazel dapat melihat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh para murid seperti kegiatan olahraga.

Hazel ingin sekali dapat bermain basket bersama dengan yang lainnya karena basket merupakan olahraga kesukaan nya. Namun ia tidak dapat bergabung karena sudah pasti dirinya akan ditolak.

Jangankan beraktivitas, dirinya diam saja masih sering diganggu dan jadi bahan bullyan. Hazel merebahkan tubuhnya di kursinya kayu yang panjang disana. Dirinya memandang langit yang amat sangat indah.

"Apakah suatu saat nanti aku bisa mengapai mimpiku yang setinggi langit?" Gumamnya mengulurkan tangannya keatas.

Hazel mempunyai impian yaitu menjadi seorang arsitek terkenal suatu saat nanti, Itulah yang membuat dirinya bertekad untuk bisa masuk kedalam universitas ternama dan terbaik suatu saat nanti.

...****************...

Brukkk

Gerobak sampah yang digunakan oleh Berto ayahnya Hazel tiba-tiba tumpah karena tidak seimbang, "Oh tidak!" Ucap pria tua itu karena plastik-plastik sampahnya ikut terjatuh juga.

Berto pun memungut kembali plastik-plastik sampah tersebut, namun seorang pria muda yang kebetulan melewati jalan itu menghentikan motornya ketika melihat gerobak seorang pria tua jatuh.

"Biarkan aku membantumu paman." Ucap pria muda itu.

"Tidak usah nak, nanti tubuhmu bisa bau. Biarkan paman saja." Jawab Berto.

"Tidak apa-apa paman," seru pria muda itu mulai mengambil plastik-plastik sampah itu dan memasukkannya kedalam gerobak sampah.

"Terimakasih nak," ucap Berto.

"Iya paman, kemana paman akan mendorong gerobak ini?"tanya pria muda itu.

"Kesana nak diseberang cafe itu." Jawab pria tua itu sembari menunjukkan tempatnya.

"Okay paman, aku akan membantumu." Seru pria itu memegang tangkai gerobak sampah itu dan menariknya menuju tempat yang ditunjuk oleh Berto tadi.

"Ehh. Tidak usah nak. Paman bisa sendiri." Ucap Berto menyusul langkah kaki anak muda itu.

"Tidak apa-apa paman, anggap saja ini hari keberuntungan paman." Sahut anak muda itu.

Berto tersenyum dan akhirnya membiarkan anak muda itu membantunya. "Baiklah, kalau begitu paman berterimakasih anak muda," ucap pria tua itu tersenyum.

"Iya paman," jawabnya.

"Jarang sekali ada anak muda sepertimu yang mau membantu orang lain apalagi membantu seorang tukang sampah seperti saya ini." Ucap Berto memuji pemuda baik itu.

"Paman jangan berkata seperti itu,. Jika tidak ada paman maka lingkungan ini akan kotor , jasa paman itu sangat besar." Timpal anak muda itu sembari menarik gerobak sampah.

"Terimakasih nak, jarang sekali ada orang yg memandang pekerjaan seorang tukang sampah," ucap Berto tertawa lirih.

"Ini pekerjaan mulia paman dibandingkan dengan pejabat-pejabat negara yang suka memakan uang rakyat, justru orang seperti itulah sampah sesungguhnya." Seru pria muda itu. Berto tersenyum mendengarnya.

Bersambung

Pemuda Baik Hati

"Sudah berapa lama paman bekerja?" Tanya anak muda itu sembari menarik gerobak sampah.

"Semenjak putriku lahir, dan sekarang umurnya sudah 17 tahun." Berto tersenyum membicarakan putri tersayangnya.

"Oh ya? Berarti putri paman sekarang kelas XI tahun ini?" Tanya pemuda itu.

"Tidak, dia sekarang kelas XII karena dia anak yang cerdas jadi dia mendapatkan kesempatan lebih dulu satu tahun kelas dari teman sepantaran nya." Jawab Berto tersenyum senang setiap kali membicarakan putrinya kepada orang lain, karena dia benar-benar sangat menyayangi anak tunggalnya itu.

"Wow, paman pasti bangga sekali padanya." Seru pria itu.

"Dia merupakan harta paman yang paling berharga, terkadang paman merasa sangat bersalah karena tidak bisa memenuhi kebutuhannya seperti anak lainnya." Ucap Berto sendu.

"Aku yakin pasti putrimu sangat bangga memiliki ayah yang hebat seperti paman ini." Seru pria itu memberikan pujian kepada pria tua disampingnya.

Berto tersenyum mendengarnya. Tidak lama mereka pun sampai. "Terimakasih nak, maafkan paman karena bajumu jadi kotor dan bau." Ucap Berto merasa bersalah.

Anak muda itu tersenyum. "Sudah, tidak apa-apa paman," jawabnya.

Lalu anak muda itu berpamitan kepada Berto, setelah itu ia pun pergi menuju motornya tadi dan kembali melanjutkan perjalanannya.

"Tidak ku sangka ternyata masih ada anak muda yang baik hati seperti dia." Gumam Berto melihat kepergian anak muda tadi.

***

Matahari pagi masuk melalui sela-sela jendela kamar hingga membuat seorang gadis cantik berambut panjang mengerjapkan matanya lantaran silaunya sinar itu.

Hazel bangun dari tempat tidurnya, lalu kemudian ia mencuci mukanya, setelah itu ia pergi keluar dari dalam kamarnya. "Selamat pagi ayah," seru Hazel menghampiri ayahnya yang sedang menyajikan sarapan pagi untuk mereka berdua.

"Pagi tuan putri, selamat weekend." balas Berto.

"Ayah nanti Hazel mau pergi ke toko buku uncle Ed ya, soalnya tes masuk ke universitas MI akan dibuka sebentar lagi." Ucap Hazel.

"Iya sayang, belajar yang rajin agar mimpi kamu menjadi seorang arsitek terkenal bisa terwujud," ucap Berto.

"Siap ayah, suatu saat nanti Hazel akan membuatkan gedung yang sangat besar dan tinggi untuk ayah dan momi." Serunya.

Berto hanya tersenyum mendengar impian putrinya itu, dia berharap impian putrinya itu bisa terwujud suatu saat nanti.

Pukul sepuluh pagi setelah selesai bersiap, Hazel pergi menuju toko buku favoritnya karena disana ia bisa meminjam buku sepuasnya dan membawanya pulang tanpa harus membelinya terlebih dahulu.

Walaupun toko buku itu tidak terlalu besar seperti toko buku lainnya, namun buku-buku disana tidak kalah lengkapnya dengan toko buku lainnya.

Karena pemilik toko buku itu merupakan teman akrab ayahnya, maka dari itu pemilik toko itu mengizinkan Hazel membaca buku sepuasnya disana.

Ed juga mempunyai putra yang bernama Richard seumuran dengan Hazel, Hazel dan Richard berteman dekat apalagi mereka selalu satu sekolah dulu, namun semenjak Hazel pindah ke sekolah elit membuat mereka jadi jarang ketemu kalau bukan hari weekend di toko.

"Haii uncle!" Sapa Hazel dengan ceria seperti biasanya.

"Haii gadis cantik! Kau akan menghabiskan waktu weekend mu disini seperti biasanya lagi?" Ucap Ed.

"Exactly uncle! Tidak ada yang lebih menarik diluar sana dibandingkan dengan buku-buku disini." Jawab Hazel tersenyum.

"Oh ya uncle, dimana Ricard? Apa dia tidak membantu uncle di toko hari ini?" Tanya Hazel yang tak melihat keberadaan Richard karena pria itu selalu membantu di toko jika hari weekend.

"Dia uncle perintahkan mengambil pesanan di pasar." Jawab Ed.

"Carilah buku yang kau mau nak." Lanjutnya.

"Apakah buku bimbingan untuk masuk ke universitas MI sudah ada uncle?" Tanya Hazel.

"Oh ya uncle hampir lupa, kau tenang saja uncle sudah menyimpan nya satu untukmu nak," jawab Ed mengambil sebuah buku di dalam lacinya.

"Oh my god, thank you so much uncle." Seru Hazel excited mengambil buku yang diberikan Ed kepadanya.

"Belajar yang rajin agar kau bisa lolos seleksi nanti." Seru Ed.

"Siap uncle, uncle tenang saja, Hazel sang perkasa ini pasti akan lolos." Jawab Hazel menegakkan badannya seolah seperti seorang yang sangat gagah.

Ed tertawa melihat tingkah lucu Hazel itu.

Lalu Hazel pun duduk di salah satu meja yang sudah disiapkan disana untuk para pengunjung membaca.

Hazel tampak serius membaca dan mencermati buku panduan itu. Lembar demi lembar ia buka dengan saksama seolah tidak ingin jika sampai ada yang terlewatkan.

Dorrr

Tiba-tiba seseorang datang mengejutkannya dari belakang. "Richard, kau mau membuatku terkena serangan jantung di usia dini." Gerutu Hazel kepada Richard.

"Heii mata empat, tidak mungkin wanita perkasa sepertimu diserang penyakit." Ejek Richard duduk didepan Hazel.

"Diam kau anak mami!" Seru Hazel sembari menunjuk kearah Richard namun pria itu melihat sebuah lebam ditangan Hazel yang sedikit tersingkap.

Richard mengerutkan keningnya dan langsung memegang tangan Hazel dan melihat lebam itu. Hazel pun langsung menarik kembali tangannya karena takut Richard mengetahui lukanya yang lain.

Richard sudah mengetahui jika Hazel mendapat perlakuan buruk di sekolah barunya itu namun Richard tidak mengetahui seburuk apa perlakuan yang didapatkan Hazel disana.

Ia berpikir jika Hazel hanya mendapatkan ejekan saja dan tidak tau jika Hazel juga mendapatkan siksaan fisik dari orang-orang di sekolahnya. "Siapa yang melakukan itu padamu?" Tanya Richard dengan wajah serius.

"Bukan siapa-siapa, tadi malam aku memasak mie dan tidak sengaja terkena pancinya." Jawab Hazel Berbohong.

"Kau ini selalu saja ceroboh, hanya memasak mie saja kau sudah lebam seperti itu." Seru Richard.

"Sepertinya dapur memang bukan tempat yang cocok untukku," balas Hazel terkekeh kecil.

"Satu-satunya tempat yang cocok untukmu ya hanya toko ini," timpal Richard.

"Sudah sana, jangan mengangguku." Ucap Hazel.

"Baiklah, aku akan membantu ayah di kasir, semangat wanita perkasa." Seru Richard mengacak rambut Hazel lalu pergi.

Hazel kembali melanjutkan membaca bukunya, dia menghabiskan waktu seharian itu disana tanpa rasa bosan sama sekali, karena hobi yang sangat dia suka yaitu membaca dan belajar.

Berapa menit kemudian Richard kembali mendatangi meja tempat duduk Hazel dengan membawakan minuman beserta cemilan untuk sahabatnya itu. "Wow, terimakasih sang dermawan." Seru Hazel ketika Richard meletakkan cemilan tersebut diatas meja.

"Kau memang merepotkan Zel," ucap Richard mengambil satu cemilan itu.

"Hei, kau jangan memakan cemilanku Richard." Gerutu Hazel mengambil piring berisi cemilan itu.

"Dasar peliit, seharusnya aku tidak mengantarkan makanan ini kepadamu." Balas Richard.

"Lakukan saja jika kau ingin mendapatkan bogeman mentah dari uncle Ed dan aunty Ena," ucap Hazel mengulurkan lidahnya.

"Ck, memang aku tidak bisa berbuat apa-apa terhadap gadis perkasa sepertimu." Seru Richard kembali membantu ayahnya di kasir.

Hazel terkekeh kecil melihat kepasrahan Richard, karena uncle ed dan istrinya memang sangat menyayangi Hazel layaknya putri mereka sendiri.

Tidak terasa hari sudah sore dan toko milik Ed pun akan segera tutup, Richard kembali lagi mendatangi wanita yang tampak sangat fokus dengan buku yang dibacanya sampai-sampai lupa akan waktu. "Hei nona, kau ingin tidur disini?" Ucap Richard mengetuk meja Hazel dengan jarinya.

Hazel mendongakkan kepalanya. "Apakah sudah sore?" Tanya Hazel dengan polosnya.

Richard mengarahkan tunjuk nya kearah kaca yang berada disana samping Hazel. "Kau lihat sendiri?" Tunjuk Richard.

Hazel melihat kaca yang berada disampingnya sembari membenarkan letak kacamata besarnya. Lalu ia pun akhirnya berpamitan kepada Ed dan Richard untuk segera pulang kerumah.

Ed memberikan bingkisan makanan dari istrinya kepada Hazel sebelum dia pulang, Hazel berjalan dengan perasaan senang sembari memegang kantong plastik yang berisi makanan tersebut.

Dia terlihat sangat menikmati waktu weekend nya. Hazel bersenandung mengisi langkah demi langkah jalan yang ia lewati. Namun diperjalanan dia tiba-tiba melihat anak kucing yang terjebak diatas pohon.

Rasa kemanusiaan Hazel yang tinggi pun dengan segera menolong anak kucing tersebut. Hazel mencari-cari tangga atau sesuatu yang bisa membantu dia untuk naik ke atas pohon yang tidak terlalu tinggi itu.

Bersambung

Untuk Visualnya Nanti ya Ges🤗

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!