NovelToon NovelToon

Cerita Kita

Keributan di Pagi Hari

"Khalisa bangun... Adek ayo bangun... Sudah pukul tujuh, kamu bisa telat nanti sekolahnya!"

"Apa! sudah jam tujuh. Abang kenapa tidak membangunkan Khalisa sedari tadi. Hais... benar-benar punya Abang sama sekali tidak membantu."

Khalisa langsung duduk dan turun dari ranjang, ia langsung menyambar handuk yang tergantung dan berlari memasuki kamar mandi. Khalisa memang kebetulan sedang tidak shalat, sehingga ia tidak bangun saat yang lain melaksanakan shalat shubuh.

Namun ternyata Dhafi yang memang suka iseng terhadap adiknya itu memang sengaja mengerjai Khalisa. Padahal ini adalah hari Sabtu, tentu saja Khalisa libur dari sekolahnya. Saat melihat Khalisa sudah hampir memasuki kamar mandi, ia baru tersadar jika hari itu adalah hari Sabtu. Ia pun membalikkan badannya dan berjalan dengan langkah cepat ke arah Dhafi. Handuk yang ada di tangannya ia layangkan ke arah abangnya tersebut.

"Astaghfirullah Abang! Ini kan hari Sabtu. Sejak kapan Khalisa hari Sabtu sekolah. Iseng banget sih! Hais... sabar Khalisa, sabar..."

Hahaha

"Maaf dek, habisnya kamu pulas banget tidurnya, sudah seperti kerbau tidur. Yang lain sudah nungguin untuk sarapan, ayo cuci mukanya terus turun."

"Tau ah, Khalisa sebel sama Abang!"

Ia berjalan ke kamar mandi dan langsung mencuci wajahnya. Ternyata Dhafi masih setia menunggu adik kesayangannya tersebut. Ternyata Daffa menyusul mereka karena kembarannya dan adiknya tidak juga turun ke lantai bawah.

Ceklek!

Tampak wajah cantik Khalisa masih basah dan masih menggunakan hijab dan baju tidur yang ia kenakan tadi. Memang ayah Taqa menyuruh Khalisa untuk selalu menggunakan hijab di rumah itu. Dan Khalisa yang awalnya tidak mau, lama kelamaan menjadi terbiasa.

"Kok kalian lama banget? Ayah sama bunda sudah menunggu dari tadi di meja makan."

"Ini adik ke sayangan kamu susah banget di bangunkan Fa. Mana tidurnya seperti kerbau."

"Mana ada, Abang Dhafi itu bang, masak Abang Dhafi bilang Khalisa terlambat sekolah. Tentu saja Khalisa yang baru bangun mikir benaran telat. Sudah jelas ini hari Sabtu, kembaran Abang nyebelin."

Daffa hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan kembaran dan adiknya itu. Dhafi memang selalu usil jika tehadap Khalisa. Dan tentu saja Khalisa selalu mengadukan apapun kepada Daffa. Dan Daffa pasti akan membela adiknya itu.

"Kamu ini benar-benar ya Fi. Jangan suka usil sama adik sendiri. Ya sudah ayo kita turun. Kasian bunda sama ayah sudah nungguin kita sedari tadi. Udah adek jangan cemberut gitu, nanti cantiknya luntur loh."

"Hem..."

Mereka bertiga jalan bersamaan menuruni anak tangga dari pada menaiki lift. Saat tiba di ruang makan. Seperti biasa Khalisa selalu mengucapkan salam dan memeluk ayah dan bundanya secara bergantian. Tentu saja di sambut sayang oleh ke dua orang tuanya.

"Assalamu'alaikum ayah, bunda.."

"Wa'alaikumsalam sayang."

Setelah bermanja dengan ke dua orang tuanya. Khalisa langsung duduk di samping sang bunda. Sedangkan Daffa dan Dhafi duduk di seberang bunda Balqis dan Khalisa. Mereka langsung memulai sarapan pagi itu setelah semuanya menggumamkan doa, yang tentu saja di pimpin oleh salah satu si kembar. Mereka menikmati sarapan itu dengan hikmat.

Tidak ada obrolan yang terjadi selama mereka sarapan. Pengajaran yang di berikan oleh ustadz Taqa dan Balqis sejak mereka kecil selalu di ingat dan menjadi kebiasaan baik hingga mereka tumbuh dewasa. Hanya dentingan sendok dan garpu yang terdengar memenuhi ruang makan tersebut. Hingga satu persatu dari mereka menyelesaikan sarapan tersebut.

"Alhamdulillah.."

"Ayah, Bun, kita hari ini jadi liburan bukan?"

"Iya sayang, kan nanti pukul sembilan kita berangkatnya. Adek saja masih belum mandi, masih Bauk."

"Betul Bun, adek itu enggak sadar kalau Bauk."

Bunda Balqis memang suka menjahili putrinya itu, namun jika bunda Balqis yang menjahili sang putri, Khalisa tidak pernah marah. Namun berbeda jika Dhafi yang menjahili sang adik. Ia pasti akan membalas dengan ucapan dan perlakuannya.

"Jangan ikut-ikutan deh Abang, bang Daffa lihat itu bang Dhafi."

Dhafi sudah ingin kembali mengerjai sang adik. Kecoak mainan yang ada di tangannya sudah siap-siap ia lempar ke arah Khalisa. Namun Daffa yang menangkap gelagat aneh saudara kembarnya langsung mengambil mainan kecoak itu dari tangan Dhafi, membuat Dhafi merasa sebal dan mendelik kesal ke arah Daffa. Sedangkan Daffa yang memang irit bicara itu tidak memperdulikan tatapan sang kembaran.

Ya, walaupun Daffa dan Dhafi kembar, namun mereka memiliki sifat yang berbeda, bahkan wajah mereka seiringnya tumbuh dewasa bisa di bedakan, karena memang mereka tidak kembar identik. Daffa yang terlihat cuek dan dingin, tentu saja memiliki hati yang begitu lembut dan penyayang. Namun di luar sana banyak yang mengagumi sosok lelaki dingin tersebut.

Sedangkan Dhafi yang memiliki sifat humble terhadap siapapun dan banyak berbicara serta begitu cerewet, tak kalah memiliki fans para kaum Hawa. Namun ia selalu ingat nasehat sang ayah, jangan pernah mempermainkan perasaan wanita jika tidak berniat serius terhadap wanita tersebut. Dan Dhafi selalu ingat hingga saat ini. Ia juga tidak pernah mencari perhatian para wanita di luar sana. Hanya saja ia akan mencari perhatian adik kesayangannya dan bundanya.

Bunda Balqis dan Khalisa menjadi wanita paling beruntung, karena tiga lelaki tampan yang memiliki karisma berbeda itu begitu meratukan mereka. Mereka selalu melakukan apapun dan memenuhi ke inginan dua wanita cantik beda generasi tersebut. Siapapun yang ada di keluarga tersebut pasti iri dan ingin menjadi salah satu di antara mereka.

Bagiamana tidak, dengan background pendidikan yang bagus, kaya, dermawan, semuanya terlihat cantik dan tampan. Bahkan ustadz Taqa dan bunda Balqis yang sudah menginjak usia tidak lagi muda saja masih terlihat awet muda, tentu saja masih cantik dan tampan. Tak kalah dengan anak-anak mereka.

"Ayah sama bunda mau ke kamar dulu. Kalian jangan ribut ya. Apalagi kamu Fi, jangan suka gangguin adik kamu."

"Hais... ayah, selalu saja berpacaran dengan bunda. Dasar ayah bucin."

Khalisa memang selalu berkata jujur dan menyampaikan isi hatinya kepada ke dua orang tuanya. Namun ayah Taqa yang mendengar perkataan putrinya hanya terkekeh. Sedangkan bunda Balqis pipinya sudah merona. Walaupun mereka sudah tidak muda, namun sang suami selalu saja ingin bermanja dengan dirinya. Mereka memang di juluki pasangan ter sweet oleh ke tiga anak mereka.

Pletak!

"Au, sakit Abang. kenapa di sentil sih!"

"Siapa yang ngajarin adek kata-kata barusan. Adek itu masih SMA, tidak pantas mengatakan kata pacaran."

"Mulai... Mulai terus... Kamu juga Fi, tidak ada lembutnya sama adek sendiri. Adek buruan mandi, katanya mau jalan-jalan. Nanti telat dan kita kejebak macet di jalanan."

Khalisa menurut begitu saja perkataan abangnya Daffa. Jika Daffa sudah berbicara, Khalisa tidak pernah menjawab seperti ia menjawab perkataan Dhafi. Karena Daffa memang selalu penuh kelembutan jika berbicara dengan adiknya itu.

"Kamu itu terlalu memanjakan adek Fa. Nanti susah sendiri."

"Ya kan adik kita cuma satu Fi, udah kamu juga sana buruan mandi. Aku juga mau siap-siap."

...💜💜°°°💜💜...

...To Be Continued...

Assalamu'alaikum sahabat Salju, author kembali lagi dengan cerita terbaru. Lebih fresh dari cerita yang lainnya. Yang ingin membaca novel ini boleh melipir dulu ke novel yang berjudul "Kau Hanya Untukku" Karena novel ini merupakan siquel dari novel tersebut. Ini seperti season duanya.

Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya reader's, happy reading 🤍🩷🤍

Liburan

"Mas, tidak menyangka ya jika anak-anak sudah pada dewasa dan remaja. Rasanya baru kemarin Khalisa lahir dan si kembar masih berusia sepuluh tahun, tapi sekarang mereka sudah pada besar. Sebentar lagi pasti Daffa dan Dhafi bertemu pasangan masing-masing. Jika putra-putra kita menikah, rumah bakalan sepi dan hanya ada Khalisa di rumah. Rasanya Balqis tidak rela mereka dengan cepat tumbuh dewasa."

Ayah Taqa mengelus kepala sang istri dengan lembut. Ia memang sangat memahami perasaan sang istri. Bunda Balqis memang begitu menyayangi ke tiga anaknya. Bahkan sampai sedewasa sekarang, ia masih menganggap ke dua putra dan putrinya itu masih anak-anak.

Mengingat dulu bagaimana mereka tumbuh dan dewasa, Balqis pun tersenyum. Sang suami yang sedang memperhatikan wajah sang istri yang tengah tersenyum, ia pun menatap istrinya dengan tatapan penuh cinta. Sampai Balqis tidak sadar di tatap seperti itu. Bahkan ayah Taqa sudah hampir mengikis jarak di antara mereka.

"Astaghfirullah, hampir saja mata adek ternodai."

Bunda Balqis dan ayah Taqa langsung memberi jarak. Mereka sama-sama terkejut dengan ke hadiran putri mereka. Padahal niat ustadz Taqa hanya ingin menggoda sang istri, eh putrinya malah tiba-tiba datang ke kamar mereka. Jangan sampai putrinya itu berfikiran yang bukan-bukan.

"Ayah sama bunda ngapain hayo? kenapa pintunya tidak di tutup. Ayah juga jangan dekat-dekat dengan bunda adek terus. Ayo bunda kita ke bawah. Ayah sama bunda sudah siapkan? Abang kembar sudah menunggu di bawah sedari tadi."

Ayah Taqa dan Bunda Balqis hanya tersenyum canggung. Lagi-lagi putri mereka memergoki mereka, terkadang si kembar yang melihat keromantisan pasutri yang tidak lagi muda itu. Jika ayah Taqa berusaha bersikap biasa saja, berbeda dengan Bunda Balqis, Bunda Balqis pasti pipinya langsung merona.

"Maaf sayang, ayah lupa tutup pintu."

"Mas, jangan di tanggapi perkataan anaknya. Adek jangan dengarkan perkataan ayah. Tadi ayah hanya membantu meniup mata bunda yang sedang kelilipan. Ayo sayang kita ke bawah. Bunda sama ayah sudah siap."

Balqis menggandeng putrinya berjalan menuju lift. Sedangkan sang suami mengekor dari belakang. Terkadang putrinya itu memang suka iseng. Ia tahu ayahnya ingin berdua dengan ibunya, maka Khalisa akan selalu ada di antara mereka. Sepertinya ke isengan anak-anak mereka memang turun dari Bunda Balqis dan Ayah Taqa, karena mereka juga suka begitu. Ya, keluarga ayah Taqa memang tidak selalu serius, mereka penuh dengan candaan.

Ayah Taqa hanya akan serius jika menyangkut shalat dan mengaji. Namun di luar itu ia akan selalu bercanda dengan istri dan anak-anaknya. Mungkin itu juga yang membuat anak-anak mereka selalu saja bercanda jika berada di rumah.

Setelah keluar dari lift, mereka mendapati si kembar dengan style yang sangat cocok di tubuh mereka. Mereka terlihat tampan dengan pakaian mereka masing-masing. Walaupun mereka kembar, mereka memiliki cara berpakaian yang berbeda. Daffa yang menggunakan turtle neck putih dengan di padukan jaket berwarna putih tulang, dan celana bahan abu-abu tua dan sepatu berwarna putih senada dengan bajunya, membuat Daffa terlihat tampan seperti oppa Korea.

Sedangkan Dhafi yang suka dengan pakaian serba hitam. Kaos hitam, di padukan dengan jaket hitam dan celana hitam dengan sepatu boot yang selalu berukuran besar, membuat penampilannya terlihat keren. Namun mereka memiliki pesona yang berbeda. Walaupun mereka anak ustadz, akan tetapi jika di luar mereka akan berpenampilan senyaman mereka. Kalau kata orang, gaul tapi paham agama, seperti ayah mereka, hihi.

"MasyaaAllah tampan-tampan sekali anak Bunda. Kalau begini bunda yakin pasti di luaran sana banyak para wanita cantik ingin di peristri oleh kalian nak."

"Bunda jangan begitu, Dhafi belum mau menikah, begitu juga dengan Daffa. Ya kan Fa? pokoknya kita menikah harus bersama, tidak boleh mendahului." Ucap Dhafi menyenggol lengan sang kembaran.

Namun, Daffa hanya diam tak menanggapi perkataan sang kembaran. Sebenarnya ia membenarkan perkataan Dhafi, ia juga belum ada niat menikah dalam waktu dekat. Tapi kapan datangnya jodoh tidak ada yang tahu, karena semuanya sudah di atur oleh Allah SWT. Baik itu jodoh, rezeki, bahkan kematian. Mereka hanya bisa berencana, akan tetapi semuanya tergantung takdir mereka yang pastinya sudah tertulis di lauhul mahfudz jauh sebelum mereka lahir.

"Mana tampanan mas atau anak-anak sayang?"

"Ayah tidak terima banget jika bunda memuji kita. Ayah selalu saja cemburu dari dulu jika bunda memuji kita."

"Siapa yang cemburu,"

"Sudah-sudah, semuanya tampan. Daffa dan Dhafi tampan versi muda, kalau mas tampan dan berkarisma. Ayo kita berangkat, lihat itu adek sudah cemberut."

Sepertinya Khalisa cemberut bukan karena menunggu mereka, akan tetapi ia merasa tidak suka saat ada obrolan mengenai ke dua abangnya yang akan menikah. Entah kenapa Khalisa tidak mau jika ke dua abangnya menikah dalam waktu dekat, karena ia masih ingin bermanja dengan abang-abangnya.

"Adek kenapa? maaf ya adek jadi menunggu lama. Ayo kita naik ke mobil sayang."

Khalisa menurut begitu saja, mereka menaiki Alphard berwarna hitam. Ayah Taqa duduk di depan, lebih tepatnya di samping supir. Bunda Balqis dan Khalisa di tengah, sedangkan si kembar paling belakang.

Mereka jika pergi sekeluarga selalu menggunakan supir. Karena ayah Taqa ingin mereka benar-benar menikmati perjalanan tanpa harus memikirkan siapa yang akan menyetir. Namun beda lagi jika mereka sudah kembali ke aktifitas masing-masing. Dhafi dan Daffa membawa kendaraan masing-masing.

Sepanjang perjalanan mereka mengobrolkan banyak hal, dan Khalisa yang memang sebentar lagi lulus juga harus memikirkan akan lanjut kuliah kemana. Yang pasti ayah Taqa dan Bunda Balqis membebaskan putrinya mau kuliah di mana, sama seperti si kembar dulu.

"Nanti adek mau kuliah di mana?"

"Adek mau kuliah di dekat sini saja bunda. Adek tidak mau jauh-jauh dari ayah, bunda, bang Daffa dan bang Dhafi."

"Kok nama Abang di sebut paling terakhir sih dek?"

"Kan memang Abang Daffa lahir duluan."

Ada-ada saja yang di pertanyakan Dhafi. Memang apapun akan menjadi perdebatan jika sudah bersama Dhafi dan Khalisa. Tentu saja yang lain hanya geleng-geleng kepala.

"Jangan mulai deh Fi, kamu ini memang iseng banget sama adek sendiri."

"Tuh dengarin Abang Daffa. Terimakasih Abang selalu bela Adek. Adek sayang Abang Daffa."

"Jadi adek tidak sayang dengan Abang?"

"Sayang dong, udah deh. Adek mau menikmati perjalanan dulu. Jangan di ganggu ya."

Khalisa menatap ke arah luar jendela mobil. Ia memandang jalanan yang macet. Hingga tak terasa ia tertidur di sepanjang perjalanan. Bahkan saat tiba di tempat tujuan saja Khalisa masih juga tertidur. Bunda Balqis pun membangunkan putrinya dengan penuh kelembutan. Hingga mata cantik itu terbuka perlahan.

"Adek, ayo bangun sayang."

Engghhh...

"Loh, kita sudah sampai Bun?"

"Iya sayang, ayo nak. Ayah, Abang Daffa sama Abang Dhafi sudah duluan turun karena harus membawa barang-barang kita."

...💜💜°°°💜💜...

...To Be Continued...

Pertemuan Sikembar dengan Humaira

Ternyata mereka piknik ke pantai. Saat Bunda Balqis dan Khalisa baru saja tiba di tempat yang akan mereka duduki untuk menikmati piknik weekend itu. Bunda Balqis dan Khalisa mendapati si kembar sedang berbicara dengan seorang wanita cantik yang berpakaian tertutup sempurna, hanya matanya saja yang terlihat. Tapi dapat di pastikan pasti wajah di balik cadar itu sungguh cantik.

"Nak, mana ayah kalian, siapa wanita cantik ini?"

"Eh Bun, ayah barusan ke toilet. Kami tidak sengaja menabrak mbaknya. Daffa dan Dhafi hanya minta maaf dan mau membantu mbaknya membawakan barangnya ke sana. Sebentar ya Bun, adek."

"Assalamu'alaikum bu,"

"Wa'alaikumsalam, MasyaaAllah kamu cantik sekali. Maafkan anak-anak Bunda ya."

Wanita bercadar itu hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya pelan. Lalu pamit dari sana menemui teman-temannya. Daffa dan Dhafi membantu wanita bercadar itu membawakan barang-barangnya ke tempat yang tidak jauh dari sana. Ya, sepertinya wanita itu juga sedang piknik bersama keluarganya.

Khalisa menatap punggung ke dua abangnya serta wanita bercadar itu hingga menjauh. Ia merasa cemburu di saat perhatian ke dua abangnya ke wanita lain. Bunda Khalisa menatap arah pandang putrinya. Ia juga melihat ke dua putranya bersama wanita bercadar itu jalan beriringan, namun masih dengan jarak aman.

"Adek kenapa menatap Abang kembar seperti itu? Salah satu abangnya adek sepertinya cocok dengan wanita cantik itu."

"Begitukah? Bunda ikhlas jika Abang Daffa ataupun Abang Dhafi menikah?"

Bunda Balqis menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia mengajak putrinya duduk di tempat yang sudah di siapkan oleh suami dan dua putranya. Khalisa tiduran di atas paha sang bunda dengan bundanya membelai sayang kepala Khalisa. Khalisa merasakan elusan sayang itu dan menatap wajah bundanya yang masih terlihat sangat cantik.

"Jika di bilang siap tidak siap, bunda harus siap nak. Karena usia Abang Daffa dan Abang Dhafi sudah dua puluh tujuh tahun. Mereka harus segera memiliki pendamping. Karena tidak selamanya Abang kembar hidup seorang diri tanpa memiliki pendamping. Begitu juga kelak dengan adek, bunda sama ayah harus ikhlas melepas adek menikah dengan orang lain."

"Tapi adek belum siap Bun jauh dari Abang Daffa dan Abang Dhafi. Bunda sendiri tahu bagaimana selama ini perhatiannya Abang kembar sama adek. Jika Abang kembar menikah, nanti Abang kembar tidak sayang dan perhatian lagi sama adek."

Ternyata di saat ibu dan anak itu mengobrol, si kembar mendengar obrolan mereka. Ya, mereka langsung kembali setelah membantu wanita bercadar itu membawakan barang-barangnya. Mereka tidak menyangka jika adik mereka memiliki ke khawatiran seperti itu jika mereka menikah. Padahal baik Daffa maupun Dhafi belum terpikirkan sampai ke sana. Tapi mereka juga tahu, kelak mereka pasti akan menikah juga dan meninggalkan keluarga mereka yang sekarang.

Andai mereka bisa terus bersama, alangkah bahagianya Daffa dan Dhafi, berada di keluarga itu saja mereka sangat bersyukur. Kenapa rasanya mereka tumbuh dengan cepat. Baru kemarin mereka melihat Khalisa belajar dan belajar memanggil nama mereka, sekarang Khalisa sudah mau kuliah saja.

"Kenapa kalian hanya berdiri di sini?" Bunda Balqis dan Khalisa menoleh ke belakang. Ternyata ayah Taqa dan ke dua lelaki kembar itu sudah berdiri di belakang mereka.

"Tidak, kami baru saja kembali ayah dari sana. Ayah kok lama?"

"Ayah tadi sekalian pesan kelapa muda nak. Kalian tidak mau bermain air pantai? Sudah sampai di sini bukan. Sana main, Khalisa juga katanya mau main pasir pantai."

"Bilang saja ayah mau berduaan sama bunda kan? Khalisa sudah tahu akal-akalan ayah. Dasar ayah bucinin bunda terus."

Ayah Taqa hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal. Tentu saja ayah Taqa juga ingin berpacaran dengan sang istri, tentunya pacaran halal ya, hihi. Sedangkan bunda Balqis hanya tersenyum canggung dengan perkataan putrinya. Lagian usia mereka tidak lagi muda, mereka hanya akan memperhatikan anak-anak mereka dari kejauhan. Membiarkan putri dan ke dua putranya menikmati masa-masa mereka yang sekarang.

"Yyee.. Ayah malah diam. Ayo dek kita main ke tepi pantai sana. Biar Abang fotokan sekalian. Ayo Fa, jangan cuma duduk di sini saja."

Dhafi jalan lebih dulu ke arah tepi pantai sembari membawa sebuah kamera yang ia kalungkan ke lehernya. Sedangkan Khalisa dan Daffa mengekor dari belakang. Yang awalnya Khalisa terlihat tidak semangat, lama-kelamaan ia menikmati juga bermain di tepi pantai. Gelak tawanya terdengar memenuhi penjuru tepi pantai. Daffa dan Dhafi tersenyum melihat kebahagiaan adik mereka. Mereka berjanji akan selalu membuat Khalisa tersenyum seperti saat ini.

Sedangkan tak jauh dari mereka bermain, beberapa wanita muda sedang memperhatikan ke arah dua lelaki kembar dan wanita remaja tersebut. Mereka terlihat mengagumi sosok Daffa dan Dhafi yang tadi membawakan barang-barang piknik mereka.

"MasyaaAllah ukhti, lihat deh. Itu dua lelaki tampan tadi bukan? Yang membawakan barang-barang kita. Wanita itu adiknya mereka ya? Sepertinya masih sangat muda. Memang keluarga tampan dan cantik, tapi kok wajahnya tidak asing ya."

"MasyaaAllah benar banget. Aira, kamu tadi tidak kenalan sama mereka?"

Wanita bercadar tadi hanya menggelengkan kepalanya sembari mengikuti ke arah pandang teman-temannya. Ya, wanita itu sepertinya memang mengenal wajah-wajah yang barusan ia temui. Ia memang sering datang ke kajian Ustadz Taqa sejak ia duduk di bangku SMP bersama almarhumah sang mama, bahkan ia juga sering dulu melihat Daffa dan Dhafi serta Khalisa ikut mengisi kajian. Awalnya wanita bercadar itu tidak percaya bisa bertemu dengan keluarga yang selama ini ia kagumi tanpa seorangpun ada yang tahu.

"Sayang banget sih Ai, kalau aku jadi kamu, sudah tak ajak kenalan."

"Iya kan, mana dua-duanya cakep banget lagi. Aaaa jiwa jomblo ku meronta-ronta."

"Astaghfirullah, nyebut Lia, Dijah. Apa pantas kita sebagai wanita muslimah mengagumi sampai seperti itu?"

Kedua teman Humaira langsung beristighfar banyak-banyak. Memang jika mereka telah keluar dari jalur, pasti ada Humaira yang akan mengingatkan mereka. Ya, wanita bercadar itu bernama Ainun Humaira. Gadis cantik yang memang sudah menggunakan cadar sejak duduk di bangku SMA.

Semua orang memanggilnya dengan sebutan Aira, ia adalah seorang mahasiswi ke dokteran yang sebentar lagi akan koas ke Jakarta. Mungkin beberapa Minggu lagi Humaira akan berangkat ke Jakarta melanjutkan cita-citanya. Gadis mandiri yang hidup sebatang kara sejak ke dua orang tuanya meninggal dunia.

Sebenarnya Humaira tinggal bersama pakde dan budenya, namun ia merasa tidak enak jika terus menumpang dengan keluarga dari ibunya itu. Jadilah ia memilih ngekost bersama teman-temannya.

Tak terasa azan Zhuhur berkumandang, ayah Taqa dan Bunda Balqis memanggil anak-anak mereka untuk melaksanakan shalat zhuhur berjamaah di masjid. Ke tiga anak mereka pun menghampiri ke dua orang tua mereka.

"Ayo nak shalat dulu, habis itu kita makan siang di sini."

"Adek kan tidak shalat Bun, adek tunggu di sini saja ya."

"Tidak apa-apa adek tinggal sendiri?"

Khalisa menganggukkan kepalanya dengan senyuman manisnya yang bertengger di wajahnya. Dhafi mengelus kepala sang adik yang tertutup hijab. Mereka pun berjalan ke arah masjid yang ada di dekat pantai tersebut. Sedangkan Khalisa menunggu ke dua orang tua dan abangnya di sana.

...💜💜°°°💜💜...

...To Be Continued...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!