[Story' Arc #1: Cinderella is Always Wuff U!]
"Yo, mata empat, Gimana kabarmu?"
"Mata empat bantuin kita dong, angkatin ini ya!"
"Mata empat, kebetulan sekali, dicari boss tuh."
"Mata empat!"
"Mata empat?
"Mata empat."
"Mata empat-"
Seluruh orang yang ada di kehidupanku memanggilku mata empat, seperti orang tidak punya nama saja.
Tapi mereka tak salah, karena sejak kecil aku memang sudah menggunakan kacamata untuk menutupi minus milikku.
Ingin rasanya menggunakan lensa minus, tapi karena suatu kejadian aku tetap mempertahankan menggunakan kacamata tebal dan akhirnya orang-orang melupakan namaku dan sudah sudah terbiasa dengan sebutan si [Mata Empat].
Namun [Mata empat] tidak serta merta disebut untukku karena aku menggunakan kacamata saja, tapi karena penampilanku yang biasa saja dan tak ada satupun kelebihan yang dapat membuat wanita terpana melihatku.
"Eh? Kencan dengan mata empat? Aku sih ogah, ya."
"Nggak, nggak mungkinlah, siapa sih wanita yang mau suka sama mata empat? Tampang b aja, gak ada sedikitpun hal menarik dalam hidupnya."
"Dia baik sih, tapi kalau untuk jadi pacarku enggak dulu deh, laki-laki lain masih banyak bertebaran diluar sana, lagian cara treat dia ke perempuan juga begitu datar, apa dia tidak menikmati hidupnya ya sebagai laki-laki?"
Ucapan-ucapan itu selalu terdengar saat orang-orang menanyai persepsi diri mereka tentang aku, begitu banyak responnya namun tetap jawabannya adalah tidak.
Siapa sih orang yang tertarik dengan aku, tinggi badan yang standar, rupa wajah standar dan semua serba standar.
Kadang aku melamun, apakah memang di dunia ini tidak ada yang peduli tentangku?
Bahkan tukang cilok langgananku yang menurutku satu level denganku sudah punya istri dua, ironi bukan?.
Tapi-tapi, ada satu orang yang tidak memanggilku Mata Empat, dia adalah Ibuku yang sudah cukup tua dalam usianya.
Karena aku anak tunggal dan Ibu single parent tanpa sanak saudara, tidak ada lagi yang mengenal namaku selain sosok Ibuku.
Ya kehidupanku sangat berwarna Abu-abu, hanya bisa dinikmati saja kan tanpa bisa mengeluh?
Eh? Kau bertanya bagaimana saat aku remaja? Hahaha tentu saja aku cuman manusia yang berada di jalurnya sendiri, tidak-tidak, aku belum pernah pacaran, bahkan sampai usiaku yang menginjak 23 tahun ini.
Teman? Hmmm sepertinya lebih banyak aku sebut mereka kenalan saja, tidak-tidak, bukannya aku tidak mau bergaul, tapi aku sangat kaku sampai-sampai orang yang ku kira teman meninggalkanku semua.
Yap, andai ini game yang aku mainkan, tentu saja aku juga mau punya teman mengobrol baik secara langsung maupun Virtual.
Tetap saja, sepertinya memang mustahil, hahaha ya memang itulah isi hidup manusia abu-abu di zaman sekarang.
Kalau berandai-andai, aku juga ingin punya pacar, tidak lebih tepatnya pasangan hidup yang saling mengerti satu sama lain, karena dari drama yang aku tonton, "Mempunyai seseorang yang selalu berada di pihakmu baik salah maupun benar adalah sesuatu yang hebat, kan!"
Hahaha tentu saja itu cuman khayalan, dibandingkan aku harus berkhayal tentang manusia disekitar ku, lebih baik aku mencintai Noona-noona Korea, kan?
(Noona adalah sebutan perempuan lebih tua oleh anak laki-laki yang lebih muda).
Ya beginilah keseharian ku, cuman bisa berkhayal, andai saja Park Bo Young menemani diriku makan berdua, rasanya kehidupanku lebih sempurna, hahaha.
Kenapa aku tertawa terus? Ya sudah lama aku tidak tertawa, biarkan saja ya, namanya juga manusia abu-abu.
Tapi, apa benar zona aku berada di area abu-abu terus tak akan berubah?
****
Alvian Dharmawan, pria culun berkacamata tebal dengan tampang biasa saja dan komunikasi yang kaku.
Dia menjalani kehidupannya dengan sebutan Mata Empat.
Dirinya adalah orang yang tak mengenal bagaimana memperlakukan orang lain namun bercita-cita punya kisah cintanya sendiri.
Ironis, tapi itulah kenyataannya, dia adalah manusia abu-abu yang tidak bisa peka akan sekitarnya.
Namanya juga sudah memudar di kalangan lingkungan dia kerja, sebagai staff yang mengurus panggung teater tempat berbagai macam penampilan seni akting di tampilkan, dirinya tak sadar bahwa sebenarnya dia mempunya beberapa orang yang menyukai sifatnya namun karena kaku dan juga membosankan, orang-orang itu mundur mendekati dirinya.
"Semuanya siap, penampilan dari teater merpati akan dimulai beberapa saat lagi," seru pemimpin pasukan yang mendekorasi panggung mulai mempekerjakan semuanya.
"Mata empat tolong urus sound sistemnya, ya!" lanjut pimpinan dan dia mengangguk lalu ke belakang panggung untuk mengecek sound sistem miliknya.
Karena suasana cukup sibuk, semua orang bergerak seperti ada yang mendikte pola kerja mereka agar cepat.
"Ehhh maaf-maaf, kamu tidak apa-apa?" ucap dirinya saat seorang gadis dia tabrak dan terjatuh.
Gadis itu terlihat begitu sedih dan menangis di tempat, Alvian kebingungan kenapa gadis itu menangis.
"Aduh nona cantik, jangan menangis ya, ayo aku ant-"
"Mata empat, cepat urus, tidak ada suara nih!" teriak pimpinan dan akhirnya Alvian meminta maaf dan berlari ke ruangan sound sistem untuk menyalakan sound teater.
Gadis yang dia tabrak tiba-tiba kebingungan dengan apa yang terjadi, yang tadinya dia menangis jadi tertarik dengan kerja sama yang sedang dilakukan oleh orang-orang disana.
"Wihh, menarik juga," seru dirinya dan akhirnya dia keluar dari ruangan itu untuk pergi ke tempat dia harus berada.
Semua orang bekerja untuk menyelesaikan deadline setting panggung yang akan dipakai 1 jam lagi, dan tamu akan datang 15 menit sebelum pertunjukan, jadi mereka harus ngebut mengerjakannya.
Suara sound teater begitu halus dan nyaman untuk di dengar, walau begitu suaranya jelas sekali bahkan suara kita mengobrol pun kalah oleh soundnya, hal ini diperuntukan sebagai media orang-orang menonton di studio teater ini nyaman dan menikmati aksi para aktor dan aktris yang memainkan peran mereka.
Runtutan lampu menyoroti panggung, aksi seseorang yang mulai memainkan perannya membuat penonton sangat tersanjung.
Perempuan yang begitu cantik, itu adalah pendapat Alvian saat melihat sosok gadis itu dari cctv pemantau panggung, dia bertugas sebagai sound sistem, orang yang memastikan suara dipanggung tidak bermasalah dan membuat penonton nyaman untuk menikmati pertunjukan.
"Sungguh hebat kesayangan kami, dia begitu sempurna dan anggun, sosok Cinderella teater merpati adalah jagoan kami sekarang," ucap pimpinan Teater Merpati yang masuk ke ruang operator dan sepertinya meminta hal yang membuat Alvian sibuk.
Alvian tak bisa mengkhayal saat bekerja, dia harus fokus memainkan sound efek yang diminta sesuai dengan naskah yang ada.
Namun berkat dirinya juga, sudah begitu banyak pertunjukan yang berhasil dan membuat panggung teater 3 selalu banyak peminatnya.
"Huhuhu, cerita ini begitu sedihkan, oi mata empat, tolong backsound sedihnya buat lebih mendalam," ucapnya menyuruh Alvian mulai meningkatkan intensitas suara saat pengakhir cerita berakhir.
"Kasian sekali ya, ceritanya bagus sekali, tapi penulis benar-benar membuat kami menangis."
"Cinderella itu cantik sekali, tapi akhir ceritanya benar-benar diluar ekspektasi ku, soundnya begitu menyayat hati saat mengiringi adegan terakhir saat Cinderella berakhir."
Berbagai sanjungan diterima oleh Teater Merpati yang kegirangan karena teaternya kali ini ramai dan seluruh podium penonton terisi full tidak ada bangku kosong.
Alvian yang kelelahan di ruang operator berjalan lurus untuk mengambil minuman, dan takdir aneh mulai menyelimuti dirinya ketika dia pas-pasan dengan orang yang mengubah warna abu-abu dalam hidupnya, sebuah pewarna layaknya crayon baru.
****
"Kamu, jadi pacarku, ya?"
"Hehehehe, kawaii!"
"Hahaha, culun sekali! Aku suka, aku suka!"
Mimpi yang tak bisa dibayangkan olehku, apa-apaan dia, hatiku sekarang kebingungan karena dirinya.
Apakah dia tulus? Atau dia menerima dare dari orang? Atau dia sedang mengerjai diriku yang bodoh ini?
Aaaaaa, apa-apaan ini, kenapa warnaku jadi berubah!
"Imut sekali, terimakasih sudah bekerja keras, senior mata empat!"
"Ehe!"
****
"Terima kasih atas kerjanya semua, terimakasih," seru pemeran utama dari pertunjukan itu yang menjadi karakter Cinderella yang sangat menyayat hati penonton.
Hari pertama pertunjukan adalah hari kunci bagi Teater Merpati merayakannya atau mencari ide baru untuk di pertontonkan.
Untungnya kesan penonton akan cerita yang dibawakan sangat menyukainya dan seluruh interaksi mereka membuat 1 Minggu kedepan teater itu harus bekerja keras menampilkan pertunjukan itu kepada penonton lainnya.
Meivelyn, nama gadis cantik yang periang, sosok Cinderella baik di dalam perannya maupun dunia nyata.
Dirinya bagaikan permata diantara berbagai jenis orang yang ada disana, jiwanya dilahirkan sebagai pusat dunia dimana pun dia berjalan.
"Gih sana, minta nomernya."
"Cantik banget, mustahil keknya gua deketin."
"Aduh malu lah, dia cantik banget, aku cuman kroco puh!"
Suara-suara yang biasa dia dengar membuat batinnya tersenyum dan meremehkan diri mereka.
(Lemah sekali jadi laki-laki!)
Dia terlihat tersenyum dan berpostur anggun saat mengobrol, walau begitu dia tipe orang yang memerhatikan sekitarnya dan melihat kondisi setiap orang yang disana.
Namun kali ini, seorang pria dari tim Alvian mendekati Meivelyn, dia menyapa gadis cantik yang memandangnya dari atas sampai bawah.
"Ano... nona cantik, boleh tidak aku-" ucap dirinya dan gadis itu hanya tersenyum seraya berkata.
"Maaf, tidak boleh!" tegasnya dan laki-laki itu berjalan lemas karena harapannya untuk mendekati Meivelyn sudah naas.
Semua pria di ruangan itu terkejut melihatnya, karena mereka tau bahwa pria yang mendekat tadi disebut pria yang sangat populer di kalangan para gadis dan dia di tolak dengan jelas oleh gadis cantik berambut panjang tersebut dengan warna peach-nya yang membuat dia sangat mencolok karena sangat berbeda dengan lainnya.
"Ehhh, kamu kok nolak dia Mei, sayang banget loh dia cakep," ucap salah satu gadis yang sedang mengobrol dengannya namun Mei hanya tersenyum saja mendengarnya.
"Hahaha, waktu kerja keknya panjang banget, jadi belum ada waktu untuk pacaran."
Meivelyn selalu menjadikan kerjaan sebagai barrier agar orang-orang tak kepo dengan urusan pribadi dirinya.
Dia memisahkan dirinya dari para aktris yang sedang berkumpul, karena aktor yang memerankan tokoh pangeran membuatnya sedikit tak nyaman dan memilih untuk berjalan-jalan menyapa dengan anggukan dan senyumannya ke setiap orang, baik dari teater merpati tempatnya bekerja dan staff perencana milik gedung teater tersebut.
Dia melirik kesana dan kemari, melihat-lihat begitu banyak orang, hingga tak sadar dia sekarang berada di meja makan prasmanan tempat kue dan minuman tersedia.
"Nona mau?" ucap seorang lelaki yang membuatnya terkejut, laki-laki dengan memakai kacamata tebal dengan persona diri yang begitu menyedihkan bagi Meivelyn yang melihatnya.
"Ahhh terimakasih, silahkan dimakan saja," ucap Mei yang mulai mengambil piring dan laki-laki itu mengangguk.
"Bo- boleh tolong ambilkan kue itu?" ucapnya meminta Mei dan karena terbawa suasana dirinya mengambilkan kue yang cukup besar untuk pria itu.
"Terimakasih nona," ucap dirinya tersenyum kepada Mei dan membuatnya ingat sosok pria itu.
Dari cara berjalannya, Mei melihat sosok orang yang tak mau tau urusan orang lain, namun dia tau bahwa persona milik lelaki itu ada dalam setiap usaha yang dia lakukan.
"Ketemu juga, ehe!" batinnya tersenyum melihat sosok laki-laki yang membuatnya penasaran
Bahkan cara berjalannya pun, Mei sangat menyukai lelaki itu.
****
Setiap momen itu selalu berharga bagi kebanyakan orang, dan bagiku menonton film lebih ke menghindari momen tersebut alias pelarian ku agar terhindar dari tatapan orang kepadaku.
Ehh? Orang lain? Tidak sih, bahkan kurang seru melihat hubungan asmara mereka, lebih baik liat senyuman manis Park Bo Young kan, di handphoneku.
Sejak kapan ya, kayaknya sejak seluruh dunia terancam virus beberapa tahun lalu, sejak saat itu aku yang baru lulus kuliah hanya menghabiskan waktu untuk menonton drama dari Korea.
Kenapa drama Korea? Sebenernya lucu sih, tapi itu pertama kalinya aku pernah suka sama orang, dia itu penggemar oppa-oppa Korea dan aku masuk ke dunianya agar aku ngobrol dengannya nyambung.
Tapi ya bagaimana lagi, aku hanya manusia standar si mata empat, hahahaha.
****
Alvian akhirnya bisa beristirahat dari pekerjaannya setelah 1 Minggu total pelaksanaan teater 3 yang disewa grup teater merpati usai.
Seluruh bangku di setiap 3 waktu dalam sehari full, dan karya itu ditutup dengan indah oleh para pemain, dan karena sudah terbiasa dengan temponya, Alvian menyelesaikan pekerjaannya dengan santai.
"Kerja bagus semua, kerja bagus tim!" ucap dirinya menyemangati seluruh rekan timnya dan karena berhasil sukses, pesta penutupan kembali lagi di adakan.
Kini acaranya berbeda, mereka semua hanya makan-makan di malam hari, berbeda saat pesta awal yang sangat bebas dengan seluruh makanan prasmanan.
Tapi Alvian tetaplah Alvian, kerja keras sebaik apapun, tak ada yang mengapresiasinya, karena baginya, jika itu Miss dari dirinya, dia yang salah.
Pembicaraan orang-orang disekitar tidak masuk dalam otaknya, mau tidak mau dia hanya memakan makanan sendirian di dan menatap sekitaran.
Melihat-lihat sekitaran yang hanya mengobrol, matanya menangkap salah seorang yang akhirnya bertatapan mata dengannya dan membuatnya mengangguk lalu melanjutkan makannya.
Orang yang bertatapan dengan Alvian terlihat bergerak dan berpindah tempat, dia membawa makanannya dari sana dan mengarah ke bagian tim staff panggung tempat Alvian duduk.
"Hallo semua, izin join, ya!"
Gadis yang menjadi pusat perhatian duduk di depan Alvian dan menyapa semua orang di tim produksi.
Semua orang hanya bisa terdiam melihat tindakan itu, namun gadis itu tidak mempedulikannya.
"Hallo, kita ketemu lagi, Tuan Operator," ucap Mei yang menyapa Alvian dan membuat Alvian menatapnya dengan penuh tanda tanya dan mengangguk, dirinya melanjutkan aktifitasnya lagi memakan makanannya sendiri.
Semua tim produksi kaget dengan Mei yang menyapa Si Mata Empat, mata mereka menatap keduanya begitu cepat hingga Mei, dan salah satu staff mencubit Alvian yang melakukan hal itu.
"Aduh, maaf ya Nona Mei, memang nih si Mata Empat cowok gak peka, maklum aja, ya," ucap seorang gadis yang membuat Mei tertawa lepas.
Semuanya kebingungan melihat gadis berparas cantik itu tertawa, namun mereka semua tertawa bersamanya karena tak enak dengan kondisi ini.
"Namamu Alvian, kan? Kamu jadi pacarku, ya!" lanjut Mei yang membuat semua mata memandang Alvian.
Meivelyn hanya tersenyum kegirangan melihat pria yang membuatnya penasaran telat merespon ucapannya, dia melirik kanan kiri saat menerima respon itu.
"Maaf? Maksudnya Nona?" ucap Alvian yang mengerutkan keningnya dan kembali mengucapkan pertanyaan tersebut, apakah dia tak salah dengar dengan ucapan gadis itu.
"Aku bilang, ayo kita berkencan, Alvian hmmmm, Oppa!" ucapnya yang membuat mata Alvian terbuka lebar.
Detik dimana Meivelyn tersenyum menyatakan perasaannya, dunia Abu-abu milik Alvian sekarang dicoret warna kuning oleh gadis yang entah dari mana tiba-tiba menembaknya disana.
"Game, kah?"
"Mimpi, kah?"
"Real, kah?"
Semua mata memandang Alvian dengan berbagai perasaan, dari tatapan heran sampai cemburu karena gadis yang mereka bicarakan sedang menembak dirinya.
Sedangkan gadis yang membuat onar itu, tersenyum memperhatikan pipi merah dari pria yang dia tembak saat itu.
"Imutnya," gumam pelan Meivelyn yang tak memikirkan apapun konsekuensi yang sedang dia lakukan sekarang.
Karena dia ingat akan ucapan ibunya saat dia sudah beranjak dewasa.
"Ingat ya nak, kalau kamu sudah menemukan orang yang kamu cintai dan kamu yakini dia, maka jangan pernah kamu lepaskan dia, kejar dia sampai dapat."
"Itulah aturan keluarga kita," batin kecil Mei yang mengikuti ucapan ibunya saat itu diucapkan beberapa tahun yang lalu.
Wajah mungil dengan rambut peach yang menari-nari di pantai mengajak sosok diriku yang kaku dan tak bisa bersenang-senang menjadi hal gila yang pernah aku alami.
Bagaikan aku menonton adegan series drakor dimana Main Lead dan pasangannya bersenang-senang di pantai menikmati rasa kasmaran mereka yang meledak-ledak.
"Ba...ngun!" gumam kecil gadis itu namun sosok diriku yang gemetar karena disentuh gadis cantik yang aroma tubuhnya sangat harum dan kelembutan tangannya membuat aku panas dingin hebat.
"Ba...ngun!" ucapnya lagi namun wajahnya yang begitu cantik yang sangat mirip Park Bo Young (salah satu aktris Korea) membuat aku larut dalam kesenangan dan melanjutkan tarian tersebut.
"Alvian bangun! Sudah siang ini!" teriak Ibunya membangunkan sosok pemuda yang terbangun dengan wajah yang amburadul dan segera mengambil handuk untuk bergegas pergi bekerja.
Dia berjalan begitu lambat dan mulai merapikan dirinya sedikit demi sedikit, dia memulai ritual menyisir rambutnya dan meniru gaya rambut aktor Korea yang dia kira itu tampan.
Namun pilihannya cuman satu, dia kembali ke penampilan pabriknya dan berangkat ke tempat kerjanya.
Walaupun dia sudah telat, karena ini hari evaluasi, dia berangkat agak siang menikmati kenyamanan tubuh yang masih mengantuk.
"Ibu, aku berangkat ya," ucap Alvian dan Ibunya berteriak sesuatu yang tak didengar oleh Alvian.
Alvian sudah memakai headset wireless miliknya dan siap untuk berangkat pagi sekitar jam 9-an.
"Hallo pacarku, kok kamu kesiangan, yuk berangkat," seru sosok imajinasi yang membuat Alvian tersenyum saat membayangkan dia pergi bersama Park Bo Young yang sepantaran dirinya.
Langkah kaki Alvian diikuti seseorang yang berada satu langkah di belakang, sosok imajinasi Park Bo Young sekarang digantikan oleh posisi orang itu.
"Wah busnya mau berangkat, ayo sayang kita harus mengejar bus itu," ucap Alvian yang mengenggam tangan gadis yang menggantikan posisi Park Bo Young.
Kedua orang itu berlari sekuat tenaga mengejar laju bis dan usaha mereka sia-sia, bis itu sudah berangkat yang membuat Alvian dan gadis itu tertinggal bus.
"Hahaha, kita ketinggalan busnya, lucu sekali ya, hehehe," ucap gadis itu dan Alvian segera menatapnya saat gadis itu berbicara.
Dia mulai menyentuh pipi lembut gadis itu dan keduanya saling menatap begitu dekat, Alvian yang masih menganggap itu sebuah imajinasi yang besar, sedangkan Meivelyn yang shock karena pria itu membuat dadanya berdegup dengan kencang.
"Kok hari ini rasanya seperti nyata ya, sayang?" ucap Alvian dan mulai menggerakan tangannya mencubit-cubit pipi Mei secara bergantian.
"Hehehe, lembut ya pipiku, tentu saja itu nyata," seru dirinya yang membuat Alvian beberapa kali mengedipkan matanya dengan cepat seraya berkata.
"Cangkaman, cangkaman, kamu siapa?" seru Alvian dan Mei menjawab dengan lantang.
"Loh, aku kan pacarmu, Alvian sayang," jawab Mei yang membuat Alvian memiringkan kepalanya sembari menguyel-uyel pipi Mei sekali lagi.
"Ehhhhhh!!!!" teriak Alvian yang panik dan melepas tangannya, otaknya baru saja merespon apa yang sedang terjadi dan seketika dia segera melakukan pose minta maaf beberapa kali yang membuat Mei tak nyaman.
"Maafkan aku, maafkan aku, aku sudah lancang, maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku!" ucap Alvian terus-terusan dan Mei yang malu akan perbuatan itu segera membuat Alvian berdiri.
"Sudah ya sayang, tak nyaman rasanya melihatmu seperti itu, yuk berdiri, dibawah kotor loh."
Mei terlihat membantu Alvian yang berdiri dan kondisinya sekarang kikuk, melihat bagian celananya kotor, Mei segera membantu Alvian membersihkannya dan membuat Pipi Alvian memerah.
"Yaudah karena kita telat, ayo ngedate saja denganku sekarang, mumpung masih pagi," ucap Mei yang segera menggandeng tangan Alvian yang mati kutu karena perbuatannya, bahkan bibirnya menjadi pucat karena perlakuan yang diberikan Mei.
"Nge--nge--nge--date? Se--se--perti-" ucap Alvian yang terbata-bata dan berhenti saat Mei menatap matanya.
"Iya dong, kita kan resmi pacaran kemarin, ayo sekarang kita ngedate!" ucap Mei yang barbar menyeret tangan Alvian.
Laju jalan cepat gadis itu yang kegirangan berbanding terbalik dengan kecemasan yang ada dalam diri Alvian.
****
Beberapa waktu sebelumnya, kembali ke percakapan terakhir dimana Mei menembak Alvian.
Alvian sekarang menatap aneh gadis yang mendekati dirinya tersebut, dia melihat sekitaran dan diakhiri dengan tatapan gadis itu yang sedang membara menembak dirinya.
"Maaf?" ucap pertama Alvian yang membuat semua mata yang tajam menusuk dirinya, dia sedikit gugup mengucapkannya.
"Maaf, aku sudah punya pacar!" seru Alvian yang membuat fantasy gadis itu hancur, bahkan semua orang kantor kaget mendengar ucapan Alvian.
"Sudah ya, jangan ganggu aku lagi," ucap dingin Alvian dan sekarang iya mengenakan headset miliknya seraya barrier di seluruh bagian tubuhnya, seraya hal itu melarang siapapun mendekat.
"Wah, kejam sekali."
"Mata empat, tak kusangka kamu laku juga!"
"Sepertinya kepribadian orang seperti dirinya, punya sebuah kisah cinta juga, ya!"
"Tapi dia sombong sekali, kenapa dia menolak Nona Meivelyn?"
Suara yang menyakitkan bagi Alvian terdengar, namun untuk memasang pertahanan yang kuat, dibutuhkan mental yang kuat juga, dan dia sudah mendapatkannya hasil didikan beberapa tahun terakhir.
Namun beda dengan hati Alvian yang hancur, dia; Mei, berkedip berkali-kali menerima kenyataan dan kebingungan.
"Ah masa sih?" tanya besar Mei saat mendengarnya.
"Masa sih dia sudah punya pacar? Benarkah? Kok firasat ku mengatakan ucapannya sangat berbeda, ya?" sanggah dirinya sendiri dan dirinya tersenyum, namun karena dia sudah di tolak, perasaan malu sekarang berada di bahu Mei yang menyatakannya.
Pesta berakhir dengan rasa canggung karena semua orang tak berani menertawakan pemeran utama yang ditolak oleh pria culun tersebut.
Ada orang yang bersyukur, namun ada juga orang yang kesal kepada Alvian, bahkan setelah pulang pun, dia dalam bahaya, beberapa orang menyeret dirinya untuk mengikuti mereka.
Namun bukan Mei namanya yang tidak memperhatikan sekitarnya, dirinya yang melihat itu segera memasang wajah kesal karena akibat perbuatannya, ada orang yang disakiti.
Mei melihat dari jauh orang-orang yang membawa Pangerannya dan membuka handphone merekam hal tersebut sebagai bukti jika ada sesuatu hal gila yang terjadi.
Namun Mei dialihkan dengan sebuah mobil yang bergerak cepat dan kehilangan arah orang itu membawa Alvian.
Karena panik, dirinya mulai berlari mencari posisi dimana mereka membawanya, bahkan handphonenya segera dia masukan tanpa menguncinya.
Ya, hal miris terjadi begitu saja.
Alvian terlihat sudah dibuat bonyok oleh ketiga orang yang kini pergi dengan berjalan santai meninggalkannya.
Kacamatanya sudah di hancurkan dalam beberapa kali pijakan oleh salah satu dari orang-orang tersebut, dan Alvian hanya bisa merengek kesakitan menatap bulan yang bersinar terang.
Pandangannya berubah menjadi sosok haluan yang selama ini dia rekam, sosok Park Bo Young terlihat sedang cemas terhadap dirinya.
"Maaf ya Noona, aku kalah dari para bajingan itu," ucap Alvian yang membuat Mei kaget.
(Noona?)
"Benar noona ku sayang, kalau aku melawan, aku yang keren pasti datang menghabisi mereka, dan Noona akan cemburu karena saat aku keren, banyak wanita mengejar diriku!" serunya lagi dan membuat Mei nambah bingung dan tertawa dibagikan terakhir dia mengatakannya.
Lalu tangan Mei digenggam oleh Alvian dan dia bangkit lalu layaknya pose seorang kesatria yang sedang menenangkan seorang putri dari kerajaan.
"Lain kali, aku tidak akan kalah, sayangku, Noona Bo Young!" seru dirinya dan akhirnya Mei mengerti apa yang terjadi sekarang.
(Noona Bo Young? eh ini maksudnya Park Bo Young yang cantik itu, jangan bilang dia mengaku sebagai pacarnya? hahahaha lucu sekali!) batin Mei yang akhirnya tau tentang firasatnya saat pemuda itu bilang dia sudah punya pacar.
"Hehehe, itu harus sayangku, kau tidak boleh kalah lagi," jawab Mei yang dilihat sebagai sosok Park Bo Young oleh Alvian.
"Jadi, aku ini pacarmu, kan?" tanya Mei tersenyum lebar mengatakannya dan tentu saja Mei paham, dalam khayalan Alvian sekarang, orang yang tersenyum itu adalah Park Bo Young yang begitu manis bagi dirinya.
"Tentu saja, Noona adalah kekasihku!" seru Alvian dengan ekspresi meyakinkan sosok imajinasinya dan senyumannya kembali membuat Mei terkena serangan mental dengan damage 9999 love didalamnya.
"Janji ya, kau tidak bohong, pangeranku!" tambah Mei dan Alvian mencium punggung tangan kanan Mei layaknya menaruh janji sucinya kepada tangan Mei.
"Janji, seorang ksatria tidak akan-"
Belum selesai akan ucapannya, kondisi tubuh Alvian yang lemah ambruk dan dia melupakan malam itu, tapi bagi Mei, ucapan khayalan itu menjadi janji suci milik Alvian.
Kembali ke masa kini, Alvian diseret-seret oleh Mei yang bersemangat untuk kencan pertamanya.
Sebaliknya, Alvian baru saja kembali ke kesadarannya saat malam tadi dan persepsi saat dia melihat haluan Park Bo Young berubah menjadi wajah manis Meivelyn.
Hari itu, Mata Empat dan Cinderella bersiap untuk kencan pertamanya.
[Coretan pertama yang ada didalam hidup si mata Empat: Abu-abu + Kuning (warna baru)]
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!