NovelToon NovelToon

Menjadi Istri Simpanan Dosenku

Panik

Alaric pulang ke kediaman neneknya dan langsung disambut Hana. Hana adalah cucu angkat neneknya Alaric. Hana masuk ke kediaman neneknya Alaric saat dia masih berumur enam tahun dan sejak itu dia sudah jatuh hati ada Alaric yang baik hati. Saat Hana masih berumur enam tahun, Alaric masih berumur tujuh belas tahun. Jarak umur sebelas tahun membuat Alaric memperlakukan Hana seperti adik perempuannya sendiri apalagi dia tidak memiliki adik ataupun Kakak.

Alaric menenggak habis minuman dingin yang selalu Hana berikan setiap kali dia melangkah masuk ke dalam rumah. Alaric kemudian menyerahkan gelas yang sudah kosong ke Hana, mengusap pucuk kepala Hana dengan senyuman, lalu berkata, "Terima kasih"

Hana tersenyum lebar dan sambil memegang erat gelas kosong itu dia bergumam lirih, "Kak Aric masih suka mengusap pucuk rambutku. Ah, aku suka sekali" Hana lalu menggeleng-gelengkan kepalanya dan semakin erat memegang gelas kosong itu.

Hana kemudian berlari ke dapur untuk mencuci gelas itu lalu dia berencana membuat pisang goreng karamel kesukaannya Alaric.

Hana membuat pisang goreng karamel sendiri dan tidak menganggu chef pribadi neneknya Alaric memasak menu makan malam.

Saat Hana tengah mengiris strawbery untuk hiasan di atas tumpukan pisang yang disiram dengan karamel dan parutan keju, ibunya Hana dan neneknya Alaric pulang dari kantor. Ibunya Hana adalah asisten pribadi neneknya Alaric.

Ibunya Hana bernama Dona dan nama Hana adalah singkatan dari nama Handoko dan Dona. Handoko dipenjara karena menganiaya ibunya Hana sampai hampir mati saat Hana masih berumur lima tahun, tapi ibunya Hana berkata kepada Hana kalau ayahnya Hana sudah meninggal dunia.

Neneknya Alaric yang bernama Erica Klein, duduk di meja makan dan dengan senyum penuh kasih sayang dia menatap Hana lalu bertanya, "Kamu masak pisang goreng karamel lagi?"

"Iya, Nek. Kak Aric baru saja tiba dan saya ingin membuat camilan untuk Kak Aric"

"Terima kasih kamu sangat peduli sama Aric"

"Itu karena Nenek dan Kak Aric sangat menyayangi Hana" Hana membawa piring berisi penuh pisang karamel dengan hiasan strawberry di atasnya lalu menghentikan langkahnya sejenak untuk mencium pipi kanan Erica. Erica tertawa senang lalu dia mencium pipi Hana sambil berkata, "Buruan antar pisangnya ke kamar bocah bandel itu sebelum dia tantrum karena lapar"

"Kak Aric nggak pernah tantrum, Nek"

"Iya, bela aja terus, tuh, Kakak kamu yang bandel"

Hana terkekeh geli lalu mencium sekali lagi pipi Erica dan Erica ikutan terkekeh geli.

Hana berpapasan dengan ibunya dan ibunya Hana juga mendapatkan ciuman di pipi dari Hana.

Ibunya Hana mengusap lembut rambut Hana dan berkata, "Kalau anter pisang goreng langsung diletakan di meja saja. Tuan muda sepertinya sedang banyak pikiran. Wajahnya jutek banget"

"Iya, Bu"

Hana mengetuk pelan pintu kamarnya Alaric sebanyak tiga kali dan saat terdengar suara, "Masuk" Hana membuka pintu dengan pelan.

Hana melihat Alaric tengah duduk di depan meja sofa sambil melihat layar telepon genggam dengan wajah muram. Hana lalu meletakkan pisang goreng di atas meja tanpa mengeluarkan suara. Saat Hana meletakkan piring pisang karamel dengan parutan keju dan hiasan irisan strawberry, dirinya refleks menegakkan tubuhnya karena Alaric tiba-tiba memeluknya dari belakang.

Hana refleks menunduk dan merona malu saat dia melihat di atas perutnya ada tangannya Alaric.

"Kak?"

"Maafkan aku. Aku pinjam punggung kamu sebentar untuk menenangkan hatiku. Tidak apa-apa, kan?"

Hana hanya diam mematung.

Tentu saja tidak apa-apa, Kak. Aku belum pernah dipeluk sama Kakak seperti ini dan belum pernah dipeluk oleh laki-laki manapun seperti ini. Ternyata dipeluk laki-laki yang kita cintai rasanya seperti ini. Jantung berdebar-debar, perutku terasa ada yang menggelitik, Aw! Dipeluk lama juga nggak papa. Hana meringis senang dan wajahnya semakin memerah malu.

Tapi, pelukan itu tidak lama. Alaric melepaskan pelukannya dan berkata sambil mendorong pelan punggung Hana, "Keluarlah! Aku ingin sendirian dan terima kasih untuk pisang goreng, emm, terima kasih sudah meminjamkan punggung kamu"

Hana tidak berani berbalik badan ataupun sekadar menoleh ke belakang karena dia malu wajahnya yang tengah memerah seperti udang rebus dilihat oleh Alaric.

 Hanya karena sebuah pelukan singkat Hana merasa bahagia bukan main. Padahal bagi Alaric pelukan itu tidak berarti apa-apa.

Hana bergegas keluar dari dalam kamarnya Alaric sambil berkata cepat, "Sama-sama, Kak"

Hana kemudian menutup pintu dengan pelan lalu bersandar ke tembok sambil mengusap dadanya dan bergumam pelan, "Dadaku masih berdebar sekencang ini. Aw! Pelukan Kak Aric sangat hangat. Kenapa Kak Aric memelukku? Apa Kak Aric sudah ada rasa sama aku?"

Hana kemudian berlari menuruni anak tangga dengan wajah yang masih memerah malu, senyum merekah bahagia, dan dada berdebar kencang.

Dia berpapasan dengan ibunya. Ibunya Hana refleks mencekal pelan lengan Hana, "Kamu kenapa berlarian di dalam rumah, Hana? Wajah kamu juga merah. Kamu sakit?" Ibu Hana menyentuh kening Hana.

Hana melebarkan senyumannya, menggelengkan kepalanya dan setelah memeluk ibunya, Hana berlari ke kamarnya dengan lompatan-lompatan kecil dan menyenandungkan lagu, "Berawal dari tatap indah senyum mu memikat"

Ibunya Hana menautkan alisnya sambil bergumam, "Kenapa dia aneh banget sore ini? Kesambet badut safari kayaknya, Tzk! Dasar bocah" Ibunya Hana kemudian melanjutkan langkahnya dan terkekeh geli dengan sendirinya.

Mulai bulan depan Hana sudah masuk kuliah. Dia lulus SMA lebih cepat dari teman-teman seangkatannya karena dia mengikuti jalur akselerasi. Kacamata tebal yang selalu Hana pakai menandakan kalau Hana itu anak yang cerdas dan kutu buku. Itulah kenapa di umurnya yang ketujuh belas, bulan depan, dia sudah berkuliah di jurusan desain interior. Dia ambil jurusan desain interior karena dia ingin bekerja di perusahaan yang Alaric pimpin. Dia ingin bekerja sambil terus melihat wajah tampan pujaan hatinya.

Hana berkuliah di universitas swasta milik Erica Klein. Erica Klein mengurus yayasan pendidikan miliknya, bisnis perhotelan juga beberapa kafe dan restoran. Sedangkan Alaric mengurus perusahaan desain interior dan garmen. Selain mengurus dua perusahan grup Klein, Alaric juga mengajar di universitas milik neneknya seminggu tiga kali. Agar tidak lupa dengan ilmunya maka Alaric memutuskan untuk mengajar.

Hana keluar dari dalam kamar saat dia mendengar ada ketukan diiringi suara dari kepala pelayan kalau makan malam sudah siap. Hana membuka pintu dan langsung tersenyum lalu berkata ke kepala pelayan tersebut, "Terima kasih, Nyonya Janet"

"Sama-sama Hana. Nyonya besar sudah menunggu kamu dan........."

"Lho, Tuan muda mau ke mana?" Nyonya Janet berteriak memanggil Alaric yang berlari kencang melintasi Hana dan dirinya.

Hana langsung menepuk cepat pundak Nyonya Janet, "Aku akan menyusulnya. Nyonya Janet kasih tahu Nenek, ya"

"Oke, Hana. Hati-hati"

Hana melambaikan tangan sambil berteriak, "Baik!" Dan berlari kencang menyusul Alaric. Hana masuk ke dalam mobil yang masih terparkir di halaman depan dan supir pribadinya Erica langsung tancap gas sambil bertanya ke Hana, "Non Hana mau ke mana?"

"Cepat ikuti mobilnya Kak Aric, Pak"

"Siap, Non"

Sementara itu Nyonya Janet tengah berdiri di depan Nyonya besarnya dan berkata dengan wajah panik dan suara bergetar, "Tuan muda berlari kencang keluar dan saya melihat ada pistol di punggung Tuan muda tadi. Lalu, Hana menyusulnya"

Ibunya Hana dan Neneknya Alaric sontak bangkit berdiri secara bersamaan. Lalu, mereka berdua berlari ke depan. Erica menelepon polisi dan Dona menelepon kepala pengawal pribadi Keluarga Klein. Ibunya Hana dan Neneknya Alaric kemudian masuk ke dalam mobil dan kepala pengawal pribadi keluarga Klein yang bernama Edwin langsung mengaktifkan alat pelacak.

"Di mana Aric sekarang ini, Win?" Tanya Erica dengan wajah panik.

"Tuan muda menuju ke sebuah hotel, Nyonya dan dari kamera kecil yang saya pasang di bawah bagasi, terlihat ada sebuah mobil Van hitam mengikuti mobil sportnya Tuan muda"

Wanita yang sudah berumur enam puluh tahun itu langsung bertanya dengan wajah yang semakin panik, "Lalu, Hana? Bagaimana dengan Hana?"

"Mobil Pak Tono berada di belakang mobil Van hitam yang mengikuti mobil Tuan muda. Ini saya mengambil jalan pintas. Saya rasa kita akan segera sampai di hotel tersebut untuk menyelamatkan Tuan muda dan Non Hana"

"Bagus, Win"

"Saya sudah menemukan pemilik plat nomer mobil Van hitam itu, Nyonya besar" Sahut Dona, ibunya Hana.

"Milik siapa mobil itu?"

"Milik pengusaha dan pengacara muda yang bernama Anthony Prist"

"Grup Prist? Kenapa dia mengincar Aric? Bisnis mereka tidak bersinggungan dengan bisnis kita"

"Entahlah Nyonya" Dona dan Edwin menyahut secara bersamaan.

Baiklah

Hana sampai di sebuah hotel. Lalu, dia bergegas turun dari dalam mobil dan masuk ke dalam hotel tersebut dengan berlari kencang. Hana langsung melesat ke meja resepsionis dan bertanya dengan wajah panik sambil menunjukan foto Alaric yang ada di dalam telepon genggamnya, "Apakah tadi, emm, barusan orang ini masuk ke hotel ini? Ah, maksud saya, dia ke lantai berapa dan kamar nomer berapa?"

"Maaf saya tidak bisa memberikan informasi kamar ke........"

"Saya adiknya dan saat ini Kakak laki-laki saya ini dalam bahaya. Apakah Anda mau saya tuntut kalau Kakak laki-laki saya ini kenapa-kenapa"

Petugas resepsionis tersentak kaget dan langsung berkata, "Kakak kamu tadi ke lantai enam kamar 677 dan ini kunci chip cadangannya"

"Terima kasih" Hana langsung berbalik badan lalu berlari kencang ke lift.

Sementara itu, Alaric tengah berdiri di depan seorang pria yang sangat tampan dan memiliki aura yang sangat menakutkan. Alaric berdiri tegak dan dia dikelilingi sepuluh pria berbadan kekar.

"Alaric Klein. Selamat datang di hotel milik Ayah mertuaku"

"Apa mau kamu? Di mana Manda? Kau bilang kalau aku tidak datang maka Manda akan kau siksa. Di mana Manda?!" Alaric mendelik penuh amarah dan dia langsung mengarahkan pistol ke pria tampan yang masih duduk dengan angkuh di depannya.

Pria tampan itu bangkit berdiri, "Hahahahaha! Seharusnya kita saling berkenalan dulu, kan? Kenapa kau langsung mencari Istriku dan menodongkan pistol di depanku?"

"Namaku Anthony Pris dan aku adalah suaminya Amanda Putri Bessara" Pria tampan itu melangkah pelan ke arah Alaric.

"Jangan bergerak!"

"Kau bodoh, ya, hahahahaha! Lihatlah di sekeliling kamu, bodoh!" Pria tampan mengarahkan tatapan tajam mematikan ke Alaric.

Alaric menoleh ke kanan, ke kiri, ke belakang, dan ke depan kembali dengan jantung abnormal karena dia melihat banyak pistol mengarah padanya.

Pria tampan itu meletakkan menunduk dan keningnya di moncong pistolnya Alaric sambil berkata, "Kau tembak aku, maka kita akan mati bersama dan merindukan Amanda di neraka secara bersama-sama, hahahahahaha!"

Alaric tersentak kaget dan tangannya yang memegang pistol mulai bergetar hebat.

Buk! Alaric tersentak kaget saat dia merasakan ada yang memukul bagian belakang kepalanya dengan cukup keras, namun sebelum Alaric sempat menoleh untuk melihat siapa yang sudah berani memukul kepalanya, dia jatuh tergeletak pingsan dengan kepala bagian belakang berdarah.

Anthony Prist kemudian berkata dengan wajah datar dan dingin, "Cekoki dia dengan anggur dan guyur tubuhnya dengan sebotol anggur lalu lemparkan dia ke kolam renang dan kita tinggalkan dia! Kamar ini di sewa atas namanya dan orang-orang akan berpikir dia mati karena mabuk berat dan berakhir di kolam renang"

Setelah mematuhi perintah bos mereka, semua anak buahnya Anthony Prist berlari menyusul bos mereka ke ruang keluar rahasia yang dibangun Anthony tanpa sepengetahuan ayah mertuanya.

Tidak lama kemudian, Hana yang mendengar suara byur, saat dia membuka pintu dengan kunci chip cadangan, langsung berlari kencang ke kolam renang yang bisa dia lihat dari arah pintu masuk. Hana juga sempat melihat ada pintu geser yang berada tidak jauh dari kolam renang menutup.

Tanpa pemanasan terlebih dahulu dan tanpa pikir panjang, Hana langsung meluncur ke kolam renang setelah dia melepas sandalnya.

Dengan susah payah Hana membawa Alaric ke tepian lalu dengan napas terengah-engah Hana menaikkan tubuh Alaric yang lebih panjang dan lebih besar darinya ke tepian.

Di saat Hana ingin naik ke tepian, kakinya kram dan tiba-tiba pandangannya menjadi buram. Hana kemudian pingsan di dalam kolam renang.

Saat Hana berada di ambang maut, dia masih bisa mendengar teriakan ibu dan nenek angkatnya yang berteriak panik memanggil-manggil namanya.

Satu Minggu kemudian.........

Hana terbangun dan dia langsung merasakan dirinya dipeluk oleh dua orang dengan diiringi isak tangis.

Hana menoleh ke kanan dan ke kiri dengan pelan sambil bersuara dengan lirih, "Ibu, Nenek?"

Dona dan Erica lalu menatap Hana dan bertanya secara bersamaan, "Apa yang kamu rasakan sekarang?"

Alih-alih menjawab pertanyaan ibu dan nenek kandungnya, Hana justru bangun tegak sambil bertanya dengan wajah panik, "Kak Aric? Bagaimana dengan Kak Aric?"

Ibunya Hana tampak menghela napas panjang karena putrinya mengabaikan kondisinya sendiri dan lebih mementingkan kondisinya Alaric.

Erica langsung duduk di tepi ranjang dan sambil menggenggam tangan Hana dia berkata, "Aric baik-baik saja. Satu jam yang lalu dia baru saja sadar dari tidur panjangnya"

"Tidur panjang? Saya dan Kak Aric......."

"Iya, kalian tidur panjang selama satu Minggu. Terima kasih kamu telah menyelamatkan Aric. Syukurlah kalian semua sudah sadar hari ini dan berada dalam kondisi yang sangat bagus. Aric mencari kamu tadi. Dia kangen pisang goreng karamel kamu" Erica mengusap lembut pipi Hana dengan senyuman penuh kasih sayang.

"Bolehkah saya melihat Kak Aric?"

"Tunggu pisang karamelnya diantar ke sini sama Janet. Sementara menunggu pisang karamelnya datang, Nenek ingin minta tolong sama kamu"

"Apa, nek?"

Erica menoleh sejenak ke Dona dan saat Dona menganggukkan kepala, Erica menoleh ke Hana lalu tersenyum.

"Katakan saja, Nek. Hana akan menolong Nenek dengan senang hati. Apapun itu"

Erica mencium pipi kiri Hana lalu menatap Hana dan berkata, "Kamu memang anak yang sangat baik, Hana. Nenek tidak akan berbasa-basi lagi, Nenek ingin kamu menikah dengan Alaric"

"Hah?!" Hana tersentak kaget.

"Demi keselamatannya Alaric. Kalau Alaric menikah maka laki-laki yang ingin membunuh Alaric tidak akan mengejar Alaric lagi dan Nenek hanya ingin kamu yang jadi istrinya Aric. Kamu yang harus menikah dengan Alaric karena Nenek tidak mau Alaric menikah dengan gadis yang tidak Nenek kenal dengan baik dan Nenek tidak mau Alaric menikah dengan gadis mata duitan yang banyak berkeliaran di luar sana. Harus kamu, Hana karena kamu gadis yang sangat baik. Kamu tulus menyayangi Nenek dan Aric. Nenek mohon"

Hana menoleh ke ibunya dan ibunya Hana kembali menganggukkan kepala.

Hana kemudian menatap lembut kedua bola mata nenek angkatnya dan bertanya, "Apa Kak Aric mau menikah dengan Hana? Lihatlah Hana, Nek"

"Ada apa dengan kamu?"

"Hana memakai kacamata tebal, Hana kurus kering tidak seksi sama sekali, dan rambut Hana keriting. Hana......."

Erica langsung menangkup wajah Hana dan setelah mencium pucuk hidungnya Hana dia berkata, "Rambut kamu tidak keriting, Sayang. Rambut Kamu berombak dan cantik, kok. Kamu cantik. Sangat cantik karena kamu memiliki hati yang sangat cantik. Mata kamu indah karena mata kamu selalu jujur dan tulus. Kamu sangat cantik, Hana. Nenek mohon kamu kabulkan permintaan Nenek yang ini. Demi keselamatan Alaric"

Karena Hana sangat mencintai Alaric, maka dia berkata, "Baiklah, Nek. Kalau Kak Aric mau menikah dengan Hana, Hana juga mau menikah dengan Kak Aric"

Erica langsung memeluk Hana dan berkata, "Terima kasih, Hana" Lalu, Erica menoleh ke Dona, menggenggam tangan Dona, dan berkata, "Terima kasih, Dona"

Dona tersenyum dan berkata, "Sama-sama, Nyonya besar"

Sedangkan Hana hanya mampu tersenyum lebar di saat jantungnya berdebar kencang membayangkan dirinya menikah dengan pria yang selama ini dia kagumi dan dia cintai sejak dia masih berumur enam tahun.

"Nenek ke kamar Aric dulu. Kalau Janet udah datang dengan pisang karamel, kamu nyusul Nenek ke kamar Aric. Kamarnya persis di sebelah kamar kamu ini" Erica mengusap lembut rambut indahnya Hana.

Hana tersenyum lebar dan menganggukan kepalanya. "Nek....."

"Ada apa?"

"Tolong jangan katakan ke Kak Aric kalau Hana yang menyelamatkan Kak Aric. Hana cuma nggak ingin Kak Aric merasa berhutang budi sama Hana. Hana tulus menyelamatkan Kak Aric"

"Iya, baiklah" Sahut Erica.

Dona menunggu di depan pintu kamar rawat inapnya Alaric saat nyonya besarnya masuk ke dalam.

"Apa?! Nggak mungkin aku menikah dengan Hana, Nek. Dia itu aku anggap adik selama ini. Dia sama sekali jauh dari kriteria wanita yang aku suka. Dia berkacamata, rambutnya keriting, dan dia culun banget, Nek"

Plak! Erica memukul punggung Aric sambil mendengus, "Jangan hina Hana! Dia sangat cantik di mata Nenek"

"Tapi, aku sama sekali tidak mencintainya, Nek" Alaric memekik kesal.

Erica bersedekap lalu berkata, "Kalau begitu Nenek akan menunggu kiriman peti mati yang berisi jasad kamu"

"Nek! Kenapa Nenek nyumpahin aku mati? Tega amat, sih, sama cucu sendiri"

"Atau Nenek akan bersiap-siap melihat dan mendengar berita di TV kalau pewaris tunggal grup Klein yang saat ini tengah mencalonkan diri menjadi anggota dewan, bercinta dengan Istri orang. Lalu, nama baik Nenek akan tercoreng, kamu masuk black list, kemudian perusahan kita akan bangkrut, kemudian kita akan tidur di jalanan, terus......."

"Hentikan, Nek! Kenapa Nenek terus berbicara hal-hal buruk soal aku, sih?"

Buk, buk, buk, buk! Erica memukul gemas punggung Alaric dengan wajah kesal.

"Aduh! Kenapa Nenek malah memukulku?"

Erica mendengus lalu berkata, "Karena kamu bodoh! Bisa-bisanya kamu bercinta dengan Istri orang? Memangnya di dunia ini hanya ada satu wanita? Kenapa harus Istri orang, Ric?!"

"Nenek sudah tahu" Alaric menyahut dengan wajah tertunduk sedih.

"Iya, Nenek sudah tahu semuanya. Suami dari wanita j*l*ng itu......."

"Dia bukan wanita j*l*ng, Nek"

"Bodo amat! Kalau kamu tidak menikah maka suami dari wanita itu akan terus mengejar kamu sampai kamu berakhir di peti mati atau berakhir kere. Kalau sampai hal itu terjadi maka Nenek memilih untuk bunuh diri saja"

"Sial!" Alaric langsung meraup kasar wajah tampannya.

"Pria itu, Anthony Prist, akan melepaskan dirimu dan berhenti mengejarmu kalau dia melihat buku pernikahan kamu. Untuk itulah kamu harus segera menikah dan kamu harus menikah dengan Hana karena hanya Hana yang berhati baik dan tulus"

Setelah menyisir kasar rambut lurus kecokelatannya dengan jari jemari, Alaric menghela napas panjang dan berkata, "Baiklah. Aku akan menikah dengan Hana"

Membeliak

Hana mengetuk pintu kamar rawat inapnya Alaric.

"Masuk" Sahut Erica.

Hana membuka pintu, menutupnya kembali, lalu melangkah masuk sambil membawa kotak makan berisi pisang karamel kesukaannya Alaric.

"Wah, pisang karamel. Buruan bawa sini, Hana"

Hana mendekat pelan dan setelah menghentikan langkahnya di pinggir ranjang, Hana membuka kotak makan dan menyodorkannya ke Alaric.

Alaric langsung mencomot dua pisang karamel, menggigit tanpa ragu dan mengunyahnya sambil berkata dengan mulut penuh, "Hmm! Tapi, kok, beda? Apa benar pisang karamel ini kamu yang bikin?"

Hana merona senang karena ternyata pria yang dia cintai dalam diam, hapal dengan rasa masakannya.

Erica bersitatap dengan Hana lalu dengan cepat Erica berkata, "Tentu saja Hana yang bikin. Mungkin karena capek jadi rasa pisang karamelnya agak beda"

"Oh. Tapi, lumayan enak, kok. Makanan di rumah sakit nggak enak. Makasih kamu udah bikin pisang karamel kesukaanku dan membawanya ke sini"

Erica menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan Alaric. Lalu, Erica menggenggam tangan Hana sambil berkata, "Aric sudah setuju menikah denganmu"

"Uhuk-uhuk!" Alaric tersedak pisang karamel dan Hana langsung mengambilkan minum untuk Alaric.

Saat Alaric minum, Hana mengusap pelan punggung Alaric sambil berkata, "Pelan-pelan kalau makan, Kak"

Erica tersenyum senang melihat Hana menyayangi Alaric.

Alaric meletakkan gelas di atas nakas dan tersenyum canggung ke Hana.

"Besok kalian harus menikah"

"Besok?!" Hana dan Alaric memekik kaget secara bersamaan.

"Iya, besok. Lebih cepat lebih baik. Biar Nenek bisa segera kasih lihat buku pernikahan kalian dan foto pernikahan kalian ke si brengsek Anthony Prist. Biar dia tidak mengejar Aric lagi"

Hana dan Alaric hanya bisa saling pandang dengan canggung.

Keesokan harinya, Hana dan Alaric mendaftarkan pernikahan mereka. Keduanya tampak canggung dan saat menjalani sesi pemotretan berdua, keduanya semakin canggung.

"Kenapa kaku? Ayo jangan berjauhan seperti itu! Mendekat! Kalian sudah menikah kenapa masih malu-malu?!" Teriak sang fotografer.

Hana dan Alaric menggeser langkah mereka dengan perlahan sambil terus menatap ke depan sampai bahu mereka menempel. Mereka berdua sejak tadi tidak berani bersitatap. Karena canggung.

"Nah, bagus! Sekarang senyum!"Teriak sang fotografer.

Hana langsung tersenyum lebar dan Alaric menghela napas panjang.

"Yang laki-laki mana senyumnya?! Ayo senyum!" Teriak sang fotografer.

Alaric terpaksa menarik sudut bibir kanan dan kirinya dengan pelan dan saat suara jepret menghilang, Alaric dengan cepat memasang wajah datar.

Setelah menjalani sesi pemotretan, Hana dan Alaric langsung dibawa ke hotel karena mereka berdua harus menjalani pemberkatan pernikahan.

Hana dan Alaric dirias di kamar yang berbeda. Di hotel miliknya Erica Klein.

Hana meringis di depan kaca rias saat rambut keritingnya disasak lalu disanggul, "Aduh, sakit!"

"Maaf, Mbak. Ini saya sudah melakukannya dengan hati-hati" Sahut wanita yang masih menyasak rambut Hana.

Hana yang tidak pernah bersinggungan dengan make up dan tidak pernah disanggul rambutnya, mendadak merasa pening karena sepertinya dia baru menyadari bahwa dirinya ternyata tidak bisa mentolerir wangi make up dan sasakan rambut.

"Ternyata disasak dan disanggul bikin pusing, ya, Mbak? Apalagi wangi hairspray, benar-benar bikin kepala saya tambah pening, Mbak" Ucap Hana ke MUA yang kini tengah meriasnya.

"Itu karena Mbak cantik ini tidak terbiasa disanggul dan dirias"

"Iya, Mbak. Saya sehari-hari cuma pakai bedak dan rambut cuma saya kepang biasa kalau nggak saya kucir kuda. Selain disasak dan merasakan sanggul yang berat, wanginya riasan juga bikin saya pusing, hehehehe"

"Kalau pengantin, ya, harus lengkap riasnya, Mbak dan harus wangi semerbak. Saya kasih saran, Mbak, biar tidak pusing, Mbak bayangkan calon Suami Mbak yang tengah menunggu di altar pernikahan. Tampan, gagah, sangat mencintai Mbak, dan tengah menunggu Mbak dengan senyum penuh damba"

Hana sontak tersenyum lebar dan membatin, Kak Aric memang tampan dan gagah. Tapi, mencintaiku? Menungguku penuh damba? Benarkah?

"Nah, sudah selesai. Sekarang lihatlah wajah Mbak di kaca. Cantik sekali"

Hana tersentak kaget dari lamunannya dan mematung di depan kaca rias sambil bergumam, "I....itu sa.....saya, Mbak?"

MUA berwajah ramah dan cantik itu memegang kedua bahu Hana sambil tersenyum lebar dan berkata, "Iya, itu Mbak. Mbak, sangat cantik"

"Terima kasih sudah membuat saya secantik ini, Mbak" Sahut Hana dengan senyum lebar yang tulus.

Acara pemberkatan pernikahan Hana dan Alaric hanya dihadiri keluarga inti. Itu persyaratan dari Alaric dengan alasan Alaric masih belum siap memberitahukan ke semua teman dan koleganya kalau dia sudah menikah. Tapi alasan yang sebenarnya adalah Alaric merasa malu menikah dengan gadis culun yang masih berumur tujuh belas tahun dan tiga bulan lagi baru berumur delapan belas tahun. Saat Erica menyemburkan protes, Alaric beralasan Kalau dia sudah siap dia akan menyelenggarakan sendiri resepsi pernikahan besar-besaran. Erica hanya bisa mengangguk setuju karena bagi Erica yang terpenting adalah Hana dan Alaric menikah dulu. Yang lainnya bisa dipikirkan nanti.

Hana melangkah ke panggung yang sudah disulap menjadi altar pernikahan dengan gugup. Dia melangkah pelan dengan diapit Erica dan Dona. Hana tersenyum bahagia dengan debaran jantung abnormal saat dia melihat pujaan hatinya, pangeran tampannya, berdiri gagah di atas altar.

Hana kemudian berdiri di samping Alaric dan di depan Pendeta. Hana terus tersenyum bahagia, tapi Alaric sama sekali tidak tersenyum. Wajahnya tampak lesu dan muram.

Bahkan saat acara pemasangan cincin di jari manis Hana, Alaric tidak fokus dan membuat cincinnya menggelinding sampai turun dari atas altar.

Dona sontak bangkit berdiri dan berlari mengejar cincin itu dan berhasil menangkap cincinnya lalu segera membawa naik cincin itu ke altar dan menyerahkannya ke Alaric.

Alaric menerima cincin itu dan berkata dengan wajah datar, "Maaf" Lalu, dengan cepat Alaric memasangkan cincin itu ke jari manisnya Hana.

Hana menunduk menatap cincin pernikahannya dengan senyum merekah sempurna dan hati membuncah bahagia. Sedangkan Alaric masih saja memasang wajah lesu, datar, dan muram.

"Silakan mencium mempelai Anda, Tuan Alaric Klein"

Alaric Klein mencium singkat pipi Hana.

Jantung Hana sontak berdebar-debar dan senyum merekah di bibir merah, berjuta rasa bahagia memeluk hati dan raga Hana dan rasanya ingin terbang bebas ke angkasa.

Alaric Klein kemudian menoleh ke neneknya lalu berteriak, "Ayo foto!" Karena dia ingin segera pulang.

Setelah pemberkatan pernikahan dan sesi foto keluarga selesai, Erica berbisik ke Alaric, "Kenapa cemberut terus? Apakah kau tidak bisa melihat kalau Hana cantik sekali dengan riasan, kebaya dan sanggul modern? Nenek kasih kau Istri yang sangat cantik luar dalam, kok, malah cemberut"

Alaric refleks mencari sosok Hana.

Sial! Dia sangat cantik bahkan lebih cantik dari Amanda. Alaric terpana melihat Hana yang tengah tertawa bahagia menerima ucapan selamat dari keluarga inti dan barulah pria tampan itu menyadari bahwa Hana benar-benar cantik dengan riasan, kebaya, dan sanggul modern. Alaric spontan bergumam, "Dia sangat cantik dan anggun,Nek. Apa benar itu Hana? Di mana rambut keritingnya yang.......aduh!" Alaric menoleh kaget ke neneknya, "Kenapa Nenek memukulku?"

"Jangan hina rambut Hana. Besok Nenek akan bawa Hana ke salon dan membuat rambut Hana lurus"

"Yeaahhh, terserah Nenek saja. Kita sudah bisa pulang sekarang, kan? Aku capek banget, Nek"

"Baiklah. Semuanya sudah beres. Kamu bawa Hana pulang ke rumah kamu. Nenek dan Dona masih ada urusan"

"Hah?! Rumahku? Aku dan Hana tidak tinggal bersama dengan Nenek lagi?"

"Iya, nggak, lah. Kamu sudah menikah. Ngapain tinggal sama Nenek"

Yes! Berarti aku tidak perlu setiap hari bersandiwara mesra di depan Nenek. Aku bisa sesuka hati memperlakukan Hana di rumahku sendiri. Yes! Alaric menyeringai senang.

"Tapi, Nenek pasang Nyonya Janet di sana. Kamu jangan macam-macam sama Hana. Kalau kamu sampai menyakiti Hana, Nenek akan.........."

"Iya, Nek. Siap! Aric mana mungkin menyakiti Hana"

Sial! Kenapa ada Nyonya Janet segala, sih? Alaric menyeringai kesal.

Beberapa jam kemudian, Hana duduk di tepi ranjang dengan deg-degan. Dia belum pernah berada lama di kamar laki-laki sambil mendengarkan bunyi keran. Alaric sedang mandi di kamar mandi.

Ternyata seperti ini rasanya setelah menikah. Pusing dan mual karena wangi riasan, beratnya sanggul, dan wangi bunga melati. Hana menyentuh sanggulnya.

Sanggulnya Hana dihiasi penuh bunga melati asli.

Lalu, Hana merasa deg-degan karena tidak tahu harus melakukan apa setelah pernikahan dan dia was-was kalau-kalau dia melakukan kesalahan.

Hana menarik napas panjang lalu menghembuskannya pelan untuk mengurai ketegangannya.

Kemudian gadis berwajah ayu khas putri Jawa itu berjalan pelan ke meja rias. Dia mengangkat kedua tangan untuk melepas sanggulnya, "Aduh! Kenapa susah sekali dilepas? Apa aku minta tolong Nyonya Janet saja, ya?"

Hana bangkit berdiri dan saat dia hendak beranjak dari depan kaca rias, terdengar suaranya Alaric, "Mau ke mana?"

Alaric keluar dari dalam kamar mandi hanya bertelanjang dada dan memakai celana kolor.

"Ah, ini, Kak....emm......" Hana mengentikan ucapannya. Dia kesulitan menelan air liurnya saat dia melihat rambut basah Alaric dan dada bidang pria tampan yang berdiri tegak di depannya.

Hana langsung berbalik badan dengan debaran jantung abnormal. Lalu, dia berkata, "Kakak kenapa nggak pakai baju?"

Alaric menunduk dan sontak membuka lemari untuk mengambil kaos dan bergegas memakainya sambil berkata, "Aku sudah pakai kaos"

Hana berbalik pelan lalu berkata, "Aku mau keluar, minta tolong sama Nyonya Janet untuk melepas sanggulku ini, Kak. Ternyata sanggupnya sangat sulit dilepas"

"Duduk! Aku akan bantu kamu melepasnya"

Hana duduk lalu dia menatap Alaric dari kaca rias. Dia semakin deg-degan saat Alaric memegang pucuk kepalanya dan mengambil tiap jepit rambut yang menggigit sanggulnya Hana dengan hati-hati dan telaten.

"Kalau sakit bilang" Ucap Alaric tanpa mengalihkan pandangan dari sanggulnya Hana.

Hana menggeleng pelan senyum merekah.

"Oke. Sabar, ya, emang sulit nih. Banyak sekali jepit rambutnya. Sabar"

Hana mengangguk pelan dengan senyum bahagia.

Kak Aric memang baik sejak dulu. Batin Hana.

Hana kemudian teringat masa kecilnya. Saat dia masih berumur enam tahun. Ketika dia masuk pertama kali ke rumah neneknya Alaric, dia ketakutan, terus berada di gendongan dan memeluk erat leher ibunya. Suara Alaric, "Ayo turun! Aku punya mainan yang asyik untuk kamu," membuat Hana mau turun dari gendongan ibunya dan mau bermain dengan senang hati. Alaric saat itu masih berumur tujuh belas tahun.

Lalu, saat Ibu Hana repot tidak bisa mendaftarkan Hana sekolah, Alaric yang melakukannya. Lalu, saat Ibu Hana kembali repot dan tidak bisa menemani Hana ikut lomba lari berpasangan, Alaric yang melakukannya. Lalu, saat Ibunya Hana kembali menatap Hana dengan perasaan bersalah karena tidak bisa mengambil raportnya Hana, Alaric yang melakukannya.

Hana tersenyum menatap bayangan wajah tampan Alaric di kaca rias. Wajah pria yang dia cintai dalam diam selama ini, tampak sangat tampan saat serius melepas sanggulnya Hana.

"Nah, sudah"

Suara Alaric membuyarkan lamunan Hana. Hana sontak berucap,"Terima kasih, Kak" Hana tersenyum dengan sorot mata penuh cinta dan kekaguman.

"Sekarang mandi sana! Setelah mandi kita bicara. Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu"

Hana mengangguk dengan wajah semringah.

Alaric duduk di tepi ranjang sambil mengedarkan pandangan, "Sial! Nenek nggak naruh sofa di sini. Gue bakalan tidur di lantai, dong karena Gue nggak mau tidur seranjang dengan Hana. Canggung dan risih tidur sama perempuan yang selama ini aku anggap adikku sendiri"

"Kak......."

Alaric menoleh kaget ke asal suara lalu membeliak dan mematung.

Hana melihat kedua bola mata biru Alaric lalu menurunkan pandangannya ke jakun. Hana melihat jakun Alaric naik turun.

Pria tampan itu sontak kesulitan menelan air liurnya sendiri karena Hana berdiri di depannya dalam balutan lingerie seksi berwarna merah membara dan lekuk tubuh Hana terlihat sangat jelas.

Sial! Sejak kapan Hana memiliki tubuh sebagus itu? Batin Alaric sembari menelan kembali air liurnya.

Hana melihat jakun Alaric kembali naik turun. Lalu, Hana bertanya, "Kak? Kenapa diam saja?" Hana kemudian menunduk untuk melihat kakinya lalu dia memainkan jari jemari kakinya dengan hati deg-degan.

Nek! Astaga! Kenapa Nenek hanya menaruh lingerie di kamar ini? Kenapa Nenek tega menyiksaku seperti ini, hiks! Alaric mewek.

"Kak?" Hana masih menunduk dan masih memainkan jari jemari kakinya.

Alaric langsung melompat ke ranjang lalu memunggungi Hana dan meringkuk seperti udang sambil berkata, "Tidur! Aku capek"

Hana memandang punggung Alaric sambil berjalan pelan ke ranjang, "Kak, katanya mau bicara?"

"Besok saja. Aku capek mau tidur" Alaric langsung memejamkan matanya rapat-rapat sambil membatin, sial! Kenapa juniorku bangun,nih?

Hana menghela napas panjang lalu naik ke ranjang dengan pelan kemudian menarik selimut sampai ke leher. Lalu, Hana melirik Alaric dan mengulum senyum geli sambil membatin, Kak Aric lucu banget. Dia tidur menghadap tembok dan menempelkan keningnya di tembok. Seperti murid yang sedang kena hukuman gurunya, hihihihi.

Alaric memang menempelkan keningnya di tembok agar dinginnya tembok bisa menenangkan juniornya yang terus menegang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!