"ANGKAT TANGAN!!" Suara lantang terdengar dari seorang pria yang memakai penutup kepala lengkap dengan senjata api di tangannya. Dia tidak sendiri, ada tiga orang lainnya yang memakai atribut yang sama. Mereka mengarahkan senjata pada orang-orang yang ada di sana.
Ya, mereka adalah sekelompok perampok. Mereka menjadikan bank sebagai target perampokan dan menyandera para pengunjung.
"CEPAT MASUKKAN UANG KE DALAM TAS INI ATAU JIKA TIDAK, AKU AKAN MENGHANCURKAN KEPALAMU!!" bentak perampok itu.
Pegawai bank menerima tas tersebut dengan tangan gemetar. Ia buru-buru memasukkan uang kedalam tas karena perampok tersebut menodongkan senjata padanya. Hal itu juga di alami oleh pegawai bank yang lain. Mereka di todong oleh dua perampok lainnya, sementara satu perampok mengarahkan senjatanya pada pengunjung yang saat ini tiarap di lantai.
Semua orang gemetar ketakutan. Tapi tidak dengan seseorang yang terus menatap satu persatu perampok tersebut. Dia adalah Charlie Walker, seorang mantan FBI yang kebetulan menjadi salah satu sandera.
Dia sangat ingin menghajar satu persatu perampok tersebut. Tapi ia tidak mau gegabah. Apalagi dia sempat melihat kearah jendela ada mobil polisi, itu artinya polisi sudah mengepung bank ini. Tapi walaupun begitu, ia tidak yakin jika mereka bisa menangkap para perampok. Bagaimana jika mereka menyandera pengunjung untuk kabur?
"Aku harus melakukan sesuatu," batin Charlie. Dia mencari celah saat mereka lengah. Dan sepertinya Dewi Fortuna berpihak padanya.
Salah satu perampok melempar tas pada temannya yang menyandera pengunjung. Dan saat perampok itu ingin memakai tas ke punggungnya, saat itu juga Charlie bergerak cepat. Dia mengangkat senjata perampok keatas dan menendang perampok hingga tersungkur ke lantai. Dia menembak kaki perampok dan beralih ke perampok yang lainnya.
Hal itu menimbulkan keributan. Semua pengunjung menjadi panik dan berhamburan keluar dari sana. Sementara ketiga perampok yang tersisa, berusaha melarikan diri dengan terus menembak asal.
Charlie tidak tinggal diam. Dia berlari dan berdiri di atas meja. Dia menembak tangan perampok hingga senjata mereka terlepas.
Charlie memanfaatkan hal itu untuk mengejar perampok dan memukulnya hingga pingsan. Namun, salah satu dari mereka berhasil kabur. Charlie mengejarnya hingga sampai di sebuah bar.
Perampok itu menembakinya asal yang membuat semua orang berteriak ketakutan dan berhamburan keluar. Tidak sedikit pelanggan bar menjadi korban tembak.
Charlie bersembunyi. Dia mengintai perampok dan menghela nafas panjang. Dia mengarahkan senjatanya dan dengan sekali tembak, perampok tersebut tewas seketika.
Tidak berapa lama, polisi datang dan mengevakuasi korban. Untungnya tidak ada korban meninggal. Mereka hanya mengalami luka tembak yang cukup serius. Dan tim membawa mereka ke rumah sakit.
Namun, mereka tidak menyadari jika ada satu korban yang tergelatak bersimbah darah.
...----------------...
Di sebuah rumah mewah, seorang pria berdiri dengan tatapan yang sulit diartikan. Di belakangnya puluhan pria bertubuh besar berdiri dengan kepala menunduk. Pria itu menghisap cerutu nya sambil melihat berita yang tersiar di televisi, dimana terjadi perampokan di sebuah bank di kota New York.
Tentu saja aksi heroik Charlie ikut terekspos. Banyak orang yang merasa kagum dengan keberanian pria itu melawan perampok. Walaupun tidak sedikit orang-orang yang mengalami luka tembak.
Pria itu menggertakkan giginya. Dia mengalihkan pandangannya dari televisi dan menatap seseorang yang tergeletak di depannya yang tewas mengenaskan.
"Siapkan semuanya!! Kita akan berburu malam ini," perintah pria itu
"SIAP BOS."
...----------------...
Setelah melewati berbagai macam pemeriksaan, Charlie memutuskan untuk pulang tanpa mau menjawab semua pertanyaan dari wartawan
Dia sudah sangat lelah karena seharian berada di kantor Polisi untuk memberi keterangan tentang situasi dan seluruh kronologi yang terjadi di TKP. Baru setelahnya ia menjenguk orang-orang yang menjadi korban tembak dari perampok. Dan setelah semua selesai, dia bergegas pulang untuk menemui keluarga kecilnya
"Aku sudah melihat beritanya. Kau tidak apa-apa kan?" tanya Ainsley
"Aku tidak apa-apa. Kau tenang saja."
Ainsley tersenyum dan membantu suaminya untuk membersihkan diri. Mereka sudah lama tidak terlibat dalam masalah, jadi wajar jika Ainsley sedikit khawatir.
Ya, setelah mereka mengundurkan diri dari FBI, mereka pindah ke LA dan hidup tenang di sana. Apalagi mereka di karuniai seorang putra yang saat ini berusia 10 tahun yang membuat kebahagiaan mereka bertambah.
Namun, tiga tahun yang lalu, ibu Charlie meninggal. Dan mereka memutuskan untuk kembali ke New York karena ada sesuatu kepentingan. Tapi siapa sangka, baru dua minggu di New York, Charlie sudah terlibat dalam insiden perampokan.
Walaupun Charlie baik-baik saja, tapi ada rasa takut di hati Ainsley. Entahlah, tapi ia berharap semua akan baik-baik saja.
Waktu terus berlalu, tidak rasa hari sudah malam. Charlie dan keluarga kecilnya bersiap untuk tidur. Hari ini banyak sekali hal terjadi dan itu membuat Charlie merasa lelah. Dia tidur di samping Ainsley dan memeluknya seperti biasa. Sementara putra mereka tidur di kamar terpisah.
Namun sayangnya, mereka tidak menyadari jika bahaya mengintai mereka.
Tepat tengah malam, sekelompok orang tak di kenal berdiri tidak jauh dari rumah Charlie . Mereka memasang peredam di senjata mereka dan mulai membagi tugas.
"Malam ini juga, kita habisi mereka."
"Baik."
Mereka mengendap-endap, berpencar mencari jalan untuk bisa masuk ke rumah tersebut. Tapi pergerakan mereka membuat anjing peliharaan Charlie menggonggong keras. Hal itu membuat Charlie terbangun. Tapi tidak lama kemudian, suara anjing itu tidak lagi terdengar. Hal itu di karenakan anjing itu di tembak mati oleh orang-orang itu.
"Sepertinya aku mendengar Doggy menggonggong. Atau hanya perasaanku saja," gumam Charlie. Dia hendak berbaring kembali. Tapi ekor matanya melihat sekelebat bayangan di luar sana. Dia kembali terbangun dan berjalan perlahan mendekati jendela.
Charlie menyipitkan matanya dan melihat ada beberapa orang tak di kenal berdiri di halaman rumahnya. "Siapa mereka?" batin Charlie. Tidak mau terlalu lama berfikir, ia segera mengambil senjata dan membangunkan istrinya.
"Ainsley, bangun!!"
"Ada apa Charlie?"
Charlie hanya memberi kode Ainsley untuk diam. Dia melirik kearah jendela dan wanita itu tahu jika ada bahaya datang.
"Pergi ke kamar Edward, aku akan mengecoh mereka," seru Charlie. Tapi tiba-tiba Ainsley menggenggam tangan Charlie. Dia mencium bibir suaminya itu cukup lama sebelum keluar dari kamar.
Charlie mengikuti Ainsley. Dia memberi kode jika semua aman dan meminta istrinya itu untuk segera ke kamar putra mereka.
Namun baru beberapa langkah, terdengar suara tidak jauh dari Ainsley. Mereka menunduk bersembunyi. Charlie melempar sesuatu sehingga menimbulkan suara.
Orang-orang itu mulai waspada. Mereka mengendap-endap mendekati sumber suara. Dan Ainsley memanfaatkan hal itu untuk pergi ke kamar putranya.
"Edward, bangun!!" Ainsley menggoyang pelan lengan Edward hingga anak itu terbangun.
"Mom!!"
"Ssttt ... Ayo ikut mommy!!" Ainsley menarik pelan Edward dan mengajaknya mengendap-endap keluar. Dia membawa Edward ke ruangan di sebelah kamarnya dan mengunci pintu.
"Mom, ada apa?" tanya Edward bingung.
Ainsley tidak menjawab. Dia menggeser meja dan membuka lantai yang terbuat dari kayu yang di desain menyerupai ubin di sekitarnya.
"Ayo masuklah Ed!!" pinta Ainsley
"Tapi mom ... "
"Tidak ada waktu." Ainsley memaksa Edward untuk masuk ke ruang bawah tanah. Dan sebelum ruangan itu di tutup, Ainsley membingkai wajah Edward dan bertanya, "Edward, apa kau menyayangi mommy dan daddy?"
Edward menganggukkan kepalanya pelan walaupun sebenarnya ia merasa bingung.
"Jika kau menyayangi kami, mau kah kau berjanji?"
"Apa mom?"
"Apapun yang terjadi, jangan pernah keluar dari sini. Apa kau mengerti?" ucap Ainsley. Lagi-lagi Edward menganggukkan kepalanya. Dan hal itu membuat wanita itu tersenyum. Dia menciumi wajah putranya dan memintanya untuk masuk. Baru kemudian dia menutup pintu ruang bawah tanah dan menggeser meja ke posisi semula.
Dia terdiam sejenak di sana. Sementara di luar sudah terdengar suara tembakan. "Charlie," lirihnya. Belum sempat ia beranjak dari sana, tiba-tiba pintu ruangan tersebut di dobrak hingga hancur.
Sekelompok orang tak di kenal, menodongkan senjata pada Ainsley yang bersimpuh di lantai membelakangi pintu.
Orang-orang itu saling pandang. Dan tanpa aba-aba mereka melepas tembakan. Tapi dengan cepat Ainsley menghindar sambil melemparkan beberapa belati kearah mereka.
Walaupun tidak mengenai organ vital, tapi belati tersebut berhasil melukai mereka. Dan Ainsley memanfaatkan hal itu untuk merebut senjata mereka dan menembakinya.
Diam-diam, Edward mengintip dari tempat ia bersembunyi. Tubuhnya bergetar saat mendengar suara tembakan. Dia sangat takut dan memberanikan diri untuk melihat. Namun, pemandangan yang sangat menyedihkan terpampang di depan matanya.
Ainsley menghujani orang-orang itu dengan tembakan namun tiba-tiba punggung Ainsley berdarah. Ia di tembak oleh seseorang yang entah dari mana. Tapi bisa di tebak jika ada sniper yang mengawasi mereka.
Tubuh Ainsley terjatuh di lantai. Dia melihat ke depan, dimana Charlie juga mengalami hal yang sama. "Charlie," batin Ainsley. Dia menitikkan air mata dan tidak berapa lama, dia memejamkan matanya untuk selama-lamanya
"Halo bos, semua sudah beres. Mereka sudah mati," seru salah satu pria itu pada seseorang diseberang sana
"Pergi dari sana dan hancurkan tempat itu."
"Baik." Pria itu memberi kode pada teman-temannya yang tersisa untuk segera pergi. Sementara Edward masih terdiam di tempat persembunyiannya dengan tatapan kosong. Tapi beberapa detik kemudian, terdengar suara peluru melesat kencang. Edward mulai tersadar dan kembali menutup pintu tersebut sebelum akhirnya terdengar suara ledakan yang dahsyat.
"ARRGHHH ..."
Seorang pria terlihat gelisah dalam tidurnya. Dia menggelengkan kepala dengan mata tertutup. Keringat menetes di pelipis nya dan mulut nya bergumam tidak jelas.
"Tidak!!! Mom!!! Jangan!!"
"Argh ... " pria itu terbangun dengan nafas yang terengah-engah. Dia mengatur nafasnya dan mengusap wajahnya kasar. "Mimpi itu lagi," gumamnya. Dia melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 5 pagi. Itu menunjukkan jika ia baru tidur kurang lebih 3 jam. Pria itu memutuskan untuk bangun. Dia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Di bawah shower, pria itu terlihat menunduk dengan kedua tangan yang menopang didinding. Sesekali dia mengusap rambutnya kebelakang dan mendongak keatas, membiarkan air membasahi tubuhnya.
Setelah menyelesaikan ritual mandinya, ia memakai baju dan pergi ke dapur untuk membuat secangkir kopi. Dia membawa kopi tersebut ke balkon dan menikmati pagi hari. Rasanya sangat menenangkan. Berbeda dengan malam-malam yang selalu ia lewati saat ia terlelap.
"Sampai kapan mimpi-mimpi mengerikan itu akan membayangiku? Seolah mimpi itu mengingatkan diriku akan dendamku," gumam pria itu. Dia sedikit mendongak dan melihat matahari mulai terbit. Cahayanya menghangatkan tubuh dan semilir angin pagi memberinya kesejukan.
Tapi, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Dering ponsel menyadarkannya. Dia bergegas masuk dan mengangkat sambungan telepon tersebut.
"Halo,"
"Ada korban lagi," ucap seseorang di seberang sana
"Oke, aku segera kesana." Pria itu mematikan sambungan teleponnya dan bergegas kembali ke kamar. Dia memakai jaket dengan tulisan FBI di bagian belakang. Tidak lupa ia membawa senjatanya dan kemudian bergegas ke TKP.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, pria itu sampai di lokasi. Banyak warga sekitar yang berkumpul untuk menyaksikan apa yang sebenarnya terjadi.
"Kau sudah datang Ed," sapa Alice
"Seperti yang kau lihat." Edward menatap pria yang tergeletak bersimbah darah. "Apa yang terjadi?" tanya Edward
"Kami baru menyelidikinya. Tapi melihat kondisi korban, sepertinya pelakunya orang yang sama dengan sebelumnya. Pelaku tidak meninggalkan jejak sama sekali," terang Alice
Edward hanya menganggukkan kepalanya. Dia jongkok di samping korban dan melihat bekas luka yang menyebabkan korban tewas.
"Seperti sebelumnya, korban meninggal akibat kehabisan darah," ucap Alice yang saat ini berdiri dibelakang Edward.
"Yeah, sepertinya begitu." ia berdiri dan meminta tim membawa korban untuk diotopsi.
"Apa identitas korban sudah diketahui?" tanya Edward
"Belum, kami masih menyelidikinya. Tapi melihat penampilan korban, sepertinya dia bukan orang yang baik," celetuk Alice
"Jangan menilai orang hanya dari penampilannya saja. Tidak semua orang yang berpenampilan wibawa itu adalah orang baik." ucapan Edward berhasil membuat Alice bungkam. Dia mengikuti Edward karena bagaimanapun pria itu adalah kapten di timnya. "Apa ada saksi?" tanya Edward lagi
Alice menggeleng dan berucap, "korban di perkirakan meninggal saat subuh tadi. Dan tidak ada saksi ataupun cctv yang merekam peristiwa itu karena mereka berada di sudut mati dan korban di temukan oleh pejalan kaki yang kebetulan lewat."
Edward menganggukkan kepalanya paham. Ini sudah terjadi untuk kesekian kalinya dimana terjadi pembunuhan dengan cara yang sama yaitu pelaku menggores leher korban di bagian arteri karotis. Darah akan mengucur deras dan dalam hitungan menit, korban akan mati kehabisan darah.
Setelah korban di bawa ke rumah sakit untuk dilakukan otopsi, Edward dan tim kembali ke markas. Mereka akan membahas pembunuhan yang terjadi beberapa hari ini.
Dan di sinilah kini sekarang mereka berada. Di ruang rapat yang di hadiri oleh tim Alpha yang dipimpin oleh Andrew.
"Pembunuhan ini sudah terjadi sebanyak empat kali dan kita belum juga menemukan petunjuk siapa pelakunya. Kita hanya bisa menebak jika pelaku dari keempat kasus ini adalah orang yang sama. Tapi itu hanya kemungkinan."
"Sekarang kita kumpulkan semua petunjuk yang kita dapatkan. Mulai dari kasus yang pertama." Andrew meminta Alice untuk membagikan berkas tentang kasus pertama.
"Korban adalah seorang preman. Dia sering melakukan kejahatan. Dan dia ditemukan tewas dengan luka di lehernya. Tidak ada petunjuk lain karena pelaku tidak meninggalkan jejak. Sama seperti kasus-kasus berikutnya." mendengar hal itu, Alice kembali membagikan berkas untuk kasus kedua dan seterusnya.
"Didepan kalian adalah 3 kasus yang sama. Pelaku melukai korban dengan menyayat lehernya. Dan korban juga mempunyai catatan kriminal. Dan untuk kasus yang saat ini terjadi, kemungkinan juga sama dengan sebelumnya. Jadi, bagaimana menurut kalian?"
Semua anggota tim Alpha nampak terdiam. Mereka berfikir keras untuk memecahkan kasus tersebut dan mencari pelakunya. Namun tidak ada petunjuk sama sekali. Seolah di pelaku adalah orang yang ahli.
"Korban mempunyai catatan kriminal. Apa mungkin pelaku memburu orang yang mempunyai tindak kriminal? Maksud ku seperti menumpas kejahatan," seru Jerry
"Walaupun begitu, tidak di benarkan membunuh seseorang. Kita tidak tahu apa alasan pelaku membunuh korbannya. Seperti yang kau katakan atau untuk balas dendam," sahut Edward
Semua mengangguk membenarkan, sampai Thomas masuk ke ruang rapat dengan tergesa-gesa yang membuat semua orang terkejut, "kapten, kami menemukan petunjuk baru. Ada yang melihat korban di ikuti oleh orang yang mencurigakan. Dia memakai topeng berwarna hitam. Dan kami juga sudah memeriksa cctv di jalan agak jauh dari TKP. Dan ternyata benar, korban di ikuti oleh orang bertopeng itu," seru Thomas
"Pria bertopeng hitam?"
"Benar kapten." Thomas memberikan salinan rekaman cctv yang ia dapatkan pada Alice. Kemudian, Alice menyambungkan video tersebut dengan proyektor hingga semua orang bisa melihatnya.
Dalam video tersebut, korban terlihat berjalan sempoyongan. Di duga, korban tengah mabuk. Dan tidak berapa lama kemudian, seseorang memakai mantel panjang dengan wajah yang tertutup topeng serta topi, terlihat berjalan kearah yang sama dengan korban. Setelah itu tidak ada lagi yang melewati jalan itu sampai pagi, seorang pejalan kaki melewati jalan tersebut dan menemukan korban sudah tewas.
"Sepertinya memang dia pelakunya. Dilihat dari postur tubuhnya, dia adalah seorang pria," seru Andrew
"Baiklah, kita sudah menemukan petunjuk. Sekarang kita bagi tugas untuk menangkap pelaku. Jangan sampai ada korban berikutnya. Dan selidiki, apakah para korban mempunyai hubungan atau tidak."
"BAIK KAPTEN."
"Ingat, kita harus segera memecahkan kasus ini. Jangan sampai pihak lain mendahului kita. Setidaknya, ini demi nama baik FBI. Apa kalian mengerti?" seru Andrew
"MENGERTI KAPTEN," jawab mereka serempak.
"Good. Sekarang kita susun strategi."
Kabar tentang ciri-ciri pelaku pembunuhan sudah tersebar. Kini pria bertopeng hitam menjadi buruan para aparat penegak hukum, termasuk FBI. Namun, sudah beberapa hari berlalu, pelaku belum juga tertangkap.
"Apa ada petunjuk lain tentang pelaku?" tanya Edward
Alice menggeleng, tapi dia memberikan berkas laporan pada Edward. "Ini hasil penyelidikan dari Jerry. Para korban tidak ada hubungan sama sekali. Tapi mereka sama-sama mempunyai tato di lengannya."
Edward membaca laporan tersebut dan melihat tato di lengan keempat korban. Mereka sama-sama memiliki tato, tapi dengan gambar yang berbeda. "Apa kau tahu di mana mereka membuat tato ini?" tanya Edward
"Sudah, dan mereka membuat tato ini di tempat yang berbeda. Hal itu jelas membuktikan jika mereka tidak mengenal satu sama lain. Bahkan mereka pernah di penjara di waktu yang berbeda," terang Alice
Edward mengangguk pelan. Dia masih mengamati foto gambar tato di lengan para korban. Cukup lama ia memperhatikannya, sampai ia terkejut saat anggotanya melapor jika pria bertopeng itu kembali beraksi. Untuk itu, ia memerintahkan tim nya untuk segera ke lokasi kejadian.
"Bagaimana situasi di lokasi?" tanya Edward pada petugas sesaat setelah ia sampai di lokasi TKP
"Pelaku menyandera seorang wanita. Pelaku ingin merampas uang serta perhiasan yang korban pakai, tapi aksinya tersebut di pergoki warga yang langsung melaporkan pada kami," terang si petugas.
Edward mengangguk paham. Dia mengajak anggotanya untuk maju mengintai pelaku. Saat ini, si pelaku ketakutan karena telah di kepung. Dia menyandera korban dengan melingkarkan lengannya di leher korban dan menodongnya dengan pisau.
"Situasinya cukup sulit. Jika kita salah langkah, korban bisa terluka," ujar Alice
"Aku tahu, tapi coba kau perhatikan!! Tubuh pelaku gemetar. Mungkin dia ketakutan karena sudah di kepung oleh aparat kepolisian. Mungkin dengan kita bernegosiasi dengan pelaku, dia akan melepaskan korban."
Alice mengerutkan keningnya. "Semudah itu?" ucapnya tak percaya. Selama ini pelaku yang mereka cari sangat rapi saat melakukan kejahatan. Bahkan pelaku tidak meninggalkan jejak sama sekali. Dia sempat berfikir jika pelaku adalah orang yang ahli. Tapi jika cara penangkapannya seperti itu, bukankah itu terlalu mudah?
"Tidak ada salahnya mencoba." Edward maju perlahan sambil mengangkat kedua tangannya.
"BERHENTI DI SANA!! ATAU AKU AKAN MEMBUNUH WANITA INI!!" bentak si pelaku
Edward terlihat tenang. Dia mencoba bernegosiasi dengan pelaku secara perlahan. "Tenang kawan. Kau lihat aku tidak membawa senjata, kan? Aku hanya mencoba membantumu saja."
"A-apa maksud mu?" tanya si pelaku.
"Kau lihat di sini banyak polisi menodongkan senjata padamu kan. Walaupun kau melukai wanita itu, tapi kau tetap akan mati. Jadi aku sarankan untuk menyerah saja."
"APA KAU SUDAH GILA, HAH? AKU TIDAK MAU DI PENJARA."
"Tapi dengan menyerahkan diri, hukuman yang kau terima akan lebih ringan. Tapi jika kau membunuh wanita itu, bisa saja kau akan mati di tempat."
Pelaku menatap polisi yang mengincarnya dengan tubuh yang gemetar. Dan hal itu bisa di lihat oleh Edward. Dia mencari celah untuk menyelamatkan wanita yang di sandera oleh pelaku. Tapi ini cukup beresiko. Apalagi senjata tajam itu menempel di leher sandera.
Edward menatap sandera dan memberi kode padanya untuk tetap tenang. Dan beruntungnya, wanita itu paham akan hal itu.
"Jadi bagaimana? Kau mau menyerahkan diri atau mati?" tanya Edward
"AKU TIDAK MAU KEDUANYA."teriak pelaku
"Santai kawan. Aku memberimu kesempatan padamu. Saran ku ini cukup bagus, tapi kau tidak mau. Jadi mau bagaimana lagi." dengan gerakan cepat, Edward menarik senjata dari pinggangnya dan menembak kaki pelaku.
DOR
"Argh .. " pelaku memekik kesakitan hingga pegangannya pada sandera terlepas. Sandera memanfaatkan hal itu untuk berlari sementara Edward langsung membekuk pelaku. Pelaku di bawa oleh tim Alpha ke markas untuk di mintai keterangan.
"Seperti biasa, kau sangat hebat Ed," puji Alice
"Jangan berkata seperti itu. Semua tahu situasinya tapi mereka mempunyai pertimbangan untuk melakukan hal yang sama seperti apa yang aku lakukan. Lagipula ... "
"Lagipula apa?"
"Aku tidak sehebat itu jika belum bisa mengungkap pelaku yang membunuh kedua orang tuaku."
Edward mengepalkan tangannya erat mengingat peristiwa tragis 15 tahun yang lalu. Dia bersumpah akan mengungkap kasus tersebut dan membalas kematian kedua orang tuanya.
"Ed, Kau kenapa?" tanya Alice yang membuat Edward langsung tersadar dari lamunannya.
"Aku tidak apa-apa. Sekarang lebih baik kita kembali ke markas dan menginterogasi pelaku."
Mereka semua kembali ke markas. Dan pelaku mulai di interogasi oleh anggota penyidik. Dari keterangan pelaku, dia bukanlah pria bertopeng hitam yang sebenarnya mereka cari
Dia melakukan kejahatan dengan memakai topeng seperti pelaku pembunuhan karena menurutnya hal itu sangat keren dan tidak di ketahui orang. Tapi ternyata, nasibnya tidak seberuntung pelaku pembunuhan karena polisi dengan mudah menangkapnya.
"Huh ... Dasar menyebalkan. Aku kira dia benar pelaku yang kita cari. Ternyata dia hanya ikut-ikutan saja," gerutu Alice
Semua tertawa mendengarnya, termasuk Jerry. "Itu artinya kita harus lebih keras lagi mencari pelaku."
Alice berdecak kesal dan meletakkan barang bukti di depan Edward yang terdiam tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Tapi sorot matanya tidak lepas dari topeng hitam yang saat ini ada di depan matanya.
"Topeng hitam," batin Edward
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!