Cahaya redup membimbing langkah Sheva di keheningan malam. Desir angin menusuk hangat di langit malam yang muram. Tepian laut yang berbisik dengan keras. Meski dalam kesakitan, dia menunjukkan kekuatan yang rapuh. Ada sebuah suara yang terus berbisik di telinganya.
"Tinggalkan dunia, kamu hanya sampah, dirimu tidak berharga, tidak ada gunanya kamu hidup, kamu harus mati. Kamu harus mati!" suara itu terus memprovokasi.
"Stop, hentikan! Kamu yang di sana, tolong berhenti!" teriakan seorang pria di belakangnya tidak membuat Sheva menghentikan langkahnya.
Sheva terus mengikuti gemuruh bisikan yang memenuhi relung hatinya yang kosong. Sheva terus berjalan di atas tebing yang menjulang dan mengapit jalan ke arah pantai sehingga terlihat seperti jurang.
"Kamu berhenti!" Pria itu berlari melompat dan meraih tangan Sheva.
Tubuh Sheva terhempas karang, keningnya terbentur benda keras, darah segar mengucur deras. Pandangannya menghitam, dengan senyum terukir dalam hati Sheva berkata selamat tinggal dunia.
...** Beberapa tahun yang lalu **...
Sheva seorang gadis 19 tahun tidak pernah merasakan kebahagiaan di dalam hidupnya. Semenjak kecil dia hidup bersama dengan ayah yang tidak pernah menyayanginya. Sheva hanya mendapatkan kasih sayang dari saudara ayahnya yaitu om Riza suami tante Puspa. Sheva sering bertanya apa yang menyebabkan ayahnya begitu membencinya.
Di umurnya yang beranjak remaja, tante Puspa menceritakan awal mula keretakan rumah tangga ayah dan bundanya. Ayah Dafa sangat mencintai bunda Nida. Kehidupan mereka sangat harmonis, bisnis Dafa juga terus berkembang, begitu juga dengan Nida yang bekerja di salah satu perusahaan kariernya begitu cemerlang. Mereka juga bahagia dengan kelahiran Sheva.
Setelah Sheva berumur 2 tahun, Dafa dan Nida bercerai. Perceraian dipicu karena Dafa menuduh Nida selingkuh dan Sheva adalah anak hasil dari perselingkuhan. Nida bersikeras membawa Sheva bersamanya, tapi Dafa menolak dengan keras. Nida akhirnya pergi meninggalkan Sheva bersama Dafa. Semenjak perceraian, Sheva tidak diperhatikan Dafa.
Setelah satu tahun perceraian Dafa menikah dengan sahabat Nida yang bernama Ola. Dari hasil pernikahan Dafa dan Ola lahirlah seorang anak perempuan yang bernama Radin. Ola juga membawa anaknya dari pernikahan sebelumnya yang bernama Fadi.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun pun juga berganti. Ola dan Dafa menjalani kehidupan mereka bersama Radin dan Fadi. Sedangkan Sheva tinggal bersama tante Puspa dan om Riza. Tidak ada yang mengetahui Sheva adalah anak kandung dari Dafa karena selama ini hanya Radin yang dianggap Dafa anak kandungnya.
Dafa juga tidak pernah memberikan nafkah untuk Sheva. Sheva dari jauh selalu melihat ayahnya mengantar Radin ke sekolah. Ada rasa rindu, iri melihat ayahnya begitu menyayangi dan memanjakan Radin.
Radin terlahir dalam kondisi lemah, tubuhnya selalu sakit-sakitan. Radin selalu membutuhkan transfusi darah. Dafa ke sana kemari mencari pendonor darah. Sampailah suatu hari di saat Dafa di dalam keputusasaan, Dafa teringat akan Sheva. Ternyata hanya darah Sheva yang memberi kehidupan kepada Radin. Setiap beberapa bulan Sheva datang untuk memberikan darahnya untuk Radin.
Sheva sangat senang karena Dafa memerlukan bantuannya walaupun setiap bantuannya selalu dibalas dengan bayaran uang. Sheva hanya ingin mendapatkan kasih sayang dari ayahnya. Sheva hanya ingin mendengar kata 'Nak' dari mulut ayahnya. Sheva juga mengharapkan senyuman yang tulus dari seorang ayah bukan senyuman sinis seolah Sheva musuh terbesar dalam hidupnya.
Dafa sebenarnya tahu Sheva adalah anak kandungnya, tapi karena gengsi yang terlanjur meninggi Dafa sama seperti sebelumnya memperlakukan Sheva seperti orang asing yang hanya dipanggil di saat diperlukan.
Dan demi keuntungan bisnis, Dafa rela mengumpankan Sheva ke seorang hidung belang. Pertama kali dalam hidupnya Dafa mengundang Sheva makan di sebuah restoran hotel mewah di kota mereka. Sheva sangat bahagia karena usahanya selama ini berhasil. Ayahnya mulai membuka hatinya untuk Sheva. Dafa merayakan hari ulang tahun Sheva yang ke 19.
"Sheva selamat ulang tahun. Maaf Ayah baru bisa merayakan ulang tahunmu. Semoga kamu menyukainya." Dafa memberikan senyuman terindahnya malam ini.
"Terima kasih Ayah. Cukup ucapan dan doa dari Ayah, Sheva sudah bahagia." Ucap Sheva matanya memancarkan kebahagiaan yang selama ini dia harapkan.
"Maafkan Ayah karena selama ini kurang perhatian sama kamu. Dan ini hadiah dari Ayah." Dafa memberikan kartu hitam kepada Sheva.
"Cardlock? Apa aku akan menginap di hotel ini?" tanya Sheva.
"Hadiahnya ada di dalam kamarmu. Selamat ulang tahun." Dafa mengangkat gelas minuman.
"Terima kasih." Mata Sheva berbinar-binar Sheva juga mengangkat gelas dan meminumnya.
"Beristirahatlah. Ayah permisi, masih ada yang harus Ayah kerjakan." Dafa meninggalkan Sheva dengan senyuman menyeringai.
Sheva masuk ke dalam lift menuju kamarnya. Tiba-tiba Sheva merasa dunia terasa berputar. Susah payah Sheva menahan tubuhnya yang nyaris kehilangan keseimbangan. Dengan sedikit merangkak Sheva keluar dari lift. Sheva berpegangan pada dinding hotel. Tanpa sengaja tangannya membuka pintu kamar yang tidak terkunci.
Dengan mata yang berkunang-kunang Sheva masuk ke dalam kamar itu.
"Siapa kamu?" seorang pria berpakaian kimono memandangi Sheva dengan tatapan tajam.
"Kenapa kamu ada di kamarku?" Sheva dengan langkah lunglai terduduk di atas tempat tidur.
"Siapa yang mengirimmu ke sini?" pria itu sedikit berjongkok menatap Sheva.
Sheva mengambil cardlock dan menunjukkannya kepada pria itu. Pria itu mengerti rupanya gadis yang ada didepannya ini salah kamar. Tapi pria itu tidak langsung percaya. Bisa saja ini adalah taktik darinya. Dan pria itu menyadari sesuatu, gadis ini sedang 'ingin'. Apakah ada seseorang yang ingin memanfaatkan gadis ini pikirnya.
"Hai gadis keluar dari sini!" pria itu menarik tangan Sheva.
Sheva merasakan sesuatu yang menjalar di tubuhnya ketika disentuh pria itu. Sheva semakin mendekatkan dirinya kepada pria itu. Pria itu memperhatikan Sheva dari atas sampai ke bawah. Dari pakaiannya gadis ini tidak terlihat seperti gadis panggilan, katanya dalam hati.
"Hei gadis, kamu sendiri yang datang padaku. Aku akan menolongmu." Bisiknya.
Sheva sudah tidak bisa mengendalikan dirinya. Sheva dengan beraninya memeluk tubuh pria asing yang ada di depannya. Pria itu perlahan melumat lembut bibir ranum Sheva. Membakar tubuh mereka dengan gairah yang menyala-nyala. Sheva menggeliat tidak menentu di bawah tubuh pria asing itu.
Pria itu membuka semua penutup tubuh Sheva. Dan dia sendiri pun tidak mengenakan sehelai benangpun. Tubuhnya terlihat kekar, berotot dan berkulit putih bersih.
Pria itu kembali mencium bibir Sheva, jemarinya juga aktif bergerilya di daerah-daerah bagian sensitif Sheva. Sheva merasakan basah di bagian terbawahnya. Pria itu terus meninggalkan jejak kenikmatan di tubuh Sheva. Dan sesuatu yang keras dan lembut masuk ke dalam goa cinta Sheva. Keluar masuk dengan lembut dan berakhir dengan gerakan cepat yang membuat Sheva mengerang kenikmatan.
AAAGGHHH!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
AAAGGHHH!
Ada sesuatu yang sobek di bagian inti Sheva. Erangan Sheva bagaikan nyanyian yang mampu meningkatkan gairah pria itu perlahan tapi pasti. Entah berapa kali dalam semalam mereka melakukannya. Keduanya begitu menikmati percintaan malam panas mereka. Sehingga mereka tidak sadar tubuh mereka menjadi candu satu sama lain. Sheva lemas tertidur pulas di atas pelukan pria itu. Pria itu memakaikan sebuah kalung kepada Sheva dan tidak lupa pria itu mengambil gawai dan memotret Sheva.
"Gadis, kamu milikku." Pria itu mengecup lembut kening Sheva dan tertidur pulas.
** Keesokan harinya **
Sheva merasakan sakit luar biasa di seluruh tubuhnya. Sheva memegang kepalanya dan memperjelas pandangannya. Betapa terkejutnya Sheva melihat dia berada di atas tempat tidur tanpa busana dan ada noda darah di atas sprei. Banyak bercak merah di sekujur tubuhnya. Sheva menutupi tubuhnya dengan selimut. Dan siapa orang yang tidur memunggunginya. Apa orang itu yang sudah membobol keperawanannya?
Sheva memejamkan mata mencoba mengingat kejadian tadi malam. Seingatnya dia makan malam bersama ayahnya dan ayahnya memberikan cardlock kamar sebagai hadiah ulang tahunnya. Kemudian Sheva merasakan pusing teramat sangat di kepalanya dan terjadilah malam panas di antara mereka.
Sheva perlahan turun dari tempat tidur, dengan menahan rasa sakit di bagian intinya, Sheva memunguti pakaiannya yang berhamburan di lantai. Sheva membersihkan tubuhnya di kamar mandi. Dengan berderai air mata Sheva menyesali apa yang telah terjadi.
Sheva perlahan meninggalkan kamar panasnya dengan pria asing itu. Sheva menuju kamar yang sudah disiapkan ayah untuknya. Di dalam kamar, ayahnya menunggu duduk di atas sofa. Wajah ayahnya memancarkan aura kemarahan. Perlahan Sheva mendekat.
"Ayah." Panggil Sheva.
"Kemana kamu semalam?" tanya Dafa tegas.
"Maaf Ayah, Sheva salah masuk kamar." Sheva menunduk, badannya gemetar menahan takut.
"Gara-gara kamu, tuan Erik membatalkan perjanjian!" Dafa mengepalkan tangannya.
"Tuan Erik? Siapa?" tanya Sheva dengan bibir yang gemetar.
"Tuan Erik orang yang akan bekerja sama dengan perusahaan Ayah. Karena kamu tidak ada semalam, dia membatalkan perjanjian!" Dafa berapi-api.
"Maksudnya?" Sheva masih tidak mengerti.
"Ayah berjanji akan mengenalkan mu kepada tuan Erik. Tapi kamu tadi malam tidak ada di sini. Bukankah Ayah mengatakan hadiahmu ada di dalam kamar ini!" Dafa semakin emosi.
"Oh, jadi Ayah ingin menjualku kepada orang asing. Jadi tadi malam hanya sandiwara. Ayah, sejak kecil Sheva hanya ingin disayang oleh Ayah. Ingin mendengar Ayah memanggil 'Nak'. Hanya itu yang Sheva ingin. Apa bedanya Sheva dengan Radin? Kami sama-sama anak Ayah. Selama ini Sheva tulus memberikan cinta dan kasih sayang Sheva kepada Radin. Tapi kalian hanya memanfaatkan Sheva. Darah Sheva mengalir dalam tubuh Radin. Apa Ayah tidak sadar tanpa Sheva, Radin tidak akan hidup!"
PLAK!
"Kamu anak selingkuhan dari Bundamu." Dafa memegang tangannya yang terasa panas.
Sheva diam dan memegang pipinya yang terasa ngilu.
"Apa Sheva tidak ada artinya di hadapan Ayah. Jika Sheva tiada apakah Ayah akan bahagia?" tanya Sheva.
"Kamu harus tetap hidup. Radin masih memerlukanmu. Radin juga membutuhkan ginjalmu."
"Radin, Radin, Radin! Di mata Ayah hanya Radin. Apa Ayah tidak pernah berpikir Radin itu anak siapa? Apakah Radin benar anak Ayah!" untuk pertama kalinya Sheva berani berteriak di depan Dafa.
PLAK!
"Dasar anak haram! Beraninya kamu bicara seperti itu terhadap Radin!" Dafa mencekik leher Sheva.
"Jika Sheva mati, Radin juga mati!" Sheva menahan tangan Dafa.
Dafa melepaskan tangannya dengan kasar. Sheva merasakan nafasnya hampir habis.
"Ingat, Radin memerlukan ginjalmu." Dafa meninggalkan Sheva.
Sheva terduduk di lantai dingin kamar hotel. Sheva merasa kedua pipinya panas dan ngilu. Sheva melampiaskan dukanya dalam air mata. Sheva teringat kekasihnya, Sheva berniat menemuinya dan berharap kekasihnya menjadi tempat bersandar untuknya.
Sheva memasuki sebuah rumah yang selama ini sering dikunjunginya. Sheva membuka pintu. Perlahan dia masuk, Sheva ingin memberikan kejutan untuk kekasihnya. Dan ternyata di luar dugaan. Bukannya memberi kejutan untuk kekasihnya, malah Sheva yang mendapatkan kejutan serangan jantung melihat kekasihnya bercinta di depan matanya sendiri dengan sahabatnya.
Saking panasnya percintaan mereka, sampai-sampai mereka tidak menyadari kehadiran Sheva yang terbakar api cemburu, marah, benci, merasa dikhianati dan tersakiti. Sheva berlari keluar dari rumah kekasihnya. Darahnya mendidih setelah melihat perselingkuhan di depan matanya. Hatinya seperti tersayat sembilu. Teriakan kekecewaannya membelah angkasa.
Sheva lagi-lagi mendapatkan kejutan. Om Riza menghubunginya lewat telepon, tante Puspa masuk rumah sakit. Dan harus segera dioperasi. Tidak lama setelah mm Riza menelpon, Dafa ayahnya juga menghubungi Sheva untuk segera datang ke kantornya.
Sheva masuk ke dalam kantor Dafa. Kehadirannya sudah ditunggu Assisten Dafa di ruangan lobi. Sheva masuk ke dalam kantor Dafa.
Dafa menyodorkan sebuah kertas di atas meja kepada Sheva. Sheva membacanya dengan hati-hati dan teliti tiap huruf yang ada di kertas itu.
"Tante Puspa dalam keadaan kritis. Kamu harus mengambil keputusan. Jika kamu sayang dengan tante Puspa, kamu harus menandatangani surat ini." Kata Dafa.
Surat itu berisi surat pernyataan bahwa Sheva akan melakukan pernikahan dengan seseorang yang dipilih oleh ayahnya. Setelah menikah dengan orang pilihan ayahnya, Sheva akan mendapatkan uang sebesar 200 juta cash. Tanpa pikir panjang lagi Sheva menandatangani surat pernyataan itu. Karena pikiran Sheva saat ini fokus kepada tante Puspa, karena Sheva sangat mengetahui perekonomian om Riza. Sheva harus membalas budi terhadap mereka berdua.
Akhirnya pernikahan Sheva pun dilaksanakan setelah beberapa jam Sheva menandatangani surat pernyataan. Ternyata suami yang dipilihkan ayahnya adalah seorang yang cacat. Sheva memandangi calon suaminya yang terbaring di atas tempat tidur. Calon suaminya tersenyum menatap ke arahnya. Calon suaminya menandatangani berkas-berkas perkawinan. Sheva pun sama. Kini mereka resmi menjadi suami istri di atas kertas.
Sheva meminta uang yang telah dijanjikan ayahnya. Dafa hanya tertawa, Dafa berhasil menipu Sheva dengan perkawinan. Betapa terpukulnya Sheva. Sheva meratapi betapa pahit kehidupannya. Mengapa hidup begitu tidak adil terhadapnya. Untuk apa dia hidup? Apa hanya untuk menderita?
Sheva dengan membuang rasa malunya berlutut di hadapan suaminya.
"Maaf, bisakah aku meminjam uang? Aku akan mencicil untuk melunasinya." Sheva menundukkan kepalanya.
"Untuk apa?" tanya suaminya.
"Untuk membayar operasi tanteku. Beliau sedang berjuang di meja operasi." Jawab Sheva.
"Baiklah akan aku turuti." Suami Sheva menyuruh Assistennya untuk menemani Sheva ke rumah sakit.
Sheva dan Assisten suaminya tiba di rumah sakit. Dan kedatangan Sheva terlambat. Tante Puspa sebelum dioperasi sudah menghembuskan nafas yang terakhir.
Sheva sungguh merasa kosong, hampa. Kedukaannya bertambah, orang yang dianggapnya sebagai ibunya telah tiada. Dalam diam dan sepi Sheva mendengar suara bisikan yang membawanya berjalan jauh tanpa henti. Dan tibalah di sini di sudut bibir tebing Sheva berdiri.
BYUUUUR!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
BYUUUUR!
Tubuh Sheva jatuh ke dalam air laut. Deburan keras ombak langsung menyapa tubuh dan hatinya yang rapuh. Sheva mengambang dengan tangan yang menjulur di dalam air, matanya menatap langit, bibirnya mengukir senyuman, dalam hati dia berkata, selamat tinggal dunia, selamat tinggal duka, tak ada yang mengharapkan aku ada.
Air laut berlomba-lomba masuk ke dalam tubuhnya, oksigennya semakin menipis. Samar-samar Sheva melihat seseorang berenang kearahnya. Kepala Sheva mendapat hantaman keras, pandangannya terhalang cairan berwarna merah dan kali ini kepala dan tubuhnya terhempas, terombang-ambing batu karang di lautan. Sheva menutup rapat matanya.
Seorang pria penuh makian dalam hati berusaha sekuat tenaga berenang melawan kuatnya gelombang laut dan hempasan ombak. Dia susah payah menggapai Sheva yang sudah tidak ada pergerakan. Tubuh Sheva dipeluknya, dibawanya berenang kepermukaan dan menyeretnya ke tepian pantai.
Di atas pasir putih, pria itu meletakkan tubuh Sheva yang sudah memucat. Dia memberikan pertolongan pertama menekan-nekan dada Sheva dengan kedua tangannya dan memberikan nafas buatan untuk Sheva. Terus berulang-ulang dia lakukan sampai akhirnya Sheva terbatuk memuntahkan air asin yang ada di dalam tubuhnya.
"Bos Arkan, pertolongan sudah datang." Seseorang berlari bersama beberapa orang yang memakai seragam putih.
Akhirnya Sheva, Arkan dibawa ke rumah sakit. Sheva mengalami luka yang serius, kepalanya terhantam batu karang. Tubuhnya terdapat penuh luka. Begitu juga dengan Arkan, kaki dan tangannya harus dipasangi gips. Arkan meminta untuk satu ruangan dengan Sheva, agar Arkan dapat menjaga Sheva.
Arkan memandangi Sheva yang masih belum sadarkan diri. Ingatan Arkan kembali ke beberapa hari yang lalu.
Setelah malam panas itu. Arkan menandai Sheva sebagai miliknya. Arkan terbangun dan mencari Sheva yang sudah tidak ada di kamarnya. Arkan membersihkan tubuhnya di kamar mandi. Suara ketukan terdengar, seorang pria muda masuk ke dalam kamar Arkan.
"Siapa yang mengirim gadis ke kamarku tadi malam?" tanya Arkan kepada Assistennya.
"Gadis? Siapa Bos?" tanya Ahsan.
"Tolong kamu cari informasi tentang gadis ini." Arkan mengirimkan foto Sheva ke ponsel Ahsan.
Ahsan memperhatikan foto Sheva.
"Saya mengenalnya, dia bernama Sheva. Sejak kecil dia tidak diakui anak oleh ayahnya. Dia tinggal bersama om dan tantenya. Ayahnya mata duitan, baru saja saya berpapasan dengannya. Dia bertemu dengan pak Erik yang terkenal dengan hidung belangnya. Rupanya dia ingin menjual Sheva ke pak Erik dan rencana itu gagal karena Sheva semalaman tidak berada di kamarnya. Pak Erik sangat marah dan membatalkan kerja sama dengan pak Dafa," kata Ahsan.
"Hmmm, buat pertemuan dengan pak Dafa secepatnya. Bebaskan Sheva dari ayahnya dan siapkan pernikahan untuk kami segera!" Arkan memberikan perintah.
"Apa!" Pernikahan?" mata Ahsan membelalak tak percaya.
"Kenapa?" Arkan menyipitkan matanya.
"Bos, kenapa harus dia? Saya juga menyukainya." Ahsan kesal sekaligus sedih orang yang selama ini dia sukai akan menjadi isteri Bosnya.
"Jodoh itu di tangan Tuhan. Dan maaf kamu kurang beruntung. Cepat laksanakan!" Arkan memutar punggung Ahsan dan mendorongnya pelan.
"Bos, begini ya rasanya patah hati?" Ahsan bicara tanpa memandang ke arah Arkan.
"Hmmm kira-kira begitu. Ok, setelah semua beres bonus kamu kali ini lima kali lipat dari sebelumnya." Arkan duduk sambil tersenyum kearah Ahsan.
"Ok Bos. Laksanakan!" Ahsan berbalik badan tangannya memberi hormat kepada Arkan. Ahsan pun segera melaksanakan tugasnya.
Ahsan menemui Dafa di kantornya. Ahsan bermaksud untuk melamar anak Dafa untuk bosnya yang mengalami kelumpuhan. Awalnya Dafa menolak, Dafa sama sekali tidak pernah berpikir untuk menikahkan Radin dengan pria cacat yang tidak diketahui asal usulnya. Ahsan sebelumnya sudah menyelidiki, Dafa ternyata mempunyai hutang selama ini yang tidak orang ketahui. Hutang untuk pengobatan Radin. Ahsan memanfaatkan keadaan untuk membujuk Dafa.
"Maaf Pak Dafa, kami mendapat informasi Pak Dafa mempunyai anak yang sangat cantik. Kebetulan Bos kami ingin menikahkan anaknya dengan anak Pak Dafa. Karena usianya sudah cukup berumah tangga. Dan kami juga mendapatkan informasi, Pak Dafa memiliki hutang di luar sana sebesar 400 juta."
"Apa! Kalian menyelidikiku! BRAK!" Dafa memukul keras meja kerjanya.
"Ayolah Pak Dafa, penawaran kami ini sama-sama menguntungkan. Pak Dafa mendapatkan uang untuk membayar hutang. Dan Bos saya mendapatkan menantu untuk anaknya yang lumpuh," kata Ahsan.
Dafa berpikir sejenak memutar otak. Terlintas Sheva dalam benaknya. Dafa akan menyerahkan Sheva ke orang asing dan dia akan mendapatkan uang.
"Baiklah, apa syaratnya?" tanya Dafa.
"Ternyata Anda orang yang cerdas Pak Dafa. Memang segala sesuatu tidak ada yang gratis. Anda harus menandatangani surat pernyataan ini." Ahsan menyerahkan selembar kertas putih.
Ternyata isinya pernyataan Dafa menyerahkan sepenuhnya anaknya kepada Bos Ahsan. Setelah menandatangani surat pernyataan Dafa dan anaknya memutuskan hubungan. Dafa tidak berhak lagi atas anaknya. Dan Dafa menyetujuinya.
"Mohon maaf Pak Dafa, siapa nama anak Pak Dafa yang akan menikah dengan Bos saya?" tanya Ahsan.
"Namanya Sheva Naila." Jawab Ahsan.
Ahsan tersenyum puas, akhirnya umpan yang dia lemparkan ditangkap Dafa. Ternyata dia memang ayah yang kejam, mengapa Sheva yang dia korbankan. Sheva setelah ini, kamu aman bersama Bos Arkan, kata Ahsan dalam hati.
Akhirnya Dafa menandatangani surat pernyataan. Ahsan meminta Dafa untuk menyiapkan Sheva untuk melaksanakan pernikahan dalam dua jam ke depan. Dan Dafa memanggil Sheva untuk memaksanya menikah dengan orang asing. Sheva pun dengan terpaksa menerima karena keadaan yang begitu tidak berpihak. Ternyata lagi-lagi Dafa ingkar janji dan hanya ingin mengambil keuntungan dari Sheva. Dafa tidak memberikan uang yang dia janjikan kepada Sheva.
Dan Sheva, jiwanya tidak sanggup lagi menahan guncangan kepedihan, kehilangan, keputusasaan. Sheva dikendalikan jiwa yang kesepian, berharap sepertinya yang mati dalam kesengsaraan. Sheva mencoba meninggalkan dunia dengan cara loncat dari tebing.
TIT! TIT! TIT!
Arkan disadarkan dari ingatannya. Sheva masih diam, matanya masih tertutup rapat. Sheva seolah enggan kembali ke dunia.
"Bodoh, dasar bodoh! Apa kamu lupa kamu sudah punya suami. Bangun! Bangun Sheva! Apa kamu ingin aku sendirian di dunia ini. Sheva, aku akan menjadikanmu wanita yang paling bahagia." Arkan berbisik di telinga Sheva.
Sementara itu di dimensi dunia lain.
Sheva bangun dari tidurnya. Sheva bisa melihat orang-orang yang ada di sekelilingnya. Dan Sheva menyadari orang lain tidak ada yang melihatnya. Sheva tersenyum bahagia akhirnya dia bisa terlepas dari dunia yang membuat sesak dan penuh tipu daya.
Sheva berjalan menghirup udara kebebasan. Rasanya seperti terlahir kembali, semua beban berat yang dipikulnya hilang. Langkahnya semakin ringan, dengan senyuman Sheva meluapkan kebahagiaan.
"Apa sekarang kamu merasakan kebahagiaan?"
Langkah Sheva terhenti perlahan Sheva membalikkan badannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!