"Bun, siapkan pernikahanya secepatnya. Aku akan segera kembali ke Indonesia, minggu depan." Kata-kata yang terlontar pertama kali, saat Arga menghubungi orang tuanya.
Setelah sebulan lalu Arga tidak menghubungi kedua orang tuanya. Hari ini Arga menghubungi bundanya, dan menerima pernikahan yang di minta kedua orang tua Arga. Jawaban itu begitu ditunggu oleh kedua orang tua Arga.
Setelah sekian lama menolak untuk di nikahkan dengan anak dari sahabat orangtuanya. Kini dia menyerah dan memilih menerima pernikahan ini. Dia berpikir karena dengan cara ini, dia bisa mengindari mantan kekasihnya. Arga mengingat bagaimana kejadian di sore itu.
Sore ini Arga datang ke apartemen kekasihnya. Dia ingin memberi kejutan, dengan mendatangi apartemen, tanpa memberi tahu terlebih dahulu. Saat Arga berkerja, kekasihnya sempat menghubunginya, dan Arga mengatakan jika hari ini dia lembur. Padahal dia sudah berencana pulang lebih awal, karena hari ini tepat satu tahun mereka merajut cinta, dan Arga berniat untuk merayakannya.
Sebenarnya Arga malas dengan perayaan. Tapi dia hanya ingin menyenangkan kekasihnya. Sikap tidak pedulinya selalu membuat mereka bertengkar, dan Arga ingin memperbaiki. Ditambah beberapa hari ini Arga sibuk, sehingga dia semakin tidak perduli.
Arga berdiri tepat di depan apartemen kekasihnya, dengan seikat bunga, dan hadiah di sakunya. Hari ini Arga berencana melamar kekasihnya, karena dia pernah berjanji.
Arga menekan kode apartemen untuk masuk ke dalam apartemen. Apartemen ini adalah pemberian dari Arga, jadi Arga sudah tahu kode apartemen kekasihnya. Karna memang dia sudah terbiasa datang, jadi dia tidak perlu mengetuk pintu lagi.
Arga pun membuka pintu. Dahinya berkerut saat suara yang begitu dia sangat hapal di dengarnya. Saat masuk dia menajamkan pendengarannya, dan dia mendapati suara erangan mengema di dalam apartemen. Perlahan Arga mulai masuk, dan mencari sumber suara. Arga mendengarnya suara itu berasal dari kamar. Dia mencoba membuka pintu untuk masuk ke dalam kamar untuk melihat siapa yang ada di dalam.
Arga membuka pintu kamar, dan pemandangan yang dilihat pertama kali adalah kekasihnya yang sedang bercinta dengan pria lain. Arga membulatkan kedua bola matanya sempurna, melihat semua itu. Seketika bunga yang dia bawa pun jatuh ke lantai.
"Arga." Wanita itu sangat kaget saat melihat Arga memergokinya sedang bersama dengan pria lain, dan dalam keadaan tanpa busana. Wajahnya seketika pucat mendapati Arga melihat semua yang dia lakukan.
Arga yang melihat semua itu membuat emosinya memuncak. Tanpa basa basi Arga melangkahkan kakinya menghampiri pria itu, dan langsung menghajar pria itu.
Kekasihnya mendekat, melerai dan menghentikan Arga yang tidak henti menghajar pria yang bersamanya. Dengan lilitan selimut di tubuhnya, dia mencoba menjelaskan perkaranya. "Ar, aku bisa jelaskan." Wanita mencoba memberi penjelasan.
Arga berhenti memukul pria itu, dan melihat kekasihnya dengan jijik. Tubuh yang hanya di tutupi dengan selimut membuat Arga malas untuk menatapnya. "Tidak ada yg perlu kamu jelaskan, semua dah jelas. Mulai sekarang kita putus."
Arga tidak mau mendengar penjelasan apapun dari kekasihnya, karena yang dia lihat sudah memberinya jawaban. Arga pun berlalu meninggalkan apartemen.
Kecewa mungkin itu yang dia rasakan. Wanita yg begitu mencintainya selama ini menghianatinya begitu saja. Padahal dia sudah berusaha mencintainya.
Arga melajukan mobilnya kembali ke apartemennya. Dia masih begitu sangat kesal. Di usapnya kasar wajahnya.
Berani-beraninya dia menghianati aku.
Arga yang mengingat semua, mengusap wajahnya kasar. Sesampainya di apartemen, dia merebahkan tubuhnya, tapi seketika dia teringat tawaran dari orang tuanya. Arga pun langsung mengambil ponsel di saku jasnya, dan menghubungi bundanya. Dia berniat untuk menerima tawaran untuk menikah dengan anak dari teman kedua orang tuanya.
***
Dirumah Orang tua Arga.
Ponsel Marya berdering. Marya melihat ke layar ponselnya untuk tahu siapa yang menghubunginya. Dan saat melihat ponselnya, dia begitu terkejut. Dia melihat anaknya yg sudah satu bulan tidak menghubunginya. Dan sekarang dia menghubunginya.
Marya tahu betul putranya sangat marah, saat Marya memintanya menikah dengan anak dari sahabatnya, hingga sudah satu bulan Arga tidak menghubunginya sama sekali.
"Halo anak bunda Sayang, apa kabar kamu sayang." Marya menanyakan kabar anak yang begitu ia cintai.
"Bun, siapkan pernikahanya, secepatnya aku akan kembali ke Indonesia."
Kalimat itu yang di dengar pertama kali oleh Maria.
"Baiklah nak, kapan kamu akan pulang sayang." Tanpa pikir panjang maria langsung bertanya kesiapan Arga. Dia tak mau menyianyiakan kesempatan atas jawaban putranya yang sudah ditunggu lama.
"Aku akan pulang satu minggu lagi, dan aku harap ayah dan bunda menyiapkan pernikahanku."
"Kenapa secepat itu, Nak?" tanya Maria yang begitu kaget mendengar keinginan anaknya untuk menikah dalam seminggu ini.
"Bun, jangan membuat aku berubah pikiran." Arga menghela nafas dalam, mencoba menenangkan dirinya agara tidak terbawa emosi.
Marya hanya diam mencoba tidak memancing emosi anaknya, dia tahu betul anaknya mudah sekali marah.
"Aku mau pernikahanku secepatnya tidak perlu pesta mewah, aku ingin sah secara hukum dan agama saja." Arga mencoba menjelaskan, dan memberikan penekanan.
"Baiklah nak, kami akan menyiapkan semuanya, cepatlah pulang dan hati-hati disana." Maria mencoba menenangkan anaknya. Dia tahu seperti apa anaknya, yang mudah sekali emosi.
"Iya, Bun." Arga pun langsung mematikan sambungan teleponnya.
"Anak ini ya benar-benar kalau meminta sesuatu sesuka hatinya." Marya begitu kesal dengan sifat Arga yang sesuka hati. Tapi Marya senang karena putranya mau menerima permintaannya, untuk menikah dengan anak sahabatnya.
"Siapa yang sesuka hati?" tanya Surya yang baru menuruni tangga.
Surya Pratama, ayah dari Arga Pratama pemilik Pratama Grup. Perusahan di bidang pariwisata yang memiliki hotel, villa dan beberapa tempat wisata di Indonesia.
"Arga, Mas," jawab Marya mendekat pada suaminya.
"Ada apa lagi anak itu?" tanya Surya dengan nada tidak suka. Dia tau anak semata wayangnya itu, suka seenaknya sendiri.
"Tidak Mas, dia telepon memberi tahu kalau dia mau menikah dengan anak Mirna, dan dia meminta kita menyiapkan dalam seminggu." Maria menjawab pertanyaan suaminya, menceritakan apa yang di minta oleh Arga.
"Wah akhirnya sadar juga dia, dan mau menikah." Surya berucap seraya terkekeh.
"Mas, bagus dong anak kita sudah setuju, dan secepatnya kita akan punya cucu," ucap maria begitu senang membayangkan seorang cucu. " Kamu harus segera hubungi Adhi untuk membicarakan ini," pinta Marya pada suaminya.
"Iya aku akan segera hubungi Adhi," ucap Surya.
"Arga juga minta pernikahannya seminggu lagi."
Surya mengerutkan keningnya, "Seminggu?" tanyanya memastikan.
"Iya mas, tidak perlu pesta mewah, yang penting sah menurut agama saja."
"Ya sudah kalau begitu, aku akan bicarakan dengan Adhi nanti."
Kedua orang tua Arga tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, saat Arga sudah menerima pernikahan perjodohan ini.
"Sudah lama Dhi? Maaf jalanan macet," ucap Surya yang baru datang.
"Tidak aku baru sampai juga," jawab Adhi sambil meminum kopi yang sudah di pesannya.
Adhi Kusuma adalah sahabat waktu kuliah. Mereka berempat adalah teman waktu kuliah. Surya, Adhi, Marya, dan Mirna.
Bila perusahaan Surya di bidang pariwisata,
perusahaan Adhi di bidang konstruksi.
Mereka sama sama dua perusahaan besar, di Indonesia.
"Ada apa kamu menyuruhku kemari, Surya?" tanya Adhi penasaran, karena temannya menghubunginya tiba-tiba.
"Aku hanya ingin memberi tahu anakku telah setuju untuk menikah, aku ingin acaranya di adakan seminggu lagi." Surya mencoba menjelaskan.
"Kenapa secepat ini, apa tidak terlalu terburu-buru dalam seminggu?" tanya Adhi benar-bebar heran dengan sahabatnya ini.
"Ayolah Dhi, jangan berpikir ini buru-buru, bahkan kita sudah merencanakan ini sejak kita kuliah." Surya tak mau kalah menjawab.
"Ya, aku tau ini memang sudah rencana kita, apalagi dulu Mirna begitu bersemangat menginginkan pernikahan anak kita." Dengan raut sedih adhi mengingat mendiang istrinya.
"Sudahlah jangan sedih, kita kan sedang berusaha mewujudkan keinginan Mirna juga." Surya mencoba memberi semangat.
"Ya sudah, aku secepatnya akan bicarakan dengan putriku. Aku mau kamu merahasiakan ini semua sampai hari pernikahan tiba. Aku tak mau Lidia mengacaukannya," pinta Adhi
"Baiklah." Surya menyangupi permintaan sahabatnya.
Bukan karna alasan Adhi meminta merahasiakan dulu rencana pernikahan putrinya. Lidia selalu mengacaukan hidup putrinya. Dulu Adhi mencoba menikahi Lidia, berharap Lidia akan mencintai putrinya, tapi ternyata semua salah, yang dicintai Lidia hanya dirinya.
Setelah tau janji perjodohan putrinya dengan anak sahabatnya, dia selalu berusaha memutuskannya. Sebenarnya Adhi bukan tidak tahu apa yg dilakukan istrinya, tapi dia diam untuk menjaga keutuhan rumah tangganya. Selama putrinya masih aman dia akan mencoba diam.
***
Setelah bertemu dengan Surya. Adhi langsung menuju apartemen putrinya. Dilangsung menekan bel apartemen.
"Ayah." Zia membuka pintu mendapati ayahnya yang datang ke apartemennya. Zia yang melihat ayahnya langsung memeluknya.
"Apa kau akan memeluk ayah terus, dan tidak mengizinkan ayah masuk." Adhi terkekeh melihat putrinya memeluknya, menyalurkan rindunya
"Ayah ... " rajuk Zia. "Baiklah ayo masuk." Zia mempersilakan ayahnya masuk.
Zia Archana Kusuma adalah anak Adhi Kusuma dan mendiang Mirna. Zia tinggal di apartemen setelah masuki bangku kuliah, lebih tepatnya setelah ayahnya menikah lagi. Zia adalah seorang desainer, dia memiliki butik lumayan terkenal di ibu kota. Bukan karna dia anak seorang pengusaha, butiknya bisa terkenal, tapi karna hasil karyanya yang begitu hebat. Hobinya mengambar dia tuangkan dalam karya, menciptakan gaun-gaun indah.
"Ada apa ayah kemari? Kenapa tidak menghubungi aku? Aku kan bisa datang ke kantor ayah," tanya Zia.
"Apa ayah tak boleh berkunjung ke apartemen mu?" Adhi berpura pura marah.
"Bukan begitu ayah." Zia berglayut di lengah sang ayah, agar sang ayah tidak marah dengan ucapannya.
Adhi langsung tertawa melihat anaknya merajuk. "Kamu ini masih manja saja." Adhi mencubit hidung putrinya.
Zia langsung mecebikkan bibirnya saat ayahnya bilang kalau dia manja.
"Sudah, jangan merajuk terus. Ada yang akan ayah bicarakan dengan mu." Adhi memulai membicarakam rencananya pada Zia
Zia yang mendengar ayahnya, ingin bicara padanya, di buat heran, karena ayahnya jauh-jauh ke apartemennya untuk membicarakan sesuatu. Zia hanya bisa menebak, yang ayahnya ingin bicarakan adalah hal penting.
"Zi, ayah mau kamu menikah." Adhi mulai memulai menyampaikan keinginannya pada Zia.
Zia yang mendengarkan, ayahnya memintanya menikah, hanya bisa menautkan alisnya, Zia sedikit bingung dengan ke inginan sang ayah. "Kenapa ayah meminta Zia untuk menikah? Zia belum kepikiran yah. Lagi pula Zia nggak punya pacar, bagaimana bisa menikah." Zia sedikit kesal dengan permintaan ayahnya, dan menjawab dengan beberapa pernyataan.
"Zi, dulu ibumu, aku, dan sahabat kami sepakat ingin menjodohkan putra putri kami, dan disini ayah meminta kamu untuk menikah dengan putra sahabat ayah." Adhi mulai menjelaskan maksud dari permintaannya.
Zia membulatkan matanya mendengar apa yang di ucapkan ayannya, Zia sedikit keget dengan penuturan ayahnya. "Ayah, ini sudah bukan zaman Aiti Nurbaya, kenapa harus di jodoh-jodohkan. Lagi pula Zia mau menikah dengan orang yang Zia cintai yah." Zia mulai kesal mendengar permintaan ayahnya, dan mencoba untuk menolaknya.
"Zi, semua ini adalah keinginan mendiang ibumu juga. Dulu ibumu sangat bersemangat dengan rencana ini. Dan ayah di sini hanya ingin memenuhi janji ayah pada ibumu." Adhi begitu sedih mengingat mendiang istrinya, dan mengingat keinginannya untuk menikahkan anaknya dengan anak sahabatnya
"Ayah .... " Zia melihat ayahnya yang begitu sedih mengingat ibunya, Zia tak bisa pun merasa tidak tega melihat ayahnya, tapi berat untuk Zia menikah, dengan seseorang yang dia tidak kenal, dan tidak dia cintai.
Zia menimbang semua yang di katakan ayahnya padanya. "Baiklah Zia setuju yah." Akhirnya Zia memilih menyetujui demi ayah dan mendiang ibunya.
"Benarkah nak, kamu mau?" tanya Adhi memastikan, dan Zia mengangguk tanda setuju.
Mir lihatlah, aku akan mewujudkan keinginanmu. Dalam hati Adhi merasakan bahagia.
"Kapan penikahannya, Yah?"
"Seminggu lagi," jawab Adhi
"Hah ... Ayah bercanda, kenapa secepat ini?" Zia benar- benar tak habis pikir dengan ayahnya ucapkan, kalau pernikahan akan di selengarakan dalam seminggu.
"Dengar, kita hanya mengundang keluarga, acaranya ijab qobul saja. Jadi tak masalah di laksanakan lebih cepat. Masalah resepsi nanti kalian tentukan sendiri kapannya. Yang penting sah dalam agama dan hukum dulu." Adhi menjelaskan pada putrinya rencana yang sudah dia siapakan.
Zia yang mendengar ayahnya sudah merencanakan semua hanya bisa menuruti semuanya. "Baiklah kalau itu yang terbaik menurut Ayah, Zia ikut saja." Akhirnya Zia memilih pasrah dan mengikuti semuanya.
"Calon suamimu akan datang sehari sebelum pernikahan. Nanti kalian bisa mencari cincin bersama, saat dia datang."
Hih ... apa-apan pria aneh, mau menikah tapi datangnya terlalu dekat dengan waktu pernikahan, batin Zia kesal mengingat ucapan ayahnya.
"Ya sudah aku ikut ayah saja."
Setelah Adhi menyelesaikan tugasnya untuk memberi tahu Zia, Adhi pun memilih pulang.
Setelah ayahnya pulang Zia cuma diam merenungi. Menikah dengan orang yang tidak di kenal akan jadi apa pernikahannya nanti. Jangankan cinta kenal saja tidak, itulah yang di pikirkan oleh Zia.
Achhhh ....
Zia benar-benar frustasi membayangkan semua yang akan terjadi ke depan.
"Bu, Zia akan menikah dengan pilihan ibu, apa ibu akan senang." Zia berucap seraya melihat foto ibunya. Tidak terasa air matanya mengalir. Zia hanya bisa pasrah menjalani semua yang sudah di siapkan oleh ayahnya. Demi ke dua orang tuanya Zia rela menerima pernikahan perjodohan ini.
Seorang pria baru saja keluar dari Bandara, menuju mobil yang sudah menjemputnya. Pria tinggi, putih dengan rahang tegas, begitu mengagumkan bagi kaum hawa yang melihatnya. Dengan kacamata hitam yang bertenger di hidungnya, dia melangkah dengan dengan percaya diri.
Dia adalah Arga Pratama, putra semata wayang Surya Pratama. Pewaris Pratama Grup. Pria dingin dan semaunya sendiri itu lah Arga. Bagi orang tua Arga, anaknya adalah anak yang susah di atur. Semua yang di kerjakan sesuai keinginannya sendiri tanpa peduli sekitar.
"Pagi, Tuan muda," sapa Pak Rudi supir keluarga Pratama seraya membukakan pintu mobil untuk Arga.
"Pagi juga, Pak." Arga memasuki mobilnya.
Setelah Arga masuk, sopir langsung beralih ke kursi kemudi, melajukan mobilnya menuju kediaman Pratama. Melalui jalan tol, perjalanan menjadi lebih cepat. Dan sampailah mobil di depan rumah kediaman Pratama. Bundanya yang dari tadi menunggu putranya, sudah menyambut putra kesayangannya di depan pintu.
"Arga ... anak bunda sayang." Marya memeluk putranya. Dia melepas rindu pada putra semata wayangnya.
"Bunda, aku sudah besar kenapa di peluk-peluk?" Arga merajuk saat bundanya begitu erat memeluknya layaknya anak-anak.
"Bagi bunda anak bunda tetaplah anak kecil yang nakal." Marya terkekeh mendengar rajukan dari Arga.
"Ya sudah ayo masuk istirahatlah dulu, pasti kamu sangat lelah." Marya meminta putranya masuk ke dalam rumah.
Arga pun menuruti bundanya, masuk ke dalam rumah. Dia langsung melangkahkan kakinya, menaiki tangga dan menuju kamarnya. Dia membuka pintu kamarnya, setelah memutar kunci kamarnya. Dalam hatinya, kamarnya tidak ada perubahan apa-apa, tetap sama dengan saat dia tinggalkan.
Arga langsung berlalu ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya. Dia menikmati guyuran air melalui shower yang mengalir di tubuhnya. Rasanya lelah akibat perjalanan panjang seketika sirna.
Setelah selesai membersihkan diri, dia pun merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Rasanya jet leg akibat perjalanan London menuju Indonesia, membuat dirinya perlu istirahat. Akhirnya Arga pun memejamkan matanya.
**
Malam hari nya keluarga Pratama makan malam bersama. Setelah sekian lama Arga tidak pulang ke rumah, hari ini mereka bisa menikmati moment makan bersama kembali.
Arga begitu betah di luar negeri, hingga membuat dirinya jarang sekali mengunjungi orang tuanya. Dan saat orang tuanya rindu, meraka yang akan menemui anak mereka.
Setelah cukup beristirahat, Arga keluar dari kamar, dan menghampiri orang tuanya yang sudah menunggunya di meja makan.
"Malam, Ayah, Bunda," sapa Arga seraya mencium bundanya.
"Malam sayang, sini duduk! Bunda sudah memasak makanan kesukaanmu." Marya sungguh senang putranya sudah di rumah. Dari tadi dia sibuk memasak untuk anak semata wayangnya itu.
"Setelah makan ayah ingin bicara denganmu, Ar." Surya menatap pada Arga.
Arga sudah bisa menebak untuk apa ayahnya mengajaknya untuk bicara. Apalagi kalau bukan soal pernikahan, yang akan diadakan dua hari lagi, batin Arga.
"Iya." Arga hanya menjawab singkat ucapan ayahnya, dan melanjutkan makan.
Setelah selesai makan malam. Mereka semua di duduk bersantai di ruang keluarga, sambil menikmati kopi.
"Ar, acara pernikahanmu akan diadakan dua hari lagi, jadi ayah harap kamu bersiap-siap. " Surya memulai pembicaraan di ruang keluarga, dan langsung mengatakan tanpa berbasa-basi terlebih dahulu.
"Setelah menikah ayah mau kamu membantu ayah mengurus perusahaan. Kamu tau ayah sudah tua, sudah saatnya kamu yang mengambil alih." Surya melanjutkan ucapannya.
Inilah yang tidak di suka oleh Arga saat kembali ke rumah. Dia tahu betul ayahnya akan memintanya untuk mengurus perusahaan. Mau tidak mau, suka atau tidak, sebagai anak semata wayang dia mempunyai tanggung jawab besar, yang harus dia harus kerjakan.
"Ayah rasa kamu sudah belajar banyak disana dengan Paman Erik. Jadi kamu bisa mengembangkan perusahaan, dengan kemampuan yang sudah kamu miliki," sambung Surya kembali.
Surya yang mengirim anaknya untuk kuliah di London juga menitipkan Arga pada adiknya. Surya ingin di sana Arga belajar bisnis di sela-sela kuliahnya, dan semua dikerjakan oleh Arga sampai dia lulus kuliah.
"Baiklah, Yah."
"Nak, besok kamu jemput calon istrimu ya. Bawalah dia mencari cincin pernikahan kalian." Marya membelai punggung putranya.
"Baik Bun, besok aku akan menjemput calon istriku, sekarang aku ingin istirahat." Arga memilih mengakhiri obrolan dengan ayah dan bundanya. Dia tahu, akan menjadi panjang jika Arga masih di ruang keluarga. Arga pun berdiri melangkahkan kakinya menuju kamar.
Merebahkan diri di tempat tidur sambil memandangi langit-langit kamar, dia memikirkan semua keputusannya. "Apa keputusanku sudah benar menerima pernikahan ini," gumam Arga.
Arga mengingat bagaimana pertemuan terakhirnya dengan wanita yang menjadi kekasihnya itu.
"Ambil semua fasilitas yang telah aku berikan kecuali apartemennya, biarkan dia tempati sampai dia lulus kuliah," perintah Arga pada asistennya.
Saat Arga sedang berbicara dengan Asistennya. Tiba tiba seorang wanita masuk ke ruangan Arga.
"Maaf Tuan, Nona ini memaksa masuk," sekertaris Arga menjelaskan.
Arga yang mendengar penjelasan dari sekertarisnya, akhirnya memerintahkan asisten dan sekertarisnya untuk keluar.
"Ar, beri aku kesempatan untuk menjelaskan," pinta wanita itu di hadapan Arga.
Arga hanya menatap dingin pada wanita di hadapannya. "Sudahlah aku tak perlu penjelasan apapun. Semua sudah jelas bukan?"
"Ar, aku benar-benar mencintaimu, kemarin aku hanya terkena bujuk rayu saja," ucap wanita itu sambil menangis, dia tau Arga tak akan pernah tega melihatnya menangis.
Arga yang melihat wanita di hadapannya, tahu bahwa itu hanya sandiwara. "Sudahlah pergilah sebelum aku benar-benar murka, kamu mengenalku bukan?" Arga berkata sedikit membentak.
Wanita itu benar-benar sudah tahu betul, seperti apa saat Arga marah. Air matanya benar-benar tidak mempan membuat Arga luluh. Akhirnya dia memilih mengalah untuk sementara waktu. Menunggu sampai amarah Arga mereda. Dia pun meninggalkan ruangan Arga. Tapi belum sempat dia membuka pintu, langkahnya terhenti, karena Arga memanggilnya.
"Tunggu," panggil Arga.
"Kamu masih bisa pakai apartemen itu sampai kamu lulus kuliah." Arga bicara tanpa melihat wanita itu sama sekali
Wanita itu membuka dan pergi berlalu dari ruangan Arga.
"Achhh .... " Arga kesal saat mengingat semuanya. Mengingat wanita yang sudah ada bersamanya selama satu tahun ini.
Dan sekarang dia memilih menikah dengan wanita lain.
Selain untuk memenuhi keinginan orang tuanya yang selalu mendesaknya. Tujuan Arga menyetujui menikah, untuk menghindar dari mantan kekasihnya. Arga tau betul, kalau dia tetap memilih untuk tetap tinggal di London, wanita itu tak kan berhenti menganggunya.
Tapi kembali ke Indonesia, Arga tau konsekuensi yang harus di hadapi .yaitu pernikahan dengan anak sahabat orang tuanya dan mengurus perusahaan, dan itu yang dipilih oleh Arga.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!