"MINGGIR WOI !!" pekik Cokro.
"Ada si buta dari gua hantu. Kalau kalian dekat-dekat dia, bisa ikutan buta. Haha..." lanjut Cokro seraya tertawa terbahak-bahak membully teman sekolahnya yang rumahnya satu gang dengannya.
Nanda tengah membekap mulutnya sendiri dengan telapak tangannya di balik tembok salah satu petak rumah orang lain. Ia menahan isak tangisnya saat melihat putra semata wayangnya yang bernama Elang Perwira Legenda (6 tahun), tengah mendapat perundungan dari anak tetangganya.
Di mana keluarga anak tersebut memang terkenal julid, usil dan sombong. Maklum keluarga Cokro di sana dijuluki beberapa warga sekitar dengan sebutan OKB alias orang kaya baru. Bukan asli kaya dari lahir.
Sebagai seorang ibu, dirinya bukan bermaksud membiarkan hal ini terjadi begitu saja alias berpangku tangan. Dahulu Nanda pernah memergoki hal serupa terjadi. Dirinya berusaha membantu putranya tersebut tetapi anak-anak yang membully Elang terutama Cokro, semakin mengolok-olok Nanda yang notabene ibu kandung Elang dengan sebutan yang tidak pantas diucapkan oleh anak kecil seusia mereka.
Elang tak membalas ejekan Cokro dan rekan-rekannya kala itu. Tetapi saat di rumah, Elang menangis sejadi-jadinya hingga tantrum. Elang menyalahkan dirinya sendiri. Karena dirinya cacat yakni mengalami kebutaan sehingga orang lain dengan mudahnya menghina ibunya juga.
Bagi Elang, bundanya adalah segalanya. Harta yang tak ternilai dari harta apa pun di dunia ini. Sang bunda adalah matanya untuk melihat isi dunia. Jika mata bundanya menangis, maka hatinya akan merasakan perih ribuan kali. Melebihi dari rasanya saat menikam jantung sendiri dengan belati tajam. Itu lah yang Elang rasakan.
Semenjak itu, Nanda hanya bisa terus berdoa dan bersabar. Jika mendapati hal seperti itu, ia tak akan muncul di depan putranya. Hanya bisa bersembunyi sambil menahan tangisnya. Nanda tak ingin putranya bersedih lebih dalam dan semakin menyalahkan dirinya sendiri serta takdirnya.
Elang pun tak mengindahkah ejekan Cokro. Ia terus berjalan dengan tongkat khususnya. Ia ingin segera pulang dan memeluk bundanya. Sebab bundanya adalah obatnya paling mujarab untuk tetap menjalani hidup ini dengan penuh semangat di tengah pelik yang ada.
Cokro tak terima karena Elang tak menggubrisnya atau memohon izin padanya untuk sekedar lewat. Jalan itu adalah jalan umum di sebuah perkampungan sempit yang cukup padat penduduknya di kota Bandung. Tentu saja Elang tak perlu minta izin pada siapa pun jika untuk berjalan di sana.
Terlebih pada seorang Cokro, anak sebayanya yang sok berkuasa di kampungnya. Mentang-mentang orang tuanya punya beberapa petak rumah kontrakan di sana. Termasuk rumah yang ia tinggali bersama ibunya.
Lantas, apa ia harus sembah-sembah atau memohon ampunan pada Cokro padahal dirinya tak bersalah ?
Oh, tidak akan sudi.
Elang berwatak keras, sangat mirip dengan ayah kandungnya. Jika ia tak bersalah maka dirinya tak perlu minta maaf. Namun ia berani mengakui dan meminta maaf jika memang dirinya berbuat kesalahan.
Tiba-tiba...
BUGH !!
Cokro mendorong punggung Elang dengan keras hingga tersungkur ke tanah. Dagu Elang sedikit berdarah.
"Hahaaa..." tawa Cokro dan teman-temannya.
"Syukurin !!"
"Makanya kalau miskin itu jangan belagu. Ngaca dong !!"
"Sudah buta, miskin, eh belagu. Ke laut saja deh Lo !!" maki Cokro.
Beruntung tongkat khususnya tak patah. Sebab tongkat yang ia gunakan cukup mahal baginya. Karena untuk dapat membeli tongkat ini, sang bunda harus menabung selama beberapa bulan. Menahan rasa lapar karena hanya makan sehari sekali saja. Itu pun hanya nasi dan sayur tanpa lauk. Semua bundanya lakukan demi bisa membelikan tongkat tersebut untuknya.
☘️☘️
Mendengar kata-kata Cokro pada putranya, Nanda kembali teringat dengan makian yang hampir serupa padanya beberapa tahun silam. Makian yang terlontar dari bibir ayah kandung Elang yakni Langit Gemintang Laksono. Laki-laki yang pernah menjadi sahabatnya sejak kuliah dan diam-diam ia cintai.
Puzzle-puzzle ingatan kelamnya saat Langit merudapaksa dirinya di Cardiff, Wales. Bayangan kelam itu mendadak muncul di benaknya. Ingatan yang ingin dihapus dari otaknya, namun tak bisa. Entah apa sebabnya, ia pun tak tahu. Padahal ia sudah berusaha mendoktrin hatinya sendiri untuk membuang jauh-jauh cintanya pada Langit. First love never dies.
"Ahh... Lang, cukup."
"Aku mo_hon hentikan Lang,"
"Sa_kit. Hiks...hiks...hiks..."
Permintaan dan jeritan Nanda yang mengalami kesakitan di atas ranjang, sama sekali tak digubris oleh Langit. Akibat kesalahpahaman, emosi sesaat dan juga pengaruh alkohol, membuat Langit gelap mata hingga merudapaksa Nanda.
Kesucian yang ia jaga selama ini telah hilang dari dirinya. Diambil secara paksa dan brutal oleh Langit Gemintang Laksono.
Pakaian keduanya sudah berserak tak karuan memenuhi ruangan kamar di vila tersebut yang sengaja disewa oleh Langit untuk mengga_gahi Nanda. Ketika Nanda siuman, ia terkejut dirinya sudah berada di atas ranjang di dalam kamar yang entah dirinya pun tak tahu ada di mana lokasi tersebut.
Saat ia akan bangun dari ranjang, Langit sudah duduk di atas sofa yang ada di dalam kamar tersebut. Memandangnya dengan tatapan tajam. Nanda pun ketakutan karena ia tak menyangka bertemu Langit di Cardiff, Wales. Ia pikir Langit ada di Indonesia. Saat dirinya akan mulai berbicara, Langit sudah bangkit dari duduknya lalu...
PLAKK !!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Nanda. Bahkan membuat bibir wanita bermata sayu ini seketika mengeluarkan darah di ujungnya. Nanda yang tak siap dan juga karena kerasnya tamparan Langit, membuat tubuhnya jatuh di atas ranjang kembali.
Seketika hal yang tidak diinginkan Nanda pun terjadi. Sudah hampir satu jam lebih dirinya dibuat tak berdaya oleh Langit di atas ranjang.
"Arrghh..."
"Aku benci kamu Nan !!"
"Tahu apa kamu soal cintaku pada Binar, hah !"
"Sudah miskin, belagu! Sok ikut campur urusan orang !"
Tes...
Tes...
Tes...
Air mata Nanda semakin deras kala ia mendengar banyak makian serta hinaan dari Langit untuk dirinya. Hatinya sakit seiring dengan intinya yang juga robek karena terus digaga hii tanpa henti. Langit seakan menjadi pria tangguuh nan per kas@ di atas ranjang. Pertama kali melepas keper*jakaannya, belum juga menunjukkan tanda-tanda mencapai puncaknya.
Bahkan tanpa sadar Nanda telah pingsan tak berdaya dibawah kung_kuungan daksanya. Tak berselang lama Langit merasakan puncak yang sesungguhnya.
"Oh... ahhh..." geram Langit saat merasakan nikmatnya puncak madu asmara. Titik didihnya men3mbakkan seluruh isinya ke dalam rahim Nanda. Hingga tumpah ruah.
Tubuhnya roboh menindih sebagian tubuh Nanda yang telah pingsan. Lalu ia bergeser di sebelah Nanda dan seketika matanya terpejam. Kelelahan hebat bercampur nikmat tiada tara karena ini adalah pengalaman pertamanya maka membuatnya langsung tertidur pulas.
☘️☘️
"Hush...hushh..."
"Bubar !!" teriak seorang pria yang menolong Elang.
Cokro dan teman-temannya langsung lari terbirit-birit ketakutan. Meninggalkan Elang dengan pria itu.
"Kamu enggak apa-apa, El?"
"Om Alden," sapa Elang.
Ya, pria itu adalah Alden, sahabat Langit Gemintang Laksono.
"Iya ini Om Alden yang tampan sedunia sekaligus calon Papa barumu. Dagumu berdarah ayo kita obati dulu,"
Akhirnya Alden dan Elang singgah ke warung kecil tak jauh dari posisi mereka saat ini guna membeli plester.
"Nah sudah. Ayo pulang. Pasti Bundamu yang cantik itu sudah nungguin kamu," ucap Alden setelah mengobati dagu Elang.
"Ayo, Om." Elang pun menjawabnya dengan antusias seraya berjalan menuju ke rumahnya bersama Alden.
Elang sangat dekat dengan Alden. Baginya, laki-laki ini selalu baik dan perhatian pada bundanya dan juga dirinya. Terlebih Alden masih memiliki hubungan kekerabatan dengan mendiang ayah tirinya. Charlie Hudson, ayah tiri Elang, adalah kakak sepupu Alden. Tetapi Elang tak tahu jika Alden juga sahabat dari ayah kandungnya.
Ya, Elang pada akhirnya mengetahui sebuah fakta mencengangkan dari bundanya. Bahwa ia bukan anak kandung dari Ayah Charlie. Mendiang ayah tirinya itu meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas saat ibunya baru saja melahirkan dirinya.
Nanda yang melihat putranya sudah aman bersama Alden, lantas dirinya buru-buru pulang melewati jalan lain agar tidak berpapasan. Setibanya di rumah, Nanda langsung masuk dan menghapus air matanya. Ia juga memoles wajahnya dengan bedak agar tak terlihat jika habis menangis.
☘️☘️
Tok...tok...tok...
"Assalammualaikum, Bunda. Aku pulang," ucap Elang seraya mengetuk pintu rumahnya.
"Wa'alaikumsalam. Ya, sebentar Nak."
Tak lama berselang, pintu rumah kontrakan Nanda pun terbuka.
Ceklek...
"Hai, cantik." Alden pun menyapa Nanda seperti biasanya dengan senyum lebar nan menggoda janda satu ini.
Alden memang dikenal memiliki sifat playboy dan slengean yang sudah menjadi ciri khasnya sejak dulu. Akan tetapi sejak bertemu dengan Nanda, ia sudah tidak pernah jalan atau menjalin hubungan dengan wanita mana pun di luar sana. Seakan pesona janda dari mendiang kakak sepupunya ini berhasil menghipnotis dirinya.
"Hai, Al. Kok bisa bareng sama Elang ke sini?" tanya Nanda sengaja berpura-pura tidak tahu.
"Oh, itu aku ketemu Elang di jalan depan. Ya sudah kita bareng ke sini. Kamu enggak kerja?" tanya Alden.
"Lagi libur," jawab Nanda singkat.
"Aku ingin bicara sebentar denganmu," ucap Alden.
"Bicara soal apa?" tanya Nanda.
"Soal Gemintang," jawab Alden seraya memberi kode.
"Hah," respon Nanda mendadak terkejut.
Lantas Elang pun mencium tangan bundanya penuh takzim.
"Bun, aku masuk dulu." Elang sengaja segera masuk ke dalam rumah. Ia tak mau mengganggu pembicaraan bundanya dengan Alden.
"Iya, Nak."
Nanda sengaja tak membahas luka dagu Elang di depan Alden. Selepas Elang masuk ke dalam rumah, Nanda dan Alden duduk di teras yang ukurannya cukup sempit dan tak ada kursi. Sehingga keduanya duduk di lantai. Nanda tak mau mendapat gunjingan warga sekitar sehingga ia selalu menerima Alden di teras rumahnya. Terlebih rumah kontrakannya tanpa pagar. Jadi orang yang lewat maupun tetangganya bisa melihat dengan jelas tanpa ada yang ia tutupi.
"Ada apa lagi dengan laki-laki itu?" tanya Nanda mendadak berubah ketus dan dingin jika berkaitan dengan ayah kandung putranya tersebut.
Bersambung...
🍁🍁🍁
Pembaca baruku silahkan baca karya-karya induknya di bawah ini. ⏬⏬
Supaya kalian memahami silsilah dan asal usul keluarga mereka serta karakter tokoh-tokohnya yang akan aku mainkan di cerita ini.💋
"Langit dan keluarga kecilnya, aku dengar-dengar baru saja pindah ke Bandung."
"Apa? Kok bisa?" tanya Nanda dengan reaksi terkejutnya.
"Katanya istri Langit yang minta pindah dari Jogja ke Bandung. Si Kayla yang pengin satu kota dengan orang tuanya," jawab Alden.
Nanda hanya terdiam mendengarnya. Sebab ia juga tak mau ikut campur urusan Langit dan keluarganya. Setiap kali Alden datang ke Bandung, pasti selalu cerita soal Langit tanpa ia minta.
Alden sengaja memberi kode pada Nanda dengan memanggil Gemintang di depan Elang sebelumnya. Sebab Elang tak tahu nama lengkap ayah kandungnya.
Yang Elang tahu nama ayah kandungnya adalah Laksono. Dan Alden menyebut Gemintang di depan Nanda sebagai kode rahasia antara mereka berdua. Itu pun sesuai permintaan Nanda yang memang tak ingin anaknya tahu mengenai Langit lebih detail. Walaupun di hati Nanda terdalam masih tersimpan ruang tersendiri untuk Langit. Namun ia tak mau kehilangan putranya tersebut suatu hari nanti.
Ia takut Langit akan merebut Elang darinya. Dan ia juga tak mau menggangu rumah tangga Langit dengan istrinya yang bernama Kayla Andini Sastro. Terlebih Langit dan istrinya juga telah memiliki satu orang putri yang usianya konon kata Alden sebaya dengan Elang.
Istri Langit adalah putri tunggal dari seorang perwira polisi bernama Kombes Pol. Sastro Dwipangga yang saat ini sudah berstatus purna bhakti. Langit dan Kayla menikah atas dasar perjodohan dari kedua orang tua kedua belah pihak.
☘️☘️
"Om Alden sudah pulang, Bun?" tanya Elang saat mendengar Bundanya mengunci pintu utama.
Rumah kontrakan mereka hanya ada satu kamar tidur, dapur kecil, satu kamar mandi dan ruang tamu minimalis. Tak ada kursi dan meja di ruang tamu. Hanya ada sebuah tikar sederhana serta televisi yang didapatkan oleh Elang sewaktu memenangkan doorprize acara jalan sehat khusus penyandang disabilitas yang digelar oleh Pemkot Bandung beberapa waktu lalu.
"Sudah, Nak. Barusan," jawab Nanda.
Ya, Alden memang tak lama berada di Bandung. Ia jauh-jauh terbang dari Denpasar ke Bandung, hanya karena sedang rindu ingin mendatangi Nanda dan Elang sekaligus berziarah ke makam Charlie, kakak sepupunya. Terlebih sudah dua bulan nan dirinya tidak ke Bandung karena sibuk bekerja di Bali.
"Anak Bunda yang paling ganteng ini sudah tentukan belum, masuk sekolah mana?" tanya Nanda.
Ya, Elang baru saja selesai kenaikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) yang akan berlanjut ke jenjang Sekolah Dasar (SD). Namun Elang belum menentukan ingin bersekolah di mana. Cokro dan rekan-rekan lain yang mengejeknya tadi adalah teman sekolahnya di TK yang sama.
"Aku mau masuk SLB saja, Bun. Apa boleh?" tanya Elang terdengar lirih di ujung kalimatnya yang berhasil ditangkap oleh Nanda dengan jelas.
"Kenapa di SLB? Kenapa enggak di sekolah reguler atau inklusi saja?" tanya Nanda yang merasa iba dengan nasib putranya.
Sebab secara otak dan kepintaran, putranya ini sangat pandai menurutnya. Di usianya yang menginjak enam tahun saat ini, Elang sudah fasih berbahasa asing yakni Bahasa Inggris dan Bahasa Jepang. Di mana semua itu Elang pelajari melalui otodidak saja.
Dari seringnya mendengarkan orang berbicara bahasa asing melalui ponsel pintarnya yang dikenal sebagai ponsel sejuta umat bukan ponsel merek mahal yang bergambar buah apel kena gigit. Kebetulan Elang sangat suka dengan game dan film.
Nanda tak tega jika anaknya yang memiliki kecerdasan yang mumpuni seakan terpinggirkan. Hanya karena memiliki kekurangan fisik yakni kebutaan pada mata Elang. Walaupun mata putranya tersebut bukan buta dari lahir atau buta permanen. Tetapi kebutaan yang dialami Elang bisa disembuhkan dengan jalan keratoplasti atau biasa disebut cangkok kornea mata.
Hanya saja mencari donor kornea mata yang cocok tidak semudah membalikkan telapak tangan. Materi yang cukup pastinya juga diperlukan selain menunggu antrian panjang. Nanda sempat datang ke beberapa rumah sakit untuk meminta kornea matanya saja yang di donorkan untuk putranya, Elang. Namun tidak ada dokter yang bersedia menerima permintaan donor kornea mata di mana kondisi pendonornya masih hidup.
"Lebih enak SLB, Bun. Teman-teman yang nantinya sekolah di SLB pasti punya nasib yang tak jauh beda denganku. Punya teman senasib pasti rasanya menyenangkan. Senyum dan ceria bersama-sama tanpa saling menghakimi. Kita saling bantu bukannya saling menghina atau mengolok-olok. Asyik kan, Bun." Elang tersenyum di hadapan Bundanya.
Grepp...
Tiba-tiba sebuah pelukan hangat dari Nanda langsung mendekap erat tubuh Elang yang dibalas hal serupa oleh Elang pada tubuh ibunya. Walaupun gerakan tangan Elang sedikit meraba-raba karena ia tak bisa melihat. Namun sangat peka dalam hal merasakan.
"Maafin Bunda ya, Nak."
"Bunda jangan nangis," ucap Elang dengan nada suara yang sudah terdengar sendu. Sebab ia mendengar suara bundanya serak. Tanda bahwa ibunya tersebut sepertinya akan menangis atau sudah menitikkan air mata.
"Bunda enggak nangis kok sayang," ucap Nanda sedikit berbohong. Ia berusaha sekuat tenaga untuk menahan laju air matanya dan suaranya yang terasa mulai tercekat di kerongkongan.
"Bunda hanya terharu dan bahagia. Karena putra Bunda sudah dewasa dan berhasil menjaga Bundanya dengan baik," ucap Nanda.
"Aku sayang Bunda banyak-banyak. Jangan pernah tinggalin aku ya, Bun."
"Iya sayang. Bunda janji akan selalu ada di sisi Elang. Bisa membersamai Elang sampai gede terus lulus kuliah dengan nilai yang memuaskan. Bunda akan kerja keras biar Elang cepat dapat donor mata yang cocok jadi bisa melihat seluruh isi dunia yang indah ini dan bisa sekolah yang tinggi. Bunda janji, Nak."
"Orang pertama nanti yang ingin Elang lihat, cuma Bunda. Elang gak pengin lihat orang lain. Elang cuma pengin lihat Bunda. Terus yang kedua, Om Alden. Pasti Bunda cantik banget sampai-sampai Om Alden saja selalu bilang kalau Bunda itu orangnya sangat cantik," ucap Elang.
"Semoga segala doa terbaik kita dikabulkan Allah SWT," tutur Nanda yang tak lupa juga merapalkan doa terbaik untuk Elang dalam hatinya. Terutama agar putranya tersebut bisa melihat normal kembali seperti anak-anak lainnya.
"Aamiin..." jawab Elang yang juga ikut berdoa.
☘️☘️
Elang sudah tertidur pulas di atas kasur sederhana milik mereka yang ada di dalam kamar rumah kontrakan yang sempit. Pendingin udara kamarnya hanya berupa kipas angin ukuran sedang yang Nanda beli dengan mencicil di bank keliling yang ada di kampung tersebut sebanyak sepuluh kali.
Ia mengelus-elus rambut putranya. Ia melihat dengan seksama wajah Elang dari dekat.
"Kenapa wajahnya sangat mirip denganmu, Lang?" batin Nanda sendu bercampur setitik benci tak kasat mata pada Langit Gemintang Laksono.
Akhirnya ia pun ikut memejamkan matanya dan tidur di samping Elang. Tak lama berselang, tiba-tiba wajah Nanda terutama di bagian dahi, dibuliri keringat dingin yang sangat banyak. Seakan mimpi buruk kembali datang mengusik tidurnya. Mimpi buruk yang ingin ia lupakan namun tak bisa.
Ia melihat api membumbung tinggi di rumahnya. Membumihanguskan rumah masa kecilnya di mana tempat tinggal keluarganya yakni ibu serta kedua adiknya yang bernama Rahmat dan Fitri tinggal di sana. Ayah kandungnya sudah lama meninggal dunia.
Tragedi memilukan yang meluluhlantakkan hidupnya. Beruntung kewarasannya masih terjaga dan tidak ikut porak poranda.
Usai ditinggal untuk selama-lamanya oleh sang suami, Charlie Hudson, ia harus kehilangan ibunya dan Fitri, adiknya. Kematian.
Atas tragedi tersebut, ia harus menelan pil pahit jika Elang, putranya yang baru berusia empat bulan kala itu harus mengalami kebutaan. Bahkan Rahmat, adik lelakinya, harus dijebloskan ke penjara karena tanpa sengaja menusukkan pisau pada tetangga mereka saat kejadian tragis itu yang berlangsung dengan begitu cepat.
Terkadang yang sering terjadi hukum tumpul ke atas dan runcing sangat tajam ke bawah.
Bersambung...
🍁🍁🍁
*SLB \= Sekolah Luar Biasa.
*Sekolah inklusi \= Sekolah yang dapat mengakomodasi dan mendampingi pengembangan diri anak-anak berkebutuhan khusus dalam proses pembelajarannya dengan berbagai pendekatan yang dihadirkan. Sekolah inklusi memperlakukan anak berkebutuhan khusus sama dengan anak-anak reguler dengan pembelajaran dan lingkungan yang sama.
Seketika Nanda terbangun dari mimpi buruknya.
"Hah...hah... hah..."
Napasnya seketika tak beraturan dan keringat dinginnya pun membanjir. Tak lama, ia menggigit bibirnya sendiri guna menahan isak tangisnya. Ia tak mau Elang yang sedang pulas tertidur, harus bersedih karena mendengar ibunya menangis.
"Maafkan aku, Ibu. Putrimu ini telah banyak dosa padamu. Hiks...hiks...hiks..." batin Nanda menangis dan air matanya menetes membanjiri wajah sayunya.
"Ya Tuhan, ampunilah dosa hamba. Maafkan seluruh khilaf dan dosa keluargaku,"
"Bapak, maafkan putrimu yang kotor ini. Penyebab segala kehancuran keluarga kecil kita. Maaf, aku belum bisa membahagiakan Ibu dan Fitri sebelum Tuhan memanggil mereka dariku. Semoga Rahmat juga bisa segera bebas dari penjara. Jika memang keadilan tak berpihak pada keluarga kita saat di dunia. Semoga di akhirat, kita bisa mendapatkan keadilan itu. Aamiin..." batin Nanda seraya berdoa.
☘️☘️
Keesokan paginya, Nanda dan Elang bersiap untuk mendaftar di SLB Pelita Hebat. Salah satu SLB yang berada tak jauh dari rumah kontrakan Nanda. Letak SLB tersebut berada di depan komplek perumahan mewah. Sedangkan kampung tempat Nanda dan Elang tinggal, berada di belakang komplek perumahan tersebut.
"Sudah siap, Nak?" tanya Nanda yang sudah duduk di atas motornya dan siap tancap gas. Motor merek Scaapy yang ia beli secara bekas dan kredit. Di mana kreditannya belum lunas. Motor bekas tersebut menjadi kendaraan satu-satunya yang ia miliki untuk mobilitasnya sehari-hari.
"Siap 86, Bun." Elang pun menjawabnya dengan penuh antusias. Ia sudah duduk di jok bagian belakang.
"Berangkat," ucap Nanda penuh semangat dan senyum.
Nanda bergegas mengendarai motornya. Elang memeluk ibunya dari arah belakang dengan kuat. Keduanya pun melaju perlahan-lahan membelah jalanan kampung yang sempit dan memang hanya bisa dilalui kendaraan roda dua saja. Tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat.
Tiba-tiba...
"Lihat tuh janda gatel lewat," ucap wanita dengan nada sinis pada arah Nanda yang barusan lewat di depannya.
Nama wanita tersebut adalah Susi atau biasa dipanggil warga sekitar, Bu Tedjo. Suaminya bernama Tedjo dan mereka punya satu anak yakni Cokro. Ya, dia adalah pemilik kontrakan tempat Nanda dan Elang tinggal.
"Eh siapa, Bu?" tanya tetangga yang lain bernama Bu Juleha pada Bu Tedjo.
"Aduh Bu Juleha ini gimana sih!"
"Ya itu loh yang ngontrak salah satu rumah punya saya. Rumah yang paling murah di ujung sana. Kan dia janda gatel. Sok kecantikan di kampung sini. Sampai-sampai kabarnya Pak Broto, juragan beras di kampung kita ini naksir dia. Mau dijadikan istri keempat sama Pak Broto. Tapi sombongnya minta ampun. Huft !!"
"Bu Nanda sombong kenapa Bu?" tanya Bu Juleha pada Bu Tedjo.
"Sudah miskin, eh masih saja sombongnya minta ampun. Aduh gusti !!"
"Ampun deh..." sinis Bu Tedjo.
"Jauh-jauh saja dari rumput benalu macam dia. Takut ketularan virus miskinnya. Belagu banget pakai nolak lamaran Pak Broto. Padahal duitnya Pak Broto itu banyak. Ora nganggo seri. Pasti dia mau ngincer suami salah satu warga kampung sini. Hati-hati saja Bu," ujar Bu Tedjo seraya menyelipkan nada berhati-hati dengan maksud terselubung pada Bu Juleha mengenai Nanda.
"Ah, masak sih Bu?"
"Kok kayaknya saya lihat Bu Nanda itu orangnya baik. Kadang suka bantu tetangga sini kalau ada yang hajatan atau arisan. Malah enggak mau dikasih upah. Katanya bantu secara ikhlas namanya juga tetangga jadi saling tolong-menolong. Begitu katanya," ujar Bu Juleha.
"Hari gini Bu Juleha percaya omongan tuh janda gatel. Kalau saya sih, ogah banget. Manis di mulutnya doang tapi hatinya penuh tipu muslihat dan busuk!" maki Bu Tedjo dengan ketus.
"Hati-hati Bu Tedjo, nanti takutnya fitnah. Atau justru balik pada keluarga Bu Tedjo sendiri," saran Bu Juleha yang sangsi dengan ucapan Bu Tedjo padanya tentang Nanda.
"Ya enggaklah, Bu Juleha. Suami saya enggak akan tergoda sama janda gatel macam dia. Apalagi anaknya yang buta itu. Mungkin mereka memang turunan keluarga cacat semua," sarkas Bu Tedjo.
"Astaghfirullah hal adzim..." ucap Bu Juleha seraya mengelus dada.
"Istighfar, Bu. Sabar atuh..."
"Ah, Bu Juleha ini enggak asyik orangnya. Saya pulang dulu saja kalau begitu!" ketus Bu Tedjo yang langsung pergi meninggalkan Bu Juleha yang geleng-geleng kepala melihatnya.
"Kok ada orang yang julid model Bu Tedjo begitu," batin Bu Juleha heran.
☘️☘️
Setibanya di SLB Pelita Hebat, Nanda langsung mendaftarkan putranya ke pihak sekolah. Kebetulan hari ini adalah hari terakhir mendaftar. Satu minggu lagi, murid-murid sudah mulai pembelajaran sekolah.
"Bun, aku di sini dulu saja. Aku mau keliling lihat sekolah baruku biar hafal seluk beluk ruangan dan tempat bermain di sini. Nanti aku pulang sendiri saja," pinta Elang.
"Ayo sayang. Enggak apa-apa Bunda antar pulang ke rumah terus berangkat kerja," ucap Nanda.
"Sudah, Bunda berangkat saja. Nanti telat loh," ucap Elang.
Nanda pun melihat jam ponselnya memang sudah mepet waktunya.
"Ya sudah, kamu hati-hati ya Nak. Kabari Bunda kalau ada apa-apa," ucap Nanda.
"Iya, Bun. Ashiapp..." ucap Elang yang memberi tanda jempol tangannya ke atas pada Bundanya yang artinya oke.
Setelah Elang mencium tangan bundanya secara takzim, Nanda pun bergegas pergi untuk bekerja di sebuah pabrik tekstil di Bandung.
Selepas kepergian Nanda, Elang berjalan menyusuri area sekolah barunya tersebut menggunakan tongkatnya. Saat berada di area taman sekolah, Elang merasakan ada seseorang yang juga berada di sana. Lalu ia pun berusaha menyapanya. Akan tetapi ia tak tahu siapa yang berada di taman sekolah dengannya saat ini.
"Halo. Aku Elang," sapa Elang dengan ramah.
"Kamu siapa?" tanya Elang dengan senyum sumringahnya berusaha menyapa secara hangat dengan sosok tersebut.
Tatapan ketus dan tajam seketika memandang Elang dari jarak beberapa langkah yang tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Lalu sosok tersebut berjalan perlahan mendekat ke arah Elang. Seketika...
BYURR !!
Elang yang tak siap, mendadak terjatuh di kolam ikan dangkal yang ada di taman sekolah tersebut setelah tubuhnya didorong oleh seseorang. Alhasil Elang tercebur di kolam ikan. Beruntung ponselnya ada di dalam tas miliknya yang ia letakkan di bangku taman dekat kolam ikan. Tak berselang lama, tiba-tiba...
"Aaaa !!" jerit seorang wanita paruh baya dari kejauhan yang tengah menenteng tas mewah dengan dandanan yang rapi dan formal. Ia begitu terkejut memandang cucunya yang sedang berada di tepi kolam ikan dalam kondisi basah.
Bersambung...
🍁🍁🍁
*Siapa dia?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!