"Jingga, bagaimana wawancara hari ini?" tanya ibu sambil menyuapi Kinanti si peri kecilku.
"Alhamdulillah semuanya lancar, ibu doain Jingga ya. Semoga kali ini keberuntungan berpihak pada kita" jawabku kemudian ku kecup pipi chubby Kinanti.
"Makan yang banyak ya sayang" sambil mengusap sayang rambut panjang Kinanti
Aku masuk ke dalam kamarku, meletakan tas kemudian melepas semua pakaianku. Hari ini panas sekali, hingga mengharuskanku untuk mandi di siang bolong begini. Aku berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarku. Aku membersihkan diriku dari keringat yang membuat tubuhku terasa lengket. Aku sangat berharap, lelahku hari ini membuahkan hasil karena bagiku ini adalah hari paling gila. Bagaimana tidak? pagi-pagi sekali aku sengaja bangun supaya tidak tertinggal mobil box pengangkut es batu milik tetanggaku yang ku panggil Paman.
Semalam Paman berjanji akan mengantarkanku ke kota J. Aku tidak ingin terlambat sampai ke perusahaan yang ku idam-idamkam sejak dulu. Tapi sayang sepertinya Allah memerintahkanku untuk sedikit mengeluarkan uang pada supir taxi online, padahal tadi hanya telat 10menit, ternyata Paman sudah lebih dulu berangkat. Ah sial sudah nasibku.
Hari ini wawancara kerjaku setelah aku melalui beberapa tahap. Di perusahaan tempatku melamar kerja, hanya tersisa 3 kandidat saja, dan semuanya wanita. Aku hanya salah satu orang yang beruntung dari ratusan pelamar, meskipun aku sudah berada di tahap seleksi akhir, aku tetap belum yakin karena dari pihak perusahaan sendiri masih belum memberiku kabar.
Sejujurnya aku sedikit minder karena kedua sainganku berpenampilan lebih modis, meskipun sepertinya usia kita sama tapi setidaknya mereka bukan seorang single parent sepertiku. Aku hanya bisa berserah diri pada Tuhan, karena aku sudah berusaha. Biarlah keputusan ada di tangan Tuhan.
Aku melaksanakan ibadahku siang ini, ku raih jubah panjang atau biasa di sebut mukenah itu dari lemari ku.
Dalam ibadahku , selalu ku selipkan doa untuk almarhum dan semua anggota keluargaku. Tapi hari ini permintaanku pada Tuhan bertambah satu
"Ya Allah, semoga aku diterima di perusahaan itu. Meskipun sainganku adalah orang-orang yang lebih kompeten di bidangnya. Tapi aku yakin semua akan menjadi mungkin jika kau berkehendak. Aamiin"
Begitulah kira-kira doa yang ku panjatkan.
*******
Malam pun tiba, kami sekeluarga berada di ruang makan yang sederhana.
"Hari ini chefnya mba Ayu loh" Kata Kakakku mas Adam sambil melirik ke arah istrinya yang tengah hamil muda
"Oh ya? mba Ayu udah sehat mas?"
"Alhamdulillah udah baikan, makanya tadi maksa minta masak dek" Kata mas Adam lagi
"Bunda, Kinan nggak mau pakai sayur" si pipi chubby itu terus merengek ketika aku menyumpal mulutnya penuh dengan sayur mayur. Tentu saja aku membujuknya, karena Kinanti sangat tidak menyukai sayur yang sebenarnya bagus untuk pertumbuhannya.
"Kinan harus makan sayur, supaya tumbuh tinggi seperti mas Abi" Abi adalah anak pertama mas Adam usianya selisih 4 tahun dari Kinanti. Saat ini usia Kinanti beranjak 5 tahun , dan besok adalah hari pertamanya masuk sekolah TK.
"Oke bunda, tambah lagi sayurnya, Kinan mau lebih tinggi dari mas Abi" aku mengangguk senang. Jujur saja aku merasa kasihan pada Kinanti, sejak suamiku meninggal aku memilih menyibukan diri untuk melanjutkan pendidikanku hingga akhirnya aku menjadi seperti sekarang. Untung saja Ibu selalu siap siaga untuk menjaga putriku satu-satunya.
******
Selesai makan, kami biasa menonton televisi atau melakukan kegiatan masing-masing. Kali ini aku memilih menemani mba Ayu yang saat ini tengah hamil muda.
"Enak banget ya mba?" aku meringis memandangi ibu hamil itu yang sedang memakan mangga muda malam-malam begini
"Enak loh, kamu nggak mau nyoba? nih" mba Ayu menggodaku dengan menyodorkan sepotong mangga muda di tangannya. Langsung saja aku menggeleng , melihat mba Ayu saja sudah membuat mulutku menjadi masam seketika.
"Bu, Mba. Jingga bawa Kinan ke kamar dulu ya. Udah pules ini kayaknya" pamitku pada mereka, kemudian aku membawa Kinan ke kamar dan membaringkannya ke ranjang.
Sepertinya aku tidak bisa tidur cepat malam ini, aku sengaja tidak mengecek emailku setelah wawancara. Aku memutuskan untuk membukanya malam ini sebelum tidur. Ku raih laptopku , kemudian aku mulai membaca email teratas yang dikirimkan dari tempatku melamar pekerjaan.
Kembar Jaya Group
Bismillahirrahmaanirrahiim . Ucapku sebelum ku layangkan jariku untuk membuka pesan tersebut.
"Ah ? Ini beneran ? Ini ? Aku ? Diterima? Alhamdulillah ya Allah" dengan binar-binar kebahagiaan, aku langsung berlari menghambur keluar kamar kemudian menuruni anak tangga menuju kamar Ibu untuk memberitahukan kabar baik tersebut, lalu kulanjutkan mengetuk kamar mas Adam dan memberi tahunya.
Semua orang di rumah ini turut berbahagia atas pekerjaan baruku.
"Jadi mulai kapan kerjanya?" tanya mas Adam
"Tadi bu Ria bagian HRD whatsapp, katanya besok Jingga mulai bekerja mas" semuanya mengangguk senang.
"Besok kan hari pertamamu bekerja, Mas bakalan anter kamu deh" kata mas Adam bersemangat
"Nanti pekerjaan Mas Adam gimana?" tanyaku
"Kan bisa ijin, telat sedikit nggak apa apa lah" jawab mas Adam enteng. Akupun mengangguk, lumayan lah bisa ngirit ongkos, lagipula tempat kerjanya searah.
"Besok sekalian cari kost loh nduk" kata Ibu sambil mengusap bahuku
"Ibu....." Aku mulai menitihkan air mataku, akhirnya aku harus tinggal berjauhan dengan keluargaku kali ini. Ibu memeluku erat, begitu juga mas Adam.
"Kan deket Dek, cuma 2 jam" katanya, berusaha menenangkanku.
"Iya kalau berangkatnya pagi pagi buta mas, nggak pakai macet" Mba Ayu menimpali, aku pun menghapus air mataku.
"Pengennya sih di laju, tapi nanti boros ongkos ya bu. Insha Allah 2 minggu sekali Jingga usahakan pulang untuk bertemu Kinan dan kalian semua" Ibu mengangguk dan menatapku sendu
"Abah pulangnya kapan bu?" Tanya mas Adam
"Minggu depan Abah baru dapat libur nak" Jawab Ibu
"Nanti ibu yang kasih tau abah ya?" Kataku pada Ibu, Ibu pun mengangguk.
*******
Suasana haru menyelimuti malam itu, Semuanya beristirahat dengan tenang. Aku terus mengecupi pipi Kinanti , jujur saja aku sedih harus meninggalkannya. Tapi ini semua demi mengejar cita-citaku, juga demi memberikan kehidupan yang lebih baik pada Kinanti kelak. Aku sudah menjadi janda sejak Kinanti masih di dalam Kandungan, suamiku mengalami musibah pada saat ia bertugas. Dia tertembak tepat di jantung dan kepalanya, hingga menyebabkannya harus meninggalkan kami semua. 1 tahun , 2 tahun , 3 tahun terasa berat bagiku. Hingga akhirnya aku melepaskan bebanku itu. Aku memberanikan diri untuk melamar pekerjaan di Ibu kota. Sebelum aku melamar pekerjaan, aku mengunjungi makam suamiku untuk sekedar bercerita padanya. Meskipun hanya sebuah nisan yang ku ajak bicara, setidaknya itu menenangkanku.
"Carilah pengganti Ridho nak, Kinanti juga butuh sosok ayah" Kata-kata mertua ku selalu terngiang di kepala namun sayangnya aku belum berniat untuk mencari penggantinya saat ini.
******
Pagi ini aku terbangun lebih awal, aku segera mandi kemudian beribadah seperti biasa. Terakhir aku mengecupi pipi Kinanti.
"Kesayangan bunda, bangun yuk"
Kinanti hanya menggeliat kecil tanpa membuka matanya. Aku memutuskan untuk meninggalkannya, aku tidak akan sanggup menghadapi drama pagi dengan tangisan Kinanti. Setelah itu aku merias wajahku tipis-tipis tak lupa untuk menyemprotkan parfum mahal hadiah dari teman kampusku, katanya sih sebagai kenang-kenangan. Tapi mana mungkin benar-benar untuk dikenang? maka kuputuskan untuk menggunakannya saja, soal kenangan? Baiklah biar nanti botolnya ku simpan sebagai kenangan.
Aku membawa koperku , berisi barang-barang pribadiku. Mas Adam memasukannya kedalam mobil kemudian kami berdua berpamitan.
"Jaga diri jaga kesehatan ya nduk" Itulah pesan Ibu yang akan selalu ku ingat.
Kami tiba di depan KJ Group pukul 7.30 , Aku dan mas Adam belum sarapan. Kami memutuskan untuk sarapan bubur ayam di depan kantor.
"Ini kopernya ditaruh mana dek nanti?" tanya mas Adam
"Aku titip satpam aja deh mas, malu bawa masuk kedalem kayak orang minggat hehehe" candaku membuat mas Adam tertawa kecil kemudian mengusap sayang kepalaku. Usiaku dan mas Adam lumayan jauh, mas adam 35 tahun dan aku sebentar lagi 25 tahun.. sedangkan si bungsu Muhammad berusia 19 tahun. Saat ini dia melanjutkan pendidikannya di Yogyakarta tinggal bersama Eyang Uti. Sejak meninggalnya suamiku, mas Adam benar-benar menggantikan peran ayah untuk Kinanti, bahkan Kinanti memanggilnya dengan sebutan papa sedangkan mba Ayu dengan sebutan mama. Aku senang, bahkan sangat senang. Aku tak takut lagi Kinanti kekurangan kasih sayang.
Setelahnya mas Adam berpamitan , kami berpelukan erat. Aku menangis, begitu juga dia. Berkali-kali mas Adam mengecupi keningku, dan mengusap air mataku.
"Sekarang udah nggak ada yang jagain adek, Mas harap kamu bisa jaga diri ya. Ingat Kinanti , dia semangatmu hingga kamu bisa sampai disini" katanya, dan akupun makin mengeratkan pelukanku.
"Kalo pacaran jangan disini dong!" Seru seseorang pria di samping kami. Sontak mas Adam langsung menjawab
"Apa urusannya sama lo?" Aku tidak menghiraukan orang itu , kemudian membiarkannya berlalu.
"Mas udah ya, Jingga masuk dulu takut telat" Aku menyalami mas Adam dengan mencium tangannya kemudian masuk ke dalam perusahaan tempatku bekerja.
"Terimakasih ya pak" ucapku setelah pak satpam menerima titipan koper besar miliku. Aku sangat lega pagi ini, mas Adam seperti super hero bagiku. Ah tidak, super hero nomor 3 setelah Abah dan almarhum suamiku.
Aku melangkahkan kakiku , masuk kedalam perusahaan besar di kota ini. Rasanya ? Dag dig dug yang pasti. Aku menuju ruangan bu Ria sesuai permintaannya semalam.
"Airin Langit Jingga? Bener ini namanya?" tanya bu Ria padaku
"Iya bu betul, panggilnya Jingga kalau dirumah" jawab ku dengan sedikit senyum.
"Baiklah Jingga, saya lupa memberi tahumu tadi malam. Kamu tidak jadi di tempatkan di bagian pengembangan dan perencanaan"
Hah? apa? terus aku kerja apa? jangan sampai jabatannya lebih rendah ya Allah.
"Karena, satu dan lain hal. Kamu dipilih menjadi sekertaris Direktur Utama. Siapa yang memilihnya? Yaitu saya sendiri. Karena Pak Dirut tidak suka wanita yang terlalu muda untuk dijadikan sekertarisnya" Ujar Bu Ria membuatku membulatkan mataku tak percaya Hah ? beneran?
"Aaa..." Belum sempat satu katapun keluar dari mulutku, Bu Ria memotongnya. Dia mengibas-ngibaskan telunjuknya , mengisyaratkan supaya aku diam.
"Jangan potong pembicaraanku! Sekertaris Pak Dirut resign lebih cepat dari dugaan. Alasannya? Karena dia sedang hamil muda, dan takut bayi nya kenapa-napa. Sebab? Pak Dirut memiliki temperamen buruk, itu juga alasan dirinya tidak mau memilih wanita masih terlalu muda untuk di jadikan sekertarisnya. Untuk merekrut yang baru? Tidak ada waktu lagi, Pak Dirut butuh sekertaris sekarang juga. Saya harap , kamu menjadi sekertaris yang tahan banting ya" ucapnya sambil menepuk-nepuk bahuku, Kenyataan yang ku terima pagi ini sangat pahit. Mendengar ceritanya saja sudah membuatku gemetaran , bagaimana jika aku berhadapan dengannya langsung. Aku ingin bertanya lebih banyak, tapi sepertinya bu Ria masih ingin menjelaskan beberapa hal.
"Kebetulan, Asisten pribadi pak Dirut sedang cuti. MAKA !" Astaghfirullah kaget aku. Bu Ria menegaskan kata Maka? yang artinya akan ada beban baru untukku.
"Maka penjajahan di dunia harus di hapuskan, hehehe..... saya bercanda" Ya Allah bu Ria.. Aku mengusap dadaku lega.
"Eh jangan seneng dulu, asisten pribadi pak dirut sedang cuti. Maka kamu harus menggantikannya selama dia belum kembali. Tugas kamu? Merangkap pekerjaan keduanya, di kantor kamu menjadi sekertaris. Setelah usai jam kerja kamu menjadi Asisten Pribadinya pak Dirut yang artinya.. Kamu akan mengikutinya kemanapun dia pergi, mengurus kebutuhannya, dan lain sebagainya. Kamu hanya diperbolehkan pulang jika pak Dirut sudah mengizinkanmu"
Ya Allah aku mau nangis , pengin pulang. Jujur aku kesal sekali, pertanyaan yang tadinya akan ku lontarkan pada bu Ria buyar begitu saja setelah aku mendapat pernyataan tersebut.
"Gajimu 8x lipat lebih besar dari posisi yang awalnya akan kamu tempati. Semoga kamu betah ya, oh iya semoga kita juga bisa jadi teman baik. Semangat untuk anakmu" Bu Ria menyalamiku , tapi darimana dia tahu aku punya anak?
"Semalam saya follow instagram kamu, Saya cek semua postingan. Saya juga sudah mengetahui kamu single parent. Ya sudah ya Jingga mau saya antar ke ruangan Pak Dirut? Oh iya lupa kasih tahu namanya. Tengku Raihan Khairi pangil aja Pak Raihan" Akupun mengangguk, sungguh aku senang jika bu Ria benar-benar akan menjadi teman pertamaku di kantor. Sepertinya dia wanita humoris, lumayan bisa membuatku melepas penat.
Bu Ria memberiku kartu identitas, untuk masuk ke pembatas menuju lift. Hanya pemilik identitas yang bisa masuk melewati pembatas itu karena ada sensor yang harus kita lewati dengan menempelkan kartu identitas tersebut.
Aku memperhatikan Bu Ria dengan seksama, kami menuju lantai 59 tempat ruangan Direktur Utama dan Wakilnya berada.
Bu Ria mengetuk pintu ruangan tersebut, kemudian suara Pria di dalam memerintahkan kami masuk.
Bu Ria membuka pintu perlahan, dia berniat mengenalkan ku secara resmi pada Pak Raihan namun ditepisnya.
"Tinggal saja, biar saya tanya sendiri" Benar-benar seketika ruangan ini menjadi sedingin es. Bu Ria meninggalkan kami berdua di dalam ruangan. Aku tidak berani menatap atasanku yang satu ini. Jika ada pilihan, sebaiknya aku mendapat gaji umum tapi tidak perlu berhadapan dengannya. Bisakah Ya Allah?
"Airin Langit Jingga?" Dia menyebutkan namaku dengan suara baritonnya, lengan kekarnya di silangkan di depan dada
"Ya Pak" aku memberanikan diri menghadap ke depan. Ku Akui, bosku ini tampan sekali tapi dengan sikapnya yang dingin. Mana mungkin aku tahan bekerja lama dengannya?
"Kenapa se tegap itu tubuhmu? Kamu pikir ini pendidikan militer?" Seketika aku melunak bagaikan nutrijell , ingin rasanya aku menoyor kepalaku sendiri. Memalukan ! huaaaaaaaa*. Teriakku dalam hati
"Baiklah Airin, saya rasa Bu Ria sudah memberitahukan perihal pekerjaanmu. Apakah kamu siap?" tanyanya , Dia memanggilku Airin, Seperti almarhum suamiku. Aku membiarkannya karena jujur saja untuk membantah barang se kata saja aku tidak berani.
"Tentu saja siap pak" Memangnya bisa aku menolak? aku sudah bawa koper loh. Kalau sampai aku kehilangan pekerjaanku bisa-bisa kami sekeluarga menangis bombay.
"Sebenarnya mejamu yang itu" Pak Raihan menunjuk ke meja yang berada tepat di depan ruangannya, tentu saja terlihat dari dalam karena pintunya terbuat dari kaca. "Tapi berhubung sekarang kamu sedang merangkap, sementara kamu duduk di situ. Di meja asisten saya, supaya kamu lebih mudah membantu pekerjaan saya" aku pun hanya mengangguk menuruti perintah pak Raihan.
Sesuai titahnya, aku duduk di singgasana sementara ini. Aku mulai menyalakan komputer yang ada di hadapanku, perintah pertama yang pak Raihan berikan adalah menghafal hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat bersamanya. Hal itu sudah disiapkan Asistennya sebelum dia berangkat katanya. Setelah ku baca satu persatu, aku merasa tulisan ini tidak ada habisnya. Aku penasaran ada berapa jumlah hal hal tersebut, Aku langsung menscrollnya kebawah hingga ujung.
Astagfirullah 443 daftar? untuk apa sebanyak ini? sedangkan aku hanyalah asisten sementara.
Aku ingin menangis, menangis sejadi-jadinya. Entah apa yang Allah rencanakan pada nasibku. Aku memutuskan untuk bersabar menjalani ini semua.
Tak terasa sudah memasuki waktu dzuhur, aku hendak meminta izin pada pak Raihan untuk menunaikan ibadahku kebetulan ini sudah jam istirahat.
"Pe.. perm.. permisi pak" Rasanya ingin menoyor kepalaku sendiri, kenapa aku harus gugup bicara pada Pak Raihan.
"Hmmmm?" Wajah tampan itu mendongak ke arahku
"Sudah jam istirahat"
"Lalu? Kamu mau makan? Saya belum ijinkan loh" Jawabnya Ketus
"Bukan pak, saya mau Sholat" Aku menundukan kepalaku takut-takut dia memarahiku.
"Oh , kamu bawa mukenah ?" Aku menggeleng, aku benar-benar lupa. Mukenahku ada di dalam koper.
"Satu lantai dengan kantin, itu musholanya lumayan besar. Kamu sholat disitu aja, ada mukenah juga disana. Kalau bisa mulai besok bawa aja mukenahnya, taruh disitu" Pak Raihan menunjuk pada Partisi Kaca yang ada di ruangannya. Rupanya pak Raihan sholat diruangannya.
Kemudian aku berpamitan dan melenggang pergi dari ruangan Pak Raihan.
Aku turun menggunakan lift khusus karyawan, menuju lantai 15 tempat dimana kantin berada. Aku segera menuju mushola menunaikan kewajibanku, setelah itu aku menuju kantin untuk menenangkan peliharaanku, yaitu cacing hehe.
Ini kantin atau restaurant bintang 5 ? Aku benar-benar tak menyangka dengan apa yang ku saksikan sekararang. Kantin sebagus ini? apa masih pantas disebut kantin?
Aku segera menuju barisan antrian, setelah giliranku aku langsung menempelkan kartu identitas di atas sensor , kemudian memilih menu pada layar dengan cara menyentuhnya. Ini baru restaurant layar sentuh sesungguhnya. Bukan seperti di warteg !! Hahhaa .
Ingin sekali ku lontarkan kata itu dari mulut kampunganku ini, tapi aku masih bisa menahannya.
Aku memilih kursi paling pojok, dari sini sangat terlihat jelas pemandangan ibu kota karena seluruh dindingnya benar-benar dari kaca.
tiba tiba Prokkkk!!!
Seseorang menepuk pundaku, membuat ku terkejut setengah mati.
"Kosong?" Tanya wanita itu padaku
"Kak Jingga yang kemarin ya?" Tanyanya lagi, aku mengingat dia adalah sainganku ketika aku wawancara kerja kemarin.
"Iya, Dina ya?" Sapaku
"Bukan, aku Fia kak, itu Dina. Sini Din" Tangan Fia melambai ke arah Dina, sainganku yang lain.
"Aku kira kakak nggak diterima loh" Ucapnya polos
"Aku juga nggak nyangka loh Fi"
"Hai kak" Sapa Dina padaku kemudian duduk disebelahku.
"Jadi kita keterima semua?" Tanyaku polos
"Iya, tapi Dina kepala marketing kak" Jawab Fia
"Kakak bagian apa?" Tanya Dina
"Kalo Aku cerita pasti kalian gak percaya deh" Aku menghela nafas sebelum bicara lagi "Sekertaris pak Raihan" Ucapku membuat kedua mata itu melotot tak percaya.
"Kak !????? Seriusan?"
Aku hanya mengangguk pelan meyakinkan , hingga akhirnya makanan pesanan kami tiba. Kami melahapnya hingga tandas, kamipun memutuskan untuk bertukar nomor. Dina mengusulkan untuk membuat grup di whatsapp. Dan Aku? mengikut saja lah.
Dina menamai grupnya dengan sebutan "Pejuang Receh" Membuatku tertawa saja, Grup yang teridiri dari 3 anggota. Aku, Fia dan Dina semoga saja kami menjadi teman baik, dan selalu akur.
Jam Istirahat hampir usai, Kami bertiga berpisah saat itu juga. Aku beranjak meninggalkan kantin , menuju ruangan pak Raihan.
Ku Lihat pak Raihan tidak ada di mejanya, mungkin dia sedang sholat. Aku menemukan post it tertempel di komputer. "Airin, pelajari ini. Semua berkas ini. Ini akan membantu memudahkan pekerjaanmu" Aku menyadari rupanya ada setumpuk map setinggi 20cm. Banyak sekali Ya Allah? Bagaimanapun juga aku tidak boleh mengeluh. Ini ladang rejekiku, aku harus semangat untuk Kinanti dan keluarga dirumah.
Aku melanjutkan aktivitasku, pak Raihan meninggalkanku di ruangan sendirian. Tak terasa waktu menunjukan pukul 5 sore.
"Kamu ikut saya" Perintah pak Raihan padaku.
Aku hanya mengangguk, sambil memikirkan bagaimana caranya aku mencari kost di jam jam segini. Pak Raihan masuk ke lift khusus presdir, aku menghentikan langkahku.
"Ngapain rin? Sini masuk!" Perintahnya dengan tatapan membunuh, seolah tak ingin dibantah. Akupun mengikutinya, mengekori pak Raihan hingga sampai lantai dasar.
Pak Raihan membuka pintu untuknya sendiri, lagi-lagi aku hanya bisa mengikutinya.
"Duduk didepan, kamu pikir saya supir!!!" Perintahnya ketika dia melihatku membuka pintu belakang, aku hanya tidak enak duduk berdampingan dengannya. Rupanya duduk di belakang bukanlah pilihan yang tepat. Pantas saja tidak ada yang betah berlama-lama menjadi sekertarisnya. Ternyata memang seburuk itu temperamennya.
"Pak , koper saya di pos satpam" Ucapku hati-hati.
"Loh kok bawa koper rin?"
"Saya sekalian mau nyari tempat tinggal sebetulnya pak, rumah Ibu saya dengan kantor jaraknya lumayan . Kalau nggak macet bisa sampai 2 jam"
"Mau cari apartemen dimana kamu?"
"Uang saya nggak cukup pak" Astaghfirullah, apartemen kan mahal pak. Aku hanya bisa mengucapnya dalam hati.
"Kamu mau gaji di muka? mana nomor rekening kamu, saya transfer sekarang juga"
"Jangan pak, saya takut ada apa-apa"
"Apa-apa gimana? apa jangan-jangan kamu berniat berhenti bekerja? nggak sanggup? iya?" Ucapnya berapi-api. Benar kata bu Ria, temperamen pak Raihan buruk sekali, aku sampai tidak bisa membayangkan bagaimana wanita yang jadi kekasihnya.
"Tidak pak, saya tidak bermak.."
"Yasudah mana nomor rekening kamu?" Karena terlalu takut untuk berdebat dengannya aku menurut saja memberikan nomor rekening ku, aku menunjukannya lewat ponselku. Kemudian Pak Raihan mulai mentransfer menggunakan m-banking.
Setelahnya ponselku bergetar, pak Raihan mulai melajukan mobilnya pelan.
Aku meraih ponsel di tasku. Ku buka pesan yang baru saja masuk. Benar saja, gaji pertamaku sudah dibayar lunas di muka. Tunggu dulu? ini nol nya betulan? aku membacanya berulang , ku hitung lagi, lagi , lagi dan lagi.
"Pak gaji saya nggak salah? Bapak nggak salah ketik?" Tanyaku memastikan, pak Raihan hanya menggeleng. Ini benar-benar 48juta? bukan 4.8juta? Alhamdulillah kalau begini , aku bisa menabung dan membeli rumah sendiri. Terimakasih ya Allah.
"Seneng ? Kamu harus bekerja sesuai dengan gajimu ya. Yang rajin !" Kata pak Raihan, aku menganggapnya sebagai kata-kata penyemangat untukku bekerja dengan giat.
"Sudah sana turun, ambil kopernya" Perintahnya .
Aku turun menuju pos satpam, mengambil koperku . Tak lupa untuk mengucapkan terimakasih pada satpam yang bernama Joni tersebut.
Aku membawa koperku masuk ke dalam bagasi mobil bosku. Pak Raihan melajukan mobilnya cepat, dia membawaku ke sebuah gedung menjulang tinggi yang sudah ku tebak itu adalah sebuah apartemen.
Dia terlihat mengubungi seseorang lewat ponselnya, tak lama kemudian seorang pria berpakaian rapi menghampirinya. Aku tak tahu apa yang sedang bosku bicarakan dengannya, yang jelas setelah itu dia mengajaku masuk kedalam. Lagi-lagi aku hanya bisa menurutinya. Kami menuju lantai 7 , pak Raihan bersama pria itu berjalan berdampingan.
Tujuan kami berhenti di kamar nomor 105
"Airin, sekarang kamu tinggal disini" Dia membukakan pintu apartemen, mengajariku mengubah sandinya.
"Pak harga sewanya berapa?" Aku benar-benar meragukan harganya, apartemen semewah ini? aku akan tinggal disini? bagaimana kalau nanti gajiku hanya dihabiskan untuk membayar sewa apartemen saja?
"Sementara pakailah, anggap saja ini fasilitas dari saya. Tidak usah salah paham, saya melakukan hal yang sama pada asisten pribadi saya. Dia penghuni apartemen nomor 106" Aku mengangguk pelan, Padahal rasanya sangat tidak nyaman menerima fasilitas dari pak Raihan. Aku takut nanti akan menimbulkan salah paham nantinya.
"Yasudah, saya tinggal rin. Istirahat dulu, nanti malam temani saya bertemu Klien. Pakai gaun yang rapi"
Pak Raihan berlalu meninggalkanku. Perlahan kulangkahkan kakiku, kucari dimana kamar, dimana toilet, dimana letak ini itu dan lain-lain. Setelah selesai dengan rasa penasaranku, aku memutuskan untuk membasuh tubuhku, kunyalakan shower dengan air hangat. Tanpa kusadari, bibirku mengulas senyum kecil. Betapa nyamannya tempat tinggal baruku.
******
Seusai sholat isya , aku merasa sangat ingin melihat wajah peri kecilku. Akhirnya aku memutuskan untuk melakukan panggilan video lewat mba Ayu.
"Bundaaaaaaa" Kinanti menyapaku dengan wajah lucunya yang sedang cemberut.
"Iya sayang"
"Kenapa bunda nggak bilang-bilang sama Kinan?" Anak manis itu mengerucutkan bibirnya, sungguh belum sehari berpisah dengannya sudah membuatku rindu setengah mati. Aku tahu yang Kinanti maksudkan, dia pasti kecewa mendapatiku tak ada di sampingnya ketika bangun. Padahal aku sudah berjanji untuk mengantarkannya di hari pertama ia masuk sekolah.
"Kinanti sayang, Bunda kan kerja. Cari uang buat Kinan" Aku mencoba merayunya supaya tidak marah lagi padaku.
"Kalau bunda kerja berarti nanti punya uang banyak ya bunda? Kinan bisa beli sepeda baru dong?" Ucapnya antusias, aku hanya mengangguk dengan senyum penuh arti.
Tiba-tiba suara bel mengejutkanku, aku segera mematikan panggilan setelah sebelumnya mengucapkan salam pada putriku.
Tanpa melepas mukenahku, aku lari berhamburan menuju pintu.
"Airin? Kok belum siap!!" Rupanya pak Raihan, dia menggunakan tuksedo berwarna navy dengan dasi kupu-kupunya. Sempurna . Hanya kata itu yang pantas untuk menggambarkan pemandangan pria tampan layaknya bintang film itu.
"Astaghfirullah" Spontan saja kata itu keluar dari mulutku.
"Kenapa nyebut? Ganteng? saya emang ganteng, cepetan ganti baju sudah telat ini" Pak Raihan mendorong tubuhku supaya bergegas mengganti pakaian.
Aku langsung lari menuju kamar , menggunakan riasan seperlunya. Kali ini aku menggunakan dress berwarna baby blue dengan Heels senada yang tingginya kurang lebih 10cm. Aku menggulung rambutku asal, hingga menampilkan kesan tidak rapi namun tetap terlihat anggun. Dress yang ku gunakan panjangnya setengah betis, dan lengannya menutupi siku. Terakhir aku menggunakan anting simple dengan satu permata saja.
Aku meraih cluth bag berwarna cokelat tua, itu favoritku karena mas Adam membelikannya ketika dia mendapat gaji pertamanya di tempat kerjanya yang baru.
Ku langkahkan kakiku keluar dari apartemen, ku lihat pak Raihan memandangku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Aku mengibaskan tanganku di hadapannya.
"Pak?"
"Eh.. uhm , ayo buruan" Pak Raihan langsung berjalan menuju lift tentu saja aku mengekorinya.
Kali ini pak Raihan tidak menggunakan mobil yang tadi sore. Mobil sport berwarna putih menjadi pilihannya kali ini. Orang kaya mah bebas. Batinku
Tujuan kami malam ini adalah sebuah bar yang lumayan terkenal di Ibu kota.
"Pak kok kesini?"
"Klien yang saya bilang sore tadi itu menggelar acara ulang tahun pernikahannya disini, untuk menyambung silaturahmi saja. Saya juga nggak suka datang ke tempat begini kok" Pak Raihan turun dari mobil detik kemudian aku menyusulnya. Kami berjalan beriringan seperti pasangan.
Acara diadakan out door dengan memanfaatkan roof top bar tersebut. Pak Raihan menyapa tamu-tamu yang sebagian besar adalah kenalannya juga. Tiba-tiba sesosok perempuan bertubuh tinggi semampai memeluknya dari belakang.
"Beb" Kata pertama yang ku dengar dari mulutnya, rupanya kekasih pak Raihan. Kenapa mengetahui kenyataan bahwa bosku sudah memiliki kekasih membuat sesuatu dalam hatiku bergetar ? Perasaan apa ini. Ku saksikan drama korea peluk-pelukan antara pak Raihan dan kekasihnya. Aku memilih duduk, kemudian seorang pria dari kejauhan menyerukan namaku.
"JINGGA!!!" Siapa dia? karena penglihatanku kurang jelas ketika malam begini aku hanya berusaha menyipit kan mataku berharap dapat memperjelas penglihatanku. Pria itu berjalan ke arahku, semakin dekat.. dan lebih dekat lagi.
Rupanya pria pemberi parfum mahal , teman kuliahku yang pernah ku ceritakan waktu itu. Masih ingat kan?
Namanya adalah Bastian anak pengusaha minyak yang lumayan terkenal.
"Jingga kamu disini?" Matanya berbinar menatapku
"Sama siapa ? tiga bulan nggak ketemu ternyata bisa ngerubah kamu jadi cantik begini yah Ngga" Aku masih tercengang dengan celotehan yang Bastian lontarkan untukku.
"Jingga kok bengong? Ngga nyanyi dong satu lagu. Aku kangen suara kamu" Dia menarik tanganku, menggenggam jemariku erat. Membawa diriku menaiki panggung dengan segera. Aku mengedarkan pandangan kekanan dan kiri. Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan, Bastian benar-benar membuatku malu. Kepalang tanggung, sudah berada di panggung maka Baiklah Jingga ! kali ini kamu bintangnya. Ucapku menyemangati diri sendiri.
Bastian menatap kearahku lekat, begitu juga dengan pak Raihan, rupanya sejak tadi dia menatapku tanpa berkedip. Aku memberi kode pada pengiring musik untuk membawakan lagu yang ku inginkan. Merekapun mulai melakukan tugasnya dengan baik.
"Lagu ini saya persembahkan untuk pasangan yang berbahagia, yang jomblo kayak saya mari kita tertawa kemudian bernyanyi hehehe" Celotehku di sela musik yang mengiringi rupanya membuat tamu undangan tertawa. Akupun mulai bernyanyi
Segenap hatiku selalu memujamu
Seluruh jiwa ku persembahkan untukmu
Sepenuh cintaku merindukan dirimu
Seutuh gejolak membakar hatiku
Seperti cahaya hadirmu di duniaku
Seperti ribuan bintang yang menghujam jantungku
Kau membuatku merasakan indahnya jatuh cinta
Indahnya di cintai saat kau jadi milikku
Oh tak 'kan kulepaskan dirimu oh cintaku
Teruslah kau bersemi di dalam lubuk hatiku
Seperti cahaya hadirmu di duniaku
Seperti ribuan bintang yang menghujam jantungku Ohh
Kau membuatku merasakan indahnya jatuh cinta
Indahnya di cintai saat kau jadi milikku
Oh tak 'kan kulepaskan dirimu oh cintaku
Teruslah kau bersemi di dalam lubuk hatiku
Kau membuatku merasa indahnya jatuh cinta
Indahnya di cintai saat kau jadi milikku
Oh tak 'kan kulepaskan dirimu oh cintaku
Teruslah kau bersemi di dalam lubuk hatiku
Kau membuatku merasa indahnya jatuh cinta
Indahnya di cintai saat kau jadi milikku
Saat kau jadi milikku.
Tamu undangan menikmati nyanyianku, ada beberapa yang sedikit menggerakan tubuhnya mengikuti irama.
"Sepertinya cukup satu lagu ya untuk membuka acara ini" Seru host dari samping kananku.
Kemudian "Lagi.. lagi.. lagi.. lagi" Sorak tamu undangan memintaku bernyanyi lagi? Ayolah satu lagu saja sudah membuatku malu setengah mati. Kalau tamunya teman-temanku tidak masalah, tapi di hadapanku dengan jarak kurang lebih 5 meter. Bosku sedang berdiri menatapku bersama pacarnya, Aku balas memandang tatapan pak Raihan. Pak Raihan sepertinya menyetujui permintaan tamu undangan dengan mengisyaratkan satu anggukan kepadaku.
Aku memutuskan untuk bernyanyi satu lagu lagi, aku menyanyikan lagunya dengan penghayatan hingga menampilkan kesan genit menggemaskan bagi sebagian orang yang melihatku.
Saat kujumpa dirinya
Di suatu suasana
Terasa getaran dalam dada
Kucoba mendekatinya
Kutatap dirinya
Oh dia sungguh mempesona
Ingin daku menyapanya
Menyapa dirinya
Bercanda tawa dengan dirinya
Namun apa yang kurasa
Aku tak kuasa
Aku tak tau harus berkata apa
Inikah namanya cinta
Inikah cinta
Cinta pada jumpa pertama
Inikah rasanya cinta
Inikah cinta
Terasa bahagia saat jumpa
Dengan dirinya
Kujumpa dia berikutnya
Suasana berbeda
Getaran itu masih ada
Aku dekati dirinya
Kutatap wajahnya
Oh dia tetap mempesona
Ingin daku menyapanya
Menyapa dirinya
Bercanda tawa dengan dirinya
Namun apa yang kurasa
Aku tak kuasa
Aku tak tau harus berkata apa
Inikah namanya cinta
Inikah cinta
Cinta pada jumpa pertama
Inikah rasanya cinta
Inikah cinta
Terasa bahagia saat jumpa
Dengan dirinya
Rindu terasa
Dikala diri ini ingin jumpa
Ingin s'lalu bersama
Bersama dalam segala suasana
Inikah namanya cinta
Inikah cinta
Cinta pada jumpa pertama
Inikah rasanya cinta
Inikah cinta
Terasa bahagia saat jumpa
Dengan dirinya
Inikah namanya cinta
Inikah cinta
Cinta pada jumpa pertama
Inikah rasanya cinta
Inikah cinta
Terasa bahagia saat jumpa
Dengan dirinya
Inikah namanya cinta
Inikah cinta
Cinta pada jumpa pertama
Inikah rasanya cinta
Inikah cinta
Terasa bahagia saat jumpa
Dengan dirinya
Oh dirinya
Oh dirinya
Dengan dirinya
"Sekali lagi berikan tepuk tangan untuk Nona ?"
"Jingga" Ucapku pada host tersebut
"Nama yang indah nona Jingga, terimakasih untuk dua lagunya yang menghibur kita semua dan bla bla bla"
Aku turun dari panggung dua tangga itu, disambut uluran tangan Bastian.
"Jingga kamu keren !" Serunya sambil mengangkat jempolnya kehadapanku. Aku melirik ke arah bosku sekilas, dia melambai kepadaku menjentikan jarinya supaya aku mendekat.
Aku melenggang meninggalkan Bastian, aku takut Bosku memarahiku. Kini aku hanya berjarak setengah meter dari pak Raihan.
"Terimakasih, berkat bantuanmu Pak Aryo memperpanjang kontrak kerjasamanya dengan KJ Group" Tiba-tiba pak Raihan mengulurkan tangannya, akupun menjabat tangan besar itu. Kemudian wanita di sisinya juga menjabat tanganku, entah kenapa hal ini membuatku merasa tidak enak hati.
"Pak, saya pamit undur diri. Terimakasih banyak" Aku segera meninggalkan tempat itu, turun ke lantai satu kemudian berjalan ke luar bar.
Ku langkahkan kakiku menunju hamparan jalanan Ibu kota, aku tidak berniat untuk langsung kembali ke apartemen. Aku menyusuri jalan , sepanjang yang aku mau. Aku ingin lelah malam ini , ingin tidur tanpa memikirkan apapun. Mas Ridho , Aku kangen ! Tiba-tiba saja kalimat itu terucap dari bibirku, aku menangis, benar-benar sebuah tangisan rindu. Mas ada orang yang memanggilku Airin, sama sepertimu. Tapi dia bosku. Pria yang dingin, tidak sepertimu. Selalu hangat penuh dengan kelembutan. Aku mulai merasa lelah, ku lepas tali heels yang melilit di kaki mulusku. Ku ikat tali heelsku agar terhubung keduanya, kemudian ku pegang erat dengan tangan kiriku, sekarang aku berjalan tanpa alas kaki.
Tak lama kemudian sebuah mobil mengikutiku, aku tak menghiraukannya. Kubiarkan mobil itu terus di belakangku, menyoroti langkahku dengan lampunya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!