NovelToon NovelToon

Kesucian Yang Terenggut Paksa

BAB SATU

Seorang wanita cantik berbalut stelan blazer dengan jilbab yang dililit kebelakang menambah kecantikannya, tengah duduk termenung di restoran nya seorang diri menikmati minuman didepannya. 

Sesekali wanita cantik itu menoleh kesamping melihat kendaraan yang lalu lalang dibalik kaca transparan. Bahkan banyak pengunjung yang berdatangan di restorannya tak membuat nya terganggu.

Tapi beberapa detik kemudian, wanita itu sedikit terkejut dengan kedatangan seorang pria gagah dengan wajah datar nya memasuki restorannya.

Tangannya terkepal kuat mengingat masa silam nya dulu yang begitu menyakitkan. Ingatan demi ingatan kembali menghiasi pikirannya membuat matanya memerah.

Sosok pria yang menghancurkan masa depannya dan dengan gampangnya tidak mengakui perbuatan keji nya hingga dia menjadi terpuruk bahkan menjadi trauma terdalam untuk nya. 

Padahal kejadian itu sudah berlalu sejak sepuluh tahun, tapi ingatan wanita itu masih terus tersimpan dalam memori otaknya.

"Kenapa dia harus muncul disaat seperti ini. Lihatlah bahkan keadaan nya terlihat baik-baik saja setelah membuatku hancur". Gumamnya masih terus menatap pria itu.

Helaan nafas keluar dari mulut Nadine, dia berusaha mengatur nafasnya yang sedari tadi bergemuruh hebat setelah melihat pria itu.

Nadine kembali memicingkan matanya kala melihat wanita yang menyusul pria itu.

"Sayang ...". Panggil nya.

Senyum kecut terbit dibibir Nadine, mungkin pria sudah menikah dengan wanita impiannya. Mengingat dia dulunya hanyalah wanita miskin bahkan ketika kejadian kelam itu orang tua Nadine tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa menerima takdir, Jika anak nya telah di nodai oleh anak dari pengusaha terkenal di kota mereka.

Flashback 

Nadine yang saat itu baru pulang sekolah ketika sore hari, sebab dia harus mengikuti beberapa mata pelajaran tambahan karena dia harus mengikuti olimpiade di sekolahnya.

Sebagai anak yang pintar tentu para guru sangat membanggakan Nadine dengan sekolah-sekolah lainnya yang juga turut mengikuti olimpiade tersebut. 

Walaupun dari keluarga yang terbilang tidak mampu tapi Nadine bisa bersekolah di sekolah elite Karena mendapat beasiswa berkat kemampuan nya, tentu orang tuanya merasa bangga.

Gadis itu berjalan menyusuri gang kecil untuk sampai dirumah nya, tapi siapa sangka lima orang pemuda menghadangnya dengan senyum menyeringai dibalik maskernya.

"Ayo ikut kami..". Ujar salah satu pria itu menarik tangan Nadine dengan kuat.

"Si-siapa kalian ? Tolong jangan apa-apa kan saya. Saya tidak memiliki apa-apa untuk kalian ambil". Ucapnya nya dengan suara bergetar karena ketakutan.

"Jangan banyak tanya, cepat ikut kami. Kami juga tidak mau uang mu". Ucap pria itu kembali.

"Lepaskan saya, saya tidak mengenal kalian". Nadine berusaha memberontak Agar terlepas dari cengkraman pemuda itu, tapi apa daya temannya ikut membantu memegang Nadine membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa.

Gadis itu mencoba berteriak meminta tolong tapi mulutnya segera di s*mpal kain hingga suaranya tidak terdengar lagi.

Kelima pria itu membawanya kerumah kosong besar yang terbengkalai bahkan jauh dari pemukiman warga, hanya ada semak-semak yang menjulang tinggi disana.

Tubuh gadis itu di hempas begitu saja hingga terjatuh di lantai yang terlihat kotor dan mereka tertawa melihat Nadine ketakutan dengan tubuh yang bergetar.

"Kalian pergilah, aku sudah mentransfer uang nya. Biar dia yang menjadi urusan ku". Ucap pemuda tinggi dengan porsi badan yang bagus diantar mereka.

"Baik bos, terimakasih. Lain kali jika membutuhkan bantuan lagi panggil kami". Kata salah satu pemuda itu.

"Tenang saja". Jawabnya kemudian keempat pemuda itu keluar dari rumah terbengkalai itu.

Pemuda itu beralih menatap Nadine dari atas hingga kebawah, senyum licik terbit dibibir nya.

"Siapa kamu ? Kenapa kamu membawa saya kesini. Tolong lepaskan saya". Pinta Nadine tapi pemuda didepannya itu tidak menghiraukan nya sama sekali, malahan dia semakin mendekat bahkan langsung menarik baju sekolah gadis itu mencoba membuka kancing bajunya.

"Tenang saja, setelah kita bersenang-senang aku akan melepaskan mu". Ujarnya mencengkram kuat baju Nadine.

Nadine berusaha memberontak Agar pemuda itu tidak membuka baju nya, dia berusaha meraih masker dan juga topi pemuda itu hingga memperlihatkan wajahnya.

"R-Revan ?". Kata Nadine dengan suara terbata-bata, dia begitu syok mendapati teman sekelasnya yang melakukan itu padanya.

Revan langsung melancarkan aksinya mencumb* Nadine dengan bruntal bahkan teriakan demi teriakan tidak dihiraukan oleh pemuda itu.

Bahkan saat Nadine pingsan dia tetap melancarkan aksi b*jatnya, padahal gadis itu sempat merintih kesakitan karena Revan yang sudah mengambil kesucian nya.

Setelah melakukan kegiatannya, Revan terdiam sejenak menatap tubuh p*los gadis yang sudah digagahi nya itu. Ada rasa bersalah menyeruak masuk kedalam relung hatinya apalagi saat ini Nadine ternyata masih p*rawan dan dialah yang pertama kali mengambil mahkotanya.

"Ternyata dia masih perawan ? Tapi kata Andi jika pernah mencicipi tubuh Nadine. Apa dia membohongi ku ?". Gumamnya menarik rambutnya frustasi.

"Bajingan!!". Umpatnya kesal karena terlalu percaya pada Andi temannya itu dan sekarang dia menyesali perbuatannya sendiri.

Setelah beberapa menit kepergian Revan, akhirnya Nadine sadar dari pingsan nya. Dia mencoba menggerakkan badannya tapi rasa perih menjalar ke seluruh tubuhnya bukan hanya itu, rasa sakit hati juga kian merajalela di dalam sana.

Kini sudah hancur masa depan Nadine akibat aksi b*jat Revan yang telah merenggut sesuatu yang selama ini dia jaga bahkan orang tuanya sudah mewanti-wanti sejak dia masih SMP.

"Hiks... Aku harus bagaimana menghadapi masa depan ku". Lirih nya dengan suara serak Bahkan sedari tadi air matanya sudah merebak membasahi pipi nya yang sedikit kotor karena terkena tanah.

Gadis itu melangkah keluar dari rumah kosong tersebut. Dilihatnya sekeliling ternyata hari sudah mulai gelap bahkan sebentar lagi mungkin hujan akan turun, terlihat dari gemuruh guntur yang terdengar saling bersahutan dengan kilat.

Dengan langkah yang terseok-seok, dia membawa dirinya kembali kerumah orang tuanya dengan susah payah agar tidak terjatuh.

Dia terus melangkah digelap malam dengan sedikit penerangan tapi saat ditengah jalan teryata hujan sudah membasahi tubuhnya. Gadis itu menangis pilu meratapi nasibnya yang begitu tidak adil dibawah guyuran hujan.

Setelah menempuh perjalanan selama satu jam lebih lama nya akhirnya gadis itu sudah sampai didepan rumah orang tuanya yang terlihat begitu sederhana tapi nyaman bagi mereka, didepan sana sudah ada bapak dan ibunya yang tengah menunggu kedatangannya disana.

"Nadine..". Panggil ibu Nadine yang melihat anaknya sudah basah kuyup bahkan baju sekolah nya begitu lusuh.

"Ibu.. bapak..". Teriak berlari kearah mereka, gadis itu segera memeluk ibunya dengan erat hingga ibu Nadine juga ikut basah, dia menangis dipelukan sang ibu menumpahkan semua apa yang terjadi hari ini.

"Apa yang terjadi dengan mu nak, kenapa kamu bisa seperti ini ?". Tanya Santo pada anak semata wayangnya itu.

Tapi Nadine tidak dapat menjawab pertanyaan bapak nya itu. Hanya tangis yang mengiringinya, tangisan itu sangat pilu terdengar ditelinga orang tuanya.

Dia tidak ingin mengatakan apa yang terjadi pada kedua orang tuanya karena takut mereka akan malu dan juga akan memarahinya.

"Sudah Bu, bawa Nadine masuk kasihan dia basa kuyup seperti itu nanti takutnya masuk angin". Ucap Santo menyuruh sang istri.

"Ayo nak kita masuk. Segera ganti pakaian mu terus kita makan bersama". Ajak Anita menuntun anak gadis nya itu.

Gadis itu hanya menurut saja, badannya begitu lelah akibat Revan. Dia segera masuk kekamar mandi dan mengguyur tubuh nya. Menggosok secara kasar dengan tangisan yang sudah pecah.

"Sekarang aku benar-benar kotor hiks...". Gumamnya terus menggosok tubuhnya sampai memerah.

"Aku sangat membenci mu Revano Adiyaksa.. aku tidak akan pernah memaafkan mu sampai kapan pun". Lirihnya kembali menggosok tubuh nya yang terasa kotor.

Bersambung...

BAB DUA

Kedua orang tua Nadine termenung di meja makan sambil menunggu anak nya keluar dari kamar nya, entah kenapa perasaan Anita mengatakan jika Nadine mengalami sesuatu.

"Pak..". Panggil Anita mengagetkan Santo yang tengah ikut termenung.

"Ada apa Bu ?". Tanya nya melihat kearah istrinya.

"Kok perasaan ibu sedari tadi tidak enak yah pak, apalagi tadi melihat Nadine seperti itu rasanya hati ibu sakit pak. Ibu merasa sesuatu yang besar akan terjadi kedepannya". Ungkapnya meremas dadanya yang terasa sakit entah kenapa.

Santo langsung mengambilkan air untuk istrinya. "Diminum dulu Bu. Jangan terlalu memikirkan hal-hal aneh. Kita doakan saja semoga anak kita selalu dilindungi Allah SWT". Jawab Santo menyodorkan air minum itu dan langsung di teguk habis oleh Anita.

"Aamiin, semoga pak".

"Coba panggil Nadine Bu, untuk makan malam bersama kita. Habis itu kita tanya pelan-pelan padanya". Usul Santo diangguki oleh Anita.

Wanita paru baya itu segera beranjak menuju kamar Nadine.

Tok

Tok

"Nadine, ayo makan dulu nak". Panggilnya dari luar kamar.

Gadi itu sedikit tersentak sebab sedari tadi melamun, entah apa yang dibayangkannya tak ada yang tahu.

Ceklek

"Maaf Bu, Nadine tadi habis mandi langsung belajar soalnya mau persiapan olimpiade besok lusa". Ujar gadis itu dengan senyumnya, dia tidak ingin orang tuanya curiga mengenai hal tadi.

"Iya nak, ya sudah kita makan dulu yah supaya kamu semangat nanti jawab nya". Ajak Anita langsung diangguki oleh Nadine.

Mereka makan dengan lauk seadanya, tapi walaupun seperti itu mereka tetap bersyukur karena masih bisa makan sebab diluaran sana begitu banyak orang yang susah mencari makanan.

Setelah selesai makan Nadine kembali lagi ke kamarnya, sebenarnya Anita sedari tadi ingin mengajak ngobrol anak nya tapi di urungkan sebab tidak ingin menganggu belajar Nadine.

***

Setelah olimpiade selesai, saat itu juga Nadine tidak pernah kembali ke sekolah lagi. Ada rasa trauma dalam dirinya apalagi melihat Revan secara langsung membuatnya mengingat kejadian yang menyakitkan itu.

Kedua orang tua Nadine bertanya-tanya mengenai anaknya yang tidak kesekolah lagi.

"Nadine...". Panggil Santo.

"Iya pak". Jawab gadis itu.

"kenapa kamu tidak kesekolah lagi nak ? Sudah satu Minggu ini kamu hanya dirumah. Ada apa nak, coba cerita sama bapak atau ibu mu". Tanya Santo penasaran karena setelah melakukan olimpiade Nadine sudah tidak pernah ke sekolah lagi.

Nadine terdiam cukup lama, gadis itu menarik nafas berat. "Nadine.. diliburkan dulu pak. Karena memenangkan olimpiade itu makanya pihak sekolah ngasih aku waktu untuk istirahat". Jawab Nadine bohong tapi hal itu langsung dipercaya oleh kedua orang tuanya.

'maafin aku pak, Bu terpaksa harus berbohong'. Batinnya.

"Jadi kapan kamu masuk lagi ?".

"Insyaallah besok pak".

Kedua orang tua nya hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

Dan benar saja besok nya Nadine ke sekolah, gadis itu menarik nafas dalam kemudian melepaskannya secara perlahan, dia menatap gedung sekolah itu yang sangat besar.

Dia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, dia harus sukses agar kehidupannya bisa berubah karena hanya dialah harapan orang tuanya saat ini.

Gadis itu melangkahkan kakinya memasuki gedung sekolahnya, tapi sialnya dia harus berpapasan dengan Revan yang baru saja datang. Dengan langkah cepat dia segera masuk kedalam kelasnya yang sudah banyak siswa-siswi yang tengah duduk dan ada juga yang bergosip.

Begitupun Revan masuk kedalam kelas nya dia menatap sekilas kearah Nadine ketika melewati bangkunya tapi gadis itu seakan tidak menganggap kehadiran pemuda itu.

Hari-hari berlalu tanpa terasa sudah satu bulan setelah kejadian silam yang dialami Nadine. Hari yang dijalani nya sedikit dihantui bayang-bayang trauma yang masih membekas.

Gadis itu berjalan ke kantin tapi kepalanya terasa pusing dan akhirnya dia pingsan juga. Semua siswa maupun siswi berkerumun mengelilingi Nadine kemudian mereka mengangkat nya menuju ruang UKS yang memang sudah ada dokter yang telah disiapkan disana.

"Hubungi orang tuanya, saya perlu berbicara dengannya". Kata dokter itu menyuruh para guru yang ada di UKS itu.

"Ada apa dok, apa penyakit Nadine serius ? Tanya kepala sekolah yang ikut datang ke UKS.

Sebagai siswi berprestasi dan juga teladan tentu Nadine begitu dikenal oleh para guru. Maka dari itu para guru termasuk kepala sekolah begitu khawatir ketika mendengar Nadine pingsan.

Dokter itu menghela nafas panjang. "Nadine kemungkinan hamil". Jawab dokter itu.

Seketika langsung hening, bahkan beberapa guru tercengang mendengar pernyataan dokter itu.

"Ha-hamil ?". Tanya kepala sekolah dengan suara terbata-bata.

"Ini hanya kemungkinan saya, kita tunggu Nadine sadar dulu baru kita menyuruhnya untuk tes pack".

Setelah nya orang tua Nadine dihubungi, dan disinilah mereka sekarang.

"Nak, katakan pada ibu siapa yang melakukan semua ini". Tanya Anita yang kini sudah berderai air mata tak menyangka anak nya telah hamil padahal masih sekolah.

Dia teringat kembali ketika Nadine pulang dengan basah kuyup dan baju lusuh, apakah saat itu terjadi ? Pertanyaan mulai bermunculan dibenaknya.

"Hiks... Maafin Nadine Bu. Nadine di perk*s* hiks...". Jawab Nadine ikut menangis.

Terasa ada batu yang menghantam dada Anita begitu pun Santo, sebagai orang tua dia sakit hati melihat anak nya. Apalagi dia dirudapaksa oleh seseorang.

Para guru juga sempat terkejut, sungguh begitu malang nasib gadis itu. Dan sekarang dialah yang menanggung akibat nya karena kejadian itu meninggalkan malaikat kecil yang tidak bersalah.

"Maafin Nadine pak, Bu". Ucapnya Kembali dengan tubuh bergetar.

"Katakan pada bapak nak, siapa yang melakukan itu. Cepat katakan". Tanya Santo, dia begitu emosi mendengar anak nya telah di l*c*hkan oleh orang lain.

Gadis itu terdiam menatap semua orang yang kini juga tengah menatapnya mengharap dia menjawab siapa pelaku itu.

"Revano Adiyaksa". Ucapnya dengan satu tarikan nafas.

Orang-orang yang mendengar itu langsung menahan nafasnya. Siapa yang tidak mengenal keluarga Adiyaksa, mereka adalah pembisnis terkenal di kota mereka.

"A-apa ?". Anita langsung limbung, tulang nya terasa sudah tidak ada ketika mendengar nama itu. Bagaimana bisa anaknya berhubungan dengan mereka dan kenapa bisa anak itu melakukan hal keji terhadap anak gadis nya.

Saat itu juga Revan langsung dipanggil beserta kedua orang tuanya. Tatapan Jenggala Adiyaksa begitu tajam pada anak nya sedangkan istrinya terlihat tegang.

"Apa benar yang dikatakan Gadis itu ?!!!". Tanya Jenggala dengan suara dingin membuat semua orang merinding.

Revan terdiam dengan pandangan tertunduk, dia tidak mungkin mengakui hal b*jatnya, bisa-bisa ayahnya akan murka dan menghukum dirinya.

"Tidak pa, dia berbohong. Aku tidak mungkin melakukan itu apalagi dia hanya wanita miskin". Jawabnya menunjuk ke wajah Nadine.

Deg

Kebohongan Revan langsung meluluh lantakkan perasaan gadis itu. Apalagi dia tidak mengakui perbuatan b*jatnya didepan semua orang dan malah menghinanya sebagai wanita miskin.

"Kamu dengar apa kata anak saya ? Kami keluarga terpandang tidak mungkin dia melakukan itu pada mu. Jadi jangan pernah mengarang cerita dan memfitnah anak saya. Jika saya mendengar diluaran sana kamu menyebar berita yang tidak-tidak, maka saya akan menghancurkan keluarga kalian sampai tak tersisa". Ancam Jenggala membuat kedua orang tua Nadine takut. Apalagi mereka hanya orang miskin yang tidak memiliki apa-apa.

Nadine menatap tajam kearah Revan dan beralih menatap kedua orang tua pemuda itu.

"Baik, tapi ingat satu hal, jika suatu saat kalian memang menemukan kebenaran nya jangan pernah datang mengemis pada ku dan ingin mengambil anak ini. Karena sampai kapanpun aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi hingga aku mati sekalipun". Ujar Nadine dengan dada naik turun.

"Tenang saja kami juga tidak Sudi memiliki cucu dari gadis miskin seperti mu". Jawab Jenggala begitu sombong karena percaya jika anaknya tidak mungkin berbohong.

Sedangkan Revan meremas jari jemarinya, entah kenapa perkataan Nadine membuat dadanya sakit dan ada rasa takut yang menyeruak didalam sana.

Setelah kejadian itu keluarga Nadine pindah entah kemana membawa luka yang sudah menggoresnya. Bahkan gadis itu telah dikeluarkan dari sekolah karena memang sudah peraturannya.

Bagai ditelan bumi mereka tidak pernah lagi menampakkan diri mereka pada kota itu.

Flashback selesai 

Bersambung...

BAB TIGA

"Bu Nadine, klien yang ingin memesan makanan secara besar sudah datang". Nadine tersentak kala asistennya memanggilnya.

"Ah iya, dia sekarang ada dimana ?". Tanya wanita itu menetralkan rasa terkejutnya sebab sedari tadi hanya duduk diam melamun.

"Dia berada di ruang privat Bu". Jawab nya kemudian mengarahkan Nadine ke sana.

"Apa dia sendiri didalam Melati ?". Tanyanya ketika ingin masuk. 

"Tidak Bu, dia bersama asisten nya dan juga istrinya". Wanita itu hanya mengangguk kemudian membuka pintu itu.

Terlihat tiga orang yang sedang duduk berdampingan. Dua orang pria sedang berbicara entah apa yang di bicarakan nya sedangkan satu wanita yang bermain ponsel, mungkin saja merasa bosan karena tidak dihiraukan sedari tadi.

Nadine dan asistennya masuk kedalam ruang  private itu, semua mata tertuju padanya bahkan seorang pria yang ada disana sangat terkejut melihat siapa yang barusan masuk.

"Maaf sa....". Ucapan Nadine terpotong melihat siapa yang tengah duduk disana, seseorang yang telah menghancurkan masa depannya ternyata adalah klien nya sendiri.

Wanita itu mengatur nafasnya dari rasa keterkejutan barusan, dia mencoba bersikap biasa saja karena dia harus profesional dalam Bekerja.

"Maaf saya sedikit terlambat". Ujar Nadine kemudian duduk berhadapan dengan tiga orang itu diikuti oleh Melati sang asisten.

"Tidak apa-apa Bu Nadine kami juga belum lama berada disini". Jawab Irwan asisten Revan dengan senyum mengembang dibibirnya.

Setelahnya mereka membahas tentang kerjasama yang akan dilakukan nya. Sepanjang pertemuan itu Revan hanya terdiam dan terus memandang Nadine tanpa berkedip sekalipun. Tak ada ekspresi yang diperlihatkan nya hanya wajah datar yang mendominasi.

Akhirnya kesepakatan tercapai dan mereka telah bekerjasama dengan menandatangani kontrak diatas kertas yang sudah ada tulisannya.

"Terimakasih atas kerjasama nya dan semoga restoran kami tidak mengecewakan bagi karyawan pada perusahaan anda". Ucap Nadine kemudian beranjak dari sana tanpa sepatah kata pun lagi. 

Melati dibuat bingung begitupun begitupun juga Irwan.

"Ah maaf pak Irwan mungkin saja Bu Nadine mempunyai urusan mendadak makanya langsung pergi". Ujar Melati.

"Tidak apa-apa bu Melati saya bisa mengerti. Bos saya juga tidak keberatan". 

"Baiklah kalau begitu saya permisi dulu, sebentar lagi pelayan akan membawa makanan disini. silahkan nikmati hidangan yang sudah disediakan". Ucapnya kemudian berlalu dari ruangan itu.

Tak lama seperti yang dikatakan Melati, para pelayan langsung menghilangkan makanan diatas meja mereka. Mereka pun menyantapnya dengan lahap apalagi restoran ini terkenal dengan makanan yang begitu lezat dan bergizi.

Revan masih termenung di tempatnya bahkan dia tidak menyentuh makanannya sedikit pun, dia terus mengingat wajah Nadine. Wanita yang pernah dia renggut kesuciannya dulu dengan paksa.

"Mas.. ? Makanlah". Revan menoleh kala mendengar suara lembut yang ada disampingnya.

"Iya sayang, aku permisi ke toilet dulu". Jawab pria itu langsung beranjak dari sana. 

Revan berjalan terus mencari keberadaan wanita yang kini tengah menganggu fikirannya sejak pertemuan tadi.

Sesaat kemudian dia membeku ketika menemuka wanita itu didekat kolam ikan bersama dengan seorang anak kecil yang tengah bercanda dengannya.

Deg

Diremasnya dada yang seketika terasa sakit, ada bongkahan batu yang menghantamnya dari dalam melihat anak kecil itu yang bahkan jika dilihat begitu mirip dengannya.

Dengan langkah pelan dia mendekat kearah dua orang yang sedang tertawa sejak tadi.

"Wah... Alden hebat sekali, mama bangga punya Alden yang sangat pintar". Ucap Nadine ketika melihat hasil ulangan anaknya yang ternyata mendapat nilai sempurna.

"Iya dong kan Alden anak mama, jadi Alden  pintar kayak mama hehe". Kekeh anak itu terus melihat pada kertas ulangannya.

"Tentu dong anak mama". Keduanya kembali terkekeh. Bahkan Nadine tidak sadar jika Revan sudah ada dibelakang nya. 

Alden yang melihat pria asing di dibelakang mama nya langsung memasang wajah datar dan memanggil sang mama.

"Mama, ada orang dibelakang mama". Ujar Alden membuat Nadine langsung menoleh.

Deg

Wanita itu terkejut sebab Revan bahkan sudah melihat anak nya, dia tidak ingin pria itu mengetahui Alden  tapi sekarang dia tidak bisa mencegahnya apalagi Revan terus menatap kearah anak nya.

"Sayang, kamu ke ruangan mama dulu yah, nanti mama akan menyusul". tanpa disuruh dua kali anak itu langsung membereskan buku-bukunya yang berserakan diatas meja kemudian beranjak dari sana tanpa menoleh pada Revan. 

Alden tipe anak jika bertemu dengan orang asing maka langsung memasang wajah datarnya. Apalagi jika dia tidak menyukai orang itu maka tak segan dia akan mengatakan nya langsung.

"Ada yang bisa saya bantu bapak Revano Adiyaksa ?". Tanya Nadine memasang wajah datar dan dingin.

Pria itu menatap Nadine secara intens, wanita yang dulu sempat dia nodai kini terlihat begitu cantik bahkan terlihat segar.

Nadine membuang nafas kasar melihat lawan bicaranya hanya terdiam. "Jika anda tidak membutuhkan sesuatu saya permisi". 

"Apa kabar ?". Tanya Revan membuat langkah Nadine berhenti.

Dia berbalik dengan senyum miring. "Anda bisa melihatnya sendiri, saya tidak perlu menjelaskan nya bukan ?". 

"Anak itu ?". 

"Anak itu ? Anak itu adalah anak ku.". Jawab Nadine dengan cepat.

"Apa dia anak ku ? Bahkan wajahnya begitu mirip dengan ku". Tanya nya membuat Nadine tertawa memegang perutnya.

"Anak anda ? Bagaimana bisa anda berkata seperti itu padahal kita baru bertemu barusan". Jawab wanita itu diiringi dengan tawa.

"Nadine katakan. Jangan membuat ku hancur seperti ini. Katakan jika dia darah daging ku. Saat itu kamu hamil setelah kita melakukan...". 

"Jangan pernah anda membahas masalah yang tidak penting itu. Saya memang hamil saat itu tapi bukan kah anda mengatakan jika anda tidak pernah m*l*c*hkan saya. Jadi anak itu bukan anak anda tapi anak saya seorang". Jawab nadine dengan mata nyalang.

"Apa anda tidak mengingat perkataan saya yang terakhir ? Bahkan dengan bangganya orang tua anda begitu sombong dan tidak berperasaan menghina saya begitupun dengan anda tuan Revano Adiyaksa". Lanjutnya lagi dengan dada naik turun.

Untung saja tidak ada orang di dekat kolam ikan itu, jika tidak mungkin mereka akan melihat dua insan yang berbeda itu sedang berseteru.

Revan bisa melihat kilatan marah pada wajah wanita yang pernah dia sakiti hingga menghilang dari kotanya dan kini dia kembali lagi.

Jantung pria itu berdetak kencang mengingat jika anak yang pernah dikandung wanita itu adalah darah dagingnya yang bahkan dulu tidak diakui oleh nya.

"Pergi dari sini, jangan pernah menampakkan wajah anda jika bukan masalah pekerjaan". Usir Nadine memalingkan wajahnya.

"Nadine aku ingin melihat anak ku. Aku mohon pertemukan aku dengan nya". Mohon Revan kini sudah berlutut dihadapan Nadine.

Plak

Emosi wanita itu sudah sampai di ubun-ubun, apalagi melihat tampang tak bersalah nya. Bahkan kehidupannya sungguh sangat baik-baik saja setelah menghamilinya dan tidak mengakui perbuatan keji nya itu. Sungguh ini tidak adil bagi Nadine.

"Saya sudah mengatakan jika dia bukan anak anda!!!. Walaupun anda berasal dari keluarga terpandang tapi jika anda ingin mengambilnya dari ku maka saya akan melawan tanpa melihat siapa yang saya lawan. Jangan pernah bermain-main dengan saya". Ancam nya dengan mata memerah.

"Bahkan saya masih mengingat perkataan orang tua anda yang sombong itu jika tidak ingin memilki cucu dari gadis miskin seperti saya. Cih menjijikkan". Umpatnya kemudian beranjak dari sana tanpa memperdulikan Revan yang tengah meneteskan air mata.

Sungguh luka yang ditorehkan oleh Revan membuat nya menjadi wanita tangguh tak tersentuh 

 

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!