NovelToon NovelToon

Mencintai Mantan Kakak Ipar

Bab 1

Pertemuan perdana antara Yuna dan Marvin di sebuah cafe setelah mereka lama berpisah.

"Sudah ku duga, ini adalah takdir, mas Marvin!" Menatap wajah Marvin dengan penuh kepercayaan, gadis itu terlihat sumringah.

"Apa?" respon Marvin dengan ekspresi bingung ia menatap Yuna.

"Kau bilang apa tadi?" Pria itu mencoba memastikan.

Yuna menyipitkan mata, menatap marvin,

"Kau... Pasti sudah melupakannya kan?" ucapnya.

"Apa maksud mu? Siapa yang kau maksud?" tanya balik Marvin.

"Yuri!" tegas Yuna.

"Kenapa kau menanyakan itu? Mau aku sudah lupa atau tidak, itu urusanku," jawab Marvin.

Yuna menghela nafas dan mendekatkan wajahnya, menatap mata Marvin dengan penuh perasaan ia mengatakan pada pria dewasa yang di depannya itu,

"Aku mencintaimu!"

"Ha?" Marvin bingung apa motif mantan adik iparnya itu mengatakan hal tersebut. Mereka terdiam dan saling menatap. Di tambah lagi dengan alunan musik yang terhenti menambah suasana cafe tempat mereka bertemu menjadi hening.

***

"Bukan kah kau sekolah di London? Mengalihkan pembicaraan.

"Kenapa kembali?" lanjut nya.

"Mendengar kau bercerai, membuatku semangat untuk kembali, mungkin ini sudah takdir kita," ujar Yuna.

Wajah Marvin tampak masam mendengar kata takdir yang terus keluar dari mulut Yuna. Tetapi, ia mencoba untuk tetap menanggapinya dengan santai.

Sambil menyeruput kopinya ia mengatakan,

"Tentu saja, mungkin kau merasa tidak nyaman,"

"Apa?" Dengan ekspresi bingung, Yuna menoleh.

"Maksud ku, di rumah kau selalu manja. Tiba-tiba ke luar negeri. Kau pasti tidak terbiasa dengan kehidupan di sana, seperti bahasa, makanan, dan lainnya," jelas Marvin.

"Jika ingin, tidak apa-apa, keluarkan saja semua keluh kesah mu, aku akan mendengar nya," tambah Marvin. Pria itu mencoba berdialog keluar dari topik takdir.

"Keluh kesahku hanya satu, kenapa aku tidak bisa berhenti mencintaimu," Yuna mengalihkan pandangannya. Marvin terdiam mendengar perkataan mantan adik iparnya itu, lalu menghela nafas.

Marvin menegaskan Yuna tidak boleh bermain-main dengan orang seperti Marvin. Apalagi dengan kata cinta.

"Kau ini paham tidak apa yang kau katakan tadi?"

"Aku ini seorang pria berusia 30 tahun sementara kau masih 17 tahun. Berhentilah bergurau dengan orang tua sepertiku!" tegas Marvin menatap tajam mata Yuna. Sungguh, pria itu merasa kesal berhadapan dengan gadis bau kencur seperti mantan adik iparnya.

"Umur hanyalah angka! Di masa kini, sudah banyak pasangan suami istri yang usianya terpaut jauh! Dan satu lagi, aku sudah bukan anak kecil lagi, usiaku sudah 19 tahun. Ingat itu 19 tahun bukan 17! Sudah legal menikah di KUA," sentak Yuna dengan nada kesal. Untung saja cinta, jika tidak gadis itu mungkin akan menghajar Marvin karena menyebutnya anak kecil.

Pria berusia 30 tahun itu menghela nafas,

"Sejak kapan?"

"Sejak saat itu," jawab Yuna

Marvin mengerutkan dahi, ia tidak tahu kapan tepatnya Yuna mulai menyukainya. Ia pun berpikiran bahwa Yuna mulai menyukainya sejak ia menjadi suami Yuri, kakak kandung Yuna.

Yuna Callista Elbert merupakan putri kedua dari keluarga Elbert, salah satu keluarga kaya di kota. Ayahnya, Pak Elbert Calliega bekerja sebagai Rektor Universitas dan kakaknya yang merupakan mantan istri Marvin merupakan seorang designer berbakat yang karyanya sudah banyak di gunakan model-model internasional. Sementara untuk Ibu mereka, beliau meninggal ketika melahirkan Yuna.

"Apa kau menyukaiku saat aku menjadi suami kakakmu?

Yuna tersenyum dan menjawab, "Lebih tepatnya sebelum Mas Marvin jadi suami kakakku,"

"Bagaimana bisa?" Menatap bingung.

"Kau ingat, bagaimana kita pertama kali bertemu?" ucap gadis berambut pendek itu.

Marvin pun mengingat-ingat. Seingatnya, ia pertama kali bertemu Yuna 3 tahun yang lalu, tepat di hari dirinya di jodohkan oleh Yuri. Marvin melirik Yuna, ia sama sekali tidak ingat.

"Sepertinya aku dilupakan," sahut gadis itu yang melihat ekspresi bingung Marvin.

"Lantas, kau mau aku berbuat apa?" Marvin bertanya. Sepertinya dia berusaha untuk terlihat santai, sembari menyeruput kopi dia menatap Yuna.

"Aku mau kau tanggung jawab!" Dengan tatapan polos, Yuna melipat tangannya sambil tersenyum tipis.

Perkataan itu tentu membuat Marvin tersedak kopi yang sedang ia minum.

"Apa?" Marvin mengerutkan dahi, pria itu sekali lagi memastikan ucapan Yuna.

"Tanggung... Jawab...," eja Yuna dengan tatapan mata tajam ke arah Marvin.

Glek

Marvin menelan ludah. Tidak hanya Marvin yang terkejut, tetapi pengunjung cafe di sekitar mereka pun juga ikut terkejut. Sudah jelas, bahwa mereka mulai membicarakan dirinya dengan Yuna. Namun, Marvin tidak mempedulikan nya.

"Apa yang kau katakan? Apa aku menghamili mu?" celetuk Marvin.

"Apa kau merasa pernah tidur denganku? Lagi pula aku tidak keberatan jika kau yang menghamili ku!" respon Yuna.

"Sudah cukup! Jangan bertidak seperti gadis murahan!" cetus Marvin. Pria itu benar-benar naik darah menghadapi Yuna.

Marvin lalu menyuruh Yuna untuk pulang. Ia tidak ingin melanjutkan pembicaraan mereka karena sudah terlalu muak dengan perkataan Yuna. Pria itu tidak habis pikir jika mantan adik iparnya akan memiliki perasaan padanya.

Tetapi, sekeras apapun Marvin menyuruhnya pulang. Yuna sama sekali tidak bergerak dari tempat duduknya. Yuna mengatakan bahwa sekarang di luar sedang hujan. Ia tidak membawa payung.

Marvin pun menghela nafas. Akhirnya pria itu memutuskan untuk mengantarnya pulang. Namun, ketika berada di luar cafe, tiba-tiba Yuna menarik tangan Marvin mengajaknya bermain hujan.

"Apa kau gila!?" sentak Marvin di tengah hujan.

"Aku memang gila, dan itu semua karena mas Marvin,"

Marvin segera melepas tangannya yang di gandeng Yuna. Tidak berhenti di sana, Yuna kembali berulah, ia langsung memeluk tubuh Marvin dengan erat.

"Apa-apaan kau ini, lepaskan!" ucap Marvin memberontak mencoba melepaskan pelukan Yuna.

Yuna terus melawan sekuat tenaga untuk tetap memeluk Marvin.

"Menyebalkan bukan?" ucapnya sembari menatap Marvin dengan pelukan nya.

"Kau ini?! Bisa tidak bersikap lebih sopan dengan orang tu-," ucapan Marvin terhenti karena bibir Yuna yang tiba-tiba menempel di bibir nya. Marvin yang tadinya menolak, kini cenderung menikmati sentuhan bibir Yuna di tambah lagi dengan derasnya hujan yang membuatnya semakin bergairah.

Namun, ketika Marvin membuka mata. Marvin langsung mendorong tubuh Yuna hingga membuat Yuna menjauh dari tubuhnya.

"Sudah cukup! Jangan pernah muncul lagi dihadapan ku," ucap Marvin mengusap bibirnya dan langsung meninggalkan Yuna. Pria itu melangkah sembari menggerutu, perasaannya benar-benar kesal.

Bisa-bisanya dia mempermainkan ku, aku benar-benar tidak tau pemikiran bocah jaman sekarang, batinnya.

Saking asyiknya menggerutu, ia pun lalu tersadar jika Yuna tidak bersuara. Ia pikir Yuna malu dengan perbuatannya. Namun, ketika Marvin menoleh ke belakang. Ia melihat Yuna yang sedang terbaring di tanah, awalnya ia mengira itu adalah taktik Yuna agar dirinya kembali. Tetapi setelah beberapa menit, ketika Marvin akan masuk ke mobil ia melihat tubuh Yuna masih di posisi yang sama.

Next >>>

Bab 2

"Yuna bangun.... Aku harap ini bukan gurauan mu! Yuna...?" Sambil menepuk pipi Yuna, Marvin masih merasa panik. Terlihat kemeja Yuna yang basah menampakkan sedikit bra yang ia kenakan. Pria itu pun segera mencarikan selimut yang ada di dalam mobil guna untuk menutupi pemandangan tersebut.

Hujan terlihat semakin deras. Marvin segera membawa Yuna pulang ke rumah. Namun, sampai sana tidak ada yang membukakan pintu, Marvin juga sudah mencoba menghubungi Ayah Yuna tetapi, tidak ada jawaban. Karena sudah menunggu lumayan lama dan tubuhnya di rasa mulai kedinginan, akhirnya Marvin memutuskan untuk membawa Yuna pulang ke rumahnya.

Sampai di rumah, Marvin segera merebahkan badan Yuna dan menyelimutinya agar tubuh Yuna tetap hangat. Tetapi tidak lama, Marvin berpikir bahwa membiarkannya terbaring mengenakan pakaian basah juga salah, yang ada nantinya gadis itu malah terkena flu walaupun sudah di selimuti.

Sempat terpikir oleh Marvin untuk membuka pakaian Yuna. Namun, batin nya menegaskan bahwa itu tidak harus di lakukan.

Biarkan saja dia seperti itu, salah sendiri bermain hujan, batin pria 30 tahun itu. Memang tidak berperasaan, tetapi jika ia melepas pakaian gadis tersebut dan melihat asetnya tentu itu akan lebih mengganggunya.

Alhasil, Marvin pun membiarkan nya. Ia hanya memberinya selimut dan kemudian pergi untuk membersihkan diri (mandi).

***

Selesai mandi, Marvin mendengar ponselnya berdering. Ia pun segera melihat ponselnya. Tertulis nama Pak Ega (Rektor) yang menelpon nya. Ya, beliau adalah ayah Yuna sekaligus atasan Marvin di tempat kerja.

"Halo Marvin, ada apa?" ucap Pak Ega.

Marvin menatap Yuna, "Halo pak, saya hanya ingin memberi tahu anda, bahwa Yuna ada di rumah saya. Kebetulan tadi kita ketemu, dia sedang basah kuyup jadi saya suruh mampir," ucapnya.

"Oh begitu, baiklah. Nanti biar saya yang jemput dia, terima kasih, Marvin!" jawab Pak Rektor.

Telepon pun di matikan, kini Marvin kembali menatap Yuna dan mengingat apa yang Yuna katakan beberapa saat yang lalu di cafe.

"Aku mencintaimu," Ingatan Marvin.

Marvin menggelengkan kepalanya dan segera menuju ke kamar untuk istirahat.

"Haahhh... Nikmat mana lagi yang kau dustakan," lirih Marvin sambil meregangkan badannya. Setelahnya ia mengambil ponsel dan lanjut menonton anime favoritnya hingga ketiduran.

Beberapa saat kemudian, saat wajahnya terkena sedikit cahaya matahari sore yang masuk melalui celah jendela nya. Marvin terbangun dan merenggangkan badan. Saat merenggangkan badan itulah ia merasa seperti ada yang menimpa badannya di dalam selimut.

Ketika sadar akan hal itu, ia pun membuka selimut. Matanya terbelalak kaget melihat yang ada di balik selimut ternyata adalah Yuna yang sedang memeluknya. Sepertinya Yuna telah siuman dan langsung membersihkan diri. Ia juga terlihat mengenakan pakaian Marvin. Sungguh tidak di sangka.

"Gadis tak tau sopan santun!" pekik Marvin sambil melepaskan badannya dari cengkraman Yuna hingga membuat gadis itu terbangun.

"Pergilah dari sini! Tidak sopan main masuk kamar orang tanpa ijin, apalagi sampai tidur di kasurnya!" tegas pria itu. Merasa kesal mendengar ocehan saat ia terbangun, Yuna langsung bergerak menindih badan Marvin dan perlahan mendekatkan wajahnya.

"Ssst!" desis Yuna yang hampir kembali menempelkan bibirnya kepada Marvin.

Namun, kali ini Marvin tidak membiarkannya. Ia membalikkan posisi badan mereka. Yuna yang tadinya menindih Marvin kini berganti Marvin yang menindih Yuna.

"Kekuatan gadis bau kencur seperti mu tidak ada apa-apanya dibandingkan denganku. Itulah sebabnya aku bilang jangan coba bermain-main dengan orang tua sepertiku!" bisik Marvin.

"Berhentilah mengatakan bahwa kau adalah orang tua Mas! Kalo kau orang tua, dimana anakmu? Umur 30 itu masih muda, tua itu umur 50, 60. Dan ya, berhenti juga membandingkan usiaku dengan usiamu!" balas Yuna dengan menatap tajam mata Marvin.

Marvin pun segera menjauhi Yuna. Ia turun dari ranjang dan berkata,

"Gantilah bajumu! Jangan asal memakai baju! Jika mau, masih ada pakaian Yuri yang tertinggal di lemari sana, pakai itu saja!" Sambil tangannya menunjuk ke sebuah lemari pojok kamarnya.

Perasaan Yuna sedikit terluka mengetahui bahwa Marvin masih menyimpan pakaian Yuri, bahkan di dalam kamar nya.

"Kenapa kau masih menyimpan baju nya Kak Yuri?" tanya Yuna.

"Kau itu, selalu saja melontarkan pertanyaan yang tidak berbobot seperti itu!" celetuk Marvin dan langsung meninggalkan Yuna.

Yuna memasang wajah masam dan tiba-tiba ponselnya berdering. Rupanya sang Ayah yang sedang menelpon. Yuna pun segera mengangkat nya.

"Yuna? Ayo pulang. Ayah sudah di depan rumah Marvin!" ajak Ayahnya.

Yuna kaget, ponselnya ia lempar ke kasur dan segera berganti pakaian. Ia terpaksa memakai pakaian milik Yuri karena pakaian nya sendiri masih basah. Jika Yuna pergi menemui ayahnya dengan pakaian basah maka nantinya ia akan di ceramah i oleh sang ayah. Hal itu sangat di benci oleh Yuna.

Ia juga merasa kesal, karena Marvin memberi tahu ayahnya jika ia sedang di sana. Akan lebih baik baginya jika sang ayah tidak mengetahui keberadaannya saat itu, pikir nya.

"Yuna, Pak Ega sudah di depan, kau cepatlah sedikit!" pekik Marvin sembari mengambil ponselnya di kamar.

"Ulurkan waktu untukku! Teriak Yuna dari balik ruang ganti di dalam kamar Marvin.

Setelah beberapa saat, akhirnya Yuna selesai dan terburu-buru keluar.

"Ayah! Untuk apa ayah menjemput ku," tanya gadis manja itu di depan ayahnya.

"Salahkah ayah menjemput putri ayah sendiri?" jawab Pak Ega sambil membukakan pintu mobilnya.

Didampingi oleh Marvin, Pak Ega pun berterima kasih kepadanya.

"Maaf sudah merepotkan mu Marvin, dan terima kasih sudah mempersilahkan Yuna berteduh di rumahmu! ucap pria berusia 56 tahun itu.

"Tidak masalah pak!" respon Marvin dengan sedikit tersenyum.

Kini, sang pengganggu alias Yuna telah pergi dari rumah Marvin. Saat nya ia menikmati keheningan rumahnya lagi. Keheningan itu ingin ia pakai untuk berkonsentrasi mengerjakan tugasnya yang belum selesai.

Dan tidak lama kemudian, terdengar sebuah ponsel berdering di saku nya. Tanpa melihat Marvin langsung menjawab teleponnya.

"Yuna, bisa jemput aku di bandara sekarang?" tanya seorang perempuan di telepon.

"Maaf sepertinya kau salah sambung," ucap Marvin sambil terus memperhatikan lembaran tugasnya.

"Marvin?" panggil wanita itu. Terkejut.

Marvin terdiam, ia mencoba memperhatikan lagi suara wanita yang memanggilnya.

"Halo? Benarkah kau Marvin?" ucap wanita itu lagi.

Marvin terkejut mendengar suara Yuri, mantan istrinya. Ia pun langsung memperhatikan ponsel yang di bawanya.

***

(Ponsel di saku Yuna berdering)

Yuna mulai menggeledah saku nya. Dilihatnya ada sebuah panggilan masuk oleh seseorang bernama Leo.

"Leo?" ucapnya pelan dengan mengerutkan dahi.

Ketika panggilan itu berhenti, Yuna terkejut melihat wallpaper ponsel itu dan melemparnya ke kursi sampingnya yang kosong.

"Ponsel siapa ini? Kenapa ada di saku ku?" pikirnya sembari menatap ponsel itu. Tidak lama kemudian, Leo kembali menelpon. Kali ini Yuna mencoba untuk menerima panggilan itu dengan diam. Ia ingin memastikan itu ponsel siapa. Yuna pun menekan tombol terima panggilan dan fokus mendengar, di taruh nya ponsel itu di samping telinganya.

"Marvin!" teriak Leo mengagetkan Yuna hingga membuatnya reflek menekan tombol mengakhiri panggilan.

"Ma-Marvin?" lirih Yuna kaget sekaligus bingung.

"Apa aku gak salah dengar?" lanjutnya dengan menatap ponsel tersebut.

Dan ya, rupanya ponsel mereka tertukar. Kenapa bisa begitu? Penasaran kelanjutan nya kan?

Cuss ke episode selanjutnya >>>

Jangan lupa juga support ya guys! Biar author nya tambah semangat hehe. Terima kasih🤗

Bab 3

"Kenapa ponsel Yuna bisa ada denganmu?" tanya Yuri. Wanita itu tentu terkejut mendengar suara mantan suaminya dari ponsel adiknya tercinta.

Tidak ingin basa-basi, Marvin langsung mematikan teleponnya. Kemudian, ia berniat untuk segera mengembalikan ponsel itu.

Marvin teringat saat dirinya mengambil ponsel dengan tergesa-gesa. Mungkin saat itu, ponsel Yuna juga berada di kamarnya. Karena mirip, jadi Marvin berpikir ia yang salah, karena salah mengambil ponsel miliknya.

Pria itu pun bergegas pergi untuk menukar ponselnya.

Ketika ia pergi, tiba-tiba ponsel Yuna berbunyi, sebuah notifikasi pesan di terima bertuliskan,

"Jika kau Marvin, bisa minta tolong jemput aku sekarang di bandara?" tulis pesan itu yang dikirim oleh Yuri.

Di dalam mobil Marvin menghela nafas. Ia terpikirkan untuk melihat-lihat ponsel Yuna karena ponselnya juga tidak bersandi. Ia hanya melihat-lihat galeri. Di lihatnya foto-foto berbagai macam ekspresi Yuna di sana hingga membuat Marvin tertawa kecil.

Sadar akan tawa nya. Marvin segera menutup galeri dan meletakkan ponselnya di kursi samping. Pria itu mengingat pesan Yuri yang tanpa sengaja ia baca karena notifikasi muncul di langit-langit ponsel. Marvin pun memutuskan untuk sekalian menjemput Yuri.

***

Sampainya di bandara, Marvin menghubungi Yuri lewat ponsel Yuna. Tentu Yuri terkejut dan segera menemui Marvin.

"Kenapa ponsel Yuna bisa ada bersamamu?" tanya Yuna sembari membuka pintu mobil.

"Sepertinya ponsel kita tertukar, tadi dia mampir ke rumahku sebentar untuk berteduh," jawab Marvin dingin.

"Berteduh?" Yuri curiga.

"Adikmu kehujanan entah dia darimana, aku tidak bertanya," jelas Marvin fokus menyetir.

Yuri mengangguk, "Lalu?"

"Aku akan menukar nya ke sana,"

"Itu sebabnya kau menjemput ku sekarang?"

"Iya," respon Marvin tanpa menatap Yuri sedikit pun.

"Hah, kau memang tidak pernah berubah Marvin!" celetuk Yuri. Wanita itu mulai mengungkit masalalu nya bersama Marvin tetapi Marvin tidak menghiraukannya, ia tetap fokus menyetir.

"Haaah, sudah 3 tahun kita menikah, entah kenapa kau tidak bisa jatuh cinta kepadaku, padahal aku sudah berusaha menjadi istri yang baik saat itu," gerutu wanita berambut panjang itu.

"Seharusnya mustahil bukan?" lanjut Yuri.

"Maafkan aku," balas Marvin dingin.

"Chh! Ya, kau memang seperti ini,"

Kini mereka telah sampai di rumah keluarga Elbert. Yuna. Yuri masuk bersama Marvin membuat Yuna terkejut.

"Kakak?" Matanya menatap Yuri lalu menatap Marvin.

"Aku menghubungi mu tadi, tapi ternyata ponsel mu ada bersamanya," ucap Yuri dan langsung menuju dapur.

"Sepertinya tadi aku salah ambil ponsel!" sahut Marvin sembari meletakkan ponsel Yuna di meja.

"Ah ya, tunggu sebentar!" Yuna mengambil ponsel di tasnya dan langsung memberikan nya kepada Marvin.

"Apa kau menceritakan semuanya?" bisik Yuna.

Dengan ekspresi datarnya ia mengabaikan pertanyaan Yuna.

"Yuna! Memangnya kau darimana sampai kehujanan?" sahut Yuri yang tiba-tiba datang membawa jus untuk mereka bertiga. Dirinya juga memaksa Marvin untuk duduk sebentar di rumahnya.

"Marvin bilang kau tadi kehujanan sampai mampir ke rumahnya," ujar sang kakak.

"Oh," Sembari melirik Marvin.

"Tadi dari perpustakaan, waktu di jalan pulang tiba-tiba hujan turun deras kebetulan berada di dekat rumah mas Marvin," jawabnya.

"Lalu?" lanjut sang kakak.

"Di rumah masih terdapat bajumu, jadi aku menyuruhnya mengganti baju memakai baju mu," sahut Marvin yang selesai menghabiskan jus nya.

"Oh, benar. Sedikit bajuku ada di rumahmu, syukur lah. Setidaknya kau tidak kedinginan," ujar Yuri menatap Yuna.

Yuna membalas dengan senyuman.

Rumah Marvin memang tidak jauh dari perpustakaan, dan itu cukup untuk meyakinkan Yuri. Tidak lama kemudian, Marvin berpamit untuk pulang.

***

Keesokan pagi nya, Marvin bertemu dengan Leo di Universitas. Marvin adalah seorang dosen sastra berusia 30 tahun. Ia di kenal sebagai dosen yang sangat tegas. Lain halnya dengan Leo, dia adalah dosen pariwisata tentu saja ia bersikap ramah. Usia juga lebih muda 3 tahun dari Marvin. Mereka bertemu saat kuliah dan menjadi teman baik hingga sekarang.

"Marvin!" Menepuk punggung Marvin.

"Kau kemarin kenapa?" tanya Leo.

"Kemarin?" Marvin bingung.

Leo menjelaskan bahwa kemarin dirinya bolak-balik menelepon Marvin. Beberapa diantaranya diabaikan, hanya sekali di terima, itupun hanya sedetik.

"Oh, maafkan aku. Kemarin ponselku sempat tertukar dengan seseorang," jelas Marvin. Seperti biasa, pria berkumis tipis itu selalu terlihat dingin.

"Tertukar? Dengan siapa? Bagaimana bisa?" tanya Leo kaget sekaligus penasaran.

Marvin menghela nafas, dan ketika akan menjawabnya tiba-tiba, ia dipanggil oleh salah satu staf mengatakan bahwa Rektor sedang mencari Marvin.

Mendengar itu, Leo segera menyuruh Marvin untuk menemui Pak Rektor.

***

"Kenapa harus saya pak?" tanya Marvin dengan ekspresi tidak senang.

Pak Elbert atau yang biasa dipanggil Pak Ega menjelaskan bahwa tidak ada orang yang bisa ia percaya dalam hal ini. Rupanya, beliau akan ada perjalanan bisnis dan sedang meminta tolong Marvin untuk mengawasi Yuna selama dirinya tidak ada di rumah. Tidak lama, itu hanya berlangsung selama seminggu.

Tentu Marvin menolaknya, "Kenapa tidak Yuri?" tanyanya. Pak Ega mengatakan bahwa Yuri juga akan ada perjalanan bisnis ke luar negeri dan berangkat sore di hari itu. Pak Ega terus menggunakan taktiknya (terlihat melas) agar Marvin bisa menerima permintaan nya. Dan benar saja, karena tak tega melihat atasannya putus asa, Marvin pun dengan berat hati menerima permintaan tolong sang rektor, tetapi hanya seminggu saja. Ia juga menegaskan bahwa setelah seminggu ia tidak akan peduli lagi dengan apa yang terjadi dengan Yuna.

Pak rektor mengiyakan ucapan Marvin. Setelah itu, Marvin kembali dengan raut wajah masam. Leo yang menyadari ekspresi kawannya itu bertanya,

"Kali ini kenapa? Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Leo penasaran.

Marvin pun menceritakan semuanya. Leo yang mendengarnya tertawa cekikikan. Ia tidak menyangka temannya yang dingin mendapatkan pengakuan cinta dari seorang gadis kecil dan di suruh untuk mengawasi nya. Mencoba tidak percaya namun, ekspresi Marvin menunjukkan bahwa diri nya tidak berbohong. Leo pun menyemangati Marvin.

***

Sepulang bertugas, Marvin ingin segera pulang. Terapi saat melihat jendela, ia melihat Yuna sedang menunggu di gerbang Universitas dekat gedung kantornya. Marvin pun mengurungkan niatnya dan kembali duduk di tempatnya bekerja.

"Apa kau mau lembur?" tanya Leo.

"Tidak!" respon Marvin.

Mereka pun saling bertatapan.

"Aku ingin meminta tolong," ucap Marvin dengan serius.

"Apa?" jawab Leo.

"Bisakah kau membawa pergi gadis itu?" Sambil menunjuk ke arah luar jendela.

Leo pun melihat ke luar, "Siapa dia?"

"Yuna!" jawab Marvin.

"Oh gadis yang menyatakan cinta itu, anak kedua Pak Rektor?" ujar Leo.

Marvin mengangguk, ia berharap agar temannya itu setuju untuk membantu nya.

Akankah Leo setuju? Menurut kalian gimana?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!