"Kau cantik sekali, nak."
"Terima kasih Mama."
"Iya, kau cantik sekali Ina pasti Saka nanti akan terpesona melihatmu."
"Terima kasih. Ah.. tante bisa saja."
"Benar apa yang dikatakan Tante dan Mama. Kak Ina memang sangat cantik.. kak Saka tidak salah memilih."
"Kau bisa saja Tania. Tapi terima kasih loh untuk pujiannya."
"Sama-sama kak."
Ina mengulas senyum mendengar pujian dari ibunya, calon mertuanya dan juga Tania.
"Sudah, lebih baik kita segera ke depan. Kita kan harus menyambut para tamu. Ina sayang.. kau di sini saja dulu ya kalau semuanya sudah siap kami akan menemuimu lagi." Ucap laila, ibunya Saka.
"Baik tante. Aku akan menunggu di sini." Ina mengganguk patuh.
"Kami keluar dulu ya nak." Ucap mamanya.
"Iya mama." Ina menatap mamanya yang keluar kamar bersama bibi Laila.
Setelah mamanya dan bibi Laila keluar kamar sekarang giliran Tania yang menyusul untuk keluar. Sebelum benar-benar keluar dari kamar ini dia membisikkan sesuatu kepada Ina, yang sebentar lagi akan menjadi kakak iparnya.
"Kakak sangat cantik sekali. Kak Saka beruntung bisa mendapatkan kakak." Bisik Tania.
"Kau ini bisa saja.. tapi sekali lagi terima kasih atas pujiannya." Ina mencubit pipi Tania gemas. Ia sudah menganggap Tania seperti adiknya sendiri.
"Ya sudah kak aku keluar dulu ya."
"Iya."
Ina menatap pantulan dirinya melalui cermin meja rias. Seulas senyum melengkung saat melihat dirinya sendiri. Gaun pengantin berwarna putih gading melekat sempurna di tubuhnya. Gaun dengan model bahu terbuka. Menampilkan bahu putih mulusnya yang indah.
Hari ini adalah hari pernikahannya. Ia akan menikah dengan Saka Aditya Saputra. Pernikahan ini terjadi karena perjodohan kedua orang tua mereka 2 tahun yang lalu. Awalnya Ina tidak setuju jika di jodohkan dengan anak teman baik mamanya. Mereka tidak saling mengenal sebelumnya. Tapi mamanya terus memaksanya untuk menerima perjodohan ini. Tak mau membantah sang mama, Ina mengangguk pasrah menurut.
Pertama kalinya ia dipertemuan di sebuah kafe dan di kafe itulah mereka saling mengenal. Mencoba untuk mengakrabkan diri, mereka berdua menyempatkan waktu untuk bertemu. Sekedar bertukar sapa dan mengobrol bersama. Semakin intens pertemuan tanpa disadari membuat mereka semakin dekat. Ada timbul perasaan yang lebih dari sekedar teman. Ina menyukai Saka karena dia pria yang tampan, kaya, baik hati dan juga pekerja keras. Walaupun Saka bukan pria yang romantis. Padahal dulu ia ingin sekali memiliki kekasih yang romantis.
Drt...drt...drt...
Suara dering ponsel membuyarkan lamunannya. Ina melirik ponselnya yang tergeletak di atas meja rias.
Ina mengulas senyum tipis saat melihat nama kontak 'mysterious guy' yang menelponnya.
"Halo"
"..."
"Tunggu sebentar... aku akan segera kesana."
"..."
"Iya."
"..."
"Aku juga mencintaimu.." Ina mengakhiri panggilan. Ia menghembuskan nafas pelan.
Ina menatap cermin meja rias yang menampilkan pantulan dirinya. Ia tersenyum getir, sebutir kristal bening jatuh dari sudut matanya. Ina menangis.
"Maafkan aku Saka... aku tidak bisa... maafkan aku..." Ina menyeka air matanya. Ia bangkit berdiri dari kursi.
Ina melangkahkan kaki ke sudut ruang, mengapai koper biru kepunyaannya. Mengambil t-shirt, celana jeans, dan juga jaket denim lalu berjalan menuju kamar mandi.
Sehari sebelumnya ia diharuskan menginap di kediaman Saka, karena akad nikah akan dilakukan di Mansion keluarga Saputra. Dan di kamar tamu inilah ia tinggal.
10 menit waktu yang singkat untuknya menganti pakaian.
Ina memutuskan pergi dari pernikahannya untuk menemui seseorang. Ia mengikat beberapa selimut menjadi satu. Membuka kaca jendela lalu melemparkannya begitu saja.
Kamar tamu ini berada di lantai 2.
Terlebih dahulu ia melempar kopernya. Lalu baru dirinya turun.
Bugh !
Astaga... semoga suara jatuhnya koper tidak menarik perhatian orang banyak. Ia harus segera pergi dari sini. Ina turun dengan perlahan dan hati-hati.
Merasa telah mendarat dengan selamat. Ina melangkah menjauh sambil menyeret koper.
.
.
.
"KAKAK ! " Teriak Tania sambil menepuk bahu Saka dari belakang. Saka berjengit kaget.
"Astaga... Tania kau ini mengagetkanku saja. Dasar nakal ya.." Saka mencubit pipi Tania gemas.
"Aduh ! Sakit kak. " adunya. Tania mengerucutkan bibirnya, kesal.
"Oh ya... kak Saka tau gak ?"
"Apa?"
"Kak Ina kelihatan sangat cantik seperti bidadari."
"Benarkah?"
"Hm." Tania menganggukkan kepala.
"Tidak sabar aku ingin segera menemuinya.." kata Saka. Ia tersenyum manis.
"Bersabarlah kak! Kau pasti akan menumuinya nanti." Kata Tania sambil merangkul bahu Saka.
"Kak Saka jangan gugup oke. Siapkan diri kakak.. aku pergi dulu ya mau membantu yang lain."
"Iya."
"Dadah" Tania berpamitan, melambaikan tangan ke arah Saka lalu keluar kamar. Saka yang melihatnya hanya bisa mengeleng-gelengkan kepala. Adik angkatnya ini memang ceria dan kadang sedikit usil.
.
.
.
Tania berjalan menuju taman belakang mansion yang sudah di sulap indah dan semeriah mungkin. Tania melangkahkan kaki menghampiri ibu angkatnya, Laila.
Beliau adalah orang yang telah menyelamatkannya satu tahun yang lalu.
Waktu itu ia masih berumur 18 tahun yang baru saja lulus dari sekolah menengah atas. Semenjak orang tuanya dan adik laki-lakinya meninggal dalam kecelakaan lalu lintas ia dirawat dan diasuh oleh pamannya.
Saat itu ia masih berusia 9 tahun.
Paman Adi merawatnya dengan baik, penuh kasih sayang dan perhatian. Kesehariannya hanya di penuhi dengan sekolah, belajar, bermain dan kegiatan lain yang menyenangkan. Ia bahagia memiliki paman yang baik seperti paman Adi -nya.
Tapi saat ia beranjak dewasa, sesuatu hal mengejutkannya. Paman yang dianggap baik selama ini ingin menjual nya di club malam. Ia syok tidak menyangka bahwa Pamannya tega melakukan itu. Menjualnya untuk mengganti semua biaya hidup yang telah dikeluarkan Pamannya untuk dirinya. Jadi selama ini Paman Adi tidak ikhlas untuk membiayai hidupnya. Berarti Pamannya juga tidak menyayangi nya dengan tulus selama ini. Semua itu hanya palsu.
Tania diseret paksa oleh Paman Adi pergi ke club malam. Ia dibawa untuk diperjualbelikan. Tania tak mau bernasib menjadi wanita murahan atau jalang. Ia berusaha kabur. Dan saat Tania kabur ada beberapa anak buah mami ji yang tengah mengejarnya. Tania tak mau tertangkap, ia tak mau jika harus menjadi jalang, menjadi pemuas nasfu mereka semata. Itu menjijikan.
Ia berlari sangat cepat dan saat di penyebrangan tanpa menoleh kanan kiri Tania menerobos terus lari menyebrang jalan. Tanpa ia sangka ada sebuah mobil sedan tengah melaju cepat kearahnya.
"Aaaahhh !" Teriaknya.
Ciitttt! Suara decit ban mobil dengan aspal yang terdengar keras akibat sang pengemudi mengerem mendadak.
Tania menutup kedua telinga sambil berjongkok. Syukurlah mobil itu tidak sempat menabraknya. Ia melihat pintu mobil yang terbuka. Menampilkan sosok wanita paruh baya yang masih terlihat cantik. Wanita itu menghampirinya. Membawa dirinya pergi ke rumah sakit untuk mengecek keadaannya. Tania menyempatkan kesempatan itu. Mengangguk menurut.
Wanita paruh baya itu telah menolongnya dari kejaran anak buah mami ji. Laila nama wanita itu. Ia menceritakan semuanya. Dan ia tidak menyangka akan diangkat menjadi anak dan dikuliah kan.
"Sayang ayo sini.. kok diam saja di situ.." Suara Laila membuyarkan lamunan Tania.
"Eh! Iya Mama." Kata Tania sambil tersenyum kikuk. Ia berjalan menghampiri Laila.
Bersambung...
"Sayang ayo sini.. kok diam saja di situ.." Suara Laila membuyarkan lamunan Tania.
"Eh! Iya mama." Kata Tania sambil tersenyum kikuk. Ia berjalan menghampiri Laila.
"Ada apa? mama tadi melihatmu melamun." Laila mengelus surai pirang Tania dengan lembut.
Tania menggelengkan kepala pelan.
"Tidak ada apa-apa mama."
Laila menangkup pipi putri angkatnya ini dengan kedua telapak tangannya.
"Kalau tidak ada apa-apa lalu kenapa wajahmu sedih seperti ini. Katakanlah kepada mama. Apa yang menganggu pikiranmu? Atau ada orang yang menyakitimu ? Siapa? Biarkan mama kasih dia pelajaran nanti."
"Enggak. nggak ada orang yang menyakitiku. Aku hanya sedih karena mengingat masa lalu saja."
Laila menghembuskan nafas pelan lalu membawa Tania ke dalam pelukannya. Memeluk Tania dengan erat.
"Oh sayang... sudahlah lupakan ya. Itu sudah berlalu." Kata Laila sambil mengelus punggung Tania, memberinya semangat lewat sentuhan tangannya.
"Sekarang kau sudah bahagia bersama kami. Mama, Papa dan Saka akan selalu menyayangimu."
Tania mengeratkan pelukannya. "Terima kasih mama.. jika nggak ada mama aku gak tau akan bernasib seperti apa. Terima kasih atas kebaikkan mama." Kata Tania. Ia membenamkan wajahnya di pundak Laila, merasakan hangatnya pelukan seorang ibu yang selama ini ia rindukan. Sebutir krystal bening jatuh dari pelupuk matanya.
"Sama-sama sayang.." Laila masih saja mengelus punggung Tania. Merasakan baju di bagian pundak basah Laila merenggangkan pelukan untuk menatap Tania.
"Jangan menangis sayang.. nanti cantiknya hilang loh.." Goda Laila sambil menghapus air mata putri angkat nya dengan ibu jari. Tania meraih kedua jemari tangan mama angkatnya dan meremas punggung tangannya dengan lembut.
"Tania janji akan membahagiakan mama, papa dan juga Kak Saka. Apapun yang mama minta nantinya kepadaku, selagi Tania mampu akan aku lakukan. Tania janji."
"Iya terserah kau saja." Kata Laila sambil tersenyum tipis.
.
.
.
Saka menatap pantulan dirinya di cermin yang ada di ruang kerjanya. Senyuman manis terukir di wajah tampan miliknya. Senyum yang tak pernah luntur sekalipun dari tadi.
Hari ini adalah hari yang istimewa. Hari pernikahanannya dengan Inayah Azmi Salsabila. Di usianya yang menginjak 25 tahun ia akan melepas masa lajangnya.
Saka melangkahkan kakinya menuju meja kerja. Meraih sebuah bingkai foto. Foto yang menampilkan sepasang kekasih. Sang pria merangkul mesra pinggang si gadis cantik berambut hitam panjang di sebelahnya. Mereka tersenyum manis menghadap kamera.
"Kau cantik Ina.." Ucap Saka, jemari tangan kokoh nya mengelus foto tersebut. Fotonya bersama Ina. Saka meletakkan kembali bingkai foto itu ke tempatnya.
Lalu berjalan keluar dari ruang kerja. Mencari mamanya dan papanya di taman belakang masion. Tempat dimana akad nikahnya di langsungkan. Sebentar lagi pernikahannya akan dimulai. Saka merasa jantungnya berdebar kencang. Deg deg an luar biasa. Semoga saja ia lancar saat mengucapkan ijab Qabul nanti. Ya semoga saja.
.
.
.
"Sebentar lagi aku akan sampai."
Ina mengakhiri panggilan telpon. Wanita cantik itu menolehkan kepalanya ke arah jalanan. Menatap jalan raya yang padat di siang hari. Ia akan pergi ke luar negeri bersama Seseorang, meninggalkan acara pernikahan yang tengah berlangsung.
'Maafkan aku Saka.. aku mencintaimu.. tapi rasa cinta ku lebih besar untuk orang lain.. maaf Saka... aku berharap kau tidak membenciku nantinya..'
Lirih Ina di dalam hati.
"Nona kita sudah sampai." Suara sopir taxi membuyarkan lamunanya. Ina melirik sekilas sang sopir taxi lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh juru bandara.
"Ini pak uangnya ambil saja kembaliannya." Ina melirik argo dan menyerahkan beberapa lembar uang seratus ribuan kepada pak sopir.
"Terima kasih nona." Ucap Pak sopir dengan senang. Ina hanya menggangguk kepala.
Ia keluar dari dalam taxi. Dengan bantuan sopir taxi ia mengeluarkan koper miliknya dari bagasi.
Menyeret koper biru itu untuk mengikuti langkah kakinya. Ina mengedarkan pandangan ke segala arah mencari sosok Pria yang menunggu dirinya dari tadi.
"Ah itu dia!" Ina berjalan menuju seseorang.
"Maaf telah membuatmu menunggu lama." Ina memeluk pria tersebut. Mengecup pipi pria di pelukannya.
"Nggak papa." Kata Pria itu sambil tersenyum manis tapi -er senyuman yang terkesan palsu.
.
.
.
"Sudah waktu nya ya? " sebuah pertanyaan keluar dari bibir Arman Adi Saputra, Papa dari Saka.
"Seperti nya iya." Bima menyahut, Ayah dari Inayah Azmi Salsabila.
"Oh nak.. apakah kau sudah siap ?" Kata Arman sambil merangkul bahu anaknya. Menaik turunkan sebelah alisnya, mencoba menggoda putranya. Beliau tau kalau dari tadi anaknya terlihat gugup. Mungkin dengan menggoda sedikit bisa membuat Saka menjadi tenang.
"Hn." Sahut Saka singkat. Papa nya ini masih saja sempat-sempatnya menggoda dirinya.
"Sudah waktunya untuk akad nikah. Saka bersiap-siaplah." Perintah Laila.
Arman menepuk bahu putranya lalu mereka berjalan menuju ke sebuah meja dan kursi yang digunakan untuk mengucapkan ijab Qabul. Dan di susul oleh Bima di belakangnya.
"Tania tolong bawa Ina kesini ya nak."
"Baik Mama." Tania melangkahkan kaki berlalu meninggalkan taman belakang mansion.
"Mari jeng." Laila mengajak mamanya Ina, kedua wanita paruh baya itu berjalan menuju kursi yang terletak di barisan paling depan.
.
.
.
Tania meraih kenop pintu, membuka pintu sambil berseru memanggil Ina.
"Kak Ina ayo kita harus ke-" Ucapan Tania terpotong begitu saja saat melihat kamar tamu yang kosong. Di manakah kak Ina?
"Kak"
"Kak Ina" Teriak Tania, ia membuka pintu kamar mandi lalu mengernyit heran karena melihat kamar mandi yang kosong.
"Kak Ina kau dimana? " Tania mengedarkan pandangan. Sudut matanya menangkap secarik kertas yang ada di atas meja rias.
Tania berjalan terburu-buru ke arah meja rias. Dengan tak sabaran ia meraih secarik kertas itu. Kemudian membacanya dengan teliti.
.
.
Maaf Saka aku tidak bisa menikah denganmu... maafkan aku...
INA.
.
.
Tania menutup mulutnya yang sedikit terbuka dengan telapak tangan. Ia terkesiap akan tulisan Ina. Wanita cantik yang sebentar lagi akan menjadi kakak iparnya itu memutuskan pergi meninggalkan pernikahan.
Tania tidak menyangka Kak Ina bisa melakukan ini. Apakah kak Ina tidak berpikir ini sama saja mempermainkan hati Kak Saka. Bagaimana perasaan kak Saka kalau gadis yang dicintai-nya pergi meninggalkannya?
Hancur berkeping-keping, rasanya pasti sakit sekali. Tega sekali kau kak Ina !
.
.
.
"Mama!" Teriak Tania. Suaranya mengema ke seluruh taman belakang. Membuat semua pasang mata tertuju ke arahnya.
Laila menoleh ke asal suara, melihat Tania yang tengah berlari ke arahnya dengan wajah panik.
Ada apa ini? Mengapa putri angkat nya ini berlari dan dengan wajah panik pula. Oh ya di mana Ina? Bukannya tadi ia menyuruh Tania menemui Ina.
Tania mengatur nafas. Nafasnya ngos-ngosan karena berlari.
"Ada apa sayang?" Tanya Laila. Wanita paruh baya itu bangkit berdiri.
Tania menarik tangan Laila lalu membawa pergi menuju ruang keluarga, yang jauh dari keramaian. Tania tidak mungkin mengatakan bahwa Ina kabur di depan banyak orang terutama pada para tamu undangan. Ditaruh mana muka keluarga nanti jika tahu sang mempelai wanita kabur.
"Ada apa? " Tanya Laila penasaran.
"Mama.."
"Iya.. katakanlah. Oh ya di mana Ina?" Laila menengok kanan kiri mencoba mencari keberadaan Ina.
"Kak Ina kabur mama. Dia menuliskan surat ini." Tania menyerahkan secarik kertas itu kepada mamanya.
"Apa? " kata Laila syok. Tiba-tiba nafasnya tercekat di tenggorokan mendengar kabar tak terduga dari Tania. Apa kata Tania tadi, Ina kabur? Astaga...
"Mama.." Tania yang melihat tubuh Laila yang lemas dan ingin pingsan dengan cekatan membawa mamanya ke sofa. Mendudukkan dengan perlahan dan hati-hati.
"Bagaimana ini? " lirih Laila lemah.
Bersambung ...
Sedangkan di taman belakang mansion para tamu undangan menatap heran dan kebingungan karena acara tak kunjung dimulai. Saka sendiri mengerutkan dahinya, tampak bingung apakah telah terjadi sesuatu?
Kenapa adiknya tadi berlari sambil berteriak memanggil Mama. Dan di mana Ina? Bukannya Tania tadi datang seorang diri.
Saka menolehkan kepala ke papanya. Mengangkat sebelah alisnya sambil menatap Arman mencoba menyampaikan pesan 'Ada apa?' .
Arman hanya mengedikkan bahu menjawab pertanyaan yang Saka sampaikan dari komunikasi non verbal tadi.
.
.
.
Akhirnya mereka semua pergi mencari keberadaan Laila dan juga Tania. Sekaligus mencari Ina. Apakah telah terjadi sesuatu.
Meninggalkan sejenak Bapak penghulu yang sudah menunggu terlalu lama dan berpamitan kepada para tamu undangan.
Arman, Saka, Paman Bima dan juga istrinya berjalan menghampiri Tania dan Laila yang tengah duduk di sofa ruang keluarga.
"Ada apa?" Tanya Arman.
"Iya ada apa? Dan di mana putriku?" Sekarang giliran Bima yang bertanya.
"Tania di mana Ina? Bukannya mama tadi menyuruhmu untuk menemui Ina." Tanya Saka kepada Tania.
Tak ada jawaban. Mereka hanya diam. Baik Laila maupun Tania, mereka tidak mau menjawab pertanyaan.
Mamanya Ina merasa ada yang tidak beres di sini. Beliau berinisiatif menghampiri Laila. Mengelus lengan teman baiknya dengan lembut.
"Ada apa sebenarnya Laila? Dan di mana putriku aku tak melihatnya?"
"Ini bacalah! Putrimu yang menulis." Laila memberikan secarik kertas itu.
Mamanya Ina membacanya.
.
.
Maaf Saka aku tidak bisa menikah denganmu... maafkan aku...
INA.
.
.
"Astaga... Ina apa yang kau lakukan ini nak!" Ucap Mamanya Ina lirih. Raut wajahnya kaget dan juga kecewa.
Paman Bima menghampiri istrinya. Merebut secarik kertas itu dari tangan istrinya. Paman Bima telihat mengeram marah setelah membaca surat dari putrinya. Apa ini? Putri nya kabur.
Paman Bima menolehkan kepala ke arah Saka.
"Ina kabur Saka." Kata Paman Bima sambil memberikan kertas itu kepada Saka.
Saka mengambilnya dengan tangan gemetar. Ina kabur? Kabur?
.
.
.
Saka mengusap wajahnya dengan kasar, menyugar rambut hitam miliknya yang berantakan. Menyeka air mata sialan sebelum ia bangkit berdiri.
Saka menghembuskan nafas panjang untuk menetralkan rasa sakit hatinya. Hatinya hancur berkeping-keping tak terbentuk. Gadis yang dipuja dan dicintainya pergi meninggalkan dirinya di hari pernikahan. Apa salahnya sampai tega Ina melakukan ini kepada dirinya.
"Arghhh!" Teriak Saka frustasi. Ia mengacak rambut kasar. Kenapa Ina mempermainkan perasaannya dan takdir seolah-olah mendukung dengan mempermainkannya juga. Dengan terpaksa ia harus menikahi Tania, adik tirinya.
Saka berlalu menjauh dari ruang kerja yang berantakan karena ulahnya. Ia membanting pintu dengan keras membuat Mama dan Papanya yang sedang duduk di ruang keluarga kaget dibuatnya.
Tanpa mengacuhkan orang tuanya ia berjalan menaiki tangga. Menuju kamar miliknya di lantai atas.
Meraih handle pintu lalu membuka pintu kamar pelan. Tatapan matanya langsung tertuju kepada seorang gadis pirang sebahu yang tengah duduk di tepi ranjang. Siapa lagi kalau bukan Tania, tiga jam yang lalu resmi menjadi Istrinya.
Saka menatap Tania dingin sambil melangkahkan kaki menuju gadis itu berada. Tania yang belum sadar akan kehadiran dirinya di dalam kamar karena gadis itu hanya menundukkan kepala sedari tadi.
"Ehem.." Saka berdeham kecil. Tania yang mendengar suara dehaman seseorang mendongkak wajah ke atas menatap Saka.
Melihat Saka berdiri tegak di dekatnya spontan Tania bangkit berdiri. Ia tersenyum menatap Saka. Senyum itu tak bertahan lama saat ia sadar akan keadaan Saka yang kacau dan berantakan. Rambut hitam yang acak-acakkan, raut wajah yang mendung, Jas hitam yang hilang entah kemana, kemeja putih yang dikenakan juga kusut dan berantakan dengan dua kancing teratas dibiarkan terbuka.
"Kak Saka. Apa kakak baik- baik saja. Maafkan aku ng-" Ucapan Tania terpotong. Ia mencoba menghampiri Saka dan memegang lengan Pria itu tapi Saka menepis tangannya kasar.
"Diam! Dengarkan aku baik-baik Tania." Ucap Saka dingin. Menatap tajam ke arah Tania.
Tania terkesiap, ini pertama kalinya ia melihat Saka berujar dingin kepadanya dan menatap tajam ke arahnya.
"Pernikahan ini cuma status. Kau hanya pengantin pengganti menggantikan Ina dan tidak lebih dari itu. Di hatiku cuma ada Ina. Selamanya hatiku untuk Ina. Jadi.." Saka menjeda kalimatnya sambil menghela nafas. Ia berbalik membelakangi Tania.
"Aku mohon agar kau jangan berharap lebih dari pernikahan ini !" Saka berlalu melangkahkan kakinya keluar kamar.
Tania menatap sendu kepada punggung kokoh Saka yang kian menjauh. Ia meletakkan telapak tangan kanannya di dada yang masih terbalut gaun pernikahan.
"Aku tau posisi ku kok kak."
'Sampai kapanpun aku tak akan bisa menggantikan posisi Kak Ina di hati Kakak.' Lirih Tania di dalam hati. Setetes butiran bening lolos jatuh membasahi pipi. Telapak tangan kanannya kini mengepal kuat di dada. Merasakan sesak yang menyesakkan dada.
"Maafkan aku kak..." Lirih Tania dalam tangisnya.
'Karena tidak bisa menolak permintaan Mama. Aku sudah berjanji kepada Mama. Maaf kak.. ' -Lanjutnya di dalam hati.
"Hiks.. maaf.. hiks.. kan.. hiks.. aku.." Isaknya pilu. Tubuh Tania luruh jatuh di atas lantai. Rasa takut memenuhi dadanya. Takut jika suatu hari nanti Saka membencinya.
.
.
.
Tania menyeka air matanya, dengan susah payah ia bangkit berdiri. Berjalan pelan menuju kamar mandi.
Membersihkan diri, mungkin dengan berendam air hangat akan menghilangkan sedikit beban yang dirasakannya.
Tania melepaskan gaun pengantin. Jemari tangannya meraih resleting lalu menurunkannya. Agak kesusahan karena resleting itu berada di bagian belakang punggung.
Setelah gaun itu terlepas tanpa menunggu telalu lama Tania berendam ke dalam bathup, yang sebelumnya sudah ia isi dengan air hangat dan sabun cair.
.
.
.
Tania melirik sekilas jam digital yang ada di atas nakas. Jam menunjukkan tepat pukul 7 malam.
Tania menghembuskan nafas panjang. Gadis berparas cantik itu tengah duduk di tepi ranjang. Ia terlihat cantik dengan balutan mini dress selutut tanpa lengan.
Namun wajahnya telihat mendung, Tania menghembuskan nafas lagi, lelah. Lelah karena ia dari tadi hanya menangis.
Memikirkan masalah Kak Ina yang kabur entah kemana, dan Kakak angkatnya yang marah besar. Kak Saka pasti merasa terpukul, sedih, dan juga marah. Bahkan Kakaknya itu melampiaskan kemarahan kepada-nya. Kemarahannya semakin memuncak ketika mama menyuruh dirinya menggantikan posisi Kak Ina sebagai pengantin.
Awalnya Tania menolak dan Kak Saka juga menolaknya dengan mentah-mentah.
Waktu itu Kak Saka langsung ingin membatalkan pernikahannya. Tapi mama mencegahnya. Mama memohon kepadanya dan juga kak Saka untuk tetap melangsungkan pernikahan.
Pernikahan ini mengundang banyak tamu, banyak teman bisnis dari Papa maupun teman dari kak Saka yang datang. Wartawan pun tak luput datang. Mereka ingin meliput Pernikahan Putra sulung Saputra Group.
Ditaruh di mana muka Papa dan Mama kalau pernikahan ini dibatalkan. Tania tak mau membuat mereka malu. Dengan pasrah ia menganggukkan kepala pelan.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!