NovelToon NovelToon

Selepas Cinta Pertama Pergi

Bab 1. Cinta Pertama

Cantik, pintar, memiliki hati yang lembut dan juga baik hati. Siapa saja yang mengenalnya pasti akan langsung menyukainya. Dialah Khalisa Aulia Arsyad, putri kedua dari Kamal Arsyad.

Bagi Khalisa, pria yang bergelar 'AYAH' adalah pria yang menjadi cinta pertamanya. Apa lagi selama ini hanya ayah yang ada dalam hidup Khalisa sebagai orang tua. Jangan tanyakan bagaimana sayang dan hormatnya Khalisa pada Kamal Arsyad. Tentu sangat besar. Begitu besarnya membuat Khalisa takut akan kehilangan ayah Arsyad dalam hidupnya.

Dimata banyak orang, Khalisa terlihat sempurna. Namun sayang, ada sudut hatinya yang kosong. Khalisa merindukan perhatian sang ibu yang hilang sejak dia berusia tujuh tahun, usia yang masih sangat butuh kasih sayang seorang ibu.

Wanita yang melahirkannya itu pergi meninggalkan suami dan dua orang anak, Viola dan Khalisa. Ada luka dan trauma yang Khalisa rasakan dengan keputusan sang ibu yang lebih memilih laki-laki lain dari pada keluarganya. Tapi Khalisa tidak ingin menunjukkan kesedihan itu pada siapapun, terutama pada sang ayah.

Tumbuh dewasa tanpa sosok ibu, tidak membuat Khalisa kekurangan kasih sayang. Ayah dan kakaknya sangat menyayanginya. Khalisa memiliki paman yang bernama Kemal Irsyad, saudara kembar sang ayah. Dia juga memiliki bibi Amanda, istri dari paham Irsyad. Keduanya sangat menyanyangi Khalisa. Mereka memperlakukan Khalisa sama seperti mereka memperlakukan Sonia, putri mereka sendiri.

"Ayah, Ica berangkat dulu." pamit Khalisa pada ayah Arsyad.

Hari ini gadis itu masih ada keperluan ke kampus, setelah berhasil lulus dan wisuda satu minggu yang lalu. Khalisa lulus dengan pujian, memiliki IPK yang hampir sempurna. Hanya kurang sedikit saja menjadi angka empat. Yang lebih membanggakan lagi, Khalisa bisa lulus dengan cepat, hanya dalam kurun waktu tiga setengah tahun saja.

Sempurna dengan hasil yang membanggakan. Hal tersebut tentu saja membuat Khalisa bangga dan bahagia. Sama seperti yang dirasakan oleh ayah Arsyad. Begitu bahagianya, ayah Arsyad sampai memberikan hadiah sebuah mobil. Walau hanya mobil biasa, Khalisa sudah sangat berterima kasih pada sang ayah.

"Terima kasih ayah hadiahnya. Ica suka... suka... suuukaaa sekali." ucap Khalisa seminggu yang lalu.

Ayah Arsyad menepuk nepuk pucuk kepala Khalisa sambil tersenyum bahagia. "Ica, putri ayah yang cantik, tetaplah jadi anak ayah yang baik, suka menolong dan rendah hati seperti biasanya." ucap ayah Arsyad.

Pesan sang ayah yang tidak akan pernah Khalisa lupakan. Cinta pertamanya itu selalu menjadi panutan bagi Khalisa. Ayah Arsyad adalah satu-satunya orang tua bagi Khalisa. Sosok yang berperan sebagai ayah sekaligus ibu untuknya.

Meskipun ibu kandung Khalisa masih ada, tapi wanita yang bernama Diana itu seolah lupa jika masih punya anak yang bernama Khalisa. Diana hanya perhatian pada Viola saja. Entahlah mungkin karena Viola sekarang tinggal bersama ibunya dan om Dion, ayah tiri mereka. Ingin rasanya Khalisa membenci ibunya, tapi hati nuraninya selalu saja melarang untuk melakukan itu.

Dengan mengendarai mobil barunya, Khalisa membela jalan yang sudah sedikit lengang. Mungkin karena dia berangkat lebih siang dari biasanya, di jam yang bukan jam sibuk.

Tidak butuh waktu lama bagi Khalisa untuk sampai di kampus. Sudah ada Reina kakak tingkatnya yang menunggu. Mereka akan mengambil ijazah, lalu menemui pak Abian, dosen muda yang terkenal dengan ketampanannya dan juga ketegasannya.

"Kapan nih bawa gue keliling dengan mobil baru Lo, Ca?" tanya Reina begitu Khalisa turun dari mobilnya.

"Jangan gitu deh. Gue tahu, mobil gue ini enggak sekeren mobil mewah milik Lo Re." balas Khalisa.

"Hey Neng Khalisa, jangan gitu gimana? Gue serius ini. Dua rius malahan." sahut Reina jujur. Ya sekali-kali naik mobil biasa seperti milik Khalisa tidak masalah, kan?

"Udah ah, ayo!" ucap Khalisa yang tidak ingin berlama-lama berada di parkiran. Dia tidak tahan dengan sengatan matahari yang cukup terik dipagi menjelang siang seperti ini.

Setelah mengambil ijazah, Khalisa dan Reina langsung menuju ruangan pak Abian. Hanya Khalisa sebenarnya yang butuh bertemu dosen pembimbingnya itu. Tapi Khalisa tidak bisa menahan Reina yang ingin ikut bertemu dosen yang terkenal dengan ketampanannya itu. Reina termasuk fans berat dosen muda itu.

Pak Abian merekomendasikan Khalisa mendapatkan pekerjaan disalah satu perusahaan besar yang bekerja sama dengan universitas, untuk mendapatkan mahasiswa terbaik seperti Khalisa. Kemarin pria itu memberi kabar bahwa Khalisa akan diterima setelah wawancara di perusahaan tersebut.

"Selamat ya Khalisa, dan persiapkan dirimu untuk wawancara minggu depan." ucap pak Abian, setelah Khalisa berada dihadapannya.

"Terima kasih atas bantuan Bapak selama ini pada Saya." balas Khalisa tulus, mengabaikan Reina yang matanya menatap lekat pak Abian. Sudah sejak awal kuliah, kakak tingkatnya itu mengikrarkan diri sebagai pengagum berat pak Abian. Padahal pak Abian kan sukanya sama Khalisa.

"Ini kamu bawa saat wawancara nanti." ucap pak Abian lagi, sambil memberikan sebuah map pada mahasiswi terbaiknya itu.

Saat Khalisa kembali ingin bicara, benda pipih miliknya berbunyi. Gadis itu meminta izin untuk mengangkat panggilan dari Rita, manager yang selama ini membantu ayah Arsyad mengelola restoran milik ayahnya.

"Ada apa Khalisa?" tanya Abian begitu melihat wajah mahasiswinya itu memucat setelah menerima telepon.

"Maaf Pak, saya permisi dulu. Ayah saya dilarikan ke rumah sakit." ucap Khalisa sambil berdiri.

Tanpa menunggu jawaban, Khalisa segera saja keluar dari ruangan pak Abian, disusul oleh dosen tampan itu. Mereka berdua meninggalkan Reina yang belum bisa menguasai keadaan.

"Eh, kok gue di tinggal. Ica... tunggu!"

"Saya antar kamu Lisa." ucap Abian.

Khalisa tentu saja menolak. Dia tidak ingin merepotkan pria yang sudah sangat baik kepadanya itu. Mulai dari awal perkuliahan, hingga detik ini. Tapi sepertinya dosen muda itu tidak ingin dibantah. Abian bahkan merebut kunci mobil yang ada di tangan Khalisa, lalu melajukan kendaraan milik mahasiswinya itu menuju rumah sakit yang Khalisa sebutkan.

Tiba dirumah sakit, Khalisa langsung turun dan meninggalkan Abian begitu saja. Dari kejauhan Khalisa bisa mengenali karyawan kepercayaan ayahnya. Langsung saja Khalisa mendekat dan bertanya pada Rita. Setelah mendapat penjelasan dari Rita, Khalisa duduk dibangku tunggu dengan keadaan cemas. Abian yang baru sampai setelah memarkirkan mobil milik Khalisa, ikut duduk disamping gadis itu.

"Bagaimana keadaan ayah kamu?" tanya Abian.

Belum sempat Khalisa menjawab, seorang dokter yang Khalisa kenal sebagai salah satu teman ayah dan pamannya keluar dari ruangan tindakan.

"Bagaimana keadaan ayah saya Om Dok?" tanya Khalisa.

"Kamu Ica, Khalisa." ucap dokter itu yakin.

"Iya Om Dokter, saya Ica." sahut Khalisa.

"Ikut Om keruangan!" ucap Dokter Sam, dokter spesialis onkologi tersebut.

Sebelum mengikuti dokter Sam keruangannya, Khalisa meminta Rita kembali ke restaurant. Tidak lupa, dia berterima kasih banyak pada karyawan ayahnya itu yang sudah sigap membawa ayahnya ke rumah sakit.

"Dua bulan yang lalu, ayah kamu mengeluhkan penyakitnya kepada Om. Beliau, Om sarankan untuk melakukan pemeriksaan. Ayah kamu setuju dan menjalani pemeriksaan dirumah sakit ini." ucap dokter Sam mencoba menjelaskan.

"Lalu apa hasilnya Om Dok?" tanya Khalisa tidak sabaran.

Dokter Sam menghela nafas. "Hasil pemeriksaanya menunjukkan bahwa Arsyad terkena tumor otak. Om sarankan untuk operasi agar kami bisa mengetahui termasuk tumor ganas atau tidak."

"Ayah pasti menolak melakukan operasi." tebak Khalisa.

Dokter Sam mengangguk, "Ayah kamu punya alasan mengapa dia tidak mau. Tapi Om tetap berusaha membujuk Arsyad untuk mau melakukan operasi." balas dokter Sam.

Dokter Sam menyampaikan sudah sangat hati-hati agar Khalisa bisa menerimanya dengan baik. Khalisa sendiri mencoba untuk kuat, namun kecemasan atas kondisi sang ayah membuat tubuh gadis itu gemetar. Untung saja ada Abian yang ikut menemaninya diruangan ini. Sehingga setelah dokter Sam menyampaikan penyakit ayahnya, Khalisa punya tangan yang memeluknya. Dalam pelukan Abian, Khalisa menumpahkan kesedihannya.

"Maaf Pak Bian. Saya membuat pakaian Bapak basah dan kotor." ucap Khalisa yang merasa tidak enak hati dan juga malu.

"Bukan masalah. Lebih baik sekarang kamu hubungi keluarga kamu." balas Abian.

"Bapak benar." sahut Khalisa, "Mengapa aku melupakan ini." gumam Khalisa dalam hati.

Orang yang pertama Khalisa hubungi adalah paman Kemal lalu bibi Amanda. Setelah itu Khalisa menghubungi Sonia, orang yang bisa menguatkan hatinya disaat rapuh.

Dengan malas, Khalisa pun menghubungi Viola. Seperti yang sudah dia duga sebelumnya, Viola tidak sedih medengar kabar buruk tentang ayah mereka. Viola berubah sejak kakaknya itu memilih tinggal bersama sang ibu.

Orang terakhir yang Rissa kabari adalah Devan. Sayangnya tidak ada jawaban dari seberang sana. Mungkin Devan sedang sibuk dengan para model yang harus dia foto. Khalisa pun memilih mengirimkan pesan saja lewat aplikasi hijau. Mengabarkan kondisi dan keberadaan ayahnya.

Khalisa tidak tahu saja. Tunangannya itu bukan sibuk bekerja. Tapi sibuk menyalurkan hasratnya yang tidak bisa Khalisa berikan karena belum menikah. Saat ini Devan tengah bersama Viola di apartement pria itu. Mereka sedang melanjutkan kegiatan panas yang tertunda setelah Viola menerima telepon dari Khalisa.

...◇◇◇...

Bab 2. Ayah

Abian pamit setelah paman Kemal dan bibi Amanda tiba di rumah sakit. Bukan Abian tidak ingin lebih lama lagi menemani Khalisa, hanya saja dia harus sadar dengan posisinya saat ini. Selain itu dia harus menetralkan kembali debaran jantungnya. Tidak baik untuk kesehatannya jika terus berada di dekat Khalisa. Khalisa memang bukan gadis pertama yang dia peluk, namun yang mampu menggetarkan hatinya hanya Khalisa. Abian takut dia tidak bisa menahan diri, sementara gadis yang ada di sampingnya masih dalam keadaan bersedih.

"Terima kasih Pak Bian." Hanya kata itu yang bisa keluar dari mulut Khalisa. Gadis itu merasa malu sendiri setelah mengingat apa yang sudah dia lakukan pada dosen pembimbingnya itu.

Abian tidak menjawab. Pria itu hanya tersenyum sambil menepuk pucuk kepala Khalisa. Ada perasaan lain yang Khalisa rasakan atas perlakuan Abian. Ini kali pertama pria itu melakukannya. Entah mengapa Khalisa menyukainya. Bahkan Abian bisa melihat rona merah di pipi mahasiswinya itu. Tapi itu tidak bertahan lama, Khalisa segera menepis perasaan lain itu, begitu mengingat statusnya saat ini yang sudah bertunangan dan akan menikah dua bulan lagi.

Memang tidak ada yang tahu jika Khalisa sudah memiliki tunangan. Hanya keluarga saja yang mengetahuinya. Bukan Khalisa ingin merahasiakan pertunangannya, tapi itu permintaan calon ayah mertuanya. Entah apa alasanya pria paruh baya yang sangat baik padanya itu, Khalisa juga tidak tahu. Dia hanya menuruti saja permintaan tersebut.

***

Setelah bermusyawarah, paman Kemal, bibi Amanda dan Khalisa meminta dokter Sam untuk segera melakukan operasi pada ayah Arsyad. Harapan Khalisa sangat besar untuk kesembuhan sang ayah. Khalisa ingin hidup lebih lama lagi bersama ayah Arsyad dan berharap cinta pertamanya itu selalu ada untuknya.

Namun sayang, keinginan Khalisa agar ayahnya bisa pulih harus dikubur dalam-dalam bersama kepergian ayah Arsyad yang membuat Khalisa harus bisa menerima takdir.

Belum juga masuk kedalam ruang operasi, Kamal Arsyad sudah menghembuskan napas terakhirnya. Sebelumnya ayah Arsyad sadar dari pingsannya. Dia sempat bicara dengan paman Kemal. Pria itu meminta paman Kemal untuk menjaga kedua putrinya, terutama Khalisa.

"Jangan khawatir Ar, aku pasti akan menjaga Khalisa." jawab paman Kemal.

"Aku pamit. Maafkan semua kesalahanku." ucap ayah Arsyad sebelum dia meminta paman Kemal memanggil Khalisa menemuinya.

"Khalisa Aulia Arsyad."

Deg. Perasan Khalisa resah begitu mendengar sang ayah memanggilnya dengan nama lengkap. Biasanya akan ada pembicaraan serius yang akan ayahnya bicarakan. Dan Khalisa takut ayahnya berbicara yang tidak Khalisa inginkan.

"Nak, Ayah minta kamu bisa melapangkan dada untuk maafkan ibumu." ucap ayah Arsyad. Meski Khalisa tampak baik-baik saja, tentu dia tahu seperti apa perasaan sang putri.

"Khalisa akan melakukannya, tapi ayah harus selalu ada bersama Ica." sahut Khalisa.

"Ica, ingat pesan ayah. Jadilah manusia yang selalu bisa memaafkan tanpa syarat. Ayah ingin kamu bahagia tanpa rasa dendam."

Khalisa mengangguk, "Iya Ayah." balas Khalisa. Dia tidak dendam dengan sang ibu, dia bahkan ingin merasakan pelukan dari tangan wanita itu. Sayang, Diana yang selalu menjauh setiap kali Khalisa berusaha mendekat.

Ayah Arsyad tersenyum, pria itu lalu mengucap dua kalimat syahadat dengan pelan sebelum menutup matanya. Khalisa mengeratkan genggaman tangannya. Gadis itu hanya bisa diam tanpa suara, tidak ingin menganggu kalimat yang sedang ayahnya ucapkan sampai akhirnya dia tahu sang ayah sudah pergi untuk meninggalkannya selamanya.

"AYAH!" panggil Khalisa, membuat paman Kemal dan bibi Amanda yang menunggu diluar segera masuk untuk melihat apa yang terjadi.

"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun." ucap paman Kemal yang sudah siap dengan kepergian sang adik, tepatnya setelah ayah Arsyad pamit dan meminta maaf.

Bibi Amanda mengucapkan kalimat yang sama, lalu dia beralih pada Khalisa, "Sabar sayang, ikhlaskan kepergian ayah kamu, Nak." ucap bibi Amanda sambil memeluk Khalisa.

Gadis itu kini menangis dalam pelukan bibi Amanda. Berat tapi Khalisa harus kuat. Sekarang dia hanya sendiri. Biarpun masih ada ibu dan kakak, tapi Khalisa seakan tak memiliki mereka.

"Kamu tidak sendiri sayang. Ada paman, ada Bibi, ada Sonia dan juga Daren, Nak." ucap bibi Amanda, seolah tahu apa yang dipikirkan oleh keponakan suaminya itu.

***

"Devan... bangun!" ucap Viola.

"Kenapa? Masih kurang?" tanya Devan sambil mengerling nakal.

"Ayah meninggal."

Deg. Devan langsung bangkit dari tidurnya. Tanpa banyak bicara pria itu berdiri dan segera masuk ke kamar mandi. Yang ada dalam pikirannya hanya satu, Khalisa. Tunangannya itu pasti sangat rapuh saat ini. Devan sangat tahu begitu sayangnya Khalisa pada sang ayah. Devan merutuki kebodohannya yang mengabaikan panggilan Khalisa dan pesan dari gadis itu. Padahal dia sudah tahu, calon mertuanya itu dilarikan ke rumah sakit. Harusnya Devan segera datang ke rumah sakit menemani Khalisa, bukan berbagi peluh dengan Viola.

"Bod oh!" umpat Devan merutuki dirinya sendiri. Mengapa dia masih saja tergoda dengan bujuk rayu Viola? Padahal sejak berkomitmen mengejar cinta Khalisa, Devan sudah berjanji untuk meninggalkan kebiasaan buruknya yang sering tidur bersama banyak wanita, terutama para model yang berada di naungan agency milik mamanya. Ini bukan kali pertama dia berhubungan dengan Viola, mereka sudah saling kenal sebelum Devan mengenal Khalisa. Dan baru kemarin saat dia dan Khalisa bertunangan, Devan mengetahui bahwa teman ranjang nya di masa lalu adalah kakak tunangannya. Dasar pria breng sek. Sekalinya breng sek terus saja seperti itu. Siap-siap saja kamu menyesal Devan!

Berbeda dengan Devan, Viola mendengkus melihat Devan yang masuk ke kamar mandi. Dia tahu apa yang pria itu pikirkan. Viola tidak cemburu, tapi dia akan memberikan pelajaran pada Devan. Berani-beraninya mencintai adiknya. Viola tidak akan membiarkan hal itu.

***

Suasana duka menyelimuti kediaman Kamal Arsyad. Khalisa duduk disamping jenazah sang ayah tanpa ada niatan sedikitpun untuk meninggalkan cinta pertamanya itu. Disampingnya ada Sonia yang setia menemani adik kesayangannya itu. Sementara Viola sang kakak baru tiba saat ayahnya sudah siap diantar ke peristirahatan terakhir. Gadis itu tidak datang sendiri. Ada Diana dan Dion yang menemaninya.

Ya, Diana datang hanya untuk menemani Viola. Tidak untuk Khalisa, apa lagi berduka atas kepergian mantan suaminya. Hati Diana bahkan tidak tergerak untuk mendekati putri keduanya itu. Seakan ada tembok tinggi yang menahan langkah Diana untuk bisa sekedar menyapa sang putri. Ada apa dengan Diana? Hanya wanita itu yang tahu jawabannya.

Sementara Dion, dia datang dan medekati Khalisa. Pria itu memeluk Khalisa yang cukup terkejut dengan apa yang suami ibunya itu lakukan. Apa lagi mereka tidak pernah bertegur sapa sebelumnya.

"Jangan sedih, saya juga papa kamu." ucap Dion.

Sonia yang ada disamping Khalisa mendengkus kasar mendengar ucapan pria yang menghancurkan rumah tangga om nya itu, "Enak saja minta diaku papa oleh Ica." batin Sonia. Dia tidak akan membiarkan Khalisa seperti Viola, yang menerima Dion begitu saja setelah apa yang pria itu lakukan pada adik kembar papanya. Masih ada papanya yang bisa merawat Khalisa.

Sementara Devan yang sudah datang sejak jenazah ayah Arsyad tiba di kediaman calon mertuanya itu, tampak sibuk membantu paman Kemal, Daren dan Narendra, menerima tamu yang datang untuk melayat.

Salah satu tamunya adalah Abian. Pria itu langsung menuju kediaman Kamal Arsyad begitu mendengar kabar tentang kepergian ayah Khalisa. Ada sedikit penyesalan dalam hatinya karena tidak menemani Khalisa. Jika saja dia tahu, pasti dia akan tetap bertahan di rumah sakit.

Abian tidak sendiri, ada beberapa dosen lain dan juga teman-teman Khalisa. Baik yang satu angkatan maupun kakak tingkat dan adik tingkatnya. Reina salah satunya.

"Khalisa, saya turut berduka cita." ucap Abian saat pria itu bisa mendekati Khalisa.

"Terima kasih Pak Abian." balas Khalisa pelan. Gadis itu tampak tegar walau sebenarnya dia sangat rapuh. Abian bisa melihat itu dari sorot mata Khalisa.

"Kamu pasti bisa melewati ini semua." ucap Abian sebelum dia berlalu meninggalkan Khalisa untuk bergabung bersama rekannya yang lain.

***

"Ayo pulang Sayang." ucap Devan.

Langit sebentar lagi akan gelap, tapi Khalisa belum juga ada niatan untuk beranjak dari duduknya menghadap makam sang ayah. Di seberang Khalisa ada Viola yang sama-sama tidak ingin beranjak meninggalkan makam sang ayah. Entah apakah kakak Khalisa itu benar-benar sedih, atau tidak ingin meninggalkan Devan dan Khalisa hanya berdua. Tidak berdua juga kali, masih ada Sonia dan Narendra disana, ikut menunggu Khalisa yang masih berduka.

"Ayo Dek, kita pulang!" ucap Viola. Gadis itu tiba-tiba berdiri dan mengulurkan tangannya pada Khalisa.

Khalisa mendongakkan kepala, menatap tidak percaya pada kakaknya itu. Tapi anggukan Viola membuat Khalisa menerima uluran tangan Viola.

"Kami pulang dengan Sonia dan mas Rendra." ucap Viola pada Devan.

"Tapi...."

"Kamu pulang saja Kak. Kembali lah lagi nanti malam. Ada yang ingin aku bicarakan." ucap Khalisa memotong ucapan Devan.

Dengan berat hati Devan mengikuti permintaan Khalisa. Entah mengapa, Devan merasa apa yang akan Khalisa bicarakan nanti bukan hal yang baik untuk mereka.

Apa yang Devan rasakan benar terjadi. Khalisa meminta pernikahan mereka di tunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Devan tidak bisa menolak permintaan Khalisa, keputusan tunangannya itu didukung oleh keluarganya. Terutama Viola.

...◇◇◇...

Bab 3. Melihat

"Selamat Khalisa. Kamu diterima di Winata Group. Mulai besok kamu sudah bisa bekerja." ucap pak Bowo kepala HRD perusahaan Winata Group.

Senyum mengembang diwajah Khalisa, "Ayah, Ica berhasil. Semua karena doa ayah yang selalu mendukung Ica. Terima kasih ayah." ucap Khalisa didalam hati seblum dia menjawab ucapan pak bowo.

"Baik Pak Bowo, terima kasih banyak sudah mempertimbangkan saya dan diterima di perusahaan sehebat Wiranata." balas Khalisa sambil membalas uluran tangan pak Bowo.

"Saya turut berduka cita." ucap pak Bowo begitu Khalisa akan beranjak dari tempat duduknya.

"Maaf Pak, dari mana Bapak tahu?" tanya Khalisa heran. Mereka baru bertemu pagi ini, dan mereka belum kenal sebelumnya.

Pak Bowo tersenyum, "Pak Abian, orang yang merekomendasikan kamu yang memberitahu saya." jawab pak Bowo.

"Terima kasih atas ucapan Bapak." balas Khalisa, lalu dia pamit keluar dari ruangan pak Bowo.

Mendengar nama Abian, Khalisa jadi ingat kejadian satu minggu yang lalu. Sampai saat ini Khalisa masih malu mengingat dia menangis di pelukan dosennya itu. Belum lagi perlakuan Abian yang sangat manis. Khalisa bingung sendiri, dia harus bersikap bagaimana nanti saat mereka kembali bertemu.

"Hei, kalau jalan itu pakai mata." tegur seorang wanita yang baru saja Khalisa tabrak. Dari caranya berpakaian dia adalah karyawan ditempat ini.

"Maaf Mbak, maaf kan saya." ucap Khalisa yang merasa bersalah. Salah dia yang melamun sehingga tidak memperhatikan sekitar.

"Enak saja hanya minta maaf. Kamu...." Wanita itu tidak melanjutkannya ucapannya karena melihat sosok pria yang berjalan kearah mereka berdiri saat ini.

"Kenapa kamu marah hanya karena ditabrak?" tanya pria itu.

"Maaf Pak, saya tidak marah. Hanya terkejut saja." jawab wanita itu yang tidak mau mengakui. Sudah jelas, dia berbicara dengan nada tinggi. Dia juga punya keinginan untuk menyulitkan Khalisa.

Pria itu tidak menjawab, dia menatap tajam wanita yang memarahi Khalisa. Hanya dengan tatapan mata saja wanita itu sudah dibuat takut. Segera saja dia pamit, dari pada mendapat masalah.

"Kamu tidak apa-apa Ca?" tanya pria itu.

Khalisa tersenyum, "Tidak apa-apa Mas. Ica kok yang salah." jawab Khalisa mengakui kesalahannya.

Pria yang menyapa Khalisa adalah Narendra, tunangan Sonia. Dan kurang empat minggu lagi mereka akan menikah.

Tangan Khalisa terulur untuk mencium punggung tangan Narendra. Kebiasaan yang Khalisa lakukan jika bertemu calon suami Sonia itu, pria yang sudah dia anggap seperti kakaknya sendiri.

Apa yang Khalisa lakukan tentu saja jadi perhatian para karyawan yang kebetulan ada di lobby perusahaan. Termasuk wanita yang sebelumnya marah pada Khalisa ikut memperhatikan. Dia penasaran saja siapa Khalisa, bisa membuat bos besarnya itu menegurnya. Padahal selama ini yang dia tahu, Narendra Ardi Winata itu pria yang dingin dan tidak terlalu peduli dengan sekitar.

"Kamu melamar kerja disini Ca?" tanya Narendra lagi, mengabaikan pandangan dari karyawan yang memperhatikan mereka.

"Sudah diterima tepatnya Mas. Besok Ica mulai bekerja disini. Kemarin kampus yang mengusulkan nama Ica sebagai salah satu mahasiswi yang berprestasi, seperti permintaan Winata Group." jawab Khalisa bangga. Ya siapa yang tidak bangga bisa masuk ke perusahaan besar lewat jalur prestasi.

"Good job Ca." ucap Narendra memuji calon adik iparnya itu. Tangan Narendra terulur mengusak pucuk kepala Khalisa. Hal yang sering Narendra lakukan jika bertemu gadis cantik itu.

Bagi Narendra, Khalisa sudah dia anggap seperti adiknya sendiri. Sonia selalu saja menceritakan Khalisa setiap kali mereka bertemu. Calon istrinya itu sangat menyayangi Khalisa, dan rasa sayang itu kini tertular pada Narendra. Dia juga bangga pada Khalisa yang bisa bekerja di perusahaan miliknya ini lewat jalur prestasi. Padahal jika Khalisa mau, Narendra pasti langsung menerima Khalisa bekerja di Winata Group. Masalahnya, Khalisa tidak tahu jika perusahaan ini milik Narendra, calon kakak iparnya.

"Mas Narendra sendiri ada keperluan apa disini?" tanya Khalisa yang tidak pernah tahu pekerjaan Narendra selama ini. Yang dia tahu, pria tampan dihadapannya ini adalah tunangan kakak sepupunya. Khalisa bukan orang yang kepo, dan suka mengorek informasi pribadi orang lain. Sonia cinta dan bahagia bersama Narendra, maka Khalisa mendukungnya. Apa lagi sejauh yang Khalisa kenal, Narendra adalah pria yang baik dan mapan. Sudah cukup sampai disitu saja yang dia ketahui.

"Ada sedikit pekerjaan disini." jawab Narendra yang tidak mau memberitahu Khalisa bahwa perusahaan ini miliknya. Biarlah nanti Khalisa tahu dengan sendirinya. Narendra takut, Khalisa tidak jadi bekerja di Winata Group jika tahu ini perusahaan miliknya.

"Ica pulang duluan kalau gitu Mas." ucap Khalisa pamit. Dan sekali lagi gadis itu salim pada Narendra yang lagi-lagi dibalas pria itu dengan mengusak pucuk kepala Khalisa.

"Hati-hati." ucap Narendra.

Baru saja Khalisa akan melangkah, Narendra kembali memanggilnya, "Ica!" Narendra mengeluarkan lembaran merah dari dompetnya. Tanpa menghitungnya, dia berikan pada Khalisa.

"Ini buat jajan dan beli pakaian kerja." ucap Narendra.

Khalisa menatap tumpukan uang merah yang cukup tebal itu lalu tersenyum pada Narendra, "Mas Rendra memang kakak yang terbaik." ucapnya, "Pantas saja kak Sonia cinta mati." ucap Khalisa lagi.

Dengan senang hati Khalisa menerima uang pemberian Narendra. Bukan karena Khalisa mata duitan, tapi dia tahu apa yang akan Narendra lakukan jika Khalisa menolaknya. Tentu saja ini bukan kali pertama Narendra memberinya uang. Calon kakak iparnya ini memang royal dan tahu betul apa yang Khalisa butuhkan. Khalisa pernah menolak saat Narendra memberinya uang. Dan apa yang terjadi? Narendra mengirim banyak pakaian untuk Khalisa kuliah.

Narendra terkekeh mendengar pujian Khalisa. Sementara bagi karyawan wanita yang melihatnya, seolah menang undian karena suatu anugrah bisa melihat Narendra seperti ini. Jangankan terkekeh, tersenyum pun tidak pernah. Sekarang, hanya karena gadis yang ada dihadapannya, Narendra bisa sangat lembut dan baik.

"Terima kasih Mas Naren." ucap Khalisa, lalu berjalan meninggalkan Narendra sambil melambaikan tangannya.

Khalisa sering sekali bersikap kekanakan seperti itu. Entah mengapa, justru Narendra merasa terhibur melihat tingkah Khalisa. Seperti yang Sonia katakan, Khalisa bisa menjadi obat disaat dia galau, karena keceriaan gadis itu.

"Sonia benar tentang kamu Ca." gumam Narendra yang masih setia memandang kepergian calon adik iparnya itu, sampai Khalisa hilang dibalik pintu utama Wiranata Group.

***

Tadinya Khalisa melajukan kendaraanya menuju mall. Dia ingin merealisasikan apa yang diperintahkan Narendra. Mencari jajanan dan pakaian kerja. Namun pesan masuk yang dikirimkan Viola, membuat Khalisa memutar arah untuk kembali ke kediaman Kamal Arsyad.

Sejak sore selepas pemakaman seminggu yang lalu, hubungan Khalisa dan Viola membaik. Viola pulang ke rumah sang ayah, untuk menemani Khalisa yang sekarang tinggal hanya seorang diri. Baru dua hari yang lalu Viola kembali ke kediaman om Dion. Itupun karena ibu mereka yang memintanya.

Tiba di kediaman sang ayah, Khalisa bisa melihat mobil milik Viola terparkir dengan sempurna. Kakaknya sepertinya memang sedang menunggunya. Padahal dia tahu, Viola sangat sibuk dengan pekerjaanya di perusahaan milik Dion. Viola bekerja di perusahaan DD setelah lulus kuliah dari luar negeri. Salah satu mengapa Viola menerima tawaran sang ibu untuk tinggal bersamanya. Diana menjanjikan membiayai kuliah Viola ke luar negeri. Hal yang tidak bisa diberikan oleh ayah mereka.

Khalisa masuk ke dalam rumah lewat pintu samping. Bibi yang biasa membantu di kediaman ayahnya biasanya sudah pulang jam segini. Dia hanya diminta membantu membersihkan rumah saja.

Keadaan rumah sangat sepi. Itulah yang Khalisa rasakan setelah ayah Arsyad tidak ada. Separuh nyawa rumah ini seolah ikut terkubur bersama pemiliknya. Jika ada tempat lain yang bisa dia tempati, mungkin Khalisa akan mengungsi ke tempat itu untuk sementara waktu.

"Kakak mungkin di kamarnya." ucap Khalisa pada dirinya sendiri sambil melangkahkan kaki masuk lebih dalam lagi ke dalam rumah.

Namun, saat berada di depan tangga, Khalisa mendengar suara berisik di kamar tamu meski hanya samar-samar. Khalisa berbalik dan melangkahkan kakinya ke arah suara yang dia dengar. Khalisa yakin, Viola yang ada disana. Pertanyaannya, 'dengan siapa?'

Semakin Khalisa mendekati kamar itu, semakin jelas suara yang Khalisa dengar. Khalisa semakin yakin kakaknya berada di kamar itu, melihat pintu yang biasanya tertutup itu kini terbuka setengah.

Semakin jelas suara itu terdengar, membuat jantung Khalisa berpacu lebih cepat. Dia bukan anak kemarin sore yang tidak paham dengan suara apa itu, suara desa han dua orang yang sedang memadu kasih.

"Viola?" gumam Khalisa tidak percaya. "Ini tidak bisa dibiarkan." batin Khalisa menyayangkan apa yang sudah Viola lakukan.

Ada wajah ayah Arsyad yang kecewa yang terlintas dibenak Khalisa. Bagaimana perasaan pria itu saat tahu putrinya melakukan hubungan diluar nikah.

Kini Khalisa sudah berdiri diambang pintu kamar tamu yang terbuka setengah itu. Jelas sekali wajah Viola yang tengah menikmati hentakan pria yang membelakangi Khalisa.

Pria itu juga sangat menikmati miliknya yang keluar masuk. Untuk sesaat Khalisa seolah terpaku melihat adegan film dewasa itu secara life. Sampai akhirnya dia menyadari siapa pria yang tengah memasuki kakaknya.

"Devan?" lirih Khalisa pelan.

Viola tampak tersenyum puas seelah melihat Khalisa pergi. Sementara Devan, pria itu sama sekali tidak menyadari kalau apa yang dia lakukan dilihat oleh Khalisa, wanita yang menurutnya dia cintai. 'OMONG KOSONG!'

...◇◇◇...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!