Di awal tahun 2017, di mana tahun ajaran baru yang sedang berlangsung para siswa siswi kelas 3 SMP naik ke kelas 1 SMA.
"Bu sarapan aku sudah Ibu siapin belum?." Ucap salah seorang pria yang baru saja keluar dari kamar dengan seragam putih abu-abu dan parasnya yang amat tampan.
"Sudah nak, sarapannya sudah ada di atas meja." Balas bu Wati ibu dari pria tampan yang bernama Imran Setiawan, putra ke 2 setelah abangnya yang bernama Riyan.
Pria yang memiliki bakat seni melukis, putra dari almarhum bapak Nasiono dan Ibu Sukowati keluarga sederhana jauh dari kata kaya raya.
"Oh ya Bu, kayaknya aku bakal pulang lambat deh hari ini. Soalnya ada pertandingan melukis bagi murid-murid baru di sekolah." Ucap Imran sambil mengunyah.
"Oh yasudah kalau gitu, kamu baik-baik di sekolah ya nak belajar yang rajin." Kata Ibu yang sedang menyusun peralatan alat tulis.
"Tapi ingat. Jangan pulang sampai larut malam." Seru Ibu meningkatkan.
"Iya Bu... Imran janji nggak akan pulang sampai larut malam." Ujar Imran berjanji.
Setelah selesai sarapan, Imran pun bergerak bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan Ibunya yang masih berada di meja makan.
"Bu Imran izin berangkat sekolah dulu ya.." Teriak Imran dari depan pintu
"Iya Nak." Jawab Ibu singkat.
Ya Imran setiap harinya berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda motor peninggalan dari sang Ayah.
"Imran pergi ya Bu. Assalamualaikum..." Ucap Imran berlalu pergi.
Semasa di perjalan tampak para burung berkicauan di atas reranting pepohonan di pinggir trotoar. Sejenak Imran mengamati dan merasakan setiap hembusan angin yang terhempas menyentuh tubuhnya.
"Huemm... Sejuk nya udaranya pagi ini." Ucap Imran yang sambil menyetir.
Saat sedang asik merasakan sejuknya udara pedesaan, tiba-tiba saja salah seorang gadis yang mengendarai mobil mewah tak sengaja menabrak Imran hingga dirinya terpental jatuh ke aspal.
"Gubrak..!" Suara keras mobil menghantam motor Imran sampai hancur berkeping-keping.
"Eh Pak!, apaan tuh!?. Bapak nabrak orang ya!?." Ucap gadis tersebut sembari melihat ke depan.
"Aduh, gimana ni non?, maafin bapak non. Bapak bener-bener nggak sengaja." Pekik Pak Edi dengan raut wajah penuh ketakutan.
"Yah gimana dong ini Pak, bapak sih nggak hati-hati bawa mobilnya." Ucap gadis yang menyalahkan Pak sopir.
"Ya udah non, sebaiknya non duduk diam di sini, sementara bapak cek pengendara motor itu." Ujar Pak sopir sembari turun dari mobil.
Setelah Pak sopir turun dan mengecek si pengendara tersebut, ternyata pengendara yang di langgar itu tak lain adalah salah satu mahasiswa dari sekolah yang sama dengan gadis yang berada di dalam mobil mewah tersebut.
"Mas.. Mas nggak papa?, ada yang luka-luka nggak Mas.?" Tanya Pak Sopir penuh kekhawatiran.
"Duh, bapak gimana si!? masih tanya lagi. Lagian bapak bisa nyetir kagak si!?." Ucap Imran yang sedang membangkitkan sepeda motornya.
"Maaf Mas... Maaf banget, bukannya saya nggak hati-hati, saya juga nggak sengaja Mas." Jawab Pak sopir sembari membantu Imran dalam mengumpulkan puing-puing pecahan dari kap bodi motor nya itu.
"Maaf- maaf..! Liat dong ini Pak, gara-gara Bapak motor saya jadi hancur begini!. Ayo tanggung jawab Bapak, saya nggak mau tahu.!" Ucap Imran yang kepalang emosi.
"Iya, iya Mas. Saya akan bertanggung jawab atas kejadian ini. Em ini kartu nama saya dan di situ tertera no hp saya, dan lengkap berserta alamat rumah saya. Mas bisa datangi saya ke alamat itu." Ujar Pak Sopir yang memberikan sebuah kartu nama.
"Nggak bisa gini dong Pak?, terus saya ke sekolah mau naik apaan?, jalan kaki gitu!? mikir dong pakai akal!?." Tanya Imran dengan nada tinggi.
"Jadi maunya Mas gimana ini?, supaya kita sama-sama enak aja la Mas gimana caranya?." Ujar Pak sopir yang merasa kebingungan.
Melihat kondisi di luar yang semakin tidak kondusif, dengan perasaan tidak sabar akhirnya gadis yang berada di dalam mobil memutuskan untuk turun dari mobil mewah nya itu.
"Huh.. Gimana Pak Edi,?" Tanya Cici yang penasaran. Ya sopir tersebut adalah Pak Edi usia yang sudah terbilang tua memasuki usia 40 tahun
"Eh Mbak. Ini, ini gimana!? gara-gara mobil kalian motor saya jadi hancur lebur begini!." Kata Imran yang masih bernada tinggi.
"Udah-udah, jangan ribet! emang berapa biaya perbaiki motor loh itu?." Tanya gadis itu dengan nada sombong sembari mencoba mengeluarkan isi dompet yang di bawa dalam tas sekolah miliknya.
"Sombong banget ni jadi cewek!." Batin Imran dengan lirikan matanya yang tajam dan senyuman sinis yang terpancar di wajahnya.
Dengan keadaan demikian Imran pun berinisiatif untuk memberi pelajaran terhadap gadis sombong itu dengan cara menekan harga servisan motor yang akan di perbaiki nya di bengkel. Dan tidak berhenti di situ, Imran pun berinisiatif untuk menumpang, merasakan jadi orang kaya sejenak.
"Ok!, aku minta sekarang uang kes! 3 juta rupiah. Ada nggak kamu?, jangan cuma mobilnya aja yang Alphard, tapi uang 3 juta aja nggak punya." Ledek Imran dengan senyum tipis.
"Apa!? 3 juta, elu gila ya!?, gua mana ada uang segitu lagian di dompet gua cuma ada uang 700 ribu. Lagian ni uang untuk bayar SPP gua juga." Ujar Cici sedikit perasaan tidak rela memberikan uang yang ada di dalam dompet nya itu.
"Gila..! 700 ribu, mana cukup untuk perbaiki motor aku yang uda hancur begini!" Ucap Imran sembari menghitung uang yang di berikan oleh gadis sombong itu.
"Terus gimana dong?, ah ela ribet amat deh lu jadi cowok!. Ya udah itung-itung itu buat DP nya aja dulu. Entar kurangnya datang ke rumah gua. Ni alamat gua!." Jawab Cici sembari mengeluarkan selembar kertas dan menuliskan sebuah alamat rumah yang tak lain adalah alamat rumah nya sendiri.
Ya Cici namanya adalah putri dari keturunan saudagar kaya raya yang memiliki ratusan kebun hektar di mana-mana.
"Dah ni ni!. Itu alamat rumah gua. Lu bisa datang kapan aja!, dah ya gua mau berangkat ke sekolah uda kesiangan ni gua." Pinta Cici yang merasa bete.
"Eh nggak semudah itu!, ini uang kan masih kurang, jadi aku juga uda terlambat untuk berangkat ke sekolah. Jadi, mau nggak mau aku harus nebeng ikut mobil kamu." Ujar Imran sembari berlalu pergi meninggalkan sepeda motornya yang sudah rusak parah.
"Non.. Ini gimana?, yang bener aja dong non, masa ia dia nebeng mobil non. Entar kalau non di pegang-pegang sama dia gimana coba?". Tanya Pak Edi cemas.
"Sudah-sudah Pak, jangan di perpanjang. Biarkan saja!, dari pada makin repot urusan nya. Lagian kan ini semua salah nya Bapak, jadi sudah lah. Toh Bapak kan juga ada, aku jamin pasti dia gak berani macam-macam." Jawab Cici sembari masuk ke dalam mobil.
"Sudah ayo jalan Pak. Hari sudah makin siang." Ujar Cici meminta Pak Edi melaju kendaraan nya.
Saat berada di dalam mobil yang mewah, tampak Imran yang sedang menikmati suasana keindahan dalam mobil tersebut.
Sambil melirik seluruh isi dalam mobil, seketika Imran pun membatin dari dalam hati.
``Gila... Enak bener ya kalau jadi anak orang kaya, kemana-mana naik mobil. Ke sekolah aja di antarin sama pak supir, duh nggak kebayang deh jadi anak seberuntung dia.`` Ucap Imran dari dalam hati.
"Dih itu cowok kenapa sih?, dasar aneh..." Kata Cici setelah melihat sikap aneh yang di lakukan Imran.
Merasa dirinya di lirik, Imran pun seketika sadar seraya berkata;
"Eh kamu kenapa liatin aku macam itu?, sudah liat ke depan aja entar nabrak orang lagi." Ujar Imran sembari memalingkan pandangannya ke arah lain.
"Is.. kepedean amat lu jadi cowok, sukur gua tanggung jawab tadi. Kalau enggak karena kasihan aja uda gua tinggalkan lu di tengah jalan." Kata Cici yang merasa sebel.
"Apa kamu bilang!?, enak aja kalau ngomong. Uda seharusnya ya kamu itu bertanggung jawab, dari pada aku teriak tadi, dan banyak masa yang berdatangan gimana?, bakal makin ribet urusannya. Balas Imran tampak kesal.
Dan selang beberapa lama, mereka berduapun tiba di sekolah mewah dan ternama yang di mana siswa-siswi di sana kebanyakan anak-anak orang kaya dan kelas menengah.
Mobil Alphard berwarna putih berhenti tepat di gerbang sekolah dan turun lah salah seorang gadis cantik keturunan saudagar kaya raya dan bersama seorang pria yang memiliki paras tampan nan rupawan.
"Eh Lina... Liat itu Cici.."
"Cici... Panggil salah seorang gadis bernama Ririn.
Ya mereka adalah teman-teman seperjuangan Cici yang bernama Lina dan Ririn.
Mereka ini adalah teman baiknya Cici sekaligus sahabat dekatnya sejak Cici masuk SMP. Lina adalah anak seorang pengusaha terkenal di Medan. Namun si Lina ini sedikit lola dalam berfikir.
Sedangkan Ririn sendiri, adalah anak pengusaha pabrik kelapa sawit terbesar di kota Pematangsiantar.
Ayahnya Cici, dan Ayahnya Lina sama-sama pengusaha, namun usaha Ayahnya Cici jauh lebih besar dari pada Ayahnya Lina yang hanya memiliki beberapa pabrik kelapa sawit saja.
Hello gays.." Sapa Cici sambil berjalan menghampiri ke dua teman dekatnya itu.
Dan saat di sela-sela mereka bersapa, Imran yang mengenakan seragam putih abu-abu berjaket hitam itu pun turun dari dalam mobil mewah milik Cici.
Ya saat itu adalah saat di mana Imran sedang menemui pihak kepala sekolah guna untuk mendaftarkan diri sebagai siswa baru di sekolah tempat Cici dan teman-temannya mengenyam pendidikan.
Imran yang baru saja pindah sekolah dari Pekanbaru itu di karenakan Papanya Imran yang baru saja meninggal dunia, dengan terpaksa ia harus pindah sekolah dan meninggalkan teman-temannya yang berada di sekolah lama.
"Eh Rin, liat deh bukannya itu anak miskin yang sok pintar itu ya?." Ucap Lina sombong.
"Iya ya... Bener loh, cowok miskin itu naik mobil mewah nya Cici. Kagak salah ni gua liat nya!?" Ujar Lina terheran-heran.
"Eh Ci,! gua kagak salah? itu cowok bukannya murid yang dulunya sekolah di SMK Abdi Sejati ya?. Ngapain dia naik mobil elu?". Tanya Lina yang bermulut tajam seperti pisau.
"Huh, uda ah jangan di bahas lagian nggak penting juga kan?." Ujar Cici yang masih bete.
"Tapi... tapi.." Ucap Ririn yang terpotong
"Udah ah, nggak ada tapi-tapi. Yuk masuk, jam pelajaran uda mau di mulai." Kata Cici memotong perkataan Lina.Sembari meninggalkan Imran yang baru saja keluar dari mobil, Imran pun berlalu pergi meninggalkan para gadis-gadis sombong itu.
Saat berada di dalam kelas, Cici dan bersama geng nya itu yang tengah asik menggosip tanpa menghargai guru yang sedang berada di hadapannya.
"Eh gays, jadi kan kita pergi hari ini?." Tanya Cici kepada keduanya.
"Sudah jelas jadi dong bestie." Balas Ririn sambil berbisik.
"Emangnya kita mau pergi kemana sih?". Tanya Lina yang merasa bingung.
"Ya ampun... ya ampun ya ampun.. lu pura-pura pikun apa pikun beneran sih Lin?. Kita kan udah sepakat mau pergi ke cafe, masak lu lupa sih?." Ucap Ririn dengan wajahnya yang betek.
"Dasar si oon, masih muda uda pelupa!." Timpal Cici sambil memukulkan buku tulis ke kepala Lina.
"Oh iya, gua baru ingat say. Sorry gua suka lupaan." Jawab Lina sambil tersenyum.
Sesaat setelah mereka asik mengobrol Bu guru yang melihat nya pun menjadi geram. Dan tanpa pikir lama lagi, Bu guru yang awalnya duduk diam beranjak bangkit dari tempat duduknya.
"Cici, Ririn, Lina..! Kalian cepat maju ke depan!." Pinta Bu guru yang tampak emosi.
"Duh, gimana ni Rin?." Ucap Lina yang ketakutan.
"Elu si ah, makanya kalau ngomong itu agak di kecilin volume nya.!" Balas Ririn merasa jengkel.
"Cepat maju kalian, jangan pakai runding-rundingan lagi kalian di situ.!" Ucap Bu guru yang kian emosi.
"I, i iya Bu.." Jawab mereka serentak sembari berjalan perlahan menuju meja ruang guru.
"Ngobrolin apa kalian di situ tadi hah!?" Tanya Bu guru dengan tatapan mata nya yang sadis.
"Itu Bu, eh itu Bu..." Ucap Ririn yang terbata-bata.
"Itu apa!?, jawab dengan betul!. Dasar kalian ini!." Suara Bu guru yang kian meninggi.
"Enggak ada kok Bu. Tadi kami cuma bicarakan soal film drakor yang akan tayang nanti malam kok Bu." Jawab Cici dengan berbohong.
"Dasar murid nggak tahu sopan santun!. Kalian pikir Ibu nggak memperhatikan kalian sedari tadi. Kalian diam diami kok malah ngelunjak.!" Ujar Bu guru yang sudah kepalang emosi.
"Iya Bu kami bersalah. Kami minta maaf ya Bu..." Rengek Lina yang tampak ketakutan.
"Iya Bu, kami janji nggak akan ngilangin nya lagi deh Bu. Janji.." Timpal Cici dengan nada rendah sembari menundukkan kepalanya.
"Sudah-sudah!, nggak ada maaf-maaf!. Kalian bertiga berdiri di bawah tiang bendera sampai pulang sekolah!. Mengerti kalian..!" Bentak Bu guru dengan nada menggelegar.
"Tapi Bu.. Di luar mau hujan Bu.." Jawab Cici sambil menunjuk nunjuk ke arah langit yang tiba-tiba berubah menjadi mendung.
"Iya Bu, ntar kalau kami bertiga jatuh sakit dan nggak bisa sekolah gimana Bu..?" Ucap Ririn yang mengharap ampunan.
"Ibu nggak perduli!, cepat keluar kalian dari ruangan ini dan berdiri di sana!. Cepat..!" Teriak Bu guru sambil menghentakkan penggaris ke atas meja. Hentakan tersebut membuat para gadis-gadis nakal itu berlari ketakutan meninggalkan ruangan kelas yang masih di penuhi para siswa yang sedang belajar.
"Plak....!" Suara penggaris.
"Cepat berdiri kalian di sana dan beri hormat ke bendera yang sedang berkibar." Perintah Bu guru yang sedang berdiri di depan pintu.
"Iya Bu..." Ucap mereka serentak.
"Dasar anak-anak nakal!, stress aku di buat mereka bertiga. Kalau begini terus, yang ada bisa bunuh diri aku lihat para murid ku yang nakalnya luar biasa." Jelas Bu guru sambil mengelus dada.
"Baik lah anak-anak kita akan mulai pelajaran nya ya. Tolong siapkan peralatan alat tulis kalian dan catat apa yang Ibu tuliskan di papan tulis. Apa kalian mengerti!." Perintah Bu guru ke pada seluruh murid di sana.
"Baik Bu guru, kami mengerti." Ucap serentak seluruh murid di dalam ruangan yang bersemangat dalam belajar.
Saat itu adalah jam pelajaran IPS... Tentu saja membuat gadis-gadis tersebut menjadi bosan dalam belajar.
Di pagi hari yang cerah, setiap hembusan angin sepoi-sepoi memasuki jendela kelas yang sedang terbuka lebar. Wajah-wajah para seluruh siswa-siswi kian tampak semakin elok bila di pandang.
Hingga pada suatu ketika salah seorang mahasiswa yang bernama Rio memberi isyarat bahwa akan tiba seorang guru bernama Bu Hesti, bersama dengan siswa baru yang berada di sampingnya.
Setibanya di dalam kelas 10. Tampak raut wajah Bu Hesti penuh kesenangan, dengan senyuman nya yang begitu manis terpancar di parasnya yang cantik pula.
"Selamat pagi anak-anak..." Sapa Bu Hesti ke semua murid yang ada di dalam ruangan.
"Pagi juga Bu..." Balas para murid dengan suara yang menggema.
Bu Hesti ini adalah guru yang mengajar mata pelajaran Matematika, dan Fisika. Bu Hesti juga memiliki seorang suami yang berprofesi sebagai guru yang mengajar di sekolah lain.
"Hari ini kita akan kedatangan teman baru pindahan dari sekolah yang berada di Pekanbaru... Imran silahkan perkenalkan nama kamu terlebih dahulu..." Pinta Bu Hesti kepada murid yang baru pindah itu.
"Hai semuanya, perkenalkan nama saya Imran Setiawan, kalian bisa panggil saya dengan sebutan Imran. Saya berusia 17 tahun, dan pindahan dari sekolah Abdi Sejati Pekanbaru." Ucap Imran dalam memperkenalkan dirinya.
Ya murid pindahan ini bernama Imran, salah satu mahasiswa berprestasi, rajin, dan baik hati. Ia berasal dari keluarga sederhana. Namun berkat semangat, dan kegigihannya Imran tak pernah runtuh untuk mewujudkan impiannya.
Meski awalnya dia hanya bersekolah di SMA biasa yang berada di desa, tidak menjadikannya sebagai alasan untuk tidak berputus asa dalam belajar. Berkat kepintarannya dirinya mendapatkan beasiswa setelah ia menjuarai lomba melukis tingkat internasional.
Oleh karena itulah banyak sekolah-sekolah ternama yang mau memberikan beasiswa kepada Imran termasuk sekolah yang ia jajaki sekarang ini.
"Baiklah semuanya... Kalian sudah mendengarkan perkenalan dari Imran, Ibu berharap kalian bisa menerima Imran di sini dengan baik. Untuk kamu Imran, silahkan kamu duduk di sebelah Dimas." Ujar Bu guru.
"Baik Bu.." Jawab Imran dengan mengangguk kan kepalanya.
Sambil berjalan menuju tempat duduknya seketika ia mendengar beberapa murid yang tengah berbisik-bisik dengan sesekali melirik si Imran murid pindahan itu.
"Gila.. Cakep bener... Sumpah.!" Ucap salah seorang siswi yang duduk berada di kursi belakang.
Imran yang mendengar itupun hanya tersenyum tipis sambil berkata di dalam hati;
"Imran kamu harus kuat!, jangan biarkan pujian mereka membuat kamu tumbang... Semangat." (Batin Imran).
"Hey bray. Kenalin nama ku gua Dimas." Sapa Dimas sembari mengulurkan tangannya kepada Imran dengan ramah.
Dimas ini adalah salah satu mahasiswa yang cukup berbakat dan populer di kelas music.
"Salam kenal juga Dim." Balas Imran sambil menyambut tangan Dimas.
Di sisi lain tepat berada di meja belakang, terdengar suara bisik-bisik yang seperti nya sedang membicarakan seseorang.
"Eh say, liat tuh anak baru. Parasnya ganteng juga ya." Ucap Tasya bersama dengan teman sebangkunya.
Tasya ini sendiri adalah siswi yang sangat berprestasi dalam bidang pendidikan matematika. Di karenakan kecerdasan nya yang melebihi rata-rata menjadi kan nya ratu bagi guru-guru yang mengandalkannya.
Di sisi lain pula tampak Ririn, dan Lina, yang terus mengamati dari meja belakang. Sementara Cici yang duduk suka menyendiri di karenakan wataknya yang sombong dan tidak suka banyak bicara.
"Idiihh... Tampan?. Di liat dari sudut mananya coba tampan!? B aja kali.!" Jawab Cici dengan jutek.
"Kalian sedang ngomongin apa si gays?." Ucap Lina yang merasa bingung.
"Oh tuhan... Luh itu ya Lina!, jadi cewek lola banget sih. Itu lo itu... Cowok baru itu." Balas Ririn dengan wajahnya yang sangat geram.
"Oooh... Si Imran, ya bilang kek dari tadi." Jawab Lina yang benar-benar lola dalam berfikir.
"Eh Cici, kalau di pandang-pandang Imran itu wajahnya ganteng juga ya. Gayanya liat deh. Huh maco habis." Kata Ririn lagi.
"Itu sih menurut kalian aja. Bagi gua tampangnya dia biasa aja kali." Jawab Cici cuek dan nada nya yang berkesan sombong.
"Hem... Iya sih, dia miskin. Tapi tampangnya itu ganteng bingits cin.." Timpal Ririn dengan gayanya yang sok lucu.
"Eh Rin, Luh kenapa si ha!?. Tumben-tumbenan lu kaya gitu, geli gua liatnya. Iwww.." Balas Lina dengan menggoyangkan badannya.
"Tau tuh si Ririn, lebay banget." Balas Cici singkat.
"Oke anak-anak sekalian, berhubungan kita masih dalam suasana MOS, Ibu akan mengadakan perlombaan yaitu lomba melukis. Kalian berhak memilih mau apa yang akan kalian lukis. Bisa pemandangan, bisa orang, dan lain-lain. Dan barang siapa nanti yang nilainya lebih tinggi dia akan mendapatkan hadiah dari Ibu. Waktu kalian di hitung mulai dari sekarang." Perintah Bu Guru Kepada seluruh siswa.
"Halah paling-paling hadiahnya cuman buku tulis 5 biji." Ucap Cici dengan sombongnya.
"Eh Ci, lu mau melukis apaan?." Tanya Lina yang berada duduk di belakang Cici.
"Alah... Sejak kapan luh, suka melukis?. Tau menggambar aja enggak.'' Ledek Cici kepada Lina.
"Ah elu Ci... Ya kan lumayan hadiahnya biarpun cuma buku tulis 5 biji doang, kan lumayan uang jajan 2 hari bisa di hemat. Hihihi..." Jawab Lina sambil tertawa kecil.
Cici yang masih terus memperhatikan Imran, tentu membuat Imran mengerti bukan karena merasa di idolakan, tapi ia dapat merasakan seseorang yang sedang mulai menyukai nya.
Hal tersebut membuat Imran iseng-iseng melukis wajah Cici yang di mana lukisan tersebut sangat mirip dengan wajah aslinya Cici.
Diam-diam sesekali ia melirik ke arah Cici sambil tangannya yang terus melukis.
"Tuh cowok ngapa sih! liatin gua muluk?." Batin Cici yang sesaat melirik Imran. Ia sadar bahwa dirinya sedang di perhatikan.
Saat beberapa waktu lamanya, Bu guru pun memerintahkan seluruh murid nya untuk mengumpulkan hasil lukisan yang mereka lukis tadi.
"Baik lah anak-anak... Waktu kalian sudah habis. Silahkan kumpulkan satu persatu hasil lukisan kalian ke depan. Ibu panggil sesuai urutan nama." Kata Bu guru yang sedang mempersiapkan jadwal nama siswa.
"Baik Bu.." Ucap serentak seluruh murid.
Setelah satu persatu hasil lukisan terkumpul, benar saja Bu guru tidak mendapati hasil lukisan dari ke tiga murid. Ke tiga murid tersebut tak lain adalah Cici, Ririn, dan Lina.
"Ini kenapa Cici, Ririn, Lina nggak ada mengumpulkan?, Hei..! Kalian bertiga maju ke depan sini.!" Bentak Bu Hesti yang tiba-tiba marah.
"Duh gimana ni gays.? Gua nggak mau ya kalau sampai hormat bendera lagi.
"Udah la jangan takut. Percaya aja sama gua." Jawab Cici dengan rasa percaya diri.
"Kenapa kalian nggak mengumpulkan lukisan!?, kalian nggak mendengar apa perintah Ibu tadi ya di depan!?." Tanya Bu Hesti dengan raut wajahnya yang kembali marah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!