"Menikah dengan ku"
Gerakan tangan seorang pria yang semula tengah memainkan ballpoint di jemari kekar nya langsung terhenti, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum miring.
"Anda sehat, nona?" Tanya pria itu menatap lekat wajah tenang penuh ambisi wanita di depan nya.
"Kamu ingin mengekspor barang-barang mu ke seluruh penjuru dunia 'bukan?"
"Tenang saja nona, harta saya tidak akan habis sekalipun harus menyuap para pemilik wilayah seperti kalian agar barang saya bisa melewati wilayah kalian" Jawab tenang pria itu.
Kuku cantik berwarna merah darah itu mengetuk meja dengan irama, tatapan wanita itu juga terlihat sama tenang nya.
"Kamu bisa menggunakan nama ku tanpa harus menyuap para pemilik wilayah"
"Tanda tangani saja nona, setelah itu uang akan langsung saya transfer seperti biasa nya"
Sesaat sepasang manusia yang berada di dalam ruangan yang bertempat di dalam club itu saling bertatapan sebelum pada akhirnya tangan wanita itu bergerak menggoreskan ujung ballpoint nya ke atas kertas yang sudah di beri materai itu.
"Terima kasih atas kerja sama anda, nona Grania" Ucap pria itu seraya berdiri.
Grania Ivy Livingston, benar dia adalah putri sulung dari Garrick Filbert Livingston dan Jennifer Priscillia Livingston yang saat ini berada di dalam ruangan tersebut bersama pria angkuh dan arogan itu.
"Saya pamit terlebih dahulu, masih banyak hal yang harus saya urus"
Setelah mengatakan kalimat tersebut pria itu pun berlalu pergi keluar dari ruangan yang tentu di luar ruangan itu di jaga begitu ketat oleh para pria berpakaian hitam.
*
*
"Malam semua.." Sapa Ivy yang baru saja memasuki ruang makan.
Di sana sudah berkumpul keluarga nya yang juga langsung membalas sapaan Ivy.
"Kemana saja kamu? Kenapa terlambat?"
Ivy mendelik menatap sang adik, baru saja diri nya duduk dan kini sudah di cercah pertanyaan dari pria yang berjarak tujuh bulan dengan nya.
"Aku sibuk, banyak hal yang harus aku urus" Jawab Ivy meminum air di gelas nya.
"Aku juga sibuk, tapi aku pulang tepat waktu" Desak pria itu, Victor Xowie Livingston. Putra kedua dari pasangan Garrick dan Jennifer.
Melihat putra nya lagi-lagi mendesak putri nya, Garrick pun lantas berdehem sebagai kepala keluarga.
"Bisa simpan dulu pertanyaan mu, Victor?" Tanya Garrick.
Mendengus pelan kemudian Victor mengangguk, pria berusia dua puluh empat tahun itu memang sangat posesif pada kakak nya sendiri.
"Baiklah lanjutkan makan kalian"
Setelah mendengar itu orang-orang yang berada di meja makan tersebut kembali tenang memakan makan malam nya.
Termasuk Ivy yang kini mata nya tertuju pada satu tempat yang kosong di meja makan itu.
"Kamu belum menjawab pertanyaan aku, Ivy!" Desak Victor yang terus membuntuti kakak nya itu seusai makan tadi.
"Mom, Dad, lihat lah Victor menganggu ku" Rengek mengadu Ivy yang langsung menerobos duduk di tengah-tengah kedua orang tua nya.
"Berapa kali mom harus ingatkan, panggil Ivy dengan sebutan kakak. Victor" Peringat Jennifer.
"Tidak mau, hanya berbeda tujuh bulan saja" Tolak Victor berdecak pinggang.
"Sekarang duduk dan tenang lah, kamu menganggu waktu belajar adik mu. Victor" Ucap Garrick yang mampu membuat pria itu mengalihkan perhatian nya pada sang adik.
"Tumben sekali bocah ini belajar" Cibir Victor mendengus pelan dan duduk di bawah bersama adik laki-laki nya.
Rayyan Xue Livingstone, anak ketiga Garrick dan Jennifer sekaligus menjadi si bungsu dari tiga bersaudara itu.
Remaja berusia enam belas tahun yang terganggu ketenangan nya itu berdecak pelan.
"Kenapa kakak banyak bicara sekali huh?" Dengus Rayyan dengan mata yang fokus pada buku tebal nya.
"Diam kau bocah" Ketus Victor.
"Bagaimana dengan perkembangan butik mu, sayang?" Tanya Jennifer pada Ivy.
"Semakin pesat mom, maka dari itu aku semakin sibuk untuk mencari bahan sesuai permintaan para pelanggan ku" Terang Ivy yang memeluk pinggang sang Mommy.
Jennifer terkekeh mendapat tingkah manja dari Ivy, kemudian wanita yang tak lagi muda itu mengusap surai putri nya.
"Jadi kamu yakin ingin membuka cabang lagi?"
Ivy mengangguk cepat. "Tentu, aku ingin orang-orang semakin mengenal ku lewat desain-desain yang yang aku ciptakan" Jawab nya semangat.
"Baiklah semangat, Mom selalu mendukung mu"
"Terima kasih mom"
Melihat interaksi kedua wanita itu, senyum terbit di wajah ketiga pria Livingston itu.
Keluarga yang saling melengkapi dengan berbagai karakter berbeda pada ketiga saudara itu.
"Ngomong-ngomong Bella kemana? Kok tadi gak ikut makan malam?" Tanya Ivy menatap bergantian kedua orang tua nya.
"Tadi kekasih nya menjemput dan mengajak makan malam bersama" Jawab Jennifer.
"Bella sama yang berumur dua puluh tahun saja sudah memiliki kekasih, kamu kapan?" Lanjut Jennifer menggoda.
"Mom!"
Teguran kompak itu bukan berasal dari Ivy, melainkan dari ketiga pria posesif yang saat ini mendelik menatap sang ibu rumah tangga itu.
"Lihat lah mereka, bagaimana aku bisa miliki kekasih?" Adu Ivy lagi, merengek sedih.
"Ayolah kalian ini, sudah waktu nya Ivy menikah" Terang Jennifer menatap bergantian para pria di hadapan nya.
"Ivy masih kecil" Sahut Victor.
"Baiklah terserah baginda saja" Celetuk kesal Ivy yang kemudian langsung berdiri.
"Merajuk terus, pantas saja tidak besar-besar"
Ivy mendelik menatap Victor. "Aku sibuk dan harus mengerjakan desain baru di musim semi yang akan datang, memang nya kamu yang tidak ada kerjaan selain menganggu ku!" Kesal nya kemudian pergi meninggalkan ruang bersantai itu.
Garrick menggeleng pelan, sedari kecil dua saudara itu terus saja bertengkar bahkan dalam hal sepele sekalipun.
Jennifer pun begitu, sudah terbiasa akan pemandangan kedua nya. Tetapi walaupun terkesan bertengkar kedua nya sangat saling menyayangi.
Sedangkan di dalam kamar nya saat ini terlihat Ivy yang sedang menempelkan handphone di telinga nya, wanita itu sedang menelpon seseorang.
"Cari tahu keberadaan Gama dan Bella sekarang juga!" Perintah tajam Ivy yang kemudian langsung mengakhiri panggilan nya.
Bertumpu pada meja rias nya, kemudian wanita itu menatap wajah nya lewat cermin rias di depan nya dengan tatapan tajam.
"Jadi ini urusan yang kamu maksud, Gamariel?" Tajam nya dengan tangan terkepal.
Emosi nya begitu meluap hingga kuku-kuku cantik nya melukai telapak tangan nya sendiri.
Brak!
Ivy memukul meja rias nya. "Jika saja Bella bukan sepupu ku, pasti sudah aku singkirkan wanita itu dari hidup mu. Gama!"
Tatapan penuh ambisi seakan ingin menghabisi siapa pun yang saat ini muncul di hadapan nya.
Getaran handphone nya kembali mengalihkan perhatian nya, Ivy pun lantas menjawab panggilan tersebut.
"Awasi mereka, aku akan segera ke sana!" Ucapnya penuh perintah.
Tanpa membuang waktu lagi Ivy langsung bergegas mengganti pakaian nya dan pergi diam-diam tanpa sepengetahuan keluarga nya terutama, Victor.
...****************...
Hai semuaa, kembali lagi dengan karya aku. Semoga kalian suka ya🥰
Jangan lupa untuk memberikan dukungan walau hanya sekedar like😍
Seorang pria baru saja memasuki kamar nya, menutup pintu nya lalu menyala kan lampu kamar nya.
Tetapi begitu berbalik dan melihat ke arah kasur pria itu langsung terdiam di tempat nya dengan rahang mengetat saat melihat sosok wanita yang kini tengah duduk menatap diri nya.
"Sibuk mengajak sepupu ku makan bersama hmm?" Ucap wanita itu yang tak lain adalah Ivy.
"Anda benar-benar telah melewati batas, nona muda Livingston" Geram pria bernama lengkap Gamariel Vier Huston itu.
Ivy beranjak dari posisi nya mendekati Gama kemudian mengangkat tangan nya hendak mengusap pipi pria itu, namun dengan cepat Gama menyentak nya.
"Apa anda benar-benar tidak waras? Sampai kapan anda akan menganggu kekasih sepupu anda sendiri, nona?"
Ivy terkekeh pelan dengan gerakan lincah nya wanita itu mencuri kecupan di pipi Gama, tentu hal itu membuat pria tersebut mengepalkan tangan nya dan langsung menjauh.
"Kamu menggemaskan, sudah aku bilang bicara dengan santai dan panggil aku. Ivy" Kekeh wanita itu yang menekan di akhir kalimat nya.
Gama diam membuang pandangan nya, menahan untuk tidak memukul wanita di depan nya yang benar-benar nekad dan gila.
"Apa perlu aku singkirkan Bella seperti wanita lain yang mencoba mendekati mu?" Tanya Ivy tersenyum miring.
"Berani kau!" Bentak tertahan Gama.
"Tentu" Sahut santai Ivy, kembali mendekati Gama dan memperhatikan tubuh pria itu. "Aku bisa melakukan apa saja demi mendapatkan mu, honey" Bisik nya memajukan wajah nya.
Tidak tahan lagi Gama pun mendorong tubuh Ivy yang siialnya wanita itu langsung menarik dasinya hingga kini dirinya ikut terjatuh menindih tubuh Ivy di atas kasur.
"Katakan jika ingin bersentuhan dengan ku, maka aku akan senang hati memberikan sentuhan terbaik ku" Bisik Ivy.
Gama meremat seprai nya dengan kuat kemudian langsung berguling ke samping dan berdiri.
"Wanita murahann!" Hina Gama menatap jijik pada Ivy. "Aku kira keturunan Livingston sangat terhormat, tetapi ternyata--"
"Stt.. Jangan membawa-bawa keturunan keluarga ku, honey. Aku seperti ini karena kamu lebih memilih Bella dibanding aku" Potong tajam Ivy.
Gama memejamkan mata nya, semenjak bertemu dengan Ivy. Mulai hari itu lah ketenangan nya terganggu.
"Keluar dari sini sekarang juga!" Tekan geram Gama.
Ivy bangkit kemudian kembali mendekati Gama dan lagi-lagi pria itu kecolongan saat Ivy dengan gerakan kilat nya mengecup bibir nya.
"Shiit!!" Umpat kuat Gama mengusap kasar bibir nya, menatap Ivy penuh kebencian.
"Bersiap lah untuk kejutan besok, honey" Bisik berat Ivy.
Setelah nya dengan langkah santai nya Ivy pun berjalan ke arah balkon lalu melompat membuat mata Gama melotot.
Dengan langkah terburu-buru Gama pun menuju balkon dan melihat ke bawah.
"Siall! kamu ingin mati, Ivy?!" Maki nya saat tidak mendapati Ivy di bawah sana.
Padahal jelas-jelas baru saja wanita itu melompat dari balkon lantai dua kamar Gama, seharusnya wanita itu berada di bawah dan menjerit kesakitan karena kegilaan nya.
Menajamkan pengelihatan nya, Gama pun berhasil menemukan tubuh kecil wanita itu yang tengah menaiki pagar rumah nya.
......................
"Good morning all" Sapa riang Ivy yang baru saja memasuki ruang makan.
Wanita itu mengecup pipi sang Daddy, Mommy serta Grandma nya.
"Om gak dapat nih?" Tanya kecewa Ricard.
"Aduh aduh om ku yang tampan, sini"
Dengan cepat Ricard pun membungkukkan sedikit tubuh nya agar keponakan nya itu bisa mengecup pipi nya.
Dan.. Puk!.
Ivy menepuk pipi sang om dengan cengiran khas nya saat mendengar pria setengah tua itu mengadu kesakitan.
"Halah lebay" Cibir Casey yang baru saja meletakkan piring berisi makanan diatas meja makan tersebut.
"Ihh sayangg.." Rengek pria berkepala lima itu tak tahu malu.
Orang-orang yang berada di ruang makan itu hanya terkekeh ringan melihat tingkah Ricard yang tidak berubah sama sekali.
"Dimana Bella?"
Pertanyaan itu mampu mengalikan fokus dan membuat pasang mata menatap ke arah pria mapan bernama Atlanta Cenz Livingston yang tak lain adalah anak pertama dari Ricard dan Casey.
"Oh iya, dimana Bella?" Timpal Ricard yang tersadar bahwa putri nya belum hadir di ruang makan ini.
"Seperti nya Bella masih tidur" Tebak Casey.
"Astaga anak itu.." Gumam menggeleng Ricard. "Biar aku panggil dulu"
Casey mengangguk setuju dan Ricard yang hendak melangkah pun langsung di hentikan oleh keponakan cantik nya.
"Om di sini saja, biar aku yang memanggil Bella" Tahan Ivy dengan cengiran khas nya.
Ricard tersenyum kemudian mengacak-acak rambut Ivy membuat wanita bibir itu mengerucut kesal.
"Ih om!! Rambut aku udah rapih lho!" Kesal nya.
Tidak merasa bersalah pria itu dengan santai nya duduk. "Sana panggil Bella" Titah Ricard.
Tanpa mengatakan apapun lagi Ivy pun langsung melangkah menuju kamar sepupu nya itu.
Tok.. Tok.. Tok..
"Bell ini aku, ayo kita sarapan" Ketuk Ivy pada pintu kamar Bella.
Selama beberapa saat tidak ada sahutan dan Ivy pun kembali mengetuk hingga akhirnya pintu pun terbuka menampakan sosok kacau sang pemilik kamar.
"Kak Ivy.." Panggil wanita bernama lengkap Bellanca Quil Livingston, yang tak lain adalah anak kedua dari Ricard dan Casey.
Ivy melotot kaget kemudian langsung memeluk tubuh Bella dan tentu langsung di sambut tangisan oleh wanita itu hingga dengan pelan Ivy menuntun Bella untuk kembali masuk ke kamar.
"Kamu kenapa Bell? Kenapa menangis?" Tanya cemas Ivy yang mengurai pelukan nya dan menyeka air mata wanita itu.
"Gama hikss.. Dia selingkuh hikss.." Jelas terisak wanita berusia dua puluh tahun itu yang masih duduk di bangku universitas.
Ivy memasang ekspresi terkejut dan tidak percaya, terlebih lagi saat Bella menunjukkan beberapa foto yang di kirimkan oleh nomor tidak di kenal.
Dimana di dalam foto itu terdapat Gama yang sedang menindih seorang wanita dan terlihat tengah menikmati leher wanita itu.
"Astaga aku tidak menyangka dia akan seperti itu" Ucap lirih Ivy kembali memeluk Bella yang semakin terisak.
Namun lain hal nya dengan Ivy yang menyunggingkan senyum penuh kemenangan.
"Kejutan untuk mu, honey.." Batin Ivy yang saat ini masih memegang handphone Bella dan terlihat di layar nya saat ini Gama terus menelpon wanita di pelukan nya.
"Padahal hikss.. Semalam saat dinner Gama berkata akan melamar ku di hari wisuda ku hikss,, tapi dia selingkuh hikss" Isak Bella.
"Melamar?"
Bella mengangguk tanpa mengetahui ekspresi memerah dari wanita yang saat ini ia peluk di belakang nya.
"Aku harus apa kak?" Tanya Bella seraya mengurai pelukan nya.
Seketika ekspresi wajah Ivy pun berubah, sungguh pesandiwara yang handal!.
"Aku tidak bisa mengatakan apapun, semua ada pada mu" Jawab Ivy tersenyum sendu dengan tangan yang menggenggam erat handphone Bella, menahan amarah nya.
...****************...
Hai semua, author update lagi nih. Jangan lupa dukungan nya yaa🥰
Brak!
Pintu ruangan Ivy di buka kasar oleh seseorang, tentu hal itu membuat Ivy langsung mengangkat pandangannya menatap tajam orang yang baru saja membuka pintunya tanpa mengetuk.
Tetapi tatapan tajam itu hanya saat sebelum berganti dengan senyum lebar saat melihat sosok yang dinantinya.
"Berhenti bermain-main nona Grania!" seru Gama untuk pertama kalinya dengan tatapan penuh kebencian.
"Maaf nona, saya sudah--"
"Keluar lah dan jangan biarkan siapa pun keruangan ku" Tita Ivy memotong ucapan sang asisten yang menunduk takut.
"Baik nona"
Setelah pintu tertutup rapat Ivy pun bersandar di kursi kebesaran kemudian kuku cantik nya kembali mengetuk meja dengan irama.
"Kenapa barang saya bisa ditahan di pelabuhan?! Saya sudah memberikan uang untuk barang itu agar melewati wilayah anda!"
Emosi Gama sudah tidak dapat di bendung lagi, wajah pria itu memerah saking emosi nya melihat wajah menjengkelkan di depan nya.
Ivy terkekeh pelan dengan kepala menggeleng. "Aku kira kamu menerobos masuk seperti ini karena foto-foto kita yang aku kirim pada.. Bella" Ucap nya menjeda sesaat.
Gama mendekat kemudian menggeser kasar kursi yang Ivy duduki lalu mencengkram dagu wanita jahat itu.
"Saya bisa saja membunuh anda saat ini, tetapi saya masih memandang anda karena anda sepupu kekasih saya!" Tekan kuat Gama.
Mata nya menunjukkan kemarahan, namun jika di perhatikan di balik tatapan itu tersimpan tatapan lain.
"Aku juga bisa membunuh Bella saat ini juga" Balas tenang Ivy.
Ekspresi wajah wanita itu telah berubah dari yang semula terlihat penuh puja menatap Gama kini menjadi tatapan tenang dengan penuh arti.
Gama melepas cengkraman nya kemudian langsung memukul meja kerja Ivy hingga meja kerja tebal itu retak.
"Siall, taham Gama!" Batin Gama menyeru pada dirinya sendiri.
Selama beberapa saat setelah kejadian itu ruangan menjadi hening dimana hanya terdengar deru napas dan berat dari Gama.
"Aku sakit hati saat tahu kamu akan melamar Bella saat dia wisuda" Ujar Ivy menatap lekat Gama.
Gama sedikit menoleh melirik wajah Ivy dengan kekehan sinis nya. "Jadi karena itu anda menahan kapal saya di pelabuhan?"
Tanpa rasa bersalah Ivy malah mengangguk diiringi senyuman tipisnya.
"Tidak waras!" Maki kesal Gama yang menegakkan posisi nya hendak kembali menjauhi Ivy.
Tetapi tiba-tiba saja lengan nya di tahan oleh tangan wanita itu lalu di angkat.
"Lep--"
"Tangan kamu berdarah, ayo aku obati" Potong Ivy panik dan langsung berdiri lalu menarik Gama hingga pria itu terduduk di kursi kebesaran nya.
"Anda--"
"Stt diam lah, kamu mau tangan mu terinfeksi lalu di amputasi?!" Decak galak Ivy menekan bahu Gama yang hendak berdiri.
Setelah nya wanita itu berjalan mencari kotak obat nya, sedangkan Gama? Jika kalian pikir pria itu akan diam saja maka jawaban nya salah!
Pria itu kini beranjak dari tempat nya dan hendak keluar, tentu tidak ingin berlama-lama dengan perempuan gila penuh obsesi itu.
"Keluar dari sini, aku tidak akan segan-segan menyakiti Bella"
Gama yang hendak menarik handle pintu itu pun seketika berhenti dan berbalik menatap punggung wanita yang terlihat sibuk mencari kotak obat itu.
Menegakkan tubuh nya kemudian Ivy berbalik menatap datar Gama. "Kembali duduk" Perintah nya mendominasi.
"Gila!" Maki Gama, tanpa memperdulikan ancaman Ivy pria itu kembali berbalik lalu keluar dari ruangan Ivy.
"Kamu menganggap ucapan ku hanya bualan ternyata" Kekeh Ivy menatap pintu yang terbuka.
Tangan nya menggenggam erat kotak obat tersebut hingga urat-urat nya tercetak pada punggung tangan berkulit putih itu.
*
*
"Daddy dengar kapal yang mengangkut barang milik Gama ditahan di pelabuhan, apa itu benar?" Tanya Garrick yang saat ini tenga duduk berhadapan dengan putri sulung nya.
Ivy mengangguk tenang. "Sedang ada patroli di Marina Grande, jadi aku sengaja menahan kapal itu" Jawab nya.
Garrick menegakkan posisi nya. "Sejak kapan hal itu menjadi urusan kita?" Tanya Garrick.
"Aku hanya kasihan saja jika sampai kapal itu tertangkap, karena mau bagaimana pun kita kenal siapa Gama"
"Tapi itu bukan tugas kita, Ivy. Memberi jalan untuk kapal itu lewat saja sudah cukup lalu kenapa harus di tahan?"
Ivy berdecak pelan. "Nanti kalau kapal itu tertangkap pasti para detektif tikus itu menyelidiki jalur yang di lewati, tentu wilayah kita akan terkena dampak nya. Dad" Jelas gemas Ivy.
Garrick terdiam selama beberapa saat, mencerna penjelasan putri nya yang saat ini meneruskan langkah nya ke lingkaran gelap itu.
Pada awalnya Garrick menolak keras begitu Ivy secara tidak sengaja mengetahui identitas lain dari diri nya.
Putri nya memang begitu cerdas bahkan mengancam akan memberitahu Jennifer jika diri nya tidak di izinkan memasuki lingkaran itu.
Tentu Garrick tidak ingin anak-anak nya masuk ke dalam dunia keras itu, tetapi pada akhir nya pria itu kalah dengan ancaman putri manja nya.
"Baiklah kita tidak usah membahas itu lagi. Sekarang, kapan kamu akan membiarkan Daddy mencari pengganti mu untuk memimpin Siceillia?"
"Ck, ayo lah Dad aku sangat senang dengan lingkungan ini" Decak merengek Ivy.
"Tidak, kamu seorang perempuan dan itu tidak baik. Apa lagi saat nanti kamu sudah memiliki pasangan"
Mendengar itu mata Ivy pun berbinar, perempuan itu menahan wajah nya dengan kedua tangan yang bertumpu di meja kerja sang Daddy.
"Jadi Daddy sudah--"
"Nanti" Potong menekan Garrick seraya menyentil kening putri nya.
Bibir Ivy mencebik di iringi dengusan kesal nya.
Di saat tengah terkekeh tiba-tiba handphone Garrick berdering membuat kekehan pria itu terhenti.
"Mommy kamu nelepon nih, kayak nya kangen deh sama Daddy" Ujar percaya diri Garrick seraya menunjukkan layar handphone nya pada putri nya.
"Cih" Ivy hanya berdecih membuat Daddy nya tertawa begitu puas.
"Ada apa sayang" Tanya Garrick begitu menggeser ikon hijau di layar nya lalu meng-loudspeaker panggilan tersebut.
"Aku sama yang lain lagi di rumah sakit, hon"
Mendengar itu baik Garrick atau pun Ivy langsung menegakkan tubuh nya.
"Mom sakit?" Tanya Ivy panik.
"Eoh? Ada Ivy juga?"
"Mom.." Rengek Ivy saat sang Mommy tidak langsung menjawab.
"Ah ini, Bella kecelakaan kalau bisa kalian langsung ke sini" Jawab Jennifer pada akhirnya.
Garrick dan Ivy saling bertatapan sebelum akhirnya kedua orang itu langsung berdiri.
"Baiklah aku sama Ivy ke rumah sakit sekarang" Putus Garrick yang tentu langsung di angguki oleh Ivy.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!