NovelToon NovelToon

Mantan Yang Terkutuk

| 1 Mantan—Setan

''Mas, yakin nih aku nggak ganggu acara reuni kamu?"

Suara Kemy terdengar ragu, meskipun pertanyaannya sama untuk kesekian kali. Duduk menyerong di kursi penumpang, ia memandangi Dipta sang kekasihnya yang sedang fokus menyetir.

''Ya ampun, Kamu tuh kenapa sih? Nggak usah khawatir, Yang. Temen-temenku juga pada bawa pasangan. Kamu bakal baik-baik aja.'' Dipta menoleh sekilas, senyum khasnya yang selalu berhasil meluluhkan hati Kemy terlihat jelas.

Kemy mendesah pelan. ''Tapi kan,"

''Nggak ada tapi-tapian. Santai aja. Mereka bakal suka sama kamu, kok,'' potong Dipta lembut.

Kemy diam, menunduk sambil memeluk sling bag merah mudanya. Dipta memang selalu tahu cara menenangkan, tapi kali ini firasatnya tidak enak. Bukan tentang teman-teman Dipta, melainkan tentang dirinya sendiri. Reuni ini adalah pertama kalinya Dipta mengenalkan dirinya secara resmi ke lingkaran pertemanannya. Dan entah kenapa, perasaan canggung itu semakin membesar seiring jarak mereka yang semakin dekat dengan tempat acara.

Sebuah villa tua megah di tengah hutan Bandung. Tempat itu begitu sunyi, seperti jauh dari peradaban.

''Villa ini kok serem banget, Mas. Kaya tempat syuting film horor,'' ucap Kemy, mencoba bercanda untuk mengurangi kegelisahannya.

Dipta tertawa kecil. ''Tenang, ini cuma tempat yang tenang dan adem, bukan tempat setan gentayangan."

Tapi Kemy tetap merasa merinding. Entah kenapa, aura tempat ini terasa ganjil sejak pertama kali mobil mereka melewati gerbang besi tua yang terbuka sedikit berderit.

Setelah memarkir mobil, Dipta membantu Kemy keluar. Suasana di sekitar villa terasa hidup, dengan suara tawa dan obrolan riuh dari teman-teman Dipta yang sudah datang lebih dulu.

Beberapa dari mereka berdiri di teras, tampak santai dengan pasangan masing-masing. Kemy sejenak merasa lega, meskipun masih sedikit minder melihat para wanita yang tampil begitu sempurna, tinggi, langsing, cantik seperti model yang baru turun dari panggung catwalk.

Dengan ukuran tubuh mungilnya, Kemy merasa seperti kurcaci di tengah-tengah para ratu kecantikan.

''Ayo, aku kenalin sama mereka,'' ajak Dipta sambil menggenggam tangan Kemy.

Langkah Kemy terasa berat. Ia menarik napas panjang, memaksakan senyum terbaiknya. Namun saat ia mulai berjalan mendekat ke kelompok itu, tatapannya tiba-tiba tertumbuk pada satu sosok. Seorang pria yang sedang berdiri dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana, tubuhnya bersandar pada pagar kayu teras.

Surya.

Dada Kemy seketika bergemuruh, seolah ada batu besar yang menimpanya. Detak jantungnya berdegup jauh lebih cepat dari biasanya. Sosok itu berbalik, dan saat pandangan mereka bertemu, mata Surya menyipit tajam. Ada keterkejutan yang jelas terlihat di wajah pria itu sebelum dengan cepat digantikan oleh seringai kecil di sudut bibirnya.

''Kemy?'' suara itu terdengar rendah, penuh nada mengejek.

Dipta yang sedang menggenggam tangan Kemy ikut menoleh. ''Eh, Surya! Akhirnya datang juga.'' Dipta tersenyum lebar tanpa sadar apa yang sedang terjadi di antara mereka. ''Kenalin nih, Sur. Ini Kemy, pacar gue."

Surya melangkah mendekat, senyum liciknya makin lebar. ''Oh, pacar lo ya?'' katanya dengan nada ambigu. Tatapannya menelisik Kemy, membuat gadis itu ingin segera lari dan menghilang di balik pepohonan. ''Kita pernah kenal, loh. Lama nggak ketemu ya, Kem?"

Dipta mengernyit bingung, menatap Kemy dan Surya bergantian. ''Hah? Kenal? Serius!"

Kemy memaksakan senyumnya, meski rahangnya terasa kaku. ''Kita ... teman lama, Mas,'' jawabnya pendek, berusaha menghindari tatapan Surya yang begitu tajam.

''Teman lama?'' Surya terkekeh kecil, matanya masih tertuju pada Kemy. ''Yah, kurang tepat sih. Tapi kira-kira begitulah."

''Wah, dunia sempit ya,'' komentar Dipta sambil tertawa ringan, tak menyadari ketegangan di antara keduanya. Ia lalu menoleh ke arah teman-teman lainnya. ''Kita ke sana dulu yuk. Udah lama nggak kumpul bareng mereka."

Dipta menarik tangan Kemy untuk ikut bergabung ke tengah kelompok, meninggalkan Surya yang masih berdiri dengan senyum tipis. Namun sebelum benar-benar pergi, Surya berbisik pelan, hanya cukup terdengar oleh Kemy.

''Kamu beneran nggak cerita sama cowok itu, Kem? Wah, menarik."

Langkah Kemy terhenti sesaat. Jantungnya serasa akan meledak, tapi ia menggigit bibir, menahan diri untuk tidak merespons. Jangan panik, Kemy. Ini cuma kebetulan.

...----------------...

Sepanjang malam, Kemy berusaha keras menyembunyikan kecanggungannya. Dipta sibuk bercengkerama dengan teman-temannya, tertawa dan berbagi cerita lama yang jelas menghangatkan suasana. Kemy hanya bisa tersenyum, sesekali mengangguk saat seseorang mencoba mengajaknya bicara. Namun pandangannya sesekali tertuju pada Surya yang duduk di sudut lain ruangan, asik berbincang dengan beberapa teman lama.

Tapi tidak sekalipun Surya melepaskan tatapan dari Kemy. Tatapan yang penuh makna, dan bagi Kemy itu terlihat menyebalkan.

''Sini, ikut,'' bisik Dipta tiba-tiba, menarik Kemy menjauh ke balkon belakang villa. Udara malam yang dingin langsung menyergap mereka, membuat Kemy sedikit menggigil.

''Kenapa, Mas?'' tanyanya bingung.

Dipta tersenyum lembut. ''Kamu kaku banget dari tadi. Kamu nggak nyaman, ya?"

Kemy terdiam sejenak. ''Nggak kok, aku baik-baik aja."

Dipta meraih tangan Kemy, menggenggamnya erat. ''Kalau ada yang bikin kamu risih, bilang aja ya. Aku nggak mau kamu ngerasa sendirian di sini."

Kemy menatap wajah Dipta, pria yang selalu hangat dan tulus padanya. Tapi, entah kenapa rasa bersalah mulai muncul di benaknya. Dipta tidak tahu. Tidak tahu tentang masa lalu Surya dan dirinya.

...----------------...

Kemy keluar ke balkon samping villa. Dia membiarkan Dipta bebas bermain dengan teman-temanya. Sedangkan Kemy sendiri butuh udara malam untuk menenangkan hatinya yang sempat berkecamuk saat wajah Surya yang menyebalkan terus berputar di kepalanya, lengkap dengan tatapan merendahkan dari lelaki itu.

Kemy menghirup udara malam itu banyak-banyak dan menghembuskan perlahan.

''Bangsat! Kenapa harus ketemu dia di sini?'' gerutunya pelan.

Namun baru beberapa detik ia berdiri di sana, suara langkah kaki terdengar mendekat. Kemy menoleh dan mendapati Surya berdiri di sana dengan senyum liciknya.

''Loh, udah ngambek aja?'' goda Surya.

Kemy menatapnya tajam. ''Kamu apaan sih? Mau nyari gara-gara?"

''Enggak kok. Aku cuma kangen aja liat ekspresi kamu kaya gini. Masih kayak dulu, manis kalau lagi marah."

''Cukup!'' Kemy bersiap melangkah pergi, tapi tangan Surya menahan lengannya.

''Hei, aku cuma bercanda, jangan lebay,'' ucapnya sambil terkekeh.

Kemu mendelik tak suka. "Siapa juga yang lebay!" ketusnya tak tertahan.

"Aaah ... kalau bukan lebay berarti apa dong namanya? Liat mantan, masih ngambekan, jangan bilang kamu masih punya perasaan," nada bicara Surya yang menyebalkan berhasil membuat Kemy naik pitam.

"Kalau aku masih punya perasaan, nggak mungkin aku pacaran sama Mas Dipta. Situ kali yang belum bisa move on!" ledek Kemy penuh cibiran.

Surya terdiam. Perkataan disertai reaksi benci dari wanita mungil di depannya entah mengapa membuat hatinya panas. "Jangan kentara gitu dong bencinya, nanti kalo jadi benar-benar cinta kamu yang repot."

Bersambung

| 2 Mulut ember bocor

Kemy mencoba mengatur napasnya, berdiri di sudut balkon setelah kehadiran Surya tadi. Malam ini, suasana yang seharusnya menjadi ajang perkenalan dan kumpul menyenangkan berubah menjadi begitu menyesakkan baginya. Surya, mantan pacarnya yang mulutnya tajam seperti sembilu, ternyata tidak hanya hadir sebagai teman lama Dipta, tetapi juga menjadi pengingat luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.

Lebih parahnya, pria itu masih sama. Tatapan tajam, senyum licik, dan aura penuh provokasi yang selalu membuat Kemy merasa kecil.

"Kemy?" Suara Dipta membuyarkan lamunannya.

Kemy tersentak, menoleh ke arah kekasihnya yang tengah berdiri sambil membawa dua gelas minuman. "Ini buat kamu. Anginnya dingin banget ya di sini." Dipta menyerahkan satu gelas padanya. "Kamu serius nggak apa-apa?"

Kemy memaksakan senyum. "Aku nggak apa-apa, kok, Mas."

Dipta menatapnya lekat, seakan mencari sesuatu di balik senyum itu. "Kalau kamu kedinginan, kita bisa masuk lagi. Temen-temen juga lagi seru ngobrol di dalam."

Kemy menggeleng pelan. "Nggak, aku di sini aja sebentar."

"Ya udah. Aku ke dalam dulu, ya? Mau ambil rokok." Dipta mengecup kening Kemy singkat sebelum berbalik dan melangkah masuk. Kemy menarik napas lega ketika ia ditinggal sendirian. Namun, itu tidak berlangsung lama.

"Kenapa? Nggak kuat lihat aku?" suara yang begitu familiar terdengar lagi dari belakang.

Kemy memutar matanya. Astaga, kenapa pria menyebalkan itu datang lagi sih!

Surya mendekat, tangan dimasukkan ke saku celana sambil menyandarkan punggungnya ke pagar balkon. "Lucu banget. Kamu pacaran sama Dipta?" tanyanya dengan nada mengejek.

Kemy menatapnya tajam. "Kamu mau apa?" suaranya bergetar, mencoba menahan emosi.

Surya terkekeh. "Nggak mau apa-apa. Cuma penasaran. Kamu beneran belum bilang ke Dipta siapa gue?"

"Aku nggak perlu ngomong apa-apa soal kamu ke siapa pun," Kemy menjawab dingin, kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "Dan jangan bawa-bawa masa lalu kita di sini. Aku udah selesai sama itu. Masih belum paham juga?!"

"Beneran selesai?" Surya menatapnya, senyumnya menyebalkan. "Soalnya aku rasa nggak. Kamu kelihatan panik waktu lihat aku tadi."

Kemy berusaha menjaga wajahnya tetap tenang meski jantungnya berdegup tak karuan. "Kamu cuma numpang hadir di acara ini, jadi tolong berhenti bikin aku risih."

Surya mendekat selangkah, tatapannya mengunci Kemy di tempatnya. "Aku nggak numpang, Kem. Kamu tau nggak? Aku sama Dipta udah kerja bareng hampir satu tahun. Aku nggak nyangka bakal ketemu kamu di sini, apalagi kamu ternyata pacarnya dia."

Kemy terdiam. Semua informasi itu seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja. Tidak hanya sebagai teman lama, Surya ternyata juga rekan kerja Dipta? Ini jelas situasi yang jauh lebih rumit dari yang ia bayangkan.

"Kok kamu bisa... jadi teman kerjanya Dipta?" Kemy akhirnya bertanya, suaranya nyaris berbisik.

Surya menyeringai. "Aku animator di perusahaan Dipta. Dan dia yang bawa aku masuk."

Mata Kemy membulat. "Apa? Kamu, animator nya?!" Kemy terlihat putus asa.

"Kenapa kaget?" Surya menatapnya dengan sinis. "Jadi kamu pacaran sama bos di tempat kamu kerja? Bagus sih, pilihan kamu makin naik kelas." Surya juga sebenarnya terkejut saat Dipta menceritakan penulis bernama Kemilau yang ternyata adalah mantannya.

Dunia memang sesempit itu.

Kemy merasa darahnya mendidih. "Kamu selalu nyakitin orang dengan mulut kamu itu, ya? Dulu, sekarang, sama aja!"

Surya tertawa pelan, tapi tawanya penuh sarkasme. "Nggak salah, kan? Aku cuma bilang fakta."

Kemy berbalik, berniat meninggalkan percakapan ini sebelum ia kehilangan kendali. Tapi Surya memanggilnya lagi.

"Kamu masih inget kenapa kita putus dulu?"

Langkah Kemy terhenti. Ia menoleh dengan tatapan tajam. "Aku nggak perlu inget apa-apa tentang masa lalu, terutama yang berkaitan sama kamu!"

"Tapi sayangnya... aku inget." Surya melangkah mendekat, suaranya kini lebih rendah, tapi tajam menusuk. "Kita putus karena kamu terlalu gampang baper. Nggak bisa nerima kritik. Semua hal kecil aku komenin, kamu nangis. Aku jadi bosen." Surya sadar kalimatnya ini sangat menyakitkan untuk gadis itu.

Kemy menatapnya, merasa kemarahan naik ke ubun-ubun. "Heh! Kamu pikir aku putus sama kamu karena itu? Bukan! Kita putus karena kamu nggak pernah bisa ngehargain perasaan aku. Semua omongan kamu tentang penampilan aku, kerjaan aku, selalu bikin aku ngerasa makin terpuruk. Kamu bukan ngasih kritik, kamu ngerendahin!"

Suara Kemy bergetar, tapi ia tak peduli. Surya tampak sedikit terkejut, tapi senyumnya masih ada di sana—seakan ia puas telah berhasil memancing emosi Kemy.

"Santai aja, Kem. Kamu makin gampang kepancing, ya? Aku cuma ngobrol biasa."

"Ngobrol biasa?" Kemy mendengus, matanya berkilat. "Kamu nggak pernah bisa berubah. Dan aku bersyukur udah keluar dari hidup kamu."

Mereka berdua saling menatap tajam. Suasana di balkon terasa begitu tegang, hanya suara angin malam yang sesekali terdengar di antara keheningan.

"Aku nggak percaya kamu masih sesensitif dulu," Surya berujar sambil menyilangkan tangan di dada. "Nggak heran kamu jadi pacarnya Dipta sekarang. Pradipta Cavero... cowok sempurna yang selalu baik ke siapa aja. Cocok sama kamu yang doyan perhatian."

Kemy membuka mulut untuk membalas, tapi suara langkah seseorang terdengar mendekat. Kemy buru-buru memalingkan wajah ke arah lain, berusaha menenangkan diri.

"Kemy? Surya? Ngapain kalian di sini?" suara Dipta memecah ketegangan.

Surya langsung tersenyum santai, seolah tidak terjadi apa-apa. "Nggak, Dip. Kita cuma ngobrol biasa. Mengingat nostalgia jaman masih SMP."

Dipta terkekeh, sama sekali tak menyadari ada sesuatu yang salah. Ia mendekati Kemy dan melingkarkan tangannya di bahu gadis itu. "Ternyata dunia beneran sempit. Tapi baguslah, gua jadi bisa tanya sama lo saat Kemy masih pake rok biru, kan, jadinya. Hahaha."

Surya ikut tertawa bersama Dipta. "Bisa banget, Bro. Gua bakal kasih tau semuanya," kata Surya penuh makna sambil melirik ke arah Kemy yang sedang menatapnya penuh benci.

Seketika tawa Dipta mereda, lalu sepasang mata pria itu menatap Surya dan Kemy secara bergantian. "Besok ada berita bagus buat kalian. Tapi nanti aja pas di kantor. Biar resmi," wajah Dipta penuh misteri.

Kemy menoleh ke Dipta, bingung. "Berita apa, Mas?"

"Rahasia," Dipta terkekeh. "Yang jelas kalian bakal makin sering ketemu. Itu aja bocorannya."

Kemy membeku di tempat. Makin sering ketemu? Pandangannya tanpa sadar kembali beralih ke Surya yang tersenyum miring dengan ekspresi penuh arti.

"Bakal seru ya, Kem," gumam Surya pelan.

Dan Kemy pun tahu, badai ini baru saja dimulai.

Bersambung.

| 3 Udah nggak ada apa-apa lagi di antara kita!

Suasana kantor terasa lebih dingin dari biasanya, atau mungkin hanya perasaan Kemy saja. Sejak pagi tadi, bayangan kejadian di villa masih menghantuinya. Pertemuannya dengan Surya kembali membuka luka lama yang selama ini berusaha ia kubur dalam-dalam. Parahnya lagi, Surya bukan hanya mantan yang nyebelin, tapi juga teman kerja Dipta, dan kini akan jadi bagian hidup Kemy yang tidak bisa ia hindari.

"Ya ampun, Kem! Lo bengong lagi!" Suara Ara menyentak Kemy dari lamunan. Sahabatnya itu menatapnya sambil berkacak pinggang. "Gue manggil dari tadi, lo kayak nggak ada di sini."

Kemy tersenyum kecil, mencoba mengalihkan perhatian. "Sorry, Ra. Gue lagi mikirin kerjaan."

Ara mendengus. "Kerjaan apaan? Deadline lo masih minggu depan, kan? Nggak ada yang bikin lo stres kecuali bos ganteng lo itu tiba-tiba nikah sama cewek lain. Hahaha!"

Kemy menatap Ara dengan malas. "Lo ini, ada aja. Udah deh, gue mau fokus dulu."

Ara tertawa, lalu kembali ke meja kerjanya, membiarkan Kemy tenggelam lagi dalam pikirannya. Namun, lamunan Kemy kembali pecah ketika notifikasi email masuk ke komputernya.

Subject: Project Kolaborasi Baru

From: Pradipta Cavero

Bulu kuduk Kemy meremang seketika. Tangannya bergetar ringan saat ia membuka isi email itu.

> "Kemy, mulai minggu depan kamu akan bekerja sama dengan tim animasi untuk project terbaru kita. Surya akan jadi partner kerjamu. Ini kesempatan bagus untuk eksplorasi ide-ide baru. Saya percaya kalian bisa bekerja sama dengan baik. Kita meeting besok untuk bahas detail project-nya. ~Dipta"

Dunia seperti runtuh di hadapan Kemy. Surya? Partner kerjanya? Kenapa harus dia? Kenapa semesta seperti main-main dengan hidupnya?

Jangan bilang ini karena efek nama dari Uya, Suryakhan Semesta yang seolah membuat semesta Kemy jadi tersilaukan sampai perih.

"Kenapa muka lo pucet?” Ara tiba-tiba muncul lagi di meja Kemy, menatapnya penuh selidik. "Ada apa, Kem?"

Kemy buru-buru menutup email itu. "Nggak, nggak ada apa-apa."

"Pasti ada!” Ara menyipitkan mata curiga. "Gue kenal lo dari SMP, Kem. Kalo lo panik kayak gini, pasti ada yang nggak beres. Apaan?"

Kemy akhirnya menghembuskan napas panjang, lalu berbisik pelan. "Gue ... harus kerja bareng Surya."

Ara terdiam sejenak, lalu membelalak. "Hah? Surya? Maksud lo ... Surya si mantan lo itu?"

Kemy mengangguk lemas. "Iya. Dia rekan kerja Dipta."

Ara menutup mulutnya dengan tangan, jelas syok. "Astaga, hidup lo drama banget, Kem. Ini sih parah!"

"Gue juga nggak ngerti harus gimana." Kemy menatap layar komputer dengan kosong. "Gue udah capek banget, Ra."

Ara menepuk pundak Kemy pelan. "Lo kuat kok. Lo harus tunjukin ke Surya kalo lo nggak selemah yang dia kira."

Kemy hanya mengangguk. Tapi jauh di dalam hatinya, ia tahu ini bukan hanya soal profesionalitas kerja. Ini soal masa lalu yang belum selesai, ditambah lagi fakta bahwa Surya tahu hubungannya dengan Dipta. Semua ini seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja.

...----------------...

Keesokan harinya, ruang meeting terasa lebih sesak dari biasanya. Kemy duduk di kursinya dengan gelisah, tangannya sibuk menggenggam pulpen. Dipta berdiri di depan ruangan, menjelaskan garis besar project kolaborasi antara tim penulis dan tim animasi.

"Jadi, Kemy dan Surya akan bekerja sama lebih dekat di project ini," ucap Dipta sambil tersenyum profesional. "Kemy yang akan menyusun cerita dan dialog, sementara Surya akan menuangkan ide itu ke dalam animasi visual."

Semua mata di ruangan itu beralih ke Kemy dan Surya. Kemy mencoba tersenyum meski rasanya bibirnya terasa kaku. Di sebelahnya, Surya bersandar santai di kursinya, dengan tatapan penuh arti yang hanya bisa dibaca oleh Kemy.

"Gue yakin kalian berdua bisa bikin project ini jadi masterpiece," lanjut Dipta, lalu menatap Surya dan Kemy secara bergantian. "Oke, ada pertanyaan?"

Kemy hanya bisa memaki dalam hati. Andai Dipta tau hubungan apa yang pernah terjalin antara ia dan Surya, apakah pacarnya itu tetap akan melanjutkan proyek ini?

Surya mengangkat tangan. "Gue cuma mau bilang," Surya menoleh ke Kemy, senyumnya miring. "Kerja sama ini bakal seru banget."

Dipta tertawa kecil, tidak menangkap maksud tersembunyi dari ucapan Surya. "Itu semangat yang gue mau!"

Sementara itu, Kemy hanya bisa meremas pulpennya lebih erat. Ada yang terasa dingin menyusup ke dadanya. Campuran antara ketakutan, marah, dan frustrasi.

Setelah meeting berakhir, Kemy buru-buru membereskan barang-barangnya. Namun, langkahnya terhenti ketika suara Surya terdengar di belakangnya.

"Cepet banget, Kem. Kita belum ngobrolin project-nya, loh."

Kemy berbalik dan menatap Surya tajam. "Kita bahas nanti aja. Aku sibuk."

Surya mendekat, senyumnya masih sama seperti kemarin, sarkastik dan meremehkan. "Kamu serius mau kerja bareng aku? Jangan sampai baper, ya. Kamu tau kan aku suka ngomong blak-blakan."

"Denger ya, aku di sini cuma mau profesional,” ucap Kemy tegas. "Kamu sama aku udah nggak ada apa-apa. Jadi, kamu nggak perlu ngomong macem-macem."

"Beneran nggak ada apa-apa?” Surya menaikkan alis. "Aku heran aja, Kem. Kamu pacaran sama Dipta. Dia beda jauh dari aku. Terlalu baik buat kamu, malah."

"Cukup!” suara Kemy bergetar menahan emosi. "Kamu nggak usah bawa-bawa Dipta. Itu bukan urusan kamu!"

"Ya udah, santai.” Surya mundur sedikit, masih dengan tatapan meremehkan itu. "Kita lihat aja nanti, Kem. Aku nggak sabar kerja bareng kamu lagi."

Kemy menggigit bibir bawahnya, menahan kemarahan yang nyaris meledak. Tanpa membalas, ia langsung berbalik dan melangkah keluar ruangan.

Namun, sebelum pintu tertutup, ia sempat mendengar suara Surya bergumam pelan, "Dipta harusnya tau siapa kamu sebenarnya."

Kalimat itu membuat Kemy berhenti sejenak di ambang pintu. Jantungnya berdegup kencang. Apa maksud Surya? Apakah dia berencana mengatakan sesuatu ke Dipta? Pikiran itu membuat dada Kemy semakin sesak.

"Sebenarnya ... apa yang kamu mau dari aku?"

Dalam hati, Kemy tahu ini bukan sekadar kerja sama biasa. Ini adalah perang dingin yang perlahan mulai memanas.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!