"Mas ... kamu yakin nih, aku nggak ganggu acara reuni kamu sama temen-temen kampus kamu?"
Kemy duduk menyerong ke arah Dipta yang sedang mengemudi. Raut wajah khawatir Kemy kentara sekali.
Dipta menoleh sekilas ke arah kekasihnya. "Mulai deh. Kamu gak usah khawatir, Yang. Mereka juga pada bawa pasangan kok. Santai aja," sahut pria berwajah maskulin itu dengan senyum manis yang menular.
Sudah tiga kali Kemy bertanya perihal yang sama pada Dipta hari ini; saat Dipta menelepon untuk menjemput, ketika Dipta sudah sampai di tempat kost wanita itu dan sekarang saat keduanya berada di dalam mobil menuju tempat acara diadakan.
Kemy hanya merasa takut jika dirinya akan menjadi kambing conge diantara para teman lelaki dari kekasihnya itu. Sebab yang Kemy tau, acara kumpul-kumpul bersama teman lama akan lebih asik jika hanya dengan orang-orang yang satu frekuensi saja.
Dan Kemy tidak yakin dirinya akan mampu berbaur, mengingat usia Dipta yang lebih tua tiga tahun dari Kemy. Selain itu mereka juga berkuliah di Universitas yang berbeda dan secara otomatis sirkel pertemanan mereka pun tidak sama.
Semoga saja teman-teman Dipta adalah orang-orang yang asik dan baik. Kalau tidak, Kemy lebih memilih untuk pura-pura sariawan. Begitu rencananya, seperti yang pernah disarankan salah satu sahabatnya. Tiara.
Ah! Mengingat nama itu, tiba-tiba saja Kemy jadi rindu. Dengan kesadaran penuh, Kemy pun merogoh ponsel di dalam mini sling bag-nya dan mulai membuka grup chat yang hanya berisikan dia dan kedua sahabatnya. Tiara dan Kanya.
...----------------...
^^^"Bestieeee!!! Kita nongki sambil rumpi nyoook?"^^^
Ara-Chan : [Cus Beiiib. Only Us, right! No kaum patriarki 😏]
^^^"👩🏻🦰👩🏻🦰👩🏻🦰 👌"^^^
Kanya : [ K. jadwal nyusul]
...----------------...
Kemy tersenyum riang melihat percakapan singkat yang disambut baik oleh kedua sahabatnya itu. Si lebay Ara dan si to the point Kanya. Begitulah pandangan Kemy terhadap kedua teman dekatnya yang sudah bersama selama hampir delapan tahun itu.
"Chating sama siapa? Sampe senyum-senyum gitu ...," tanya Dipta yang mencuri pandang ke arah sang kekasih yang sibuk dengan gawainya.
Kemy memasukan kembali ponselnya yang memiliki casing berwarna merah muda, dengan bentuk yang mirip 'kemasan susu kotak' itu ke dalam tas kecil dipangkuannya. Lalu menatap Dipta dengan antusias.
"Ara minta kumpul-kumpul, Mas." Kemy sengaja berbohong. Hal ini dia lakukan agar Dipta tidak banyak tanya ini--itu. "Tapi ya gitu deh, cuma aku, Ara sama Kanya." tekan Kemy.
"Oh ... Oke! Apa perlu aku sponsori buat reservasi tempat pertemuan kalian. Biar nyaman?"
Aaah, inilah Pradipta Cavero. Cowo royal dan bukan kaum 'Adam' yang rewel apalagi curigaan. Positif terus pikiran lelaki yang tahun ini usianya genap 27 tahun itu. Alasan inilah yang membuat Kemy awet berpacaran dengan Dipta selama 16 bulan ini.
"Makasih ya Yayangnya aku, udah peduli sampe segitunya," Kemy mengelus gemas rambut halus yang tersebar rapi di sepanjang rahang kekasihnya,
ugh! Macho.
...----------------...
Kemy sebelumnya sudah diberitahu oleh Dipta bahwa pertemuan itu akan dilakukan disebuah Villa. Akan tetapi wanita itu tidak menyangka bahwa Villa yang dipilih Dipta sangat terasingkan dari bangunan lain. Bahkan hampir ke pelosok Bandung.
Selain itu pepohonan tinggi nan rimbun yang tertanam disepanjang jalan membuat Kemy merasakan dirinya sedang menuju ke 'dunia lain'.
"Gimana?" tanya Dipta saat melihat tatapan sang kekasih yang tidak teralihkan dari luar kaca jendela mobil.
Kemy menoleh. "Aku baru pertama kali loh masuk hutan asli begini. Eemm ... biasanya tuh ya, cuma baca deskripsi atau nonton doangan. Disini bener-bener kaya belum terjamah sama manusia gitu. Keren banget. Aku yakin bisa dapet inspirasi disini, Mas," sahutnya antusias.
Lengan Dipta terulur ke arah kepala Kemy, lalu jemari pria itu mengelus lembut rambut hitam Kemy yang terurai sebahu. "Syukurlah, aku nggak salah ngajak kamu," ucap Dipta.
...----------------...
Satu persatu teman-teman dari Dipta pun mulai berdatangan. Tentu saja mereka tidak sendirian. Benar kata sang kekasih, teman-teman Dipta itu membawa gandengannya masing-masing.
Para wanita yang terlihat digandeng mesra oleh para lelaki yang menjadi teman-teman Dipta itu wujudnya bukan kaleng-kaleng.
Seperti Apotik kosong, nggak ada obaaaat cantiknya. Body-nya asli kutilang--kurus, tinggi dan langsing. Sepertinya pakai baju apapun akan cocok-cocok saja. Kemy jadi iri.
"Duh! Cuma Gue doang nih yang bentukannya kaya temennya putri salju," hela Kemy dalam hati. Dia merutuki ukuran tubuhnya yang terbilang mini.
"Mas!"
Panggilan Kemy membuat Dipta menoleh. "Hmm?" sahutnya dengan tatapan lembut.
"Aku mau ke kemar mandi," beritahu Kemy.
"Biar aku antar,"
"Nggak usah. Aku udah tau kok tempatnya dimana," sahut Kemy dengan senyum segan. Walau Villa ini sangat megah, tapi bukan berarti Kemy akan nyasar karena tidak bisa balik ke tempat awal kan?
Memangnya dia anak kecil!
Sebenarnya 'kamar mandi' hanyalah alasan Kemy saja untuk menghindari sekelompok manusia yang terlihat seperti jajaran para model cat walk itu. Dia tidak mau dianggap sebagai lampu sorot yang gunanya hanya untuk menerangi para model beraksi dan malah membuatnya panas sendirian.
...----------------...
Udara sejuk, semilir angin dan tentu saja pepohonan hijau tinggi menjulang sejauh mata memandang cukup menyegarkan pikiran. Semakin malam, pemandangan disekitar Villa itu terlihat pekat, hanya terpercikkan sedikit cahaya dari lampu sorot yang terpasang di area pekarangan Villa. Dan hal itu menimbulkan ide dalam benak Kemy.
Tanpa menunggu waktu, Kemy pun langsung mempersiapkan ponselnya dan mulai menekan aplikasi 'transkripsi instan' untuk mulai berbicara. "Tepat pukul dua belas malam, dari arah sumur tua di rumah neneknya, Kanji mendengar--"
"Ah! Emmh! Ouuuh!"
"Shit!" Kemy memaki kesal dengan raut wajah jijik pada suara samar yang terdengar merintih itu. "Gila aja ditengah hutan gini! Kesambet setan baru tau! Siapa sih?!" lanjutnya memaki.
Dengan rasa penasaran yang membuncah, Kemy pun berjalan mengendap-endap untuk mencari tau dari mana asal suara laknat itu berasal.
Setelah beberapa langkah kesamping kanan dari posisi awal, Kemy pun mulai mendekati bilik kayu yang penuh dengan tanaman yang berdiri ditengah-tengah sebagai pembatas pada balkon itu.
"Ah! Eeemmh!"
Suara rintihan itu semakin jelas terdengar. Kemy sebenarnya enggan untuk mencari tau asal suara itu. Akan tetapi jiwa kepo-nya membuat Kemy nekat memberanikan diri untuk mencondongkan kepalanya dari balik bilik kayu. Kemudian, tampaklah visual dari suara yang membuat perasaan Kemy buruk seketika. Dan,
"Ha--mmph!" Kemy langsung menutup mulutnya sendiri agar suara teriakannya terhenti. "Ya Tuhaaaaan! Dunia bener-bener mau kiamat!" gumam Kemy saat melihat dua sosok manusia tak tau malu yang tanpa sehelai benangpun sedang melakukan aksi tak senonoh di atas sofa yang berada di balkon paling ujung.
"Gila aja! Telanjang ditengah hutan begini. Malem-malem pula. Ngalahin Simpanse kelakuannya." Dengan suara setengah berbisik, Kemy kembali mengutarakan rasa kesalnya.
"Siapa yang telanja--hmmph!"
Jantung Kemy seketika jatuh saat mendengar suara yang berbicara cukup keras di telinganya. Refleks dia menoleh dan membekap bibir orang itu sekuat tenaga. "Huuussst! Diem!" perintahnya.
Kedua mata Kemy kembali memperhatikan sepasang manusia yang masih melakukan hal yang iya iya disana. Kendati khawatir ketahuan. Akan tetapi pandangan Kemy tak lepas dari pertunjukan langsung itu.
Tak munafik, ada gelanyar aneh pada bagian tubuh Kemy yang seolah bereaksi saat melihat itu.
Duh! Otak Kemy sudah tercemar.
Dengan menggelengkan cepat kepalanya, Kemy berusaha mengenyahkan adegan tersebut agar pergi dari ingatannya.
Tiba-tiba saja, telapak tangan kanan Kemy terasa panas. Seperti embusan napas yang terperangkap. Perlahan Kemy pun menoleh ke arah dimana lengannya berada dan,
dia melihat sosok dengan tampilan serba hitam serta mata merah yang menatap tajam dirinya yang berdiri tepat disebelahnya. Sontak Kemy terkejut bukan main sampai dia berteriak lepas dan cukup keras sampai,
"Siapa itu woy! Gua doain matanya bisul!" disusul suara teriakan dari arah balkon diujung tadi yang terdengar lantang sampai membuat Kemy terkejut sendirian. Namun, secara tiba-tiba lengan Kemy ditarik paksa oleh sosok itu, kemudian,
"Lari!" pekik sosok berbaju serba hitam itu mengambil langkah seribu.
Bersambung
Punggung besarnya tercetak samar dari balik balutan jaket hitam ber-hoodie. Cukup kekar dan simetris. Begitulah pandangan Kemy yang berada dibelakang orang itu. Jemarinya yang besar terasa dinging saat melahap jemari kanan Kemy, Kemy jadi teringat genggaman ayahnya saat dia masih kecil,
dan alasan yang membuat jantung Kemy berdegup cepat sedari tadi adalah langkah kaki pria itu yang terlalu lebar, dan hal itulah yang menyebabkan Kemy tidak sanggup lagi mengikuti langkah berlari dari orang yang serasa menyeretnya.
"Hehheeiih ... tungh-gu ... hah! Akuh ... aku nggak kuath ...." Kemy terengah-engah sambil membungkukkan tubuhnya. Rasanya yang dia butuhkan sekarang adalah selang tabung berikut oksigennya.
Ini adalah pertama kalinya Kemy dipaksa lari secepat itu. Bahkan saat dia melakukan lari di treadmill pun dirinya tidak pernah menyetel dengan kecepatan penuh. Gila ini sih. Darah Kemy serasa naik semua ke atas kepalanya. Panas.
"Belum satu kilometer udah nyerah!"
Seketika Kemy membeku mendengar perkataan yang sarat akan meremehkan dirinya dari mulut orang yang sudah menariknya lari secepat itu. Dengan wajah merah lelahnya, akhirnya Kemy berdiri tegak dan menatap wajah orang asing didepannya.
Aduh!
Seketika leher Kemy terasa sakit karena mendongak terlalu tajam.
"Tiang apa orang sih!" gerutunya dalam hati saat melihat seberapa tingginya orang ber-hoodie itu.
"Satu kilometer? Heh, kamu pikir kita lagi apa?! Maraton?!" bentak Kemy dengan kepala mendongak penuh. Napasnya sudah mulai stabil.
"Lagi selamatin kamu dari marahnya 'simpanse yang lagi enak-enaknya kawin' malah digangguin," timpal sosok jangkung itu.
Kemy mengerutkan alisnya mendengar perkataan santai penuh vulgar dari lelaki yang wajahnya belum jelas terlihat. Cahaya bulan tepat dibelakang kepala orang itu, alhasil gelap semua.
"Gila! Ngapain juga pake selamatin aku. Biar aja mereka tau bahwa ada orang yang liat kelakuan dua manusia itu. Biar mereka malu sekalian," tantang Kemy dengan meluap-luap.
"Kemy ...," Tiba-tiba suara yang begitu familiar terdengar memanggil nama wanita itu. Kemy pun lekas menoleh dan mendapati sang kekasih yang sedang berjalan ke arahnya. "Ngapain kamu disini?" selidik Dipta dengan dahi mengernyit.
Wajah Dipta yang terlihat tidak suka disertai tatapan matanya yang mengarah pada lengan kanan Kemy membuat wanita itu baru sadar. Ternyata dia dan orang ber-hoodie hitam itu masih saling mengaitkan tangannya. Lebih tepatnya sih tangan Kemy yang di genggam.
"Eh!" Kemy menarik paksa tangannya agar lolos. "Loh, i-ini ... dimana?" Suara Kemy terdengar semakin sayup. Dia juga tidak tau ada dibagian Villa sebelah mana saat ini.
"Katanya mau ke kamar mandi?" tegur Dipta bak seorang penyelidik.
Nah kan, Kemy juga baru sadar bahwa alasan ke kamar mandi hanyalah kiat dia menghindari ketidaknyamanan pada orang-orang baru didalam sana.
"Se-sebenerya aku ...," ujar Kemy tergagap. Wanita itu gugup karena sudah berbohong.
"Dia, cewe Lu?"
Pertanyaan ini terlontar untuk Dipta dari orang ber-hoodie hitam itu.
Dipta tak lekas menjawab, dia memperhatikan dengan sesama siapa orang disebelah kekasihnya. Tidak mungkin penjaga Villa kan? Terlalu keren untuk sebuah jaket yang Dipta tau berapa label harganya.
"Astaga! Lu, Uya?!" Dipta menebak. Dan orang yang dipanggil Uya langsung membuka hoodie yang sedari tadi menutupi kepalanya. "Gua pikir lu nggak bakal dateng karena sibuk parah kaya taun taun sebelumnya. Whats'up bro?" sapa Dipta antusias sambil menepuk bahu Uya.
"Ya beginilah kabar gua. Terjebak sama ...," Uya melirik jahil ke arah Kemy yang terlihat membatu. "Mantan," lanjutnya dalam hati.
...----------------...
Suasana pekarangan belakang Villa terlihat ramai malam ini. Padahal hampir tengah malam, akan tetapi obrolan dari para lelaki yang tidak lain adalah teman-teman Dipta saat berkuliah dulu semakin seru. Walau hanya ber-tujuh, akan tetapi atmosfer yang dipancarkan mereka terasa menggelora. Mungkin karena obrolannya nyambung.
Lain halnya dengan Dipta and the gank yang semakin asik. Kemy malah terasing dari kumpulan cewek dengan body goal yang duduk berkelompok. Lagi pula apa yang wanita-wanita cantik itu obrolkan tak Kemy pahami. Kemy pun tak mau ambil pusing.
Satu hal yang kini mengganggu benak Kemy adalah nama 'Uya' yang tadi Dipta kenalkan sebagai salah satu sohib terdekatnya, sampai-sampai pencarian kedua sosok yang tadi sembarangan bercinta di sofa balkon atas menguap begitu saja dari benak Kemy.
"Kamu bosen ya?" Suara Dipta yang terdengar khawatir membuat Kemy tersenyum. Sejak kapan kekasihnya itu berpindah duduk disebelahnya.
"Kayanya ... aku emang nggak bakat membaur deh, Mas. Maaf ya, pasti mereka lagi ngomongin pacar kamu yang aneh ini," gumam Kemy merasa malu pada sikap kakunya.
Dipta yang melihat ketidaknyamanan di wajah kekasihnya langsung mengulurkan tangan untuk membelai rambut hitam Kemy sambil menyelipkannya ke belakang telinga wanita itu. Semilir angin malam ini membuat rambut Kemy sedikit berantakan.
"Aku yang minta maaf, malah asik ngobrol sendirian," timpal Dipta.
Benar juga sih, seharusnya kalau mau bertemu teman lama untuk kumpul-kumpul dan bernostalgia sebaiknya tidak usah membawa pasangan. Akan canggung jadinya, apalagi jika pasangannya tipe seperti Kemy yang sulit akrab dengan orang baru.
"Aku ke kamar duluan sopan nggak sih, Mas?"
"Kamu ngantuk?"
Sebenarnya Kemy sama sekali belum mengantuk, wanita itu terbiasa begadang menyelesaikan ketikan naskah cerita yang dia rekam lewat aplikasi di ponselnya.
Kemy adalah seorang penulis cerita horor di Web online yang diprakarsai oleh Dipta, yaitu Mediacore, situs berita dan hiburan online yang sedang naik daun.
"Belum sih, tapi aku mau kelarin bab tiga puluh buat di up lusa," beritahu Kemy.
"Ah bener. Kamu butuh konsentrasi. Peminat cerita horor kamu makin banyak sekarang. Ya udah, aku anterin kamu ke kamar,"
"Nggak usah, Mas. Aku eggak enak sama temen-temen kamu. Udah akunya nggak nimbrung, eh kamu malah pergi nganterin aku," seloroh Kemy. Gadis itu benar-benar sungkan.
...----------------...
Setelah terbebas dari zona asing. Kemy pun seperti mendapat kembali ruangannya. Ruang sendiri yang hanya ada dia saja. Malam ini Kemy butuh itu untuk menyelesaikan naskah ceritanya.
Mengiyakan ajakan Dipta untuk ikut ke pelosok Bandung sebenarnya hanya untuk menyegarkan otak saja. Dia butuh relaksasi mata melihat keindahan alam lain dari kondisi macetnya Ibu Kota. Intinya Kemy butuh suasana baru.
Andai saja para wanita yang dibawa oleh pasangan teman-teman Dipta satu frekuensi dengannya dalam hal tema obrolan, mungkin Kemy tidak akan sebosan ini. Dia merasa payah sekarang, karena tidak bisa mengikuti pembicaraan diluar topik andalannya; hal gaib atau tragedi pembunuhan. Kecuali Ara dan Kanya yang selalu bisa mengangkat topik random tanpa harus membuat Kemy terbengong-bengong karena merasa tidak nyambung.
Ah, Kemy jadi tidak sabar untuk bertemu kedua sahabatnya seminggu lagi.
"Masih minderan?"
Suara yang kini mulai familiar sejak kejadian memergoki sepasang simpanse jadi-jadian, kembali terdengar menyindir.
Uya. Kemy yakin orang itu adalah Uya yang Dipta kenalkan sebagai sohib paling dekat. Dan sosok itu pula yang masih mengganggu pikirannya sejak tadi. Kemy seperti tidak asing. Akan tetapi Kemy pun tidak berani menebak-nebak.
"Maksud kamu apa?" Kemy membalikkan tubuhnya untuk berhadapan dengan orang yang Kemy yakini adalah sosok yang dia duga. Si Uya.
Memang ada siapa lagi di balkon itu. Bukan, ini balkon yang berbeda dari balkon yang tercemar tadi. Dan Kemy pastikan dirinya tidak akan menginjakkan kaki di tempat yang sudah membuatnya cukup trauma.
Tiba-tiba Uya mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu yang entah apa.
"Minder merupakan keadaan dimana sesorang merasa tidak percaya diri akan kemampuannya, merasa dirinya rendah dan orang lain lebih tinggi darinya, selalu merasa bahwa dirinya tidak mampu. Thats it! Masa nggak ngerti?!" paparnya setelah meniru perkataan yang Kemy yakini adalah tulisan dari sebuah artikel.
"Yang aku tanyakan ... apa maksud kamu mengatai aku seperti itu! Memangnya kamu tau apa tentang aku? Kenal juga baru!" berang Kemy dengan mata bulatnya yang menatap sinis.
Bukannya menjawab, Uya malah melangkah maju mendekati Kemy dengan seringai menyebalkan. Dan satu lagi, lelaki itu dengan santainya masih menghisap rokok seperti tokoh-tokoh Mafia keji di Netflix.
Kemy sama sekali tak gentar dengan gaya Uya yang menurut Kemy cukup arogan. Terlebih setelah laki-laki itu berhenti didepan Kemy, Uya malah sengaja mengepulkan asapnya tepat diatas ubun-ubun wanita itu,
sialan.
"Kemilau Nu-sae-na."
Uya sengaja mengeja nama Kemy perlahan dengan sedikit cibiran pada kata 'sae' yang bermakna 'bagus atau baik'.
Kedua mata Kemy sontak terbelalak. Dari mana orang ini tau nama aslinya. Masa iya dari Dipta.
"Hai mantan. Long time no see," goda lelaki bernama Uya dengan senyum remeh.
Bersambung
Hai Mantan ...
Mantan ...
Man ...
Tan ...
...
Kuping Kemy serasa berdengung hebat kala mendengar sapaan keramat itu.
Sejak pertama kali dia pacaran di usia 13 tahun dan mengenal arti dari rasa sakit hati, Kemy pun tidak berani lagi untuk menerima pernyataan dari laki-laki yang naksir padanya. Pun sebaliknya mengutarakan perasaanya sendiri pada laki-laki yang ditaksirnya.
Perlakuan dari pacar pertamanya kala ia masih menjadi bocah ingusan cukup melekat buruk menjadi sebuah trauma berkepanjangan. Rasa percaya dirinya luruh seketika saat pacarnya kala itu memacari teman dekatnya.
Terlebih sebuah kalimat menyakitkan dilontarkan mantan 'monyetnya' kala itu.
"Pacaran sama kamu kaya lagi pacaran sama anak SD. Kelly lebih cocok jadi pacar aku, sama-sama tinggi."
Perkataan itu tidak salah. Kemy memang masih terlihat seperti bocah SD, bahkan ukuran tubuhnya lebih pendek dari anak seusianya. Tiga belas tahun, masih sangat amat belia.
"Kalo nanti ciuman sama kamu, aku bisa pegel. Harus jongkok."
Alasan selanjutnya yang membuat pikiran Kemy tersadar saat itu adalah perkataan Uya yang terakhir. Kemy hanya berpikir pacaran dengan Uya karena mereka saling suka dan Uya juga ganteng.
Namun, sebuah kata 'ciuman' yang dilontarkan anak lelaki berusia 15 tahun pada Kemy saat itu membuat dia jijik. Dan sejak saat itulah dia menghindari yang namanya 'pacaran'. Semua itu berkat perkataan dan perlakuan seorang anak lelaki bernama,
"Su-sur-ya?"
Uya mengangguk mantap untuk mengiyakan gumaman yang dilontarkan secara gagap dari bibir Kemy.
"Inget juga akhirnya. Walau agak kecewa sih, kamu nggak ngenalin aku lebih dulu. Tapi ... aku paham. Karena perubahan aku cukup signifikan dari terakhir kita bertemu, benar kan?" seloroh lelaki itu.
Kemudian kedua mata tajam Uya menelanjangi tubuh Kemy dari atas kepala sampai kaki.
"Enggak kaya kamu ... yang masih, segini-segini aja," timpal pria itu dengan senyum remeh.
Seketika Kemy merasa deja vu saat mendengar ucapan Uya. Setelah hampir 11 tahun tidak bertemu, ternyata lelaki itu tidak berubah sama sekali. Lidahnya masih tidak punya filter.
"Mungkin fisik kamu berubah total. Tapi ...," jeda Kemy.
Gadis itu lalu maju merapatkan diri ke tubuh Uya secara agresif. Dengan mendongakkan penuh wajah bulatnya, dia kembali berkata dengan nada sinis, "Mulut kamu masih sama! Enggak ada kemajuan dan selalu merendahkan fisik orang lain!"
Melihat wajah serius Kemy yang terlihat kesal, entah mengapa Uya merasa senang. Terlebih gerakan berani gadis itu yang secara sadar atau tidak telah menghasilkan sentuhan empuk tepat di Ulu hati pria itu membuat Uya seperti mendapat durian runtuh.
Menghempaskan pikiran mesumnya, lelaki jangkung itu kemudian menundukkan kepalanya tepat ke wajah Kemy yang tengah mendongak menatapnya dengan penuh geram. Dengan intens Uya pun menyusuri kedua bola mata Kemy satu persatu.
"Tumbuh itu ke atas, bukan kedepan ... Kemilau!" bisik Uya parau.
...•...
...•...
...•...
"Mbak Kemilau, Pak Dipta sudah nungguin di Ruangannya," beritahu Lena, salah satu karyawan di tempat Kemy bekerja.
"Tumben dateng pagi banget?" gumam Kemy.
"Ada tamu soalnya mbak, orang yang mau garap komik buat novel Mbak Kemilau, kayanya," timpal Lena.
"Ah iya! Makasih ya Len ...."
Senyum Kemy merekah sekali pagi itu. Karena Novelnya akan di adaptasi menjadi sebuah komik.
"Duh! Sumpah deg-degan gini," gumam Kemy saat sudah sampai didepan pintu ruangan Dipta.
Tanpa mengetuk pintu, Kemy pun masuk dengan senyum mengembang. Disana terlihat Dipta sedang duduk dengan orang yang Kemy yakin adalah sang komikus yang akan menggarap ceritanya.
"Ah ... itu dia. Sini Sayang ...," panggil Dipta.
Kemy sempat tak enak saat Dipta berbicara santai didepan tamu. Terlebih kekasihnya itu tanpa canggung memanggil 'sayang' padanya. Kemy hanya takut mendapat label buruk karena pekerja sepertinya berpacaran dengan pemilik Mediacore dimana dirinya mencari nafkah.
"Sayang ... ini dia komikus yang akan garap proyek webnovel kamu." beritahu Dipta saat Kemy sudah duduk disebelahnya.
Dengan antusias Kemy pun menyambut Komikus itu, tapi ...
"Hai ... kita ketemu lagi Kemilau ... masih ingat 'kan? Surya."
Senyum antusias yang sejak tadi mengembang dibibir Kemy, kini mulai memudar, kala pria bernama Surya itu adalah Suryakhan Semesta, mantan pacar monyetnya yang menyebalkan.
"Ha-hai ...," sahut Kemy menyambut genggaman tangan Uya dengan mimik wajah kaku. Hanya terlihat senyum yang dipaksakan di wajah bulat Kemy.
"Kamu masih inget Uya 'kan? Kita ketemu diacara Reuni beberapa malam lalu," terang Dipta.
Kemy tersenyum hambar lalu menganggukkan kepalanya satu kali.
Jelas dia ingat! Sebab lelaki itu lah yang sudah membuat mood Kemy anjlok.
"Oke, karena kalian udah pernah ketemu, ini akan lebih mudah. Aku juga udah kasih referensi novel kamu ke Uya yang akan digarap. So ... selanjutnya, tinggal kalian diskusikan aja proyeknya. Oke?"
Setelah mengatakan itu Dipta berdiri dari sofa. Namun, Kemy langsung memegang ujung jemari Dipta. Erat sekali. Dan hal itu membuat Dipta serta Uya kompak mengalihkan atensinya pada tangan Kemy.
"Kamu mau kemana?" tanya Kemy seperti anak kecil yang ketakutan ditinggal bersama orang asing.
Dipta yang merasakan sentuhan dingin dari jemari kekasihnya langsung kembali duduk.
"Aku harus kasih briefing sama tim yang akan liput pemilu nanti, Sayang. Kamu tenang aja, Uya ini udah profesional dibidangnya. Bahkan dia ini yang ngerjain komik dari penulis horor senior yang kamu kagumin itu. Prisa Paraswati," beritahu Dipta.
Kemy langsung tertegun mendengar penuturan kekasihnya.
"Serius?" gumam Kemy tak percaya.
Si Mantan 'monyet' ini adalah Komikus keren itu yang sudah menggarap adaptasi Novelis idola Kemy?
"Serius, Yaaang ... aku juga baru tau pas liat profil background Uya. Aku yakin kalian akan cocok di proyek ini. Nanti kita lanjut ngobrol. So ... good luck!" lanjut Dipta.
Setelah itu kekasih Kemy pun pamit karena jadwal lain sudah menunggu.
tik tok tik tok
Itu bukan aplikasi yang lagi hits ya. Tapi suara detak jam yang bunyinya sampai terdengar saking sepinya ruangan kerja yang baru ditinggalkan sang Empunya.
Baik Uya maupun Kemy tak ada yang memulai pembicaraan.
"Aku udah baca sekilas tulisan kamu."
Kalimat pembuka dari Uya berhasil membuat Kemy mengarahkan perhatiannya pada pria itu.
"Dan aku butuh gambaran jelas dari setiap tokohnya, setelah itu kita bisa tentukan yang lainnya sambil berjalan," timpalnya lagi.
Kemy terperangah saat melihat betapa profesionalnya lelaki di depan Kemy sekarang ini. Sungguh berbeda dengan sosok yang menyebalkan saat di Bandung beberapa hati lalu.
Ini kah sosok mode kerja dari Suryakhan Semesta?
"Oke, Surya. Kita mulai sekarang? Mau diruangan Mas Dipta atau di ruanganku?" tanya Kemy dengan bahasa yang terkesan formal. Gadis itu ingin kerjasama ini berjalan lancar dan menyenangkan.
Lelaki dengan penampilan santai itu tak lekas menjawab. Dan sontak hal itu membuat Kemy jadi salah tingkah. Terlebih wajah pria itu yang tampak datar. Tak terbaca.
"Bisa panggil aku 'Mas' gak?" tanya Uya tanpa basa-basi. Wajahnya terlihat dingin sekali.
Kemy menelan saliva. Baru beberapa detik dirinya tadi memuji sikap profesionalitas lelaki didepannya, ternyata sudah mulai bertingkah.
"Kenapa sih dia!" gerutu Kemy dalam hati atas perubahan sikap Uya yang tiba-tiba itu.
Kemy juga berdoa, semoga pria yang akan jadi Partnernya ini tidak akan bersikap menyebalkan.
Hanya panggil 'Mas' saja 'kan?
Kemy rasa dirinya tidak akan keberatan. Demi terciptanya suasana kerja yang nyaman, kali ini Kemy akan menurut.
"Iya, Mas ...." sahut Kemy dengan wajah malas.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!