...Bismillahirrohmanirrohim....
...Sebelum baca jangan lupa bismillah dan shalawat dulu 🤗...
...بسم الله الر حمن الر حيم...
...Allahumma soli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad....
...اللهم صلي عل سيدن محمد و عل ال سيدن محمد....
Selamat membaca guys dan selamat datang dikasihan Arsya Zahira Khalisa semoga kalian suka sama ceritanya💖
Bruk!
"Astagfirullah hal-adzim."
Seorang gadis cantik berambut pendek sebahu dan sedikit tomboy baru saja keluar dari dalam pesawat tiba-tiba saja ditabrak oleh seorang tidak dikenal dia terlihat sangat mencurigakan.
Gadis itu terjatuh dengan kasar beruntung ada beberapa orang yang menolongnya setelah mengucapkan terimakasih dia segera pergi mengejar orang yang telah menabraknya tadi.
"Woi berhenti!" teraik Arsya begitu kesal.
Padahal dia sangat lelah ingin segera beristirahat setelah menempuh perjalanan jauh dari negara the great white north julukan untuk negara Kanada menuju negara kelahirannya Indonesia. Arsya Zahira Khalisa nama gadis itu, dia baru saja menyelesaikan S3-nya di negara tersebut tempatnya di University of Toronto, sayangnya turun dari pesawat ada saja orang yang membuat kesal.
"Mau kemana hah! Kurang ajar banget, dimana sopan santumu!"
Arsya akhirnya berhasil mengejar orang yang tadi telah menabraknya. Dia akan membuat perhitungan pada orang yang sudah berlaku semena-mena tanpa meminta maaf.
"Kembalikan dompet saya, kamu boleh mengambil uangnya asal jangan yang lain."
Mendengar suara orang lain membuat Arsya menoleh pada seorang laki-laki tampan dengan tutur kata lembut itu plus begitu baik.
Apa tadi? Apakah Arsya tidak salah dengar ada orang yang mengizinkan maling untuk mengambil uang hasil curiannya. Arsya tidak habis pikir dengan laki-laki disebelahnya ini.
"Ohh, maling rupanya!"
Dugh!
Tanpa aba-aba Arsya menendang perut laki-laki yang mengenakan masker itu sampai membuatnya terjatuh, bukan hanya si pencuri yang kaget tapi laki-laki tampan di sebelah Arsya ikut kaget dengan respons si gadis tomboy.
"Itu balasan buat kamu yang udah nabrak saya dan beberapa orang hendak turun dari pesawat! kamu buta hah, beberapa orang yang kamu tabrak tadi orang tua semua!" kesel Arsya menatap tajam si pencuri.
"Kembalikan dompet saya! Jangan mengambil apa yang bukan menjadi hakmu," tegas laki-laki tadi.
Baru Arsya sadari jika dia merasa tidak asing dengan suara ini, Arsya merasa pernah mendengar suara ini sebelumnya.
Suara ini kenapa aku merasa tidak asing? Tapi siapa, bukankah aku baru bertemu dengan pria aneh ini sekarang, tapi suaranya terdengar begitu akrab.
"Lain kali jangan main hakim sendiri mbak," ucap laki-laki tadi membuat Arsya tersadar dari lamunannya.
"Orang-orang seperti dia ini memang sekali-kali harus dikasih pelajaran agar jera dengan apa yang mereka lakukan, juga sadar jika yang mereka lakukan itu salah merugikan orang lain dan diri sendiri."
Sebuah anggukan dari laki-laki tadi untuk merespon perkataan Arsya. Lalu dia pergi setelah mengucapkan salam.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam," jawab Arsya spontan ketika ada yang mengucapkan salam.
"Sekarang aku mau tanya, ngapain nyuri? Udah habis cara buat mencari rezeki yang halal sampai harus menjadi seorang pencuri."
"Saya terpaksa melakukan semua ini mbak untuk biaya pengobatan adik saya."
"Tapi nggak harus dengan mencuri cara mendapatkan uangnya masih banyak cara yang halal."
"Ambil ini."
Sebuah kartu Arsya berikan pada si pencuri membuat bingung. Tahu jika laki-laki di depannya ini bingung Arsya segera membuka suara.
"Siapa namumu?"
"Ilham, mbak."
"Baiklah Ilham ambil kartu ini, lalu datang ke rumah sakit harapan bangsa dengan menunjukan kartu yang saya berikan. Obati adikmu dan jangan lagi mencuri."
Ilham menatap lekat kartu yang masih berada di tangan Arsya, dia belum berani untuk mengambil kartu yang Arsya sodorkan.
"Ambil!"
"Ini-"
"Betul, saya yakin kamu tahu itu kartu apa Ilham, jadi manfaatkan dengan sebaik mungkin."
Tak menyangka Ilham akan bertemu dengan dua orang baik sekaligus, padahal kedua orang yang hari ini menolongnya sudah Ilham rugikan. Sedangkan Arsya sudah pergi untuk menemui seorang yang menjemputnya hari ini dibandara.
Sebuah mobil putih terparkir tak jauh dari tempat Arsya berdiri, dia sangat mengenali mobil putih itu. Mobil milik saudara kembar Arsya sendiri, didekat mobil terlihat seorang gadis cantik sedang menunggu kedatangan seorang.
Gadis itu mengenakan baju syar'i dengan kerudung sampai menutupi dadanya. Terlihat sangat cantik enak dipandang, dari kejauhan Arsya memperhatikan saudara kembarnya.
Apa aku bisa seperti Arsyi? Menjadi seorang gadis yang begitu soleha. Aku tidak tahu sudah berapa kali mengecewakan ayah dan bunda karena belum mengenakan hijab. Maafkan aku ayah, bunda. Tapi Arsya belum siapa untuk itu.
Tanpa terasa air mata Arsya jatuh membasahi pipinya. Dengan segera Arsya menghapus aie matanya lalu melangkah mendekati sang adik kembar yang mungkin sudah menunggu lama kedatangan dirinya.
"Assalamualaikum," sapa Arsya membuat gadis berhijab syar'i itu menoleh kebelakang.
Tepat dimana Arsya berdiri saat ini dengan membawa korenya, dia tersenyum tulus pada Arsyi. Jujur Arsya merindukan saudara kembarnya.
"Wa'alaikumsalam, mbak Arsya!"
Arsyi memeluk kembarnya lalu setelah itu menangis membuat Arsya merasa heran, entah kenapa tiba-tiba kembarannya menangis.
"Hei, kamu kenapa menangis?" heran Arsya.
"Kamu merindukanku?"
Merasa jauh lebih tenang Arsyi melepaskan pelukannya dari sang kakak. Dia memaksakan tersenyum pada Arsya.
"Aku cuman kangan sama kamu Arsya, kangen banget setelah 3 tahun kita baru ketemu lagi," ucapanya sambil menghapus air matanya.
Entah kenapa Arsya merasa ada yang Arsyi tutupi dari dirinya, ingin bertanya tapi melihat Arsyi sedang seperti ini dia mengurungkan niatnya.
"Ayo pulang Ar," ajak Arsyi membuat Arsya setuju.
Maafkan aku tidak mengetkan sejujurnya Arsya, tolong jangan marah padaku karena tidak berkata jujur.
Saudaranya itu sudah terlelap dalam mimpi mungkin karena Arsya kelelahan sehingga tidur di dalam mobil. Lagi-lagi tanpa Arsya sadari air mata kembali membasahi wajah Arsyi, tidak tahu apa yang terjadi sampai membuat Arsyi terus menjatuhkan air matanya.
Dilampu merah mobil berhenti membuat Arsya terbangun, sambil membuka matanya perlahan-lahan yang terasa begitu lengket.
"Kita udah dimana Ar?" tanyanya sambil membuka jendela mobil untuk menghirup udara segar.
Siapa sangka mobil yang berheti disebelah Arsya melakukan hal yang sama. Laki-laki dibandara tadi yang telah dicuri Arsya sedikit mengingat wajahnya, namun kedua orang itu sama-sama memperlihatkan wajah datar.
"Ki-ta dilampu merah Ar-," sahut Arsyi sedikit bergetar.
Belum menyadari Arsya jika ada yang salah dengan saudara kembarnya, sampai lampu merah sudah berganti mobil kembali melaju menuju kediaman Kasa.
15 menit berlalu akhirnya mereka sampai di kediaman Kasa. Arsya segera turun dari mobil diikuti Arsyi segera menghampiri saudara kembarnya.
Bruk!
Semua barang yang Arsya bawa jatuh berantakan didekatnya setelah menyadari jika ada yang salah dengan keadaan di mansion mereka sekarang.
"Ini...ini...ini...apa Arsyi?" Arsya menggeleng tak percaya, air mata semakin deras membasahi wajahnya.
"Nggak!" teriaknya.
...Bismillahirrohmanirrohim....
...Sebelum baca jangan lupa bismillah dan shalawat dulu 🤗...
...بسم الله الر حمن الر حيم...
...Allahumma soli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad....
...اللهم صلي عل سيدن محمد و عل ال سيدن محمد....
... 🍒Selamat membaca semua🍒...
Bola mata bulat itu terus mengulurkan air mata padahal dia belum tahu apa yang terjadi di rumah mereka, ramai orang berlalu lalang tapi tidak membuat Arsya beranjak dari tempatnya berdiri.
"Siapa Ar?" tanyanya dengan suara paruh.
Arsyi tidak segera menjawab pertanyaan yang dilontarkan kembaranya itu, dia kembali memeluk Arsya. Kedua saudara kembar sudah 3 tahun tidak bertemu itu kembali berpelukan menumpahkan kesedihan yang mereka rasakan.
"Oma-" Arsyi rasanya tidak kuasa melanjutkan perkataannya.
Deg!
Pelukan mereka Arsya lepas dengan kasar lalu menatap tajam saudara kembarnya. Ada kecewa dihati Arsya karena dirinya tidak langsung diberi kabar atas kepergian oma mereka untuk selama-lamanya.
"Kenapa tidak memberitahuku sejak tadi! Kamu jahat Ar."
"Maaf Arsya, aku tidak sanggup untuk memberitahumu. Aku tak kuasa mbak."
Lagi dan lagi air mata kembali membasahi wajah cantik kedua gadis kembar bak pinang dibelah dua itu. Keributan yang terjadi diantara keduanya membuat Alvan dan Syahira menghampiri putri mereka.
"Sayang..." panggil Syahira.
Kini bukan hanya Arsyi yang merasa bersalah pada Arsya, Syahira dan Alvan pun merasa bersalah karena tidak langsung memberitahu Arsya. Tapi semua ini begitu mendadak, ketika Arsya pulang tiba-tiba saja Ulya yang sudah sejak lama sakit mengalami kritis hingga akhirnya Allah memanggil untuk kembali.
Syok itu yang Arsya rasakan ketika di depan rumah melihat berdera kuning terpajang dengan jelas. Dia tak menyangka kepulangannya dari inggris malah mendapatkan kabar duka.
Tak kuasa melihat putri sulungnya bersedih Alvan langsung memeluk Arsya. Dipelukan Alvan akhirnya Arsya menangis sejadi-jadinya. Arsyi dan Syahira ikut berpelukan, tak pernah Syahira melihat putri sulung mereka serapuh ini.
"Oma...Oma...ayah! Oma...kenapa....pergi secepat...ini...Bahkan...Arsya...belum bertemu...oma," suara Asrya sudah terdengar paruh.
"Maafkan ayah dan yang lain sayang tidak segera memberimu kabar, hanya saja kepergian oma tepat ketika kamu masih berada diperjalanan pulang."
"Oma pergi karena Allah lebih menyayangi oma, sehingga Allah memanggil oma lebih dulu. Mungkin opa juga sudah menunggu kedatangan oma sayang."
4 tahun lalu Hans telah berpulang ke Rahmatullah, bukan karena sakit atau kecelakaan tapi mungkin memang sudah waktunya Hans pergi meninggalkan istri, anak-anak dan cucu-cucunya. Hingga hari ini tepat pada 2 Februari sang istri menyusul kepergian sang suami.
"Tapi aku belum bicara dengan oma untuk terakhir kalinya!" emosi Arsya mulai tidak terkontrol membuat Syahira memeluk erat putrinya.
"Bunda, Arsya jahat ya dengan oma?" Syahira menggeleng kuat.
"Sekarang ayo kita temui oma sayang tidak boleh seperti ini."
Syahira membawa Arsya masuk ke dalam diikuti Alvan dan Arsyi di belakang mereka. Untuk sekarang Alvan tidak boleh terlihat lemah karena banyak orang yang harus dia kuatkan atas kepergian sang mama tercinta.
Mungkin memang benar daddy sudah menunggu kedatangan mommy. Terimakasih daddy, sekarang biar daddy yang menjaga mommy disana. Disini kami akan terus mendoakan kalian, tapi maaf untuk saat ini kami masih sangat merasa kehilangan.
Tatapan Arsya tak lepas dari sebuah kain yang menutupi wajah seorang sangat dia kenali. Ketiga adik Arsya memeluk kakak mereka untuk memberikan kekuatan.
Perlahan tapi pasti Arsya sedikit demi sedikit membuka kain penutup wajah itu, sejujurnya dia tak sanggup tapi Arsya harus tetap melakukan semua ini.
Deg!
Hal yang pertama kali Arsya lihat kala kain sudah terbuka dengan sempurna, wajah pucat seorang yang selalu dia panggil oma. Arsya menggeleng kuat.
"Inalilahiwainalilahirojiu'n, oma Arsya minta maaf oma. Arsya tidak bisa bertemu dengan oma untuk yang terakhir kalinya."
Dia peluk tubuh yang sudah terbujur kaku itu sekuat tenang Arsya menahan tangisnya, apa yang dilakukan Arsya sekarang persis sama dengan apa yang tadi pagi Arsyi lakukan.
Ternyata mimip bukurku selama satu minggu di Inggris sebelum pulang ke Indonesia adalah sebuah pertanda. Jika aku peka mungkin aku sudah pulang lebih awal.
Arsya menyesali keputusannya yang tidak pulang lebih awal satu minggu lalu. Namun, apa boleh buat waktu yang sudah terlewati tidak akan bisa terulang lagi.
"Sayang sudah ya sebentar lagi oma akan dikebumikan," ucap Syahira hati-hati.
Untunglah Arsya menurut, dia segera menjauhkan diri dari tubuh omanya. Tatapan Arsya menerawang kosong sedang mengingat masa-masa bersama oma dan opa mereka dulu.
Hari ini semua keluarga besar Kasa berkumpul untuk mengantar oma mereka diperistirahatan terakhir.
"Memang sangat menyakitkan kehilangan orang yang kita sayangin. Tapi apa boleh buat manusia tidak ada kendali atas hidup dan mati. Kita harus bersyukur Allah dengan senang hati tanpa imbalan apapun memberikan kita nyawa yang tidak dapat dilalukan oleh siapapun. Kita semua akan merasakan hal yang sama seperti opa dan oma suatu saat nanti."
Semua keluarga Kasa menatap orang yang baru saja bicara termasuk Arsya. Dia tatap lekat-lekat wajah laki-laki tampan berdiri tepat di hadapanya itu. Wajahnya begitu mirip dengan ayah mereka, sekarang dia dapat mengingat siapa pria tampan itu.
"Kau, Kau Fatah adikku? Kau benar Fatahrian Hambal?" Arsya sungguh tidak percaya.
Kata-kata adiknya bahkan lebih bijak dari apa yang dilakukan sekarang sebagai kakak dari keempat adiknya.
"Kau Fatahrian Hambal bocah tengik yang begitu nakal ketika masih bayi." Fatahrian hanya mengganguk sebagai jawaban.
"Dan kamu Hira betul?"
"Iya mbak ini aku, Hira, mas Fatah dan Abiyan," sahut Hira memberitahu.
Sudah 3 tahun tidak bertemu memang banyak perubahan dari keluarga mereka, walaupun Arsya sering melakukan panggilan video tapi tetap saja tidak bisa melihat semua orang yang dia rindukan sejelas ini.
Ada senyum tipis yang terbit disudut bibir mereka setidaknya bisa sedikit menghilangkan rasa sedih mereka.
"Aku tak menyangka adikku yang pecicilan menjadi sebijak dan setampan ini. Lalu-" Arsya mengernyitkan dahi heran menatap satu adik laki-lakinya.
"Abiyan?"
"Apa sih mbak."
"Astagfirullah bocah kalem waktu kecil dulu kok jadi urakan begini," gumam Arsya pelan.
Abiyan mendengus kesal karena masih bisa mendengar apa yang mbaknya itu ucapkan tentang dirinya.
Setelah berbincang sebentar para laki-laki segera menyolati lalu mengantar Ulya ketempat terakhir yang dikebumikan tepat disebelah makam suaminya.
"Kehidupan ini memang tidak akan ada yang pernah tahu apa selajutnya yang akan terjadi, karena usuran manusia hanya beribadah pada Sang penciptanya serta mengelola bumi ini agar terjaga oleh setiap generasinya," gumam Arsyi menggenggam erat tangan Arsya.
Kedua gadis cantik itu kembali meneteskan air mata. Para perempuan kembali berpelukan untuk saling menguatkan satu sama lain.
"Adik mbak cantik sekali." Arsya menatap Hira dengan senyum tulus.
...Bismillahirrohmanirrohim....
...Sebelum baca jangan lupa bismillah dan shalawat dulu 🤗...
...بسم الله الر حمن الر حيم...
...Allahumma soli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad....
...اللهم صلي عل سيدن محمد و عل ال سيدن محمد...
... 🍒Selamat membaca semua🍒...
Laki-laki dengan tubuh tegap dan terlihat sangat berwibawa berjalan menuju sebuah gerbang pesantren, setelah 10 tahun tidak pernah menginjakkan kakinya di rumah kedua orang tuanya akhir dia kembali.
10 tahun bukanlah waktu yang sebentar, ditambah lagi dia jarang berkomunikasi dengan keluarga selama berada diluar negri. Hari ini dia kembali untuk membantu abinya meneruskan pesantren yang sudah dibangun sejak lama oleh kakeknya.
"Itu siapa, tampan sekali?"
"Betul baru kali ini aku melihatnya."
"Itu anak pertama pemilik pesantren kalau tidak salah."
"Namanya gus Rendra Faqih Magrib."
"Masyaallah tampan sekali, jangan lupa memuji Allah ketika hendak memuji seorang agar tidak terkena ain," tegur salah satu santri.
Rendra terus berjalan tanpa mempedulikan orang-orang itu, dia seakan tidak mendengar apa yang dikatakan oleh para santri putri. Seharusnya Rendra sudah sampai dikediaman orang tuanya sejak 1 jam yang lalu, tapi dia malah sedikit tidak beruntung hari ini.
Sudah salah naik pesawat dan ketika turun malah dompetnya dicuri, lalu sedikit berurusan dengan perempuan yang tidak dikenal sedikit bar-bar.
"Assalamualaikum." Rendra mengucap salam ketika sudah berada di depan rumah.
"Wa'alaikumsalam," jawab seorang sambil membuka pintu.
"Rendra!"
"Umi."
Keduanya saling memeluk untuk melepas rindu satu sama lain, sudah 10 tahun Nafisa tidak bertemu dengan putra sulungnya.
"Siapa umi?" suara orang dari dalam membuat Nafisa mengajak Rendra masuk.
"Assalamualaikum, abi." Rendra menghampiri sang abi yang terlihat bahagia akan kedatangan Rendra.
"Alhamdulillah, kamu akhirnya pulang juga Ren."
"Iya abi."
"Umi adek nih nakal betu!"
Suara teriakan dari seorang laki-laki membuat ketiga orang sedang berbincang di ruang tamu itu menoleh pada sumber suara. Rendra dapat melihat dua anak laki-laki berbeda usia sedang berjalan kearah mereka.
Jika laki-laki berusia 17 tahun itu Rendra tahu dia adik laki-laki Rendra. Tapi siapa bocah 3 tahun yang bersamanya, sekarang pikiran Rendra sudah kemana-mana.
"Ratara sini ajak adikmu juga."
Deg!
Adik? Apakah Rendra tidak salah dengar, dia kembali memilik seorang adik. Tidak! Rendra yakin pasti uminya memang sedang salah bicara.
Ratara menurut, dia membawa adiknya mendekat pada mereka. Kedua bola mata anak laki-laki berumur 3 tahun itu berbinar-binar ketika melihat orang baru, Ratara sudah menyalami Rendra yang masih diam belum berkomentar apapun.
"Papa," celetuk bocah laki-laki itu membuat Rendra tercengang bukan main.
"Papa, Papa. Dia bukan papamu cil, dia kakak kita. Namanya mas Rendra."
Pengakuan Ratara semakin membuat Rendra tak bisa berpikir jernih, dia menatap kedua orang tuanya penuh tanda tanya.
"Papa, au gendong," dia menarik-narik baju Rendra.
Walaupun masih belum tahu apa-apa Rendra tetap membawa bocah 3 tahun itu ke dalam gendongannya.
"Siapa anak ini umi, abi?" akhirnya Rendra melontarkan pertanyaan juga.
"Dia adik bungsumu Ren."
"Apa! Yang benar saja abi, Rendra sudah hampir 27 tahun kembali memiliki seorang adik."
Baik Nafisa maupun Zega suaminya hanya mengaruk hidung mereka yang sama sekali tidak gatal sambil tersenyum canggung.
"Jangankan mas Rendra, aku aja yang awalnya dengar umi hamil lagi kaget. Apalagi aku udah umur 14 tahun waktu itu."
"Lah, kamu mending sekarang 17 tahun baru punya adik Rat, mas 27 tahun. Pantes dia panggil mas papa. Siapa namanya umi?"
"Zayn Maulana Magrib. Kamu tidak marahkan Ren?" Nafisa sedikit merasa bersalah tidak memberitahu anak sulungnya lebih awal.
"Kenapa harus marah umi, tadi Rendra hanya syok 27 tahun punya adik lagi."
"Namanya juga rezeki Ren," celetuk Zega.
"Betul sih bi, tapi lihat anak abi jaraknya jauh-jauh aku sama Ratara 10 tahun Ratara sama Zayn 15 tahun bisa begitu."
"Abi juga nggak tahu, sekarang kamu istirahat dulu gih." Zega mengangguk patuh.
"Papa!" ucap Zayn ketika Rendra menurunkan dari gendongan.
"Sini sama umi dulu ya nanti lagi main dengan mas Rendra-nya. Masnya mau istirahat dulu.
🍒🍒
Di kediaman Kasa suasana duka masih sangat terasa semua orang sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.
Syahira menghampiri putri yang baru saja pulang dari luar negri beberapa jam lalu. Bahkan Arsya belum sempat masuk ke kamarnya sendiri. Untung barang-barang Arsya sudah dibawa masuk.
"Sayang istirahat dulu ya, kamu pasti capek. Bunda tahu kita semua sedang berduka tapi tidak boleh menyakiti diri sendiri juga."
Arsya menoleh langsung memeluk Syahira, dielus Syahira dengan lembut punggung putrinya untuk memberikan ketenangan disana, dalam pelukan Syahira, Arsya kembali menumpahkan air matanya. Syahira membiarkan Arsya menangis.
"Menangislah sayang jika itu membuatmu lega, tapi janji setelah itu tetap hidup dengan baik. Oma akan sedih jika melihat cucu-cucunya berlarut-larut dalam kesedihan."
Dalam pelukan Syahira Arsya mengangguk, menyakitkan sekali memang ditinggal pergi oleh orang-orang yang kita sayangi.
Entah berapa lama Arsya menangis dalam pelukan bundanya, sampai Syahira tidak lagi mendengar suara isak tangis dari putri sulungnya itu.
"Tidur rupanya, kamu ini capek Arsya ditambah ada hal yang tak terdung sampai membuatmu seperti ini."
"Fatah sini, Nak," panggil Syahira ketika melihat putranya lewat.
"Tolong bawa mbakmu ke kamarnya."
"Arsya kenapa bunda?" tanya Arsyi khawatir ketika melihat saudaranya lemas.
"Tidak apa sayang, Arsya hanya kelelahan dan butuh istirahat. Kalian juga tidak boleh sedih berlarut-larut kasihan almarhumah oma."
"Baik bunda."
Fatahrian segera membawa sang kakak ke dalam kamar beruntung tubun Fatah memang lebih tinggi dan besar daripada Arsya juga Arsyi. Pertumbuhan laki-laki yang beda dengan pertumbuhan perempuan.
Sampai di dalam kamar Arsya, Fatah meletakan mbaknya di atas kasur dengan sangat hati-hati dibantu oleh Arsyi.
"Mbak aku keluar dulu ya." Arsyi mengangguk.
Tanpa Arsyi sadari dia juga ikut tertidur di kuris sebelah kasur Arsya.
"Ayah, bunda kalian kamu kemana? Ayah, bunda tolong jangan pergi, jangan tinggalin Arsya dan adik-adik, Arsya mohon."
Air mata sudah mengalir deras ketika Arsya melihat kedua orang tuanya berjalan menjauh darinya. Arsya berusaha mengejar mereka tapi tidak bisa.
"Arsya mohon setelah opa dan oma pergi kenapa kalian juga ingin meninggalkan kami? Arsya belum menjadi anak yang baik. Tolong jangan pergi Arsya mohon, sampai hari ini bahkan Arsya belum menuruti permintaan ayah dan bunda untuk mengenakan hijab," sesalnya, Arsya merasa sesak sekali.
Kedua orang tuanya yang tadi terus menjauh kini kembali mendekat. Alvan dan Syahira secara bersama memeluk Arsya.
"Maaf ayah, bunda."
"Tak apa sayang, tapi kamu tahunkan apa yang harus kamu lakukan."
"Arsya tahu ayah tapi mungkin semua butuh proses. Sekali lagi maaf." Alvan dan Syahira hanya tersenyum menanggapi.
"Ayah, bunda!" teriak Arsya terbangun dari tidurnya.
Membuat Arsyi ikut terbangun mendengar suara Arsya. "Ar, kamu nggak papa?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!