NovelToon NovelToon

BOS MAFIA LOVE WITH SECRETARY

1

****

Di sebuah kelab malam seorang pria tengah terduduk gagah di sebuah sofa dengan segelas minuman di tangannya. Terlihat tatapan memuja dari wanita penghibur yang ada di sana. Dengan tidak sopan nya para wanita dengan pakaian kurang bahannya menggerayangi pria itu. Seperti tidak terganggu lelaki itu diam saja menikmati belaian yang di berikan oleh wanita-wanita penghibur yang mengerayangi tubuhnya.

Sementara di sisi sana seorang gadis dengan satu temannya tengah berdebat, pasalnya gadis itu baru saja selesai wisuda dan dengan tidak beradab nya teman yang tepatnya sahabat dari gadis itu membawanya ke sebuah kelab malam, ia terus saja mengerutu karena tidak biasanya datang ke tempat seperti ini sebelumnya. Ia benar-benar membenci bau alkohol yang sangat menyengat di sini.

"Aku mau pulang saja, kau gila membawaku ke sini jo" rutuk gadis itu yang sangat sialnya menerima ajakan jouvia sahabatnya.

"Ayolah Aletta, kau ini bukan lagi seorang anak kecil, datang ke tempat ini bukanlah suatu masalah besar" ujar Jo menenangkan sahabatnya yang sedari tadi gelisah di tempat ini. Padahal biasa saja untuk orang-orang seumuran mereka berada di tempat ini tetapi sahabatnya terlalu berlebihan.

"Kau benar-benar gila Jo, kau bilang bukan masalah besar? Apa kau tau tempat ini adalah neraka, apa kau tidak lihat pria menjijikkan itu dengan santainya duduk di sana di gerayangi perempuan" ujar Aletta lantang membuat pria yang di tunjuknya itu menatap ke arahnya.

Pria yang merasa harga dirinya di jatuhkan di sana berdiri menyingkirkan wanita yang mengerayangi tubuhnya lalu mendekati dua wanita yang sedari tadi berdebat itu. Ia menatap salah satu gadis yang sudah berani mengganggu ketenangannya.

"Apa maksudmu nona?"

Aletta menatap pria di hadapannya dengan tatapan tidak suka, apa masih kurang jelas ucapannya barusan? "bahkan tanpa aku mengulang perkataanku kau sudah paham maksudnya" balas Aletta berani menatap pria itu yang tidak ia ketahui siapa namanya dan wajahnya juga asing bagi Aletta.

"Aletta, jangan bicara seperti itu" tegur Jo pada sahabatnya, ia tau pria yang kini di hadapan mereka bukanlah pria sembarangan.

Pria itu menampilkan smirk di bibirnya "kau menarik, nona" ujarnya.

"Jangan menatapku dengan tatapan menjijikkan mu itu, aku tidak sudi di tatap seperti itu oleh pria murahan sepertimu" ujar Aletta mengatai pria itu tidak suka dengan caranya menatap Aletta.

Aletta melirik Jouvia di sebelahnya "Ayo Jo kita harus pergi dari neraka ini" kata Aletta menarik Jo dari sana.

Sementara pria itu mengusap rahangnya yang mengeras, sepertinya ia akan sedikit bermain dengan gadis pemberani itu, siapa sebenarnya gadis pemberani itu, ia pastikan wanita itu akan tunduk di bawahnya, ya, tidak lama lagi itu akan terjadi.

"Kau tidak ada apa-apanya bagi gadis itu, max" ledek seorang pria yang tengah duduk di sebuah sofa di ujung sana memperhatikan pria itu sedari tadi.

Maxim Millionaires Jasper, pria berperawakan tinggi dengan tampang rupawan yang membaluti wajahnya. Wajar saja semua orang tergila-gila dengan dirinya, tubuhnya yang kokoh sempurna membuat semua wanita mengidam-idamkannya. Kini ditatapnya pria yang tengah duduk menghadap dirinya di ujung sana, dia adalah Justin Marwel sahabat sekaligus orang kepercayaannya.

"Diam kau, sekarang kau cari tahu siapa wanita pemberani itu dan besok bawa dia menuju kehadapanku, akan ku buat dia kehilangan keberaniannya dan tertunduk lemas di bawahku" ujar Maxim menampilkan senyuman kematiannya, siapa suruh mengusiknya, dan sekarang terimalah akibatnya.

Justin, pria itu hanya menurut saja apa yang diminta dari bos serta sahabatnya itu.

****

"Kau beritahu siapa wanita itu, Justin" suruh Maxim saat melihat Justin memasuki ruangannya.

Justin berdecak, "apa kau tidak bisa sedikit bersabar? Setidaknya kau suruh dulu temanmu ini duduk jangan langsung menerobos" kesal Justin menjatuhkan pantatnya di sofa.

"Kau banyak omong, just"

Justin menghela nafas "wanita itu bernama Aletta Gavriella Cristina yang merupakan anak tunggal dari pasangan Gavriel dan Ellana, orang tuanya sudah meninggal dua tahun yang lalu karena kecelakaan dan sekarang dia tinggal di sebuah apartemen, dan dia merupakan mahasiswi lulusan baru yang sedang mencari pekerjaan, untuk mewujudkan keinginanmu bertemu dengan dia aku sudah mengangkatnya menjadi sekretaris barumu" ujar Justin menjelaskan.

Maxim tersenyum puas "kerja bagus, kapan dia akan datang?" Tanya Maxim tidak sabaran ingin bertemu dengan gadis pemberani itu.

"Sebentar lagi"

Maxim mengangguk "baiklah, sekarang kau silahkan pergi dari hadapanku, just. Aku akan menunggu gadisku, ah aku sudah tidak sabar mencicipi gadis itu" kata Maxim membayangkan.

Justin memutar bola matanya malas "lakukan saja apa yang ingin kau lakukan, aku akan kembali keruanganku" kata Justin berlalu dari hadapan pria itu.

****

Di sebuah apartemen sempit seorang gadis tidak henti-hentinya tersenyum, bagaimana tidak baru saja ia hendak mencari pekerjaan tetapi dengan tidak di duga pekerjaan itu sendiri yang datang menemuinya, ah nikmat mana lagi yang ia dustakan.

Aletta, gadis itu kini sudah rapi dengan pakaiannya. Tidak mau terlambat gadis itu langsung saja menuju perusahaan yang memanggil dirinya untuk bekerja menempati bagian sekretaris, cukup mengagumkan untuk dia yang belum memiliki pengalaman kerja. Ia harus banyak-banyak bersyukur sekarang.

Sesampai di gedung besar itu Aletta di arahkan oleh seorang staf menuju ruangan pemimpin perusahaan tersebut. Aletta memasuki ruangan itu, ia melihat seorang pria di sana duduk membelakang ke arahnya.

"Permisi, sir" ujar gadis itu sopan.

Sementara pria itu menyunginkan senyum seraya membalikkan kursinya menghadap wanita itu, tercetak jelas wajah kaget dari gadis di hadapannya.

"Kau?" Ucap Aletta penuh tanya.

Maxim berdiri mendekati Aletta "apa kau terkejut sekarang pria yang kau tatap jijik semalam adalah bos mu?"Tanya Maxim.

"Dunia sangat sempit untukmu Aletta" lanjut Maxim.

Benar saja ucap pria itu, dunia sangat sempit untuk Aletta, padahal tadi ia baru saja bersenang-senang karena sudah mendapatkan pekerjaan, namun sekarang? Rasanya ia benar-benar terjebak. Bolehkah Aletta menarik lagi kata-kata syukurnya barusan?

"Dengan senang hati saya mengundurkan diri bekerja dengan Anda, sir"ujar Aletta hendak pergi dari sana.

"Kau pikir semudah itu? Apa kau lupa jikalau kau sudah menandatangani kontrak bekerja di perusahaan saya? Kau tau bukan berapa denda karena sudah memutuskan kontrak sepihak?" Tanya Maxim membuat wanita itu merutuki dirinya, gara-gara kecerobohannya dan sekarang ia terjebak disini, oh shit apa yang akan Aletta lakukan sekarang, haruskah ia tunduk di depan pria menyebalkan itu, melihat wajahnya saja Aletta sudah muak.

"Apa maumu?" Tanya Aletta menatap pria di hadapannya.

Maxim tersenyum lebar "tubuhmu"

Mendengar itu Aletta membulatkan matanya sempurna, apa ia tidak salah dengar pria bajingan itu tadi bicara apa? Ia dengan gampangnya bicara di hadapan Aletta menginginkan tubuhnya, apa pria itu masih bisa di bilang waras?.

"Kau tidak akan mendapatkan itu iblis mesum!" Tekan Aletta.

"Kau sangat berani rupanya"

Aletta tertawa kecil "apa aku harus takut denganmu dan berlutut di hadapanmu untuk memohon agar di sentuh oleh pria bajingan sepertimu?" Tanya Aletta menantang pria itu, ia tidak akan menyamakan dirinya dengan wanita di luaran sana yang dengan suka rela memberikan tubuhnya kepada pria sialan itu.

"Kau terlalu jual mahal, aku tau kau sama saja seperti wanita yang pernah ku tiduri, tetapi kau malu mengakuinya di depanku?" Ujar Maxim tertawa remeh.

"Pikiranmu terlalu sempit"

"Oh ya?"

"Ah sudahlah, tidak ada untungnya aku berbicara dengan iblis mesum sepertimu, lebih baik sekarang aku bekerja, tujuan awalku datang ke sini untuk bekerja bukan menemui iblis mesum sepertimu" kata Aletta keluar dari ruangan Maxim mencari staf yang akan mengarahkan dimana tempat ia bekerja nantinya.

Setelah Aletta keluar Justin masuk ke dalam ruangan Maxim.

"Apa gadis itu sudah tunduk di bawahmu?" Tanya Justin meledek wajah kesal Maxim.

"Jangan meledekku, sebentar lagi aku akan membuat gadis itu jatuh cinta padaku, wanita mana yang tidak akan tergoda dengan diriku?" Ujar Maxim sombong.

"Kau terlalu percaya diri, Maxim"

"Kau lihat saja nanti, gadis itu akan tunduk denganku"

"Oh ya? Bagaimana kalau sebaliknya, malah kau yang tunduk padanya?" Tanya Justin terkekeh "aku melihat gadis itu berbeda dengan gadis yang pernah kau temui di kelab malam, bahkan ia tidak menyukai kelab malam dan dia melihat sendiri malam itu kau sedang bersama para jalangmu, apa kau yakin dia akan jatuh cinta padamu, Maxim?" Tanya Justin.

"Kau meragukan ku Just? Kau lihat saja nanti gadis itu akan tunduk di depanku dan berteriak jika dia mencintaiku meminta agar aku menyentuhnya HAHAHA" ujar Maxim membayangkan seraya tertawa.

Justin yang melihat itu hanya bisa geleng-geleng kepala"Sudahlah tidak penting, kau tidak lupa bukan nanti malam kau akan bersenang-senang mengantarkan bajingan penghianat itu ke neraka" ujar Justin mengingatkan.

"Tentu saja tidak." Balas Maxim.

"Kalau begitu aku akan keluar."

****

Tepat di sebuah tempat sunyi yang tidak di ketahui banyak orang, sebuah rumah tua yang banyak sekali memakan korban oleh tangan kekar Maxim. Pria yang tidak punya hati dengan gampangnya menghabiskan nyawa manusia jika sudah berurusan dengannya.

Baginya seorang penghianat balasannya adalah menemui neraka lebih awal. Tidak perduli seberapa berteriak nya manusia yang sudah ia siksa, baginya justru teriakan kesakitan itu adalah nyanyian penghibur untuknya.

Seperti sekarang di sebuah ruangan tempat ia menghabiskan nyawa para bajingan yang sudah berkhianat dengannya. Di depan sana kini satu orang pria tengah di sekab, dengan langkah besar Maxim dan Justin mendekati pria itu.

Sebuah senyuman terukir di wajah Maxim "kau rupanya ingin bermain-main denganku tuan Samson" ujar Maxim di depan wajah pria itu.

"Lepaskan aku" ujar laki-laki itu dengan wajah memohon meminta agar Maxim memberikan belas kasihan padanya lalu melepaskan dirinya.

Mendengar itu Maxim tertawa "bagaimana bisa aku melepaskan bajingan sepertimu, apa kau tau karna ulah mu perusahaan ku mengalami kerugian begitu besar untukmu, tapi bagiku itu hanya kecil tidak berpengaruh pada harta kekayaanku, tetapi kau tau masalahnya apa? Kau penghianat bajingan!"Tangan kekar Maxim mendarat sempurna tepat pada pipi pria itu menyebabkan darah segar mengalir di bibirnya.

"Apa Robert yang sudah mengajakmu berkhianat dariku itu sekarang membantumu?" Tanya Maxim dengan sorot mata tajam tepat di depan wajah pria itu.

Terlihat gelengan kuat dari pria itu

Maxim menampilkan smirk di bibirnya "kau terlalu bodoh, Samson, baiklah agar dunia ini bisa bersih dari penghianat sepertimu maka aku akan melenyapkan mu dari dunia ini, pecundang sepertimu tidak layak hidup" ujar Maxim mengambil salah satu pisau koleksinya di sana.

"Tolong jangan bunuh aku, tuan Maxim, aku masih ingin hidup, aku berjanji akan menebus semua kesalahanku" mohon pria itu.

"Ah maaf, melihat wajah iba mu itu tidak sedikitpun membuat diriku ingin mengurungkan niatku membunuhmu" balas Maxim.

"Sepertinya kita akan melukis sebuah karya seni di sini" tunjuk Maxim dengan pisaunya di wajah Samson.

Maxim menggoreskan pisau itu di sana layaknya sedang melukis, senyuman pria itu tercetak jelas menatap hasil karya seninya, sangat sempurna di tambah warna alami dari darah segar yang bercucuran di wajahnya.

"Arhg kau menyiksaku, cepat bunuh aku saja" suara kesakitan terdengar nyaring di telinga Maxim tetapi tidak membuatnya berhenti melainkan semakin bersemangat melakukan penyiksaan.

"Itu terlalu mudah untukmu menemui neraka" balas Maxim "sepertinya telingamu mengganggu penampakan lukisanku" ujar Maxim beralih memotong telinga Samson membuat pria itu mengerang kesakitan, telinganya kini mengeluarkan banyak darah karena sudah terpotong sempurna oleh pisau Maxim.

"Kau benar-benar iblis!" Rintih pria itu kesakitan.

"Bahkan menurutku, aku melebihi sang iblis" ujar Maxim mengoreskan pisau itu lagi dari kening Samson hingga ke bawah yang membuat laki-laki itu tidak henti-hentinya meringis menahan pedih dari ujung pisau yang sangat tajam dan runcing itu.

"Tanganmu sangat mulus tuan Samson" ujar Maxim merobek kulit tangan pria itu sehingga membuatnya kembali menjerit kesakitan, darah segar itu kini telah memenuhi Samson.

"Bunuh aku cepet!"jerit Samson tidak kuasa lagi menahan sakit.

"Kenapa terburu-buru, lebih baik kita sedikit bermain-main dulu, apa kau tidak sedih meningalkan dunia ini? Ayolah nikmati dulu menghirup udara di dunia sebelum kau berpindah alam, nanti kau tidak akan pernah lagi merasakan udara di dunia ini" balas Maxim masih belum puas dengan aksinya. Rasanya ia masih baru bermain tetapi mengapa pria itu sudah ingin mati saja, sangat lemah sekali bukan.

"Sakit bajingan!" Teriak Samson sudah tidak tahan lagi.

Maxim tergelak dengan teriakan Samson "lemah sekali" cibir nya.

"Sebaiknya kau langsung habisi nyawanya, kita akan pulang sekarang" ujar Justin yang sedari tadi menyaksikan apa yang di lakukan Maxim di sana.

Maxim melirik Justin sembari terkekeh, ia tahu sebenarnya Justin tidak tega karena pria itu terlalu mudah kasihan sama seseorang berbanding terbalik dengan Maxim yang tanpa hati menyiksa orang-orang yang bermasalah dengannya, baginya jika orang itu berani berbuat masalah dengannya berati sedang menginginkan sebuah siksaan.

"Baiklah, aku akan menurutimu, Justin" satu kali tancapkan pisau itu berhasil menghantarkan Samson menuju neraka, lehernya mengeluarkan darah yang begitu banyak akibat tancapan pisau Maxim.

Mereka berdua keluar dari ruangan itu "kalian urus mayat bajingan itu" perintah Justin.

****

TBC.

2

****

"Jo aku benar-benar membencimu, kau tau?' Aletta mengebrak apartemen milik sahabatnya itu. Terlihat di sana Jouvia terlonjak kaget dengan kedatangan sahabatnya.

"Kau mengagetkanku letta" balas Jouvia

Aletta tak memperdulikan, gadis itu duduk di sana menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.

"Kau kenapa?" Tanya Jo mendekati sahabatnya.

Aletta memejamkan matanya "aku di jebak" balasnya.

Mendengar itu Jouvia mengerutkan keningnya tidak mengerti maksud dari temannya "bicara yang jelas, kau di jebak siapa?"

"Ini semua ulahmu Jo, aku di jebak pria bajingan yang sewaktu itu kita temui di kelab malam" tutur Aletta menatap Jouvia.

Jouvia membulatkan matanya sempurna "maksudmu Maxim? Kau di jebak Maxim? Dia menjebakmu seperti apa, Letta?" Tanya Jouvia penasaran, karena ia sedikit tau tentang Maxim, memang pria itu langanan sekali berada di kelab malam bersama para jalang-jalangnya.

"Ternyata yang memanggilku bekerja di perusahaan itu laki-laki bajingan itu, dia tidak terima aku hina saat di kelab malam, dan kau tau dia membalas dengan menjebakku bekerja di perusahaannya, aku tidak tahu nantinya pria itu akan melakukan apa, yang jelas aku tidak menyukai bekerja di sana karena harus bertemu dengan pria mesum seperti dia" terang Aletta, gadis itu mendesah kecil memejamkan kembali matanya mengingat kenyataan pahit yang kini baru ia terima.

Jouvia menggaruk kepalanya "aku minta maaf, Letta. Karena aku kau jadi terjebak seperti ini" ujar Jouvia menyesal telah mengajak Aletta ke kelab malam, jika saja saat itu ia tidak memaksa Aletta pasti gadis itu tidak akan berada di situasi ini sekarang, Jouvia sudah membawa Aletta ke situasi yang sulit.

Aletta menghela nafas "sudahlah tidak apa, lagian aku tidak takut dengan iblis mesum itu" kata Aletta "aku akan menginap di sini malam ini Jo, aku akan tidur sekarang" kata Aletta beranjak dari sana menuju kamar Jouvia.

Sementara Jouvia yang melihat itu hanya bisa pasrah, sepertinya Aletta kelelahan karena hari ini merupakan hari pertama ia bekerja ditambah bekerja di tempat yang tidak ia inginkan.

****

Di sebuah ruangan dengan pencahayaan yang redup kini seorang pria sedang asik bercumbu dengan seorang wanita di pangkuannya.

"Kau membuatku tergoda, bitch!" ujar pria yang tak lain adalah Maxim.

Wanita itu tersenyum puas merasa menang karena sudah berhasil membuat seorang Maxim bergairah dengan belaiannya.

Maxim merasa sudah tidak bisa menahan sesuatu di bawah sana, pria itu mengangkat wanita yang sedari tadi mengerayanginnya menuju sebuah ruangan yang agak jauh dari kerumunan pengunjung lain kelab ini.

Maxim menidurkan wanita itu di sana.

"Sebentar lagi kau akan menjerit kenikmatan bicth" ujar Maxim dengan suara serak di puncak nafsu.

"Aku sudah tidak sabar" sahut wanita itu menyambut dengan senang hati.

Mendengar itu Maxim menerobos ke dalam sana merasakan dada empuk milik wanita itu entah siapa saja yang sudah menjamahnya, dengan tidak sabaran Maxim merobek pakaian kurang bahan milik wanita itu yang menghalangi aksinya.

Sedangkan di luar sana, Justin menatap risih wanita-wanita yang kini berusaha mendekatinya. Ia sangat jijik menatap wanita-wanita seperti itu entah mengapa Maxim sangat menyukai tempat ini yang membuat Justin harus ikut bersama pria itu ke sini, Justin hanya duduk sedikit meminum alkohol menunggu bos nya itu selesai menuntaskan hasrat manusiawi berlebihan miliknya.

"Kau tidak mau bermain denganku?" Tawar seorang wanita mendekati Justin.

"Jangan mendekat, aku tidak tertarik dengan tubuhmu" usir Justin.

"Ah benarkah? Kenapa kau tidak mencoba dulu, aku pastikan kau akan ketagihan nantinya" ujarnya masih berniat menggoda Justin.

"Jangankan mencobamu menatapmu saja sudah membuatku jijik, pergi kau jauh-jauh" ungkap Justin membuat wanita itu mendengus lalu menjauhi Justin merasa sudah salah memilih pemangsa.

****

Justin berjalan gagah memasuki ruangan Maxim, pria itu mendekati Maxim lalu menarik sebuah kursi dan duduk di sana menghadap lelaki itu yang kini menatapnya.

"Ayahmu memintamu untuk pulang, max." Ujar Justin "ia bilang perjodohanmu dengan Clara akan di adakan nanti siang, jadi kau harus pulang sekarang" ujar Justin memberitahu.

Mendengar itu Maxim menatap Justin dengan malas "aku tidak akan mau di jodohkan dengan wanita jalang itu bahkan aku akan dengan senang hati menghilangkan nyawanya agar pernikahan itu tidak terjadi" ujar Maxim menantang keras perjodohan konyol yang di buat oleh ayahnya itu.

Justin mengangkat alisnya sebelah"Kau lupa? Bahkan aku rasa kau sama saja dengan Clara tidak ada bedanya" balas Justin bermaksud menyindir Maxim.

Maxim menatap Justin tajam.

Justin tertawa kecil "nanti kau bisa menolaknya, yang terpenting sekarang kau pulang dulu agar ayahmu tidak menghubungiku terus, aku merasa di teror oleh ayahmu" terang Justin karena Maxim memblokir nomor ayahnya jadilah pria itu menghubungi Justin kala ada perlu dengan Maxim.

"Baiklah, tetapi sekarang kau panggilkan Aletta untukku" perintah Maxim.

"Kau mau apakan gadis polos itu?" Tanya Justin.

"Mempoloskan tubuhnya di hadapanku," sahut pria itu tersenyum miring.

Justin tidak abis pikir dengan otak selangkangan bos sekaligus sahabatnya itu. Apa ia tidak bisa keluar dari dunia selangkangan dan sedikit bertaubat, dosanya sudah melampaui kapasitas setahu Justin.

"Aku rasa itu hanya akan terkabul di otakmu tetapi tidak di kenyataan" balas Justin mematahkan halu Maxim yang sudah terlalu jauh.

Maxim berdecak "Jangan banyak omong just, lebih baik sekarang kau panggil saja Alettaku"

Justin menurut saja tidak mau memperpanjang bacotan dengan pria itu, ia keluar menuju ruangan Aletta meminta agar gadis itu menemui Maxim.

Aletta dengan langkah malas memasuki ruangan Maxim, melihat Maxim dari kejauhan saja sudah membuat Aletta ingin rasanya memuntahi wajah itu tetapi sayangnya itu hanya dalam bayangan Aletta, sejujurnya mana mungkin ia mampu memuntahi wajah yang nyaris sempurna dengan pahatan indah itu, ah kenapa malah jadi memuji.

"Maaf, ada perlu apa, sir?" Tanya Aletta sopan.

Maxim tersenyum tipis memandangi wajah Aletta "aku rasa kau hari ini bertambah cantik" puji Maxim.

Mendengar itu Aletta memutar bola matanya malas, apa pantas seorang bos memanggil hanya untuk itu? Sangat tidak professional sekali dalam bekerja.

"Ah terimakasih, sir. Langsung saja ke tujuan Anda memanggil saya" balas Aletta tidak ingin berlama-lama.

"Kau terlalu sempurna untukku lewatkan, aku rasa mulai hari ini kau akan menjadi kekasihku, nona Aletta" putus Maxim.

Aletta muak mendengarnya"Jangan bertele-tele, sampai kapanpun aku tidak akan pernah mau menjadi kekasihmu"ujar Aletta menolak "kalau tidak penting, saya akan kembali bekerja" pamit Aletta.

Merasa tidak terima dengan penolakan Aletta Maxim menarik tangan gadis itu sehingga membuatnya menubruk tubuh kekar Maxim. Tidak nyaman dengan posisi seinitim itu Aletta langsung saja memberontak tetapi sayangnya tenaga gadis itu tidak sepadan dengan Maxim yang mengunci pergerakannya.

"Kamu tau, tidak ada satupun wanita yang boleh menolakku" ujar Maxim tepat di wajah Aletta.

"Lepaskan saya"pinta Aletta.

Maxim melepaskan Aletta "kau tau bukan, aku akan dengan gampang mendapatkan setiap wanita yang aku mau" ujar Maxim membanggakan dirinya di hadapan Aletta.

Aletta tersenyum remeh "tapi tidak denganku" ujarnya menantang Maxim.

"Bahkan sekarang kau sudah menjadi milikku, dan sebentar lagi aku akan memilikimu seutuhnya" balas Maxim.

Aletta berdecih "Jangan berharap, aku tidak akan sudi!" Tolak Aletta "lagian untuk apa kau menginginkanku, bukankah kau masih punya ratusan jalang di luar sana yang bisa memuaskan nafsu iblismu itu kapan saja"ujar Aletta, mengapa harus dirinya.

"Dan sekarang aku menginginkanmu"

Aletta mendengus "Kau terlalu gila, bahkan sampai kapanpun aku tidak akan menyerahkan tubuhku padamu, apa kau pikir semua wanita sama saja? Mereka akan dengan mudahnya memberikan tubuhnya kepada pria sepertimu? Seharusnya dengan dirimu yang terpandang ini bisa menghargai wanita bukan menjadikannya budak nafsu sialanmu itu" ucap Aletta menatap pria itu dengan tatapan penuh kebencian.

"Jangan sok suci di hadapanku kalau pada kenyataannya kau sama saja dengan wanita di luar sana"

Aletta tertawa remeh "pikiranmu terlalu sempit" ujarnya "aku bukan termasuk wanita yang kau maksud, harga diriku tidak serendah yang kau pikirkan, buang jauh-jauh pemikiran burukmu itu, aku tidak akan memberikan mahkotaku kepada pria manapun selain suamiku nantinya, aku tau kau pria baik tetapi kebaikan di dirimu tertutup oleh otak yang sudah penuh akan nafsu itu" ujar Aletta tidak abis pikir.

"Kau masih perawan?" Tanya Maxim.

"Aku rasa itu privasi setiap orang"

Maxim menatap Aletta, ia tidak menyangka masih ada di kota New York ini seorang gadis yang berfikiran seperti itu di masa sekarang, bahkan setiap wanita yang ia tiduri tidak ada yang perawan.

"Baiklah, kau kembali saja ke ruangamu"

Tidak menyahut, Aletta memilih buru-buru keluar dari ruangan iblis mesum itu daripada nanti otaknya semakin teracun oleh perkataan tidak berbobot pria itu.

****

Tepatnya kini di sebuah mansion keluarga Maxim, dua keluarga tengah berkumpul di ruang tamu. Maxim yang baru saja datang bersama Justin menatap malas kearah perkumpulan keluarga itu, apalagi pada gadis yang duduk anggun di sana tengah tersenyum menatapnya. Apa gadis itu pikir Maxim akan tertarik begitu? Ah tentu saja tidak, senyuman gadis itu tidak seberapa bagaimana bisa Maxim malah tertarik.

"Kau sudah datang rupanya" sapa Jhonson ayah Maxim.

Pria itu tidak menjawab, melainkan diam saja sembari ikut duduk di sana begitupun Justin duduk di sebelah Maxim. Ia hanya menunggu apa yang akan ayahnya sampaikan nanti, yang jelas Maxim sudah berniat keras untuk menolak perjodohan konyol ini, bagaimana bisa ia di jodoh-jodohkan oleh ayahnya dengan orang yang tidak ia cintai pula, tentu saja Maxim akan menolak dengan keras.

"Apa kabarmu nak" sapa Robert tersenyum ramah pada Maxim.

Maxim melirik pria itu dengan tatapan malas, wajah sok sucinya itu membuat Maxim rasanya ingin melenyapkan pria itu saat ini juga, Maxim sudah mengetahui maksud dari perjodohan konyol ini, pria biadab itu bermaksud menjual anaknya demi mendapatkan harta kekayaan keluarga Maxim. Sangat bodoh, ia sudah salah bermain-main dengan dirinya, pria itu pikir Maxim akan sangat gampang untuk dikibuli dengan maksud buruk pria itu.

"Aku rasa kau tau kabarku, bukankah kau mempunyai mata-mata untuk mengawasi gerak-gerik ku?" Tanya Maxim.

Robert terdiam.

"Baiklah tidak mau berlama-lama, ayah sudah sepakat dengan tuan Robert untuk menjodohkan kamu dengan Clara, Max, ayah rasa pernikahan kalian akan kita adakan secepatnya karena itu akan jauh lebih baik, ibumu pasti sudah tidak sabar di atas sana melihat putra semata wayangnya akhirnya menikah" tutur Jhonson melirik putranya.

"Ayah pikir ibu akan senang di atas sana melihat putranya menikahi seorang jalang? Ayolah, aku bisa mencari calon istriku sendiri tidak perlu ayah jodoh-jodohkan, apalagi dengan wanita itu, aku tidak akan pernah menikahi wanita itu ayah" balas Maxim membuat Robert memasang wajah masam.

"Apa maksudmu, Max? Kau sangat tidak sopan" tegur Robert tidak terima dengan kata-kata Maxim yang memojokkan putrinya nya.

Maxim menatap Robert yang sudah penuh amarah "redam amarahmu, kita akhiri perjodohan konyol ini, putrimu berhak mendapatkan pria yang ia cintai di luar sana, begitupun aku" ujar Maxim lalu berdiri dari duduknya hendak pergi dari sana, tidak ada gunanya ia berlama-lama di sini membuang-buang waktunya saja, lebih baik ia tidur di mansion daripada harus meladeni orang-orang seperti ini.

"Jangan menyuruhku pulang jika hanya untuk perjodohan, ayah. Atau tidak aku akan melenyapkan nyawamu, ayah." pesan Maxim kepada ayahnya.

Sementara Jhonson hanya bisa geleng-geleng kepala dengan tingkah anaknya itu, entah sampai kapan ia akan menikah padahal umurnya sudah menginjak kepala tiga tetapi belum memiliki niat untuk menikah, sudah beberapa kali Jhonson menawarkan perjodohan pada putranya tetapi pria itu selalu saja menolak. Pria itu sampai kehilangan akal untuk mencari cara agar putrinya segera melangsungkan pernikahan, mau sampai kapan pria itu melajang, apa sampai nanti sudah mati begitu? Jhonson juga ingin merasakan punya cucu dari putranya itu makanya ia menginginkan agar putranya segera menikah.

****

TBC.

3

****

"Kau benar, just, aku benar-benar mencintai gadis itu"ujar Maxim dengan suara serak, pria itu meminum alkohol sudah beberapa botol sedari tadi, Justin sudah melarangnya tetapi Maxim tetaplah Maxim, daripada nanti Justin lebih cepat menemui kedua orangtuanya di atas sana lebih baik dia diam sembari mengawasi bosnya.

"Aletta, dia membuatku gila Justin"

"Bagaimana kau bisa mencintainya secepat itu, max, padahal kau baru saja bertemu dengannya beberapa hari ini" tanya Justin, bahkan selama ini ia tidak pernah melihat Maxim seperti ini, lelaki itu tidak pernah mencintai wanita sampai mengakui di depan Justin, wanita yang pernah ia tiduri hanyalah untuk pemuas nafsunya saja tidak untuk lebih dan sekarang?

"Aku tidak tau, gadis itu benar-benar berbeda dari wanita yang pernah kutemui, Just"

"Ya, akupun tau dia berbeda, tapi apa kau yakin wanita baik-baik seperti Aletta mau menerima pria brengsek sepertimu Maxim? Aku harap kau tidak berbuat nekat" kata Justin mengingatkan Maxim jika sewaktu-waktu laki-laki itu melakukan hal yang tidak masuk akal demi mendapatkan apa yang iya mau, memang Maxim selalu melakukan apa demi apa yang ia inginkan tetapi sekarang urusannya seorang gadis yang tidak tau apa-apa.

"Apapun akan ku lakukan untuk mendapatkannya"

Justin melirik pria itu "Jangan gila Max, atau kau nanti tidak akan pernah mendapatkannya, kau tau sendiri dia wanita berbeda tidak akan semudah itu untuk kau luluhkan hatinya" ujar Justin mengingatkan.

"Arghh kepalaku pusing" ringis Maxim memegangi kepalanya dengan kedua tangan.

Justin memutar bola matanya "salahmu sendiri meminum minuman itu terlalu banyak, dasar konyol!" Justin menyeret Maxim menuju kamar pria itu, membaringkannya di sana, terlihat Maxim sudah tidak bergerak sepertinya pria itu sudah tidur lalu Justin keluar menuju kamar yang satunya, ia rasa malam ini ia akan menginap di sini.

Memang ia sering menginap di sini karena satu kamar Maxim di jadikan hak miliknya, ia bebas jika berada di sini, Maxim sudah memeriksa akses lebih untuk Justin.

****

Di sebuah bangunan tua yang terletak di pusat kota New York yang merupakan tempat penyimpanan bermacam jenis barang-barang ilegal yang siap di kirim ke berbagai negara, ya pria itu memiliki beberapa perusahaan ilegal yang memproduksi bermacam obat-obatan terlarang dan beberapa jenis senjata tajam yang di ekspor nya ke luar kota bahkan ke luar negri sekalipun untuk di edarkan kepada orang-orang.

Maxim bersama Justin memasuki ruangan itu, sesekali mereka akan datang ke sini untuk memastikan bahwa semua aman terkendali. Memastikan tidak ada para penghianat yang menyusup disini. Karena bagaimanapun dengan dirinya yang sekarang tidak satu ataupun dua orang yang menjadi musuhnya, persaingan dunia bisnis memang sudah terjadi dari tahun ke tahun meskipun ini perusahaan kelam tetapi tidak sedikit orang-orang yang juga berbisnis di dunia kelam ini termasuk Maxim.

Entah sudah berapa kali Maxim menghabisi nyawa orang-orang yang telah berkhianat dengannya, bagi Maxim para kaparat itu memang menginginkan kematian karena sudah memilih berurusan dengannya, tidak sedikit orang yang tau jika berurusan dengan Maxim akan berujung pada kematian, bahkan rekan-rekan bisnisnya yang bermasalah dengannya maka Maxim juga dengan senang hati menghabisi nyawanya. Tidak ada ampun baginya orang-orang yang berlaku seperti itu bukankah dari awal Maxim sudah memberitahu bagaimana konsekuensi bekerja dengannya.

"Kau tau, Justin tanganku sudah gatal ingin menancapkan peluru dari pistol ini ke otak pria yang sudah menjadi mata-mata di markasku" ujar Maxim menampilkan smirk nya melirik semua anak buah yang berdiri tertunduk di sekelilingnya, hawa dingin mencekam di penjuru ruangan layaknya Malaikat mautlah yang datang, tetapi bukan, justru kaki tangan malaikat mautlah yang datang untuk membantu mencabut nyawa sebagian manusia, di rasa Maxim sedikit berjasa sudah berbaik hati membantu malaikat mau untuk mencabut nyawa bedebah itu dengan tangannya sendiri.

Maxim melirik satu persatu anak buahnya "Sekali aku tau kalian bermain-main denganku jangan harap esok kalian masih bisa menghirup udara justru kematian yang kalian rasakan" tekan Maxim membuat semua anak buahnya meremang ketakutan mendengar ucapan bos mereka.

Perkataan pria itu benar adanya, Maxim selalu serius dengan ucapannya. Tidak ada candaan baginya atau hanya sebatas ancaman semata agar anak buahnya tunduk melainkan sebuah kecaman yang nyata. Bahkan sudah begitu masih saja ada anak buahnya yang berani berkhianat, memang mereka-mereka adalah orang-orang yang malas untuk melanjutkan hidup.

"Lakukan pekerjaan kalian dengan baik maka kalian akan hidup dengan tenang dan mendapatkan imbalan yang setimpal" ujar pria itu dengan suara tenang.

Maxim beranjak berjalan keluar dari ruangannya begitupun dengan Justin mengikuti pria itu di belakang, melihat kepergian Maxim semua anak buahnya dapat bernafas lega. Memang mereka tidak melakukan kesalahan namun tetaplah di dekat pria itu mereka merasakan hawa yang berbeda, rasanya ajal mereka sudah dekat jika berada di dekat pria itu.

****

Pagi ini seperti biasa Aletta sudah rapi dengan seragam kantornya, tidak ingin ketinggalan bus Aletta sengaja bersiap-siap lebih awal agar nanti tidak terburu-buru sampai ke halte dan berujung ia ketinggalan bus.

Gadis itu tersenyum di depan cermin melihat tampilan dirinya, dengan polesan make up natural garis itu terlihat amat cantik dengan tubuh seksinya, pria manapun akan terpesona dengannya tidak terkecuali Maxim. Ya, Aletta memang cantik banyak yang secara terang-terangan memujinya tetapi Aletta tidak menyombong, ia merasa dirinya biasa-biasa saja tidak secantik itu.

Aletta membuka pintu apartemennya, wajah gadis itu di buat kaget oleh seseorang yang berdiri di sana, darimana pria itu tau tempat tinggalnya bukannya Aletta tidak pernah memberitahu sebelumnya. Ahhh tentu saja ia tau, bukankah ia sendiri yang meminta Aletta bekerja di perusahaan miliknya itu tandanya ia tahu lebih banyak mengenai Aletta.

"Untuk apa kau ada di sini?" Tanya Aletta dengan tatapan tidak suka terpancar dari matanya.

Pria yang tengah berdiri gagah dengan kedua tangan berada di saku celananya itu tersenyum tipis "apa ada alasan untuk menjemput pacar sendiri?"Tanya pria itu.

Aletta mengerutkan keningnya "Maxim kau jangan bercanda" balas Aletta.

"Kau tau, aku tidak pernah seserius ini sebelumnya mencintai seseorang" balas Maxim membuat gadis di hadapannya itu semakin malas menatapnya, apa ia peduli tentang itu? Oh tentu saja tidak.

"Dan kau tau? Sebelumnya aku belum pernah bertemu orang gila sepertimu" balas Aletta membiarkan Maxim di sana dan melanjutkan tujuan awalnya. Terkesan tidak sopan kepada atasan berperilaku seperti itu, tetapi Aletta juga tidak akan mau di perlakukan semena-mena oleh atasannya, apalagi niat pria itu buruk ingin mendapatkan tubuhnya, gadis baik-baik mana yang akan terima dengan itu.

Maxim mengejar langkah Aletta "apa menurutmu sopan meninggalkan pacarmu begitu saja?" Tanya Maxim.

Aletta menghela nafasnya "Jangan macam-macam, Max. Aku sudah memiliki pacar asal kau tau, jangan menggangguku, aku takut nanti pacarku akan salah paham dan kami bertengkar karenamu" ujar Aletta berbohong berharap dengan cara itu bisa membuat Maxim meninggalkannya sekarang, karena ia risih berdekatan dengan Maxim yang ia tahu adalah iblis mesum haus selangkangan, sangat mengerikan.

"Aku tidak percaya sebelum aku melihatnya" balas Maxim.

Aletta menghentikan langkahnya "baiklah, kalau aku menunjukkan pacarku kau tidak akan menggangguku lagi, kan?" Tanya Aletta.

Maxim berfikir "mungkin iya atau tidak" jelasnya nampak ragu.

Aletta menganggap iya"Sekarang kau pergilah, nanti aku akan menunjukkan siapa kekasihku kepadamu agar iblis sepertimu tidak lagi menggangguku" ujar Aletta merasa punya solusi untuk menjaga jarak dengan Maxim.

"Baiklah, sepertinya kau ingin melihat siapa diriku" ujar Maxim meninggalkan Aletta di sana yang tidak menanggapi perkataan pria itu, sekarang gadis itu jadi berfikir, siapa yang akan dia bawa ke hadapan Maxim agar laki-laki itu tidak mengganggunya lagi dan ia terlepas dari pria itu.

***

Setelah menemukan orang yang mau ia bayar untuk membantu menyelesaikan masalahnya, kini Aletta berada tepat di ruangan Maxim menunjukkan pada pria itu jika ia tidak berbohong dan benar-benar memiliki seorang kekasih sungguhan.

"Kau sudah percaya bukan? Jadi aku harap kau tidak menggangguku lagi karena kekasihku tidak menyukainya" ujar Aletta di depan pria itu yang juga sedang menatap dirinya dan pria yang berdiri di sebelahnya.

Maxim berdiri dari duduknya menatap dua orang itu di hadapannya. Ternyata wanita itu tidak berbohong pikirnya, tetapi Maxim tetaplah Maxim, apa yang ia inginkan harus ia dapatkan biarpun nyawa taruhannya. Pria yang berdiri di sebelah gadis yang ia cintai itu membuat dirinya ingin segera mungkin menyingkirkan.

Tidak mengeluarkan kata-kata apapun Maxim dengan gercap menembakan peluru tepat di otak pria yang berdiri di sebelah Aletta membuatnya tumbang seketika di sebelah gadis itu, sebuah senyum miring tercetak di bibir Maxim kala melihat mangsanya sudah terkapar di lantai.

"Kau?" Aletta tidak percaya apa yang sekarang ia lihat, gadis itu berlutut menatap pria yang tidak berdosa itu kini sudah tidak sadarkan diri dengan darah yang mengalir dari kepalanya.

Air mata Aletta luruh begitu saja, apa yang kini terjadi benar-benar di luar perkiraannya, pria yang tak bersalah ini sudah tidak bernyawa ulah Aletta "kau seorang pembunuh?!" Ujar Aletta menatap Maxim penuh kebencian. Bagaimana bisa ia membunuh seseorang semudah itu? Apa pria itu masih sehat dengan melakukan itu? Aletta benar-benar tidak menyangka sekarang.

Maxim tersenyum miring "kau mau membawa pria mana lagi?"Tanya Maxim menantang.

Aletta benar-benar membenci Maxim, gadis itu berlari keluar dari ruangan Maxim tanpa sengaja ia menabrak Justin di depan pintu, tidak mau memperdulikan Aletta tetap berlari menuju ruangannya, kejadian barusan benar-benar membuatnya menjadi tidak karuan.

Justin yang melihat itu mengerutkan keningnya, ia yakin sumbernya dari ruangan Maxim, pria itu masuk ke dalam, matanya di buat kaget oleh sosok manusia yang kini tumbang di lantai itu dengan darah yang mengalir di kepalanya.

"Kau?"Justin menatap Maxim meminta penjelasan.

"Pria itu sudah menghalangi jalanku untuk memiliki Aletta" balas Maxim tetap santai dengan wajah datar tanpa merasa bersalah sedikitpun.

Justin geleng-geleng kepala, tidak abis pikir dengan sahabatnya itu, apa ia pikir dengan tindakan gegabah nya ini akan membuat Aletta jadi miliknya? Apa ia tidak berfikir dengan itu Aletta akan semakin membencinya "kau sangat gegabah, Max." Ujar Justin keluar dari sana meninggalkan Maxim.

Tujuan utama Justin adalah ruangan Aletta, saat memasuki ruangan itu ia mendapati Aletta sedang menangis di sana.

"Kau baik-baik saja?"Tanya Justin.

Aletta menggeleng menatap Justin yang memasuki ruangannya"apa pria itu memang seorang pembunuh? Kenapa dengan mudahnya dia melenyapkan nyawa seseorang?"Tanya Aletta pada Justin "apa tujuan dia mendekatiku sampai-sampai membunuh seseorang? Apa dia ingin mendekatiku hanya karena ingin mendapatkan tubuhku?" Tanya Aletta bertubi-tubi.

"Ya sesuai dugaanmu dia memang seorang pembunuh tapi kau tidak perlu takut"ujar Justin "pria bodoh itu sudah tergila-gila karenamu makanya dia membunuh kekasihmu itu, dia menganggap pria itu akan menghalanginya untuk mendapatkanmu" jelas Justin maksud dari sahabatnya.

Aletta membelalakkan matanya "Tidak perlu takut katamu?"tanya Aletta tidak abis pikir "Bagaimana mungkin dia tergila-gila denganku sudah jelas-jelas jalang nya banyak di luar sana" balas Aletta tidak mengerti, bagaimana bisa itu terjadi bukankah pria itu ingin membalas dendam kepadanya.

"Nanti kau juga akan terbiasa setelah mengetahui lebih jauh" ujarnya "Kau pikir perasaan seseorang bisa di atur? Bahkan aku baru kali ini melihat dia sampai tergila-gila karena seorang gadis, sudah beberapa kali dia meminum banyak alkohol dan berujung mengatakan bagaimana perasaannya padamu, apa itu kurang jelas?" jelas Justin yang menyaksikan bagaimana sahabatnya itu.

"Sebenarnya kau siapanya iblis mesum itu?"

"Iblis mesum?"Tanya Justin mengerutkan keningnya tidak paham.

"Ya, Maxim pria dengan kepribadian iblis mesum" ujar Aletta membuat Justin tertawa mendengarnya.

"Nama yang cocok untuknya" sahut Justin setuju dengan nama yang di buatkan oleh Aletta untuk Maxim "ah, ya aku sendiri adalah orang kepercayaan Maxim sekaligus sahabat yang suka menasehatinya meskipun setiap kata yang aku berikan kepadanya tidak pernah dia lakukan" ujar Justin terkekeh.

"Bagaimana dengan pria itu, apa dia sudah mati?" Tanya Aletta masih penasaran "kau tau di orang yang aku bayar tadi saat sedang ke sini" cerita Aletta "aku merasa bersalah sudah membawanya pada kematian" Aletta benar-benar menyesali dirinya yang sudah membawa pria tak berdosa itu ke sini.

"Tidak perlu di pikirkan, dia sudah di urus anak buah Maxim"

"Hei, dia manusia tidak berdosa. Karenaku dia sekarang mati, menurutmu apa aku bisa untuk tidak memikirkannya?" Tanya Aletta tidak menyangka pria itu menyuruhnya untuk tidak memikirkan apa yang tadi terjadi ulah kecerobohannya membawa seseorang kehadapan Maxim dan sekarang pria itu sudah tidak bernyawa.

"Ayolah, itu sudah takdirnya untuk mati" balas Justin santai saja.

"Apa kalian komplotan psikopat yang tidak punya hati untuk membunuh seseorang? Ah aku rasa benar, makanya kalian bisa sesantai ini setelah pria itu mati" ujar Aletta memegangi kepalanya pusing memikirkan, semakin jauh dirinya sekarang, ditambah bertemu para psikopat? Oh ayolah apakah itu benar?.

"Lebih baik kau istirahat, jangan dipikirkan, anggap saja hal yang tadi kau lihat tidak pernah terjadi" kata Justin menenangkan gadis itu agar melupakan kejadian tadi.

Aletta mengangguk,

"Aku akan ke ruangan Maxim" ujar Justin pergi dari ruangan Aletta sementara gadis itu, pikirannya jadi semakin tidak karuan. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Diam saja di sini sementara pria yang sudah tak bernyawa itu? Bagaiman dengan keluarganya, pasti mereka akan mencari keberadaan anaknya. Aletta benar-benar sudah sangat berdosa.

****

TBC.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!