NovelToon NovelToon

Perangkap Dunia Lain

Dunia yang asing

"Hei! Tuyul!"

"Itu barang punyaku, pergi kamu!" teriak Reihan gemetaran, sambil mengambil tongkat kayu didekatnya untuk pertahanan diri.

Mahluk itupun menyadari keberadaan Reihan dan langsung datang menyerang menggunakan senjata tajamnya.

Jelas Reihan takut dan balik berlari tergopoh-gopoh membelakangi mahluk itu sampai ia tersandung akar pohon yang membuatnya tersungkur ketanah.

Tanpa aba-aba saat mahluk itu dekat ia langsung menebas salah satu kaki Reihan sampai terputus. Akibatnya Reihan menjerit kesakitan.

Dengan adrenaline yang masih tinggi Reihan langsung berbalik memukul kepala Mahluk itu menggunakan kayu didekatnya, sehingga ia menjatuhkan senjatanya dan memegangi kepalanya yang kesakitan.

Reihan dengan sigap memungut senjata tajamnya dan langsung menikam ulu hati Mahluk itu sampai terjatuh.

"Aku tidak mau mati!" Jerit Reihan yang terus saja menusuk untuk memastikan mahluk itu tak akan bangkit lagi.

Mahluk hijau itu kini berlumuran cairan merah begitu pula dengan Reihan.

Reihan segera merobek bajunya untuk mengikat kakinya agar tidak kehabisan darah, dan setelahnya ia merayap mencari pertolongan.

Kini adrenalinnya sudah turun, wajahnya pucat, tubuhnya mulai dingin, tenggorokannya kering serasa begitu haus, dan pandangannya mulai memudar.

Di akhir kesadarannya ada dua orang yang tengah berlari mendatanginya, salah satunya mengeluarkan api ditangannya dan membakar ujung kaki Reihan yang putus.

Reihan menjerit sejadinya dan orang itu segera menumpahkan cairan aneh ke tubuhnya yang membuat Reihan menjadi lebih tenang.

Lalu Reihan di gendong oleh pria disamping orang itu dan setelahnya ia tak sadarkan diri.

Kembali ke waktu sebelum peristiwa ini terjadi melalui ingatan Reihan yang saat itu masih di dunianya berasal.

"Kalian semua lulus!" seru Pria tua itu dengan bangganya.

Sorakan gembira para Pelajar pecah didalam kelas tersebut mendapati kabar baik dari Wali kelasnya.

Sembari menerima raport, masing-masing dari mereka mengucapkan terima kasih dan ucapan perpisahan kepada Wali kelas yang selama ini mendidiknya di SMP KEMAJUAN.

Perasaan senang yang bercampur aduk dengan rasa haru dialami para Murid yang akan berpisah dengan pria tua itu, kini Beliau merasa puas akan prestasi yang diraih anak-anak didiknya.

"Dengan prestasi seperti ini Kalian bisa lanjut ke pendidikan SMA manapun sesuai keinginan kalian." ucap Wali kelas sambil tersenyum.

"Terima kasih pak Guru, kami akan selalu mengenang mu!" tangis salah satu Siswi terisak isak.

"Jangan sedih Melany, kita hanya berpisah dari Sekolah ini saja. Kamu bisa bertemu Bapak kapanpun diluar sana," jawab Gurunya sambil memberikan raportnya.

Merekapun saling berpamitan dan segera pulang dari Sekolah untuk merayakan kelulusan yang telah dicapai.

Berfokus kepada seorang lelaki yang telah pulang dari kelulusan sekolahnya tengah membereskan barang barangnya dikamar dengan Televisi yang terus menyala.

"Gempar!"

"Ditemukannya jejak kaki reptile raksasa di kepulauan Kalimantan dan tertangkapnya rekaman sosok mahluk besar melintasi laut merah melalui informasi Nelayan setempat."

"Orang negara sakura menyebutnya kadal nuklir."

"Selain itu di temukan lagi bangunan batu berbentuk humanoid raksasa tak jauh dari bekas jejak kaki raksasa tersebut." Bunyi berita Televisi yang tidak di hiraukan lelaki tersebut.

"Inilah kenang-kenangan dari kecil sampai sekarang, saatnya aku lebih fokus lagi untuk pendidikan yang lebih tinggi." gumamnya sambil mengenang masa lalunya sambil memasukkan barangnya kedalam ransel.

"Eh, mainan kakak mau dikemanakan." sahut Adik Perempuannya yang tengah mengamati dibalik pintu kamar Kakaknya.

"Ada deh, barang ku ini tidak cocok buat perempuan jadi mau kusimpan ditempat lain agar bisa lebih Fokus lagi buat belajar nanti." jawab kakaknya sambil merangkul ransel yang lumayan besar.

Mengetahui Kakaknya yang akan pergi lagi keluar rumah, si Adik bergegas ke dapur mendatangi Ibunya.

Setelah mematikan Televisi, Reihan menuju pintu luar rumahnya.

Suara sang Ibu dari dapur serta aroma masakannya menghampiri pendengaran dan penciuman lelaki itu.

"Reihan! Kamu mau keluar lagi ya, jangan lama-lama ini masakan kesukaanmu bentar lagi siap dan ayah mu sudah arah pulang dari kantor." sahut Ibunya tengah sibuk membuat masakan.

"Iya bu, bentar aja kok." jawab anaknya dengan singkat dan menutup rapat kembali pintu depan rumah.

Sambil menggendong ranselnya Reihan berjalan dari perumahan melewati sawah, desa, dan perkebunan sambil menyapa penduduk sekitarnya.

Sepuluh menit tak terasa karena suasana yang damai dan juga pemandangan alam yang indah, Reihan pun tiba di markas tepi hutan tempatnya dulu pernah bermain bersama teman kecilnya.

"Sudah lama aku tidak kesini, mungkin semenjak dia udah gak tinggal di desa ini." ucap Reihan tengah berbicara sendiri.

"Bangunan ini masih berdiri dengan kokoh walaupun sudah ditutupi semak." batin Reihan sambil menyingkirkan semak yang menutupi jalan menggunakan potongan kayu di dekatnya.

Setelah masuk kedalam markas lamanya, Reihan mengeluarkan sekop kecil dari ransel miliknya dan mencari tempat yang cocok untuk digali.

"Ketika aku sukses nanti aku akan kembali lagi kesini untuk mengambilnya." ucap Reihan sembari menggali tanah.

"Aku harus segera menyelesaikan ini sebelum Ibu mencari ku."

Tak lama tempat yang ia gali seketika runtuh dan Reihan terjatuh ke ruangan bawah tanah.

Reihan pun meringkuk kesakitan, karena terjatuh cukup tinggi dan ia juga kehilangan sekop kecilnya.

Tak ingin membuang waktu Reihan bangkit mencari jalan keluar sambil menahan sakit akibat terjatuh.

"Aduh Bagaimana ini, aku tidak bisa memanjat tebing yang curam begini."

"Tak kusangka markas kami punya ruangan bawah tanah begini." batin Reihan tengah berusaha mendaki keatas.

Reihan pun bingung untuk naik kembali keatas karena tidak memiliki tali sampai ia akhirnya menyadari terdapat cahaya di ujung lorong sana.

"Itu pasti jalan tembus keluar karena ada cahaya matahari yang masuk!" seru Reihan berjalan kearah cahaya didepannya.

Namun setelah ia dekati sumber cahaya itu bukan berasal dari matahari melainkan seperti lubang portal bercahaya.

Karena semakin penasaran Reihan mencoba lebih dekat lagi dengan sumber cahaya tersebut.

Tak disadari Reihan langsung tersedot ke dalam portal cahaya tak berujung tersebut.

"Tolong!" jerit Reihan panik sambil berpegangan erat ditepi portal yang menyedotnya.

Tali Ransel yang tidak kuat langsung putus dan tersedot kedalam portal itu, pegangan Reihan tidak mampu menahan hisapan tersebut dan ia akhirnya masuk kedalam portal bercahaya.

Karena pegangan Reihan barusan membuat retak pinggiran portal akhirnya menghancurkan portal itu sendiri dan membuat ruang bawah tanah runtuh mengubur Semua yang ada di sana.

Saat tersadar Raihan terbaring di tengah rimbunnya hutan yang mempunyai flora dan fauna yang tidak pernah ia temui selama ini.

"Aduh, tempat macam apa ini." ucap Raihan menahan sakit kepalanya sambil melihat sekeliling hutan.

Tak jauh dari tempatnya tersadar, Ia mendapati sosok Mahluk hijau tengah mengobrak-abrik ransel miliknya.

Tak terima lalu Reihan yang meneriaki mahluk itu.

Kini sosok tersebut menatap tajam kearah Reihan dengan wajah bengis seakan ingin memburunya.

Beralih ke kota tempat Reihan dirawat dari salah satu Toko pandai besi.

Reihan bangun secara terkejut akan mimpi buruk yang telah membangunkannya.

Kini ia terbaring di kasur yang entah milik siapa.

Badannya begitu lemas setelah sadar dari pingsannya.

Seseorang datang menghampiri Reihan dan mengatakan sesuatu yang bahasanya tidak bisa dipahami.

Tau kalau Reihan tidak paham dengan bahasanya lalu orang itu menggunakan isyarat mudah untuk berinteraksi.

Ia persiapkan meja kecil diatas pangkuan Reihan dan menaruh makanan diatasnya.

Reihan pun menyantap makanan itu beberapa suap dan sendoknya pun tiba-tiba terjatuh setelah ia menyadari salah satu kakinya sudah tidak ada lagi.

Tangannya meremas kakinya yang buntung dan tangan satunya menjambak rambutnya sampai terasa sakit.

Ia sadar ini bukanlah sebuah mimpi.

Seketika Reihan menangis terisak isak seperti orang yang sedang putus asa.

"Aku ingin pulang." rintih Reihan penuh sesal.

Mengerti situasi mentalnya yang belum pulih orang itu mengusap punggung Reihan dan mengucapkan bahasa asingnya kembali yang terasa begitu hangat.

"Tenanglah disini kamu akan baik-baik saja."

Bangkit dari keterpurukan

Dua bulan telah berlalu, kini Reihan benar-benar pulih dan menerima apa yang telah menimpanya dirinya.

Selama ini Reihan dirawat orang yang sebaya dengannya yaitu Mogi, dan yang menyelamatkannya adalah ayah Mogi yaitu Roberto saat ia mencari material bersama pelanggannya untuk bahan tempa senjata.

Ia menemukan Reihan sekarat di hutan dekat gua tempat Roberto selesai mencari bahan material, untungnya pelanggan Roberto melihatnya saat mereka keluar dari gua dalam hutan.

Mogi satu-satunya anak Roberto setelah istrinya meninggal dikarenakan penyakit yang tidak diketahui.

Beliau selalu mendidik dan mengajarkan Putranya teknik membuat perlengkapan senjata dan mengenalkan berbagai jenis material untuk meningkatkan wawasannya.

Toko Roberto mulai terkenal karena kejujuran dan teknik marketingnya yang baik.

kebanyakan Pandai besi selalu menunggu orang datang ke tokonya, dan itu menjadikan peluang untuk Roberto dan putranya yang selalu menjemput dan mengantarkan pesanan pelanggannya saat sudah siap.

Itu salah satu pelayanan ekstra yang disenangi para pelanggan karena dapat menghemat waktu dan tenaga mereka untuk melakukan hal yang lain.

Selama dirawat Mogi dan berinteraksi menggunakan bahasa isyarat, kini Reihan dengan mudah belajar bahasa di dunia itu selama dua bulan dan sekarang ia sudah lancar berbicara.

Reihan dibuatkan kaki palsu oleh Roberto agar bisa berjalan kembali dengan normal. Karena jasanya yang begitu besar Reihan selalu membantu dan menurut kepada Roberto yang sudah dianggap seperti ayahnya sendiri.

Bertambahnya tenaga kerja membuat toko Pandai besi Roberto semakin efisien. Walaupun ada beberapa pelanggan yang tidak berkelakuan baik, hal itu kadang dialami Mogi dan Reihan saat menjemput dan mengantarkan pesanan.

Mogi dan Reihan pergi ke Kedai Serikat untuk mengantarkan pesanan milik seorang petualang yang sedang menunggu barangnya tiba.

Orang itu berbadan kurus, punya bekas luka di jidatnya, dan memiliki kalung plat Perunggu yang terukir nama di permukaannya.

Jika memiliki status dan tanda pengenal di balik kalung tersebut pertanda mereka adalah seorang petualang.

Kini ia sedang mengamati barangnya yang sudah datang di meja kedai.

"Pedang ini terlihat tidak terlalu kuat untukku, aku tidak yakin senjata ini bisa bertahan lama bersamaku." protes pria itu merasa tak puas.

Kedua sebaya itu tetap berusaha berkelakuan baik terhadap pelanggannya demi nama baik Toko Ayahnya.

"Mohon maaf, jika terjadi kerusakan saat digunakan dalam waktu dekat. Datanglah kembali ke toko kami nanti akan segera diselesaikan." jawab Mogi dengan santun sambil menundukkan kepalanya.

Pria itu kembali mengeluh terhadap dua sebaya itu.

"Yang aku khawatirkan adalah saat ditengah pertarungan senjata ini tiba tiba rusak dan aku tidak bisa lagi melakukan perlawanan. Bagaimana nasibku di Dungeon nanti."

"Aku tak ingin sampai celaka seperti orang yang di sebelahmu itu, hanya karena pedangku kurang bagus."ucap pria itu tanpa berpikir.

"Apa kau bilang!" teriak Mogi dengan kesalnya.

Ternyata kejadian Reihan sudah banyak diketahui kalangan petualang pemula sebagai pembelajaran untuk selalu memperhatikan perlengkapannya sendiri sebelum pergi berpetualang.

"Sudah hentikan!" sahut seseorang yang mendatangi mereka.

"Jangan sombong karna baru naik satu tingkat Roy, ucapanmu bisa menjadi petaka untukmu." ucap pria itu kepada Roy yang protes terhadap sebaya itu.

"Heh, hanya karena kamu satu tingkat di atasku semaunya menasihati ku Gin. Ini demi keamanan ku saat pergi berburu tau." bentak Roy dengan kesal.

Petualang lainnya mulai angkat bicara terhadap kelakuan Roy yang tidak mencerminkan sosok petualang yang sesungguhnya.

"Menurutku pedang itu kualitasnya sudah lebih bagus untuk petualang kelas perunggu, dan itu semua bergantung dari biaya dan bahan yang kamu berikan kepada mereka."ujar petualang lainnya yang mengamati pedang pesanan milik Roy.

"Benar! lagipula nasib mu didalam Dungeon itu sudah menjadi resiko kamu sendiri bukan tanggung jawab orang pribumi."

"Jangan mengaku petualang kalau masih menyalahkan orang lain, bikin malu kami saja!"

"Minta maaflah dan bayar pesananmu Roy." Sahut para petualang dari kejauhan.

"Cih, baiklah. Ini uangnya dan maaf kan perkataanku barusan." ucap Roy meletakkan uangnya di meja lalu pergi meninggalkan kedai sambil menahan rasa malu.

"Si Roy orangnya memang seperti itu, tapi sebenarnya dia orang yang baik." ujar Petualang dengan kalung plat Perak didekat mereka.

Tanpa sepatah katapun Reihan dan Mogi langsung mengambil uangnya dan pergi meninggalkan Kedai serikat.

Kini mereka berbaring dibawah satu pohon rindang diatas bukit kecil sambil mengeluarkan unek-unek yang mengganjal dibenaknya.

"Lihat saja nanti, suatu saat aku bakalan jadi petualang terhebat di negeri ini." ucap Mogi mengangkat satu tangan keatas sambil meraba cahaya yang menembus celah dedaunan pohon.

"Kenapa tiba tiba mau jadi petualang?" tanya Reihan dengan heran.

"Bukannya nanti kamu mau jadi pencipta senjata terhebat yang belum pernah dimiliki siapapun." sambung Reihan sambil menatap dedaunan yang melambai diatasnya.

"Benar!"

"Aku akan menjadi petualang terbaik menggunakan senjata hebat ciptaanku kelak." jawab Mogi dengan mantap.

"Menurutku lebih aman berada didalam kota ini dan menjadi penempa hebat seperti ayahmu."

Mogi tersenyum sambil mengepalkan tangan satunya diatas." aku tak mau mengubur impianku di kota ini.

"Jadi Rei, apa tujuanmu mulai sekarang ini." Tanya Mogi mengarahkan pandangannya kepada Reihan.

Sambil menaruh kedua tangannya dibawah kepala sebagai tumpuan, Reihan memejamkan matanya dan mulai berbicara. "Aku ingin membalas budi kepada kalian sambil mencari jalan untuk pulang ke asalku, mungkin keluargaku sangat mengkhawatirkan ku saat ini."

"Benar juga, keluarga ya." ucap Mogi teringat mendiang ibunya.

Mogi langsung tersenyum dan mengajak Reihan dengan semangat. "jadilah petualang bersamaku, dengan begitu kita bisa sekaligus mencari sesuatu yang dapat membawamu pulang ke duniamu."

Reihan membuka matanya dan duduk termenung sambil memegang erat kaki palsunya dikarenakan bekas trauma yang mendalam.

"Aku belum siap dan bagaimana dengan Ayahmu jika kamu pergi meninggalkannya berpetualang." tanya Reihan dengan wajah lesu.

Mogi bangkit dan duduk sila sambil memegang kedua lututnya dengan tatapan lurus ke depan.

"Menjadi ahli pandai besi adalah kemauan Ayah sendiri, lagipula tidak ada paksaan untukku mengikuti jejaknya."

"Aku tahu impian ini membahayakan nyawaku, tapi itulah tujuanku tetap semangat untuk menjalani hidup." jawab Mogi dengan tekadnya.

"Tapi apa aku bisa seperti itu, terasa mustahil untuk kondisiku yang seperti ini." ungkap Reihan kurang percaya diri.

Dengan senyum kecil yang memprovokasi, Mogi mencoba menghilangkan keraguan dibenak Reihan. "Yah, kalau begitu kamu bisa membalas budi dengan menggantikan posisiku sebagai penerus pekerjaan Ayahku dan tinggal di dalam kota dengan damai."

Mendengar ucapan Mogi barusan membuat Reihan kesal dan kembali berambisi untuk bisa pulang ke dunianya.

"Sepertinya aku harus melawan rasa takutku dari sekarang." jawab Reihan dengan kesal.

Mogi senang mendengar perkataan Reihan yang secara tak langsung mengikuti keinginan dalam dirinya.

"Ayo Rei, kita harus cepat menyelesaikan pekerjaan ini sebelum hari mulai gelap." ajak Mogi yang sedang bangkit lalu mengulurkan tangannya.

"Baiklah, masih banyak pesanan yang harus dijemput." sambut Reihan sambil meraih tangan Mogi lalu berdiri dan bergegas pergi menyelesaikan pekerjaannya agar cepat kembali kerumah.

"Tidak boleh.!" ucap Roberto tengah menyilangkan tangannya didepan meja makan tepat dihadapan mereka berdua.

Kekeliruan menutupi fakta

"Tapi, menjadi petualang itu impianku Yah!" jawab Mogi memohon.

"Kalian masih belum siap dan menjadi petualang sangatlah beresiko, pengalaman dan mental kalian masih belum cukup." tegas Roberto kepada anaknya.

Mogi terus berusaha meyakinkan ayahnya untuk menjadi petualang sampai Roberto kewalahan menghadapi anaknya yang pandai bicara dan setelahnya Roberto beralih bertanya kepada Reihan.

"Reihan!" panggil Roberto dengan tegas.

"Iya, ayah Robert." jawab Reihan tertegun.

"Dengan kondisimu yang seperti itu apa kamu yakin jadi petualang?" tanya Roberto dengan serius.

"Menjadi petualang adalah kemauanku sendiri untuk bisa mencari jalan pulang ke negeri asalku, jadi aku yakin akan keputusanku." jawab Reihan tegas.

Pernyataan Reihan pun tidak terbantahkan dan akhirnya Roberto menghela nafas yang panjang.

"Kamu sudah aku anggap anakku sendiri, jadi tentu saja seorang ayah memikirkan anak-anaknya bukan." ungkap Roberto dengan tenang memberikan keputusan.

"Sepertinya aku sudah tidak bisa menahan dua anak keras kepala ini."

"Baiklah!"

"Kalau itu mau kalian, tunjukkan cerita hebat dari petualangan kalian nanti dirumah." lanjut Roberto tersenyum pasrah.

Akhirnya mereka di izinkan Roberto untuk menjadi petualang dengan pengalaman yang pas-pasan.

Esoknya Reihan dan Mogi pergi ke kedai serikat untuk mendaftar menjadi petualang melalui Staf Serikat.

"Oh kamu orang yang dibicarakan itu ya, aku turut prihatin dengan kejadian yang telah menimpamu." ucap Staf kedai Serikat kepada Reihan.

"Jadi kamu ingin membuat kembali tanda pengenal mu yang suda hilang ya, tapi mohon maaf kamu akan mengulanginya dari awal karena penalti." lanjut Staf menjelaskan.

"Iya, baiklah." jawab Reihan dengan bingung.

Ditengah proses pendaftaran seorang wanita berpakaian penyihir dengan ornamen labu datang untuk memberikan laporan misi yang telah di selesaikan kepada Staf Serikat, sosok itu sangat tidak asing dimata Reihan.

Reihan langsung menghampiri wanita itu dan langsung berterima kasih kepadanya.

Ternyata dialah sosok yang menyelamatkan hidupnya selain Roberto, jika sebelumnya dia tidak ada mungkin Reihan sudah mati kehabisan darah sebelum sampai ke kota.

"Terimakasih nona telah menyelamatkanku hari itu!"

"Yah walaupun menyakitkan." ucap Reihan merasa ngilu.

Wanita itupun menatap Reihan dan tersenyum kecil.

"Syukurlah kamu sudah selamat. dan maaf karena aku, kamu jadi banyak disindir orang lain."

"Padahal aku berniat menjadikan kejadian itu sebagai peringatan untuk Pemula yang kurang memperhatikan perlengkapannya." kata wanita itu merasa bersalah.

"Tak apa, aku maafkan." Jawab Reihan singkat.

Wanita itu terkejut dengan respon Reihan yang begitu lugu, kini beban yang mengganjal dihatinya mulai terasa ringan.

"Namaku Reihan, Kalau boleh tau siapa namamu nona?" ajak Reihan berkenalan.

"Namaku Mona, Terimakasih telah memaafkan ku Reihan." jawabnya merasa senang.

"Sekarang kamu sedang apa?" tanya Mona penasaran.

"Aku dan Mogi sedang mendaftar menjadi petualang." jawab Reihan memperlihatkan bukti pendaftaran.

"Sepertinya para Bandit itu merampas semua barang miliknya termasuk tanda pengenal untuk menutupi jejak mereka, aku benci para bandit." ungkap Mona dalam hatinya begitu kesal.

Hutan tempat kejadian Reihan adalah sarangnya para Bandit dan juga Goblin yang suka menjarah barang milik petualang lemah yang biasa beregu kecil, mereka tidak akan segan untuk membunuh dan membuang tanda pengenal guna menutupi bukti dan jejak mereka.

Mona yang salah paham memberikan berita keliru kepada orang-orang sekitar tentang Reihan adalah seorang petualang yang tengah dirampok di dalam hutan.

"Baiklah bila kamu butuh pertolongan atau sesuatu kamu bisa mencari ku di kedai ini saat aku senggang ya Reihan." sahut Mona mengangkat jempolnya.

"Oke Mona, ku nantikan pertolonganmu." jawab Reihan ikut mengangkat jempol.

Selama ini hanya Mogi dan Roberto yang mengetahui kronologi Reihan yang berbeda dunia dari tempatnya berasal melalui penjelasan Reihan yang tengah sakit sebelumnya.

Staf Serikat telah kembali dari pengurusan berkas pendaftaran lalu memanggil Mogi dan Reihan untuk penerimaan tanda pengenal.

"Proses pendaftaran sebagai petualang telah selesai."

"Ini adalah kalung plat besi berukiran nama kalian sebagai pertanda petualang kelas pemula, mohon dikenakan dan selamat bergabung." tutur Staf tersebut dengan formal.

Setelahnya para Staf Serikat lanjut mengurus biaya pembayaran misi yang telah diselesaikan Mona.

Dua sebaya itu langsung mengenakan kalung itu dan resmi menjadi petualang dari Serikat kotanya berasal.

Sekarang mereka boleh mengambil misi kelas pemula yang terpajang di mading Serikat untuk menghasilkan uang atau menjual hasil buruan kepada Serikat.

Mogi langsung mengambil salah satu misi dan bergegas mengambil perlengkapan bersama Reihan untuk pergi bertualang.

Kini mereka sudah berada di padang rumput dekat danau yaitu lokasi untuk menjalankan misi mengumpulkan sepuluh biji jagung murka.

Bahan tersebut biasa diperlukan Koki atau pedagang kaki lima untuk membuat makanan manis yang banyak digemari kalangan umum namun tidak mudah untuk didapatkan karena berbahaya.

Oleh karenanya hanya para petualang yang berani mencarinya.

Terdapat dua pemula yang lebih dulu berada disana tengah menjalankan misi yang sama seperti Mogi dan Reihan.

"Sepertinya ini sudah cukup Goron." Ucap pemula pengguna tongkat sihir.

"Tas kita belum penuh loh yang benar aja, rugi dong!" protes Goron tak puas.

Mereka kembali berburu untuk memenuh kan tas bawaan tersebut agar mendapat bayaran lebih banyak dari serikat.

Reihan dan Mogi berniat bergabung mengumpulkan bahan tersebut, namun Goron menolak karena yakin akan kemampuan berpedangnya yang sekali tebas mengalahkan Monster jagung murka.

Akhirnya masing-masing regu membagi wilayah berburu agar tidak saling rusuh.

"Mereka itu sombong sekali ya Rei." sahut Mogi kesal.

"Iya nih, tapi setidaknya kita bisa leluasa berburu di sekitar sini tanpa gangguan mereka." balasnya ikut kesal.

"Kelihatannya Monster itu tidak terlalu berbahaya seperti yang di ceritakan ayah Robert, coba lihat mereka tadi dengan mudahnya mengumpulkan bahan untuk misi." ujar Reihan mengamati Mahluk kuning itu di balik ilalang.

Mogi teringat pesan Ayahnya sebelum berangkat berburu Monster jagung murka, mahluk itu harus dikalahkan dalam waktu singkat sebelum berubah menjadi merah karena akan berbahaya didekatnya bila emosi Monster itu memuncak apalagi waktu sekarat.

Beralih pada lokasi Goron dan temannya yang sedikit lagi tas mereka akan penuh.

"Aku sudah lelah Ron." keluh temannya sambil menembakkan sihir angin pemotong.

"Ayo Ririn, sedikit lagi nih!" sahut Goron bersemangat.

Karena daya sihir yang kurang alhasil sihir angin pemotong Ririn hanya memberikan luka ringan terhadap salah satu Monster jagung murka.

Ririn langsung membuat sihir pertahanan dengan sisa tenaganya untuk mengindari serangan Mahluk itu.

Kini Monster jagung murka itu semakin memerah dan tidak di duga malah menghampiri Goron yang tak jauh darinya.

"Awas Goron di belakangmu!" teriak Ririn panik.

Dengan wajah merah menyala penuh kedengkian mahluk itu kini sangat dekat dan tidak bisa lagi di hindari.

"Ah, sial!" ucap Goron menoleh kebelakang dengan pasrah.

Seketika Monster jagung murka meledak dan menghamburkan seluruh daging merah segar Goron yang mengenai pelindung yang dibuat Ririn.

"Tidaaak!" Jerit Ririn histeris.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!