NovelToon NovelToon

Istri Seharga 2 Miliar

BAB 1

Karena penasaran, Jovicca bergegas pergi mengikuti sahabatnya tanpa mengetahui tempat dan tujuan wanita itu. Melihat wajah marah Xellan sebelum pergi, membuat Jovicca ingin tahu alasan cewek berambut pendek itu pergi dengan tergesa-gesa.

Alis Jovicca menyatu, memandang bingung bar di depannya. Mereka baru saja pindah, dan belum lama menetap di kota ini, tapi sekarang dia memergoki sahabatnya pergi ke bar? Kenapa pergi ke bar? Sejak kapan Xellan berkunjung lagi ke tempat seperti ini? Banyak pertanyaan yang berkeliaran di kepala Jovicca. Dia harus menanyai hal ini ke wanita itu nanti.

Belum selesai dengan pemikirannya, Xellan sudah lebih dulu masuk ke bar. Buru-buru Jovicca turun dari mobil, dan berjalan cepat mengikuti Xellan ingin masuk ke bar itu. Banyak pasang mata yang menatapnya aneh.

Bagaimana tidak, dia datang ke bar menggunakan baju tidur dan juga sendal rumah berbentuk kelinci. Apakah wanita ini sedang mengigau? Penampilannya sangat jauh berbeda dengan orang-orang di sana. Tapi hal itu tidak dihiraukan oleh Jovicca, matanya hanya fokus melihat Xellan, dia takut kehilangan jejak sahabatnya itu.

“Maaf nona, tapi anda tidak boleh masuk,” ucap seorang satpam menahan Jovicca di luar.

“Ehh pak, itu teman saya.” Jovi kesal. Karena orang ini, sahabatnya hilang di balik tembok.

“Ck pak, kenapa sih? Saya ingin masuk,” omel Jovicca menatap kesal satpam di depannya, sedangkan satpam itu tidak peduli sama sekali.

“Pak, saya mau ketemu sama teman saya, ayolah pak izinkan saya masuk, plis,” ucap Jovicca memohon, dia benar-benar ingin bertemu dengan Xellan, bertanya apa alasan wanita itu pergi ke tempat ini.

“Maaf nona, tapi anak di bawah umur tidak boleh masuk. Sekali lagi saya minta maaf, anda boleh pergi.” Bukannya mengindahkan permintaan Jovicca, satpam itu malah mengusirnya.

Apa? Anak di bawah umur? Dia sudah berusia 25 tahun, anak di bawah umur apanya. Bapak ini berpikir umurnya berapa?

“Pak umur saya 25 tahun, saya bukan anak kecil. Dan saya juga punya KTP, tapi tinggal di rumah,” balas Jovi, dia tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi putihnya.

Tetapi pak satpam masih saja melarangnya masuk ke bar, dengan alasan anak di bawah umur tidak boleh masuk. Apakah wajahnya terlihat semuda itu, sampai satpam ini tidak mempercayai perkataannya?

Tidak menyerah, Jovicca tetap kekeh ingin masuk ke bar. Dia bersikeras ingin bertemu sahabatnya.

“Nona, jika anda tidak bisa di ajak kerja sama, saya akan bersikap kasar.” Habis kesabaran pak satpam, mereka berdebat sudah hampir 15 menit, dan wanita ini masih saja keras kepala.

Mau tak mau Jovicca harus menyerah, dia tidak ingin menahan malu karena diseret oleh satpam keluar dari bar, sekarang saja mereka sudah jadi sorotan orang yang berlalu lalang di sana, bagaimana kalau nanti dia diseret keluar? Mau taruh di mana mukanya?

Jovicca berbalik dan berjalan gontai keluar dari bar, sesekali dia bergumam dengan kesal, memarahi satpam keras kepala itu. Dirinya sudah dewasa, kenapa masih berpikir kalau dia anak di bawah umur. Masih sibuk dengan pemikirannya, lengan Jovi ditarik paksa oleh seorang pria asing.

“Ehh? Apa ini?! Lepas tangan aku … Siapa sih? Lepas!!” teriak Jovicca yang tidak di gubris sama sekali oleh pria itu.

Jovicca tidak dapat melihat dengan jelas wajah orang yang menariknya, karena dia berada di belakang pria itu. Belum lagi lampu remang-remang yang membuat penglihatannya semakin buram. Jovicca berontak, tidak ingin di bawa ke tempat yang aneh-aneh, dia bukan jalang. Tapi sayang, Jovicca tidak cukup kuat untuk melepaskan genggaman pria itu.

Dia di bawa masuk ke dalam bar, Jovicca melihat satpam itu hanya diam. Kenapa dia diam? Bukankah tadi dirinya tidak boleh masuk? Tapi sekarang satpam itu tidak berbicara sepatah kata pun. Jovicca kesal, dia sangat sial hari ini. Niat awal hanya ingin mengikuti Xellan, dan menanyai alasan wanita itu pergi ke bar. Tapi sekarang dia malah di culik tanpa bisa melarikan diri.

“Lepas! Kamu siapa sih?! Jangan seenaknya menarik tangan orang seperti ini, saya bisa tuntut kamu. Ini namanya pelecehan. Lepas!!” Jovicca berontak, dia takut. Dengan tiba-tiba orang asing menarik tangannya, dia masih berstatus sebagai istri orang.

Xellan ke mana? Bukankah tadi wanita itu masuk ke bar ini? Biasa Xellan yang selalu menjaga Jovi di saat-saat seperti ini. Tapi sekarang wanita itu menghilang ke mana?

Teriakan Jovi tidak didengar pria itu. Musik di dalam bar sangat keras, belum lagi Jovi melihat banyak orang-orang yang sibuk dengan aktifitas mereka masing-masing, membuat Jovi semakin takut, cemas dan bingung harus melakukan apa. Dia kesal dengan dirinya yang lemah, dia hanya bisa menangis dan teriak tidak jelas.

“Cowok gila, lepas tangan aku!!” Tidak menyerah, Jovi terus berteriak dan menarik lengannya agar bisa lepas dari genggaman lelaki itu.

Apa daya, suara Jovi tetap tidak terdengar, sedangkan dia tidak cukup kuat untuk melepaskan tarikan itu. Semakin dia mencoba melepaskan diri, semakin kuat juga cowo itu menariknya.

Sampai ke lantai atas, Jovi didorong masuk ke salah satu kamar. Dia takut, badannya bergetar, Jovi merutuki kebodohannya sendiri.

Karena cahaya di dalam kamar cukup terang, wanita itu dapat dengan jelas melihat orang yang menyeretnya masuk. Seketika wajah Jovicca terkejut juga lega, ternyata pria itu adalah Alvian, suaminya.

Apakah dia bermimpi? Dia tidak pernah membayangkan bertemu dengan Alvian di tempat seperti ini. Tetapi bagaimanapun juga, dia lega, ketakutannya seketika sirna, sekarang perasaan aman dan tenang dia rasakan.

Senang rasanya setelah 2 tahun mereka menikah, ini pertama kalinya dia melihat secara langsung wajah lelaki yang berstatus sebagai suaminya. Selama ini Jovicca sangat penasaran seperti apa pria itu, dia hanya mengetahui wajah Alvian dari internet, karena tempat tinggal mereka yang cukup jauh, dan Alvian yang sangat sibuk, lelaki itu tidak memiliki waktu untuk berkunjung ke tempatnya. Tetapi sekarang Jovi bisa menyentuh wajah prianya secara langsung.

Jovicca mendongak, meneliti setiap inci wajah laki-laki yang selama ini hanya bisa dia lihat dari layar ponsel. Tatapannya fokus ke mata almond yang menatap tajam menusuk tepat ke kedua bola mata Jovi, terlihat dua alis tebal yang saling menyatu, muka merah padam juga tak luput dari pandangan wanita itu, dan dia menyadari luka sayatan di sekitar rahang tegas suaminya. Tetapi Alvian sangat tampan menurut Jovicca. Walaupun wajahnya terkesan dingin dan mengintimidasi, tetapi hal itu menambah kesan maskulin di mata Jovicca.

Belum selesai dengan kekagumannya, bibir wanita itu disambar dan langsung dicium kasar sama Alvian. Jovi memejamkan matanya, dan dengan senang hati mengalungkan lengannya di leher Alvian. Kali ini dia menerima semua perlakuan pria ini, karena dia tau kalau itu memang kewajibannya sebagai seorang istri.

Tetapi bagaimana bisa CEO muda ini mengetahui keberadaannya? Bukankah Alvian adalah orang yang cuek? Dia tidak pernah peduli atau mencari tahu keberadaan Jovi. Apa pun alasan, yang penting sekarang Jovi hanya ingin melaksanakan tugasnya terlebih dahulu. Untuk masalah lain, ada hari esok.

“Jangan pernah tinggalkan aku, Chesy.”

DEG.

Seketika Jovicca terdiam kaku. Chesy? Siapa Chesy? Apakah suaminya memiliki wanita lain?

BAB 2

Jovicca membuka kedua mata indahnya, dengan bersusah payah wanita itu mencoba duduk dan bersandar di kepala kasur. Dia melihat ke sekeliling kamar, mencari pria yang semalam tidur bersamanya, tapi Alvian tidak ada. 

“Dia sudah pulang ya? Kenapa gak ngomong dulu sih? Minimal ijin sebelum pergi,” gumam Jovicca kesal. Wanita itu mengingat kembali kejadian tadi malam, suaminya memanggil nama gadis lain.

“Siapa Chesy? Apa itu pacarnya? Apa dia punya cewe lain?” 

“Gak penting ah, mau pacarnya kek, mau calon istrinya kek, mau cewek yang di sukainya kek. Itu bukan urusanku. Sekarang aku mau mandi terus pulang, aku mau nanya perihal semalam sama Xellan. Awas aja kamu Lan,” ucap Jovi berbicara sendiri. 

Tidak ingin membuang banyak waktu, dia lantas bangkit dari ranjang. Wanita itu mencoba turun dari kasur, dia ingin ke kamar mandi.

“Argh, kok sakit?” 

“Aku tau sih pertama kali tuh sakit, tapi gak kebayang bakal sesakit ini,” kesal Jovicca yang menahan rasa sakit di selangkangannya. 

Sibuk dengan pikirannya, Jovicca tersadar saat mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka. Dia langsung menutup seluruh badannya dengan selimut. Alvian keluar dengan baju handuk berwarna putih. 

Jovicca terdiam sejenak, sibuk memuji ketampanan pria di depannya. Alvian memiliki rambut hitam yang sedikit panjang, mata tajam, kulit sawo matang, rahang tegas, 

Kalau dilihat dari jauh, lukanya gak terlalu kelihatan ya?

Mata cewek berambut panjang itu kian turun dan pandangannya tertuju pada perut sixpack terlihat dari celah di balik baju handuknya, membuat wanita itu menelan ludah susah payah. 

“Ka-kamu belum pulang? Aku pikir kamu udah balik dari tadi,” ucap Jovicca yang tergagap, dia malu karena sudah terang-terangan memperhatikan visual sempurna dari pria di depannya ini. 

Alvian hanya menatap datar perempuan itu, tak ingin menanggapi ocehan tidak penting Jovicca. Dia lanjut berjalan ke meja tempat pakaian serta barang-barangnya yang lain. Tangan pria berwajah dingin itu sibuk mengeringkan rambutnya menggunakan handuk.

“Ambil, jangan ganggu saya.” Alvian melempar kartu ATM ke kasur dekat dengan Jovicca. 

Alis wanita itu menyatu, bingung dengan perkataan suaminya. “Hah? Maksud kamu apaan?”

“Pinnya 614028,” balas Alvian santai. 

Dia tau wanita seperti Jovi. Mereka hanya menginginkan uang, bahkan rela mengancam hanya untuk mendapatkan uang. Pria itu mengambil ponselnya, terlihat ingin menghubungi seseorang. 

Jovicca berdiri dengan susah payah, tidak peduli dengan badannya yang tidak memakai sehelai benang pun, dia berjalan tertatih-tatih dan langsung menampar pipi Alvian. Tatapan wanita itu mengisyaratkan kekesalan, marah, kecewa, sedih bercampur jadi satu. 

“Makan sendiri uang itu! Saya tidak butuh.” Jovicca mengurungkan niatnya untuk mandi, wanita itu langsung mengenakan lagi semua pakaiannya, dia akan mandi di apartement saja. 

Jovicca memaksa kakinya berjalan cepat keluar dari kamar, walaupun selangkangannya masih sangat sakit. 

Air mata wanita itu tetap jatuh melewati pipi mulusnya. Dia tidak bisa menerima penghinaan yang di berikan pria berstatus sebagai suaminya. 

Aku bukan jalang! Aku bukan pelacur! Aku gak sehina itu! Aku gak murahan! Aku tahu niat kamu, dan aku bakal menyetujui permintaan perceraian itu Al. 

Di kamar, Alvian terlihat bingung dengan apa yang terjadi. Tidak ingin mendapat masalah, pria berkulit sawo matang itu langsung menghubungi Veron sahabat sekaligus sekretarisnya di kantor. 

“Cari tau informasi tentang cewek yang tadi malam tidur dengan saya,” ucap Alvian setelah memastikan orang di seberang sana mengangkat telepon. 

“Cewek? Main sama wanita lagi? Astaga Al, gonta-ganti cewek mulu perasaan, gak takut  sak–.” Tidak ingin mendengar omelan panjang dari Veron, Alvian langsung menutup teleponnya. Pandangan pria berwajah datar itu mengarah ke tempat tidur. Selain kartu ATM, ada noda merah di atas kasur itu. Alvian juga melihat dengan jelas kalau wanita itu menangis. 

***

Jovicca sudah sampai ke apartementnya, dia langsung masuk dengan muka datar tanpa ekspresi. Tetapi matanya tidak bisa berbohong. 

“Kenapa?” tanya Xellan yang baru keluar dari kamar mandi. 

“Cowok bajingan.” Bukannya menjawab pertanyaan Xellan, Jovicca malah memaki seseorang, membuat wanita yang baru keluar dari kamar mandi itu berjalan mendekat. 

Xellan yang mengerti kalau sahabatnya tidak dalam keadaan baik, langsung memeluk Jovicca. Sekarang bukan waktunya bertanya. Sesekali tangan wanita itu mengelus lembut rambut perempuan manis di pelukannya. Tanpa sadar air mata Jovicca jatuh begitu saja. Dia teringat akan penghinaan yang di berikan Alvian. 

Lama wanita itu menangis di pelukan Xellan, mencium aroma jasmine dari tubuh perempuan berambut pendek itu membuat dirinya sedikit lebih tenang. Jujur, dia cukup lelah menangis meluapkan semua perasaan yang di simpannya dari semalam. 

Jovicca sebenarnya wanita yang tegar, kuat, dan selalu ceria setiap saat, Jovicca sangat jarang menunjukkan sisi lemah di depan orang lain, termasuk Xellan sahabatnya. Tetapi sekarang? Xellan yakin ini pasti bukan masalah kecil. 

“Kamu istirahat aja, nanti aku beli makan siang untuk kamu sebelum aku pergi ke kantor.” Xellan buka suara setelah di rasa Jovicca mulai tenang. 

Di dorongnya pelan pelukan mereka, Jovicca memaksakan senyumannya. Dia bangga memiliki sahabat seperti Xellan, yang selalu mengerti dan mencoba memberikan waktu untuk dirinya. 

“Makasi yaa,” sahut Jovicca yang di balas elusan di rambutnya oleh Xellan. 

Sebelum berangkat kerja, Xellan menyempatkan waktunya untuk membantu Jovi mandi juga berpakaian. Setelah semuanya selesai, Xellan berangkat ke kantor. 

“Makasi ya Lan, aku seneng punya kamu. Cuma kamu sama tante Renata yang aku anggap keluarga, jangan pernah tinggalin aku ya Lan,” gumam Jovi melihat punggung Xellan yang keluar dari pintu apartment mereka. 

***

TOK. 

TOK. 

TOK. 

Veron masuk ke ruangan Alvian. “Permisi pak, ada berkas yang harus bapak tanda tangani. Saya juga ingin memberitahukan jadwal bapak untuk hari ini.” 

“Informasi cewek itu?” Bukannya menjawab, Alvian malah membahas hal lain di luar pekerjaan mereka. Terhitung sudah tiga hari sejak kejadian malam itu. 

“Kerjaan gue banyak banget, dan belum selesai-selesai, lagian lo ngasi kerjaan gak nanggung-nanggung sih. Buat apaan informasi tuh cewek? Abaikan aja udah, sampe sekarang gak ada masalah kan?” balas Veron panjang lebar. 

Memang sudah kebiasaan Veron bersikap santai seperti itu ke Alvian. Mereka terkadang bersikap selayaknya teman, tapi Veron tahu kapan dia harus profesional menjadi sekretaris Alvian. 

DREET! 

Ponselnya bergetar, Alvian dengan malas mengangkat telepon dari ibunya. Dia sibuk di kantor, sedangkan ibunya selalu memintanya untuk pulang, hanya sekedar makan malam keluarga. 

“Alvian, nanti kamu pulang ya nak,” ucap Ibu Alvian langsung setelah cowo itu mengangkat teleponnya. 

Alvian menghela nafas. “Hari minggu ma,” balas pria itu jengah akan permintaan ibunya yang sama berulang-ulang setiap hari. 

“Kamu gak mau lihat istrimu? Dia ada di sini loh sama mama,” ucap Renata dari seberang telepon, membuat Alvian langsung bangun dari kursinya. 

“Aku pulang sekarang.” Belum mendengar balasan dari wanita itu, Alvian langsung menutup teleponnya. Alasan Alvian ingin cepat pulang bukan karena penasaran dengan wajah wanita itu, melainkan ingin segera mengurus perceraian mereka. 

“Nanti malam kirim informasi tentang cewek itu! Saya tidak menerima alasan apapun,” tegas Alvian sebelum keluar dari kantornya, meninggalkan berkas-berkas penting yang berserakan di atas meja. 

“Al, mau kemana? Nanti sore ada meeting!” teriak Veron yang kesal dengan tingkat bos sekaligus sahabatnya itu. 

Kini Alvian sudah sampai di depan rumah orang tuanya. Walau sudah menikah hampir 2 tahun, dia tidak pernah melihat wajah wanita itu, namanya saja dia tidak tahu. Tapi bukan itu tujuan utamanya datang ke rumah ini, melainkan ingin meminta perceraian. Pria dingin itu ingin segera lepas dari hubungan tidak jelas ini. 

“Selamat sore tuan,” sapa seorang wanita yang bekerja sebagai pelayan. 

Alvian hanya mengangguk dan berjalan masuk, pria yang memakai jas berwarna hitam itu terkejut saat melihat dengan jelas siapa wanita yang duduk tepat di depan ibunya. Itu orang yang beberapa malam lalu menghabiskan waktu bersamanya. 

Jadi, wanita itu istrinya? 

BAB 3

Alvian berjalan santai menuju ruang tamu. Seketika pria itu terkejut saat matanya melihat dengan jelas sosok wanita yang duduk tepat di depan mamanya. CEO muda itu menutupi wajah terkejutnya dengan wajah datar yang selalu dia tunjukkan. 

“Al sini duduk depan mama samping Jovicca,” ucap Renata yang menyadari anaknya sudah sampai. Alvian duduk tepat di samping Jovicca. 

“Tante sebelumnya saya minta maaf. Tujuan saya datang ke sini hanya untuk menyetujui permintaan cerai dari Alvian.” Jovicca memberikan senyum manis semampunya, terlalu muak dengan pria arogan ini. Jovicca hanya menghargai sepasang suami istri itu. 

Remon menghela nafas. “Jovicca, maaf atas permintaan yang tidak menyenangkan dari anak saya. Mungkin saat ini kita bisa membahasnya. Tidak perlu terburu-buru mengambil keputusan.” 

Renata menyetujui ucapan suaminya. Dia yakin Jovicca pantas bersanding dengan anaknya. Melihat bagaimana wanita itu bersikap, berbicara, dan menghormati mereka, cukup meyakinkan Renata kalau Jovicca wanita yang baik. Selain itu, wanita paruh baya itu juga merasa punya tanggung jawab terhadap Jovicca. Renata merasa dekat dengan wanita berwajah manis ini, walau mereka belum pernah bertemu, tetapi Renata kerap sekali menghubungi Jovi lewat telepon atau sebatas pesan singkat. 

Jovicca tersenyum. “Maaf paman, tetapi Al sen–” 

“Saya tidak ingin bercerai,” ucap Alvian memotong perkataan Jovicca, membuat wanita itu langsung menoleh ke arahnya. 

Bukan hanya Jovicca, Remon dan Renata juga melihat Alvian dengan tatapan bingung. Jovicca menatap kesal pria berwajah dingin itu. Sedangkan Alvian hanya menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum mengejek ke arah Jovicca.

Apa maksudnya? Bukankah dia yang selalu minta untuk bercerai? 

“Apa maksud kamu? Bukannya kamu yang minta cerai beberapa bulan belakangan ini?” tanya Jovicca dengan kerutan di kedua alisnya. 

“Saya batalkan,” jawab Alvian enteng, membuat Jovicca mengerutkan alisnya tidak mengerti. 

“Apaan batalkan-batalkan seenak kamu, aku gak mau! Aku tetap minta cerai,” balas Jovicca membuang muka ke arah lain. 

“Tapi saya tetap ingin melanjutkan pernikahan ini.” 

“Ck, gak usah keras kepala deh. Kamu juga udah siapin surat cerainya kan? Mana sini, aku tinggal tanda tangan terus pulang.” 

“Sudah saya bakar,” balas Alvian cuek, sedangkan Jovicca membulatkan matanya tidak habis pikir dengan kelakuan pria di depannya ini. 

Mereka berdebat, tidak menyadari atau memang sengaja mengabaikan sepasang suami istri yang memperhatikan mereka sedari tadi. Alvian dan Jovicca baru saja bertemu, tetapi mereka bersikap seolah-olah sudah saling mengenal satu sama lain. 

Lagi-lagi Remon menghela nafasnya. “Jovicca, saya minta maaf atas perlakuan anak saya. Tetapi untuk urusan pernikahan ini bisa kita bicarakan baik-baik. Ini bukan hanya tentang kalian, tetapi kami sebagai ayah dan ibu Al juga bersangkutan di dalamnya,” ucap Remon dengan tenang. 

Jovicca menatap Remon sejenak, lalu menunduk karena merasa bersalah sudah mengabaikan dua orang tua di depannya. “Maaf, Paman.” 

Renata mendekati Jovicca, dia duduk di samping wanita itu. Tangannya mengelus rambut panjang Jovicca, wanita muda itu mengangkat kepalanya, seketika hatinya tenang saat melihat senyum di wajah teduh Renata. “Tante mau bicara berdua sama kamu, boleh?” 

Jovicca balas senyum Renata, mengangguk menerima ajakan wanita itu. Walaupun Renata bukan ibu kandungnya, tetapi Jovicca merasa tenang saat melihat senyuman tulus wanita paruh baya itu. 

Jovicca dan Renata berdiri, mereka berjalan beriringan ke taman belakang. Tersisa Remon dan Alvian berdua di ruang tamu. Alvian sibuk dengan ponselnya, sedangkan Remon memperhatikan anak laki-lakinya dalam diam. 

“Al.”

“Gak usah basa-basi.”

Baru saja ingin memulai percakapan, tetapi Al kelihatan tidak tertarik berbicara dengannya walau hanya sebentar. Hubungan mereka memang tidak baik sejak peristiwa hilangnya saudara Alvian. 

Remon dan Renata memiliki tiga orang anak, dua adalah laki-laki, dan satu perempuan. Anak pertama bernama Zean Arche, anak keduanya bernama Alvian Arche, dan anak ketiga mereka bernama Harmony Arche. Jarak umur mereka juga tidak terlalu jauh, tetapi sifat mereka sangat jauh berbeda. Zean memiliki sifat yang humble dan dewasa, Alvian dengan sifat dingin di luar dan hangat di dalam, sedangkan Harmony adalah gadis ceria juga manja. 

***

Renata mengelus tangan Jovi, menatap lekat mata wanita bersurai hitam itu. “Muka kamu manis banget, sekarang Tante bisa lihat secara langsung wajah ini. Dan tahi lalat ini, kamu seperti duplikat ibumu.” 

Jovicca malu karena mendengar pujian terhadap dirinya, dia membalas dengan senyuman. “Makasi Tante, Tante juga cantik.” 

“Sayang, sebelumnya Tante minta maaf ya soal Alvian. Tante tahu dia gak sopan dan terlalu cepat mengambil keputusan. Tetapi percaya sama Tante, Alvian anaknya baik dan perhatian, tapi dia tidak bisa menunjukkannya secara langsung. Selain itu, dia punya masa lalu yang tidak menyenangkan, membuatnya semakin sulit untuk terbuka sama orang lain,” ucap Renata panjang lebar.

Tangannya masih setia mengelus jari Jovicca, dan pandangannya mengarah ke kolam ikan di depan mereka.

Jovicca terdiam, matanya ikut melihat ikan yang berenang bebas di bawah sana. Dia tidak tahu, dan tidak ingin tahu hal apa pun yang berhubungan dengan pria bajingan itu. Jovicca benar-benar tidak menyukai Alvian, Laki-laki itu terlalu sombong dan arogan, belum lagi sikapnya yang tidak menghargai wanita, itu sifat pria yang sangat di benci Jovicca. Bagaimana bisa dia akan hidup dengan pria yang tidak bisa menghargainya sama sekali? 

Dia tidak ingin makan hati setiap hari karena sikap buruk Alvian. Selain itu, sekarang mereka belum terlalu dekat, Jovicca juga tidak mencintai pria itu, jadi bukan masalah besar kalau mereka berpisah lebih awal bukan? Tetapi Jovicca juga tidak ingin mengecewakan Renata. Mereka memang tidak pernah bertemu, tetapi Renata selalu memperhatikannya seperti seorang ibu, Renata sudah dia anggap seperti mamanya sendiri, dan Jovi tidak ingin wanita itu kecewa dan sedih karena dirinya. 

“Cantik, kamu jangan merasa terbebani sayang. Tante juga paham apa yang kamu pikirkan, Tante juga tahu kejadian tiga hari yang lalu antara kamu dan Alvian. Tante tidak memaksa kamu untuk melanjutkan pernikahan ini. Toh kamu tetap akan menjadi anak Tante, Jovi.” Renata mengalihkan pandangannya ke arah Jovicca. 

Jovicca balas menatap Renata dengan senyuman manis di bibirnya. “Tante, boleh kasi Jovi waktu buat memikirkan masalah ini?”

Wanita paruh baya itu mengangguk menyetujui permintaan menantunya. “Tante terima semua pendapat kamu sayang.”

Jovicca mengangguk yakin dengan pilihannya, dia akan meminta pendapat Xellan nanti saat sudah sampai di apartement. Sekarang dia hanya memiliki Xellan tempat cerita dan berkeluh kesah, wanita itu juga selalu dapat di andalkan dalam setiap masalah yang Jovi hadapi. Dia tidak ingin salah mengambil keputusan. 

Selesai dengan pembahasan itu, Jovi dan Renata lanjut membahas hal lain. Mulai dari barang kesukaan sampai ke aksesoris favorit mereka berdua. Bercanda bersama dan menghabiskan waktu selayaknya ibu dan anak. 

Kalau di taman hawanya sangat hangat dan menyenangkan, berbanding terbalik dengan keadaan di ruang tamu. Ayah dan anak itu sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Remon yang sibuk menonton televisi, sedangkan Alvian sibuk mengotak-atik ponselnya. 

TING. 

Satu pesan masuk, membuat sebelah sudut bibir pria itu tertarik ke atas setelah membaca pesan yang di kirim lewat benda pipih berbentuk persegi panjang itu. 

Argos Vander? Menarik. 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!