NovelToon NovelToon

Menikahi Mantan Kakak Iparku

Tentangku

Hai. Perkenalkan namaku Alya Shanum atau biasa di sapa alya.

Aku berusia 22 tahun.

Aku adalah putri seorang ustad yang bisa dibilang ternama di daerahku. Abah, ya aku memanggil ayahku dengan sebutan abah, dan ibuku yang ku panggil umi.

Mereka berdua tak pernah menuntutku untuk menjadi seperti mereka, yang mendalami tentang agama. Aku tetap aku yang menjadi diriku sendiri.

Mungkin alasan abah dan umi tidak terlalu menuntutku karena aku ini anak tunggal, abah dan umi memiliki aku bukan dengan cara yang mudah.

Umi menikah dengan abah saat abah berusia 30 tahun dan umi berusia 25 tahun, sedangkan umi melahirkanku setelah 5 tahun perjalanan rumah tangga umi dan abah.

Bukan waktu yang singkat untuk mereka menantikan sebuah momongan.Pasti sudah banyak usaha yang abah dan umi lakukan saat itu.

Aku memang dimanja, tidak pernah dituntut atau dipaksa melakukan hal apapun,tapi itu tidak menjadikanku pribadi yang seenaknya.

Aku tetap menghormati abah dan umi. Akupun tahu batasan untuk tidak melakukan hal hal yang bisa membuat mereka kecewa.

Oh ya abah juga memiliki pondok pesantren yang cukup besar, jaraknya lumayan jauh dengan rumah kami sekitar 1 jam perjalanan.

Abah selalu menyempatkan diri ke pondok meskipun jarak rumah kami yang lumayan jauh. Bagi abah pondok adalah rumah kedua untuknya.

Aku dulu sering diajak abah ke pondok untuk sekedar melihat lihat suasana disana.Tapi semenjak aku kuliah aku tidak pernah kesana lagi. Karna kesibukanku saat itu.

Abah juga pernah menawariku untuk belajar disana.

Dan kalian pasti tahu jawabanku. Aku merasa tidak cocok saja berada disana, meskipun suasana disana yang sejuk dan damai tetap saja aku merasa tidak sebebas aku tinggal disini.

Hari itu untuk pertama kalinya aku mendengar abah membentakku.

Kejadian itu terjadi ketika aku pulang larut malam saat menghadiri pesta ulang tahun sahabatku.

Karna terlalu asyik merayakan pesta,aku tidak menyadari ketika jam sudah menunjukkan pukul 12 malam, aku baru menyadarinya ketika musik pesta berhenti dan melihat ponselku dengan notifikasi penuh panggilan dari abah.

Aku segera pamit pulang dengan tergesa gesa. Diperjalanan, aku lumayan cemas karna memang tidak biasanya aku pulang selarut ini.

Biasanya jam 9 malam aku sudah sampai dirumah.Kalaupun ada hal penting,maksimal jam 10 malam aku harus sudah berada dirumah dan itupun harus sepengetahuan abah atau umi.

Sesampainya dirumah,aku membuka pintu dengan kunci cadangan yang kubawa.

Ketika aku membuka pintu terlihat rumah dalam kondisi gelap yang menandakan abah dan umi sudah tidur.

"huft" lega rasanya. Tapi ketika aku hendak menuju kamar tiba tiba lampunya menyala.

Betapa terkejutnya aku saat melihat abah dan umi berada diruang tengah.

"Assalamualaikum nduk"

"Eh abah,umi, waalaikumsalam"

Aku segera berlari mencium tangan abah dan umi.

"Kamu darimana saja al? Kenapa pulang selarut ini? Kamu ini perempuan, jam segini kok baru pulang.Kalau sampai terjadi apa apa dengan kamu di jalan bagaimana?"

Baru kali ini umi terlihat sangat marah padaku.

"Sudah mi sudah." abah berusaha menenangkan umi.

"Nduk,kamu tahu kamu salah?"

Aku mengangguk.

"Maaf bah. Alya tadi terlalu asik di ulang tahun syifa sampai lupa kalau sudah larut. Maaf ya bah, umi, alya janji nggak akan mengulangi lagi".

"Kamu ndak kasihan melihat abahmu? Beliau ini sudah tua al. Masih harus ya memikirkan kelakuan kamu yang masih seperti ini?".

"Kelakuan apa sih mi? Memang alya ngapain? Salah ya kalau alya sekali saja pulang malam. Toh nggak macem macem cuma ngerayain pesta kecil kecilan saja. Umi kan juga tahu syifa itu sahabat alya.Lagi pun alya sudah janji kan tidak melakukannya lagi".

"Bukan masalah boleh atau tidak boleh al. Kamu ini wanita dewasa,bagus kah kamu pulang sendirian di malam hari? Apa kamu tidak berpikir bagaimana perasaan abah dan umi? Abahmu itu ndak tidur lo dari tadi nungguin kamu pulang".

"Umi sudah ah ndak usah diperpanjang. Masuk kamar saja nduk".

"Mulai besok kamu ndak boleh pulang lebih dari jam 8 malam dan umi akan mulai mengajak kamu mengikuti kajian rutin seminggu 2 kali".

Baru saja aku hendak menuju kamar,kata kata umi menghentikan langkahku.

"Apa? Nggak umi. Kok umi jadi mulai mengekang dan mengatur alya begini. Oke! Kalau alya tadi salah alya minta maaf,tapi alya nggak mau melakukan apa yang umi minta".

" Umi tidak memberi tawaran dan umi tidak butuh persetujuan. Mau tidak mau, suka tidak suka, kamu harus ikuti kemauan umi."

"Umi" nadaku sedikit membentak.

"Alya".

Aku tersentak dan terkejut saat abah memanggilku dengan nada tinggi yang tak pernah ku dengar sebelumnya.

"Kamu tahu siapa yang kamu ajak bicara? Dia ini ibumu. Ibu yang melahirkanmu. Ibu yang mempertaruhkan nyawanya untuk kamu. Berani kamu membentaknya? Asal kamu tahu, abah saja sebagai suaminya tidak pernah melakukan itu padanya bahkan padamu! Keterlaluan kamu kali ini. Minta maaf sekarang".

Perkataan abah memberi tamparan keras bagiku. Aku merasa bersalah tapi aku juga merasa sakit hati dibentak seperti itu.

"Maaf umi". Bisik ku lirih sambil mencium tangan umi.

"Masuk ke kamarmu" pinta umi.

Saat aku menuju kamar kulihat dari tangga abah berbicara seperti menahan tangis.

"Maafkan abah umi. Maafkan abah".

"Kok abah malah minta maaf, sudah abah jangan begini".

"Abah ndak bisa mendidik putri kita dengan baik".

"Ssstt jangan bicara seperti itu. Kita harus berusaha membuat alya kembali kejalan allah ya bah. Kita minta sama allah. Ya? Sudah ndak usah dipikirkan,kita istirahat saja yuk".

Paksa berujung Suka

Keesokan harinya setelah perdebatan kecil itu, aku turun untuk sarapan.

Aku melihat umi sedang memanggang roti untuk ku tapi aku tidak melihat abah.

"Assalamualaikum umi".

"Waalaikumsalam. Ini umi buatkan roti kesukaanmu,tunggu sebentar ya umi beri selai kacang dulu".

Aku memeluk umi dari belakang.

"Maafkan alya tentang semalam ya umi".

Umi mengusap pipiku dengan lembut.

"Umi sudah memaafkan kamu al."

"Alya sayang sekali sama umi".

"Umi juga menyayangimu".

"Oh ya abah mana umi? Kok nggak ikut sarapan?".

"Abahmu kurang enak badan al, tadi umi sudah buatkan bubur dan memberi obat, abah sedang istirahat dikamar".

"Apa?".

Aku segera berlari ke kamar abah.

" Eh mau kemana al? Ini roti kamu".

" Nanti saja umi".

Teriak ku sambil terus berlari.

Tok tok tok

"Assalamualaikum abah".

Sambil terengah engah aku mengucap salam dengan lembut karna takut abah sedang tidur. Tapi tidak lama

"Waalaikumsalam. Masuk nduk".

Kulihat abah berbaring dengan lemas. Bibirnya yang pucat membuatku semakin khawatir.

"Abah kenapa? kata umi abah sakit?".

"Abah ndak papa kok nduk. Abah hanya kelelahan saja".

"Alya antar kedokter saja ya bah".

"Ndak usah nduk. Tadi umi sudah memberikan abah obat, nanti abah juga baik sendiri".

Aku memeluk tubuh abah.

" Maafkan alya ya bah. Pasti ini gara gara abah nggak tidur semalam. Maaf karna membuat abah marah, maaf alya salah?"

tuturku sambil menangis. Saat itu juga tangan abah menyeka air mataku.

" Jangan menangis to nduk. Ini bukan salah kamu. Abah hanya kecapean saja. Sudah ya abah sudah memaafkanmu. Dan abah minta maaf juga kalau perkataan abah ada yang menyakiti hati kamu".

"Enggak bah. Abah nggak salah.Alya yang salah.Maafkan alya ya bah".

abah mengangguk

"Kamu mau kemana?".

"Mau pamitan sama bu mega bah dosen pembimbing alya. Kebetulan pas acara wisuda bu mega nggak bisa datang. Jadi alya dan teman teman berencana mau kerumahnya sekalian mau mengucapkan terimakasih. Tapi kayanya alya nggak jadi ikut".

"Kenapa nduk?".

"Alya mau menemani abah saja".

Tidak ku pungkiri aku takut sekali melihat abah atau umi ketika sedang sakit. Karena selain usia abah dan umi yang sudah cukup berumur aku juga tidak memiliki siapa siapa lagi selain mereka,maka dari itu aku sangat takut kehilangan mereka.

" Kamu pergi saja,abah ndak apa apa kok, percaya sama abah".

"Beneran abah nggak apa apa alya tinggal?".

"Iya nduk".

"Ya sudah alya pamit dulu ya bah. Kalau nanti alya pulang abah belum enakan juga kita harus kedokter. Ya?".

"Iya nduk".

"Janji?".

"Janji".

Akupun berpamitan pergi pada abah.

"Gimana al? Sudah baikan abahmu?".

" Sudah mi mendingan katanya".

"Jadi kerumahnya bu mega?".

"Jadi umi. Alya pamit dulu ya".

"Pulangnya?".

"Nggak malem kok. Umi tenang saja".

"Ya sudah. Hati hati ya".

Aku mengangguk dan pergi.

Setelah aku selesai dengan urusanku,aku segera pulang untuk memastikan kondisi abah. Pada saat itu teman teman memintaku untuk ikut ke acara makan makan terakhir sebelum kami berpisah. Tapi karna memang sedari awal pikiranku sudah tertuju ke abah aku menolak permintaan mereka dengan berat hati.

Sesampainya dirumah ketika aku memberi salam tidak ada satupun sahutan dari umi atau abah. Kulihat kegarasi,mobil abah pun tidak ada disana. Aku berusaha menelpon ke nomor umi dan abah,tapi tidak ada jawaban satupun dari keduanya yang membuat aku semakin was was.

Setelah satu jam lebih aku menunggu, aku mendengar suara mobil,aku berlari menuju keluar rumah.

Ternyata benar itu abah dan umi.

Umi menuntun abah menuju kedalam rumah aku segera membantu umi.

"Abah. Umi abah kenapa?".

"Didalam saja ya bicaranya".

Setelah itu kami membawa abah ke kamar.

"Al. Kamu kok sudah pulang". Tanya umi

"Iya alya langsung pulang tadi khawatir sama kondisi abah. Abah kenapa umi".

"Lihat bah putri kita, terlihat jelas lebih menyayangi abahnya daripada uminya"

"Umi kan alya nanya serius."

"Abah dari dokter nduk".

"Kondisi abah makin parah? Kok nggak dirawat inap saja bah".

"Endak al abahmu ndak papa. Umi saja yang memaksa abah untuk kedokter takut abah semakin parah".

"Abah beruntung ya memiliki 2 bidadari cantik yang sangat menyayangi abah".

"Abah" umi melirik abah dengan tersenyum.

"Oh ya, abah ndak boleh kecapean lo ingat kata dokter".

"Iya umi. Tapi bagaimana dengan pondok pesantren kita? Abah sehari ndak kesana saja rasanya sudah rindu sekali. Terlebih sekarang sedang ada pembangunan untuk ruang baca santri. Abah harus memantau keadaan disana".

"Memangnya nggak bisa ya abah serahkan semantara sama ustad zain. Bukannya ustad zain orang kepercayaannya abah?".

"Ya ndak bisa to al. Memang benar ustad zain dan ustazah kia dipercaya abah untuk membantu mengelola pondok,tapi mereka kan disana hanya sebatas mengajar dan menjaga pondok".

"Iya nduk abah ndak bisa berpangku tangan seperti itu. Lagipula kalau ada apa apa nanti pasti butuh persetujuan abah. Kan ya ndak enak merepotkan ustad zain dan ustazah kia terus."

"Yang penting untuk sekarang abah fokus dulu sama kesembuhan abah ya, Urusan pondok nanti kita pikirkan lagi".

"Iya bah benar kata umi".

Keesokan paginya.

Aku melihat abah dan umi sedang berada ditaman samping rumah.

"Wah sudah mendingan ya bah?".

"Iya nduk sudah jauh lebih baik".

"Sini al, umi sama abah mau bicara". Sambil menepuk kursi umi memintaku duduk disampingnya.

"Bicara soal apa umi?".

"Al, abah dan umi punya rencana untuk tinggal di pondok kita".

"Apa? Tinggal dipondok? Yah umi terus bagaimana dengan alya? Masa alya ditinggal sendiri disini? Tega banget deh umi".

"Eh, umi kan belum selesai bicara. Kamu dengerin dulu dong. Gini lo, umi dan abah juga akan membawamu kepondok. Ya hitung hitung juga menambah wawasan kamu dan mengenalkanmu pada lingkungan pondok. Karena kamulah satu satunya yang akan menjadi penerus abah dan umi untuk mengelola pondok kita al, mau ya?"

"Tunggu tunggu mi. Kok jadi gini ya? Kok harus tiba tiba pindah sih? Alya kan mau cari kerja disini. Lagipula bagaimana dengan rumah kita?"

"Ya kita kan pindahnya juga nggak sekarang al. Bulan depan kita pindah dan rumah kita akan disewa oleh anak dari sahabat abah. Kata abah anak dari sahabatnya itu mau kerja di sekitar sini jadi butuh rumah untuk tempat tinggal dan pas sekali tadi malam abah dan umi kepikiran hal ini".

"Iya nduk. Dengan kondisi dan usia abah ini, abah ndak mungkin untuk datang pergi kepondok dan rumah terus menerus. Memang terkesan mendadak tapi abah pikir ini yang terbaik untuk kita. Kamu ndak usah berpikir tentang pekerjaan. Kamu bantu bantu abah dipondok saja ya?"

Dengan berat hati aku mengiyakan permintaan abah dan umi.

"Al nanti kamu ikut umi kajian ya? Nanti umi kenalkan kamu ke teman teman umi."

"Iya mi". Nadaku sedikit malas dan beranjak pergi meninggalkan abah dan umi.

Ketika dikamar aku berpikir sejenak.

Mengapa hidup mulai merubahku. Hanya karena kejadian pesta itu mengapa umi dan abah mulai memaksa dan mengatur aku?

Mengikuti kajian lah, Tidak boleh bekerja lah,Menjadi pengurus pondok lah, dan bahkan harus tinggal di pondok itu.

Rasanya semua ini tidak pernah terpikir olehku. Aku berusaha menuruti permintaan abah dan umi meski dihatiku rasanya sangat ingin memberontak.

"Al ayo berangkat".

"Abah nggak papa mi ditinggal sendiri?".

"Ndak papa. Wong nanti juga ada sahabat abahmu yang mau lihat rumah kita,itu lo al yang umi ceritain kemarin. Yang mau menyewa rumah kita".

"Oh.."

"Ya sudah yuk berangkat takut terlambat nanti".

"Alya pamit dulu sebentar sama abah".

"Iya umi tunggu dimobil ya".

Sampailah kami disebuah rumah.

"Ini rumah siapa umi?".

"Rumah umi binti. Kajian kita memang berada disini".

"Oh alya kira digedung".

"Kalau dirumah lebih enak al, lebih leluasa juga kalau mau bertanya tanya. Yang datang disini juga hanya sahabat sahabatnya umi binti kok ndak semua orang. Yuk masuk"

Ketika masuk rumah,kami disambut oleh ibu ibu dan ada beberapa anak perempuan yang seusia atau bahkan lebih tua dariku. Mungkin ini anak dari ibu ibu yang ikut kajian. Umi memperkenalkanku.

"Wah umi anaknya cantik sekali masyaallah" .

"Iya bu alhamdulillah".

"Iya nih umi cantik sekali dek alya ini mirip dengan umi nya".

"Bisa saja umi binti ini. Oh ya maaf anak saya baru sempat mengikuti kajian karena baru selesai menyelesaikan kuliahnya".

"Wah nggak papa dong umi. Yang penting sekarang kan dek alya bisa ikut kajian. Ya kan dek?".

"Iya" Sambil tersenyum aku mengangguk.

"Ngomong ngomong ustad ammar belum sampai?".

"Sebentar lagi umi. Tadi saya telfon katanya sedang terjebak macet."

Tak lama kemudian ada suara salam laki laki.

Apakah ini ustad ammar? Ustad yang dibicarakan tadi? Masyaallah tampan sekali gumamku. Aku tidak berkedip melihatnya. Sosok yang benar benar mengagumkan dan terlihat sekali wibawanya.

Benar benar tidak menyesal aku mengikuti kajian dengam umi. Hehe

Jatuh untuk Cinta

Setelah kajian itu,aku semakin semangat mengikuti kajian lagi dengan umi dan sudah tiga kali pertemuan.

Setelah ku pikir pikir tidak ada salahnya aku belajar memakai hijab. Terlebih pintu hatiku sudah mulai terketuk untuk mendalami ilmu agama.

Umi dan abah tampak senang dan terkejut mendengar keputusanku untuk berhijab.

"Masyaallah nduk. Abah bahagia sekali mendengarnya"

"Iya al umi juga terharu. Bah, abah tahu alya sekarang semakin semangat mengikuti kajian bersama umi. Umi jadi senang dengan perubahan alya yang sekarang"

"Iya mi allah itu maha baik. Allah memberi hidayah putri kita dengan waktu yang begitu singkat. Makasih ya nduk sudah mau berubah"

"Abah, Umi. Sudah dong alya jadi merasa malu. Seharusnya kan alya melakukan ini dari dulu tapi alya hanya memikirkan tentang dunia saja. Harusnya alya yang minta maaf sama abah dan umi. Alya masih perlu banyak belajar lagi"

"Wah ini isi dari ceramah ustad ammar kemarin ya?Tentang orang orang yang terlalu fokus mengejar dunia hingga lupa tentang akhiratnya, iya kan al?"

Aku tersenyum dan tertunduk.

"Alhamdulillah ammar banyak membawa pengaruh untuk anak kita mi."

"Abah juga kenal ustad ammar?"

"Bagaimana ndak kenal? Ustad ammar itu mantan santri abahmu al. Beliau ini sangat sukses dan terkenal sekarang. Sering mengisi kajian di acara acara besar tapi masih sempat mengatur jadwalnya untuk kajian dirumah umi binti. Salut sekali kan?"

"Ammar itu ndak pernah berubah. Dia tidak pernah melupakan dimana dia menuntut ilmu. Kamu tau nduk? Beliau itu salah satu donatur besar di pondok kita ini. Meskipun jarang ke pondok ammar tidak pernah sekalipun melupakan abah,umi dan keluarganya dipondok"

"Tapi sayang ya "

"Sayang kenapa mi?"

"Allah terlalu mencintai ustad ammar al, sehingga allah memberi ujian kepadanya begitu berat.Ustad ammar telah kehilangan orang tuanya sedari kecil dan baru dua tahun yang lalu dia kehilangan istri dan calon buah hatinya pada peristiwa kecelakaan mobil tunggal yang dialami nisa"

"Nisa? Jadi ustad ammar sudah pernah menikah mi?"

Umi mengangguk.

Ketika umi hendak bercerita kembali,azan ashar berkumandang. Aku sangat ingin tahu tentang ustad ammar dan almarhumah istrinya tapi aku takut kalau umi mencurigaiku.

Keesokan harinya umi memberitahuku kalau mulai besok kami akan segera pindah ke pondok. Yang artinya hari ini adalah hari terkahirku mengikuti kajian ustad ammar. Aku sangat sedih tapi bagaimana lagi? paling tidak,nanti saat kajian aku bisa memandangnya untuk terakhir kali.

Tapi saat mengikuti kajian tiba tiba bukan ustad ammar yang datang.

Aku memperhatikan dari jauh,aku masih berpikir mungin ustad ammar akan menyusul.

"Kamu kenapa al kok seperti mencari sesuatu begitu".

"Kok bukan ustad ammar umi yang datang?"

"Oh iya tadi di grup ada pemberitahuan kalau ustad ammar tidak bisa datang karna hal mendadak dan diganti dengan ustad yahya. Minggu depan baru ustad ammar yang mengisi kajian"

"Oh".

Tanpa kusadari umi melihatku dengan senyum senyum.Sepertinya umi mulai menyadari ketertarikanku pada ustad ammar.

Meski ustad ammar tidak datang bukan berarti aku tidak senang mengikuti kajian hari ini. Tapi tetap saja,hari yang seharusnya menjadi hari terakhir aku bertemu dengan ustad ammar ternyata tidak seperti yang aku harapkan.

Mungkin allah memang tidak menginginkan aku untuk bertemu dengan ustad ammar. Agar aku tak terlalu jauh tertarik padanya atau aku akan sakit hati nantinya.

Keesokan harinya abah menyerahkan kunci rumah kepada sahabatnya. Memang berat melepas kenangan kenangan dirumah ini. Walau rumah ini masih milik kami tapi aku merasa sangat terikat pada rumah yang memberi kenyamanan ini. Terlihat jelas kami sedikit merasa sedih tapi seketika perasaan itu berlalu.

Sesampainya di pondok kami disambut dengan iringan hadroh disepanjang jalan.

Pondok ini tidak banyak berubah,masih asri dan sejuk. Hanya suasananya saja yang semakin ramai. Ustazah kia mengantarku ke kamar.

"Al.. Ini kamarmu sementara. Nanti kalau kamar kamu sudah jadi baru kita pindah ya"

"Iya ustazah terimakasih"

"Ustazah tinggal dulu ya"

"Tunggu ustazah, alya mau nanya boleh?"

"Nanya apa al?"

"Ini perasaan alya apa gimana ya? Kok sepertinya santri disini semakin bertambah banyak?"

"Abah ndak cerita to al?"

"Cerita apa?"

"Beberapa bulan ini pondok kita bukan hanya menerima santri yang memang ingin belajar disini. Tapi abah juga memberi kesempatan untuk anak anak yang tidak memilik biaya atau tidak memiliki tempat tinggal untuk belajar dan tinggal disini. Bahkan rencananya,disamping ruang baca yang sedang di bangun, abah juga akan menambah beberapa kamar untuk berjaga jaga kalau ada anak anak jalanan yang ingin tinggal disini. Luar biasa sekali kan abah itu, tidak heran kalau rejeki beliau mengalir terus. Kami sekalipun tidak pernah kekurangan dana bahkan perbulannya semakin meningkat al karna banyak sekali donatur yang ingin menyisihkan rejekinya untuk pondok ini"

"Pantas santri santri disini bukan hanya terlihat menghormati abah tapi juga menyayangi abah ya ustazah?"

"Iya al betul sekali"

Aku semakin mengagumi sosok abah. Bahkan kebaikan yang abah lakukan ini tidak pernah abah ceritakan padaku.

Singkat cerita sudah 2 minggu aku dipondok ini. Ternyata tak seperti yang aku bayangkan dulu. Aku pikir pondok itu hanya melulu soal belajar dan mengaji tapi nyatanya tidak. Ada banyak kegiatan yang membuatku senang berada disini. Hal hal yang sebelumnya tidak pernah aku lakukan seperti berkebun,membatik,memasak dan masih banyak lagi membuatku semakin betah tinggal disini. Dan satu hal lagi, yang kupikir aku tidak akan mudah bersosialisasi di pondok ini ternyata aku salah besar, karena kenyataannya santri santri disini sangat ramah sekali bahkan aku sudah memiliki sahabat disini dia bernama aisyah. Dia seumuran denganku. Aisyah menjadi salah satu pengajar dan penghuni tetap dipondok ini karna memang dia seorang yatim piatu. Dia ingin mengabdi pada pondok ini ucapnya. Tiba tiba ada yang terbesit dibenakku. Kalau aisyah disini sudah lama pasti sedikit banyak dia tahu tentang ustad ammar.

"Aisyah"

"Iya al, kenapa?"

"Kamu tahu tidak tentang ustad ammar?"

"Ustad ammar? Ya tahu lah. Mantan santri abah kan?"

"Iya. Kok kamu bisa tahu?"

"Cerita tentang ustad ammar itu sudah diketahui oleh seluruh santri disini. Terlebih sekarang beliau sudah sukses. Para pengajar disini menjadikan beliau sebagai sosok inspiratif untuk para santri ".

"Bukan tentang itu"

"Lalu?"

"Umi pernah bercerita kalau ustad ammar itu pernah memilik seorang istri tapi meninggal dalam kecelakaan"

"Oh itu. Iya namanya teh nisa. Ustad ammar selain dikenal dengan wajahnya yang tampan dan kebaikannya beliau ini juga dikenal dengan laki laki yang sangat setia. Semenjak almarhumah teh nisa meninggal, beliau sama sekali tidak menggerak kan hatinya untuk perempuan lain. Bahkan ada yang bilang beliau sudah menolak ajakan taaruf dari parai kyai atau ustad ustad yang ingin menjodohkan putri mereka dengan ustad ammar lo al".

"Segitu cintanya ya ustad dengan teh nisa?"

"Iyalah. Teh nisa itu dulunya juga pengajar disini al, saat ustad ammar belum seterkenal sekarang, beliau kan masih memberi tausiyah dipondok dan mengajar, mungkin saat itulah mereka jatuh cinta.Teh nisa itu cantik sekali, baik hati,lemah lembut, pokoknya definisi wanita sholeha lah. Tapi sayang sekali saat rumah tangganya sedang bahagia bahagianya beliau harus kehilangan nyawanya. Ketika sudah hampir memasuki 2 tahun pernikahan ustad ammar dengan teh nisa, teh nisa kecelakaan saat hendak menyusul ustad ammar kesini. Padahal teh nisa hendak memberi kabar kalau dirinya sedang hamil,yang saat itu posisinya teh nisa baru selesai memeriksakan kandungannya kedokter. Jangankan ustad ammar al, kamipun merasa sangat kehilangan sosok teh nisa yang begitu hangat di tengah tengah kami"

"Jauh sekali ya teh nisa denganku?"

"Maksudmu?"

Tanpa kusadari kata kata itu terucap begitu saja dari mulutku. Aku berlari malu karna aisyah yang mulai menyudutkan tentang pertanyaanku tadi. Aisyah mengejarku dibelakang sambil terus menanyaiku dengan ledekan. Tanpa kusadari aku menabrak tubuh seseorang dan seketika itu aku hampir jatuh. Tapi sebuah tangan meraihku.

Betapa terkejutnya aku melihat sosok yang berada di hadapanku

"Ustad ammar".

"Maaf, saya tidak sengaja".

Dia berlalu begitu saja

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!