NovelToon NovelToon

My Lovely Husband

Bab 1

"Kita akan menikah dua bulan lagi, sampai kapan kita akan merahasiakan hal ini pada Raya?"

Raya mematung. Kakinya terasa lemas seketika. Benarkah apa yang dia dengar barusan? Haidar dan Sintia akan menikah? Tidak mungkin. Raya menggeleng kuat. Kekasih dan sahabatnya itu tidak mungkin menusuknya dari belakang.

"Kamu hanya salah dengar, Ray", ucapnya meyakinkan diri sendiri. Raya kembali melangkah kaki, namun percakapan keduanya kembali membuat langkahnya terhenti

"Katakan sesuatu, Dar! Jangan hanya diam saja! Diam tidak akan menyelesaikan masalah kita. Bagaimanapun, Raya harus tahu hal ini!"

Deg

Kini, jantung Raya seolah berhenti berdetak. Jadi benar apa yang dia dengar barusan. Rupanya mereka benar - benar akan menikah. Raya tersenyum miris. Dua bulan lagi? itu artinya hubungan mereka pasti telah terjalin sejak lama, bukan?. Lantas, kenapa selama ini ia seperti orang bodoh yang tak tahu apa - apa? Atau memang keduanya yang terlalu pandai menyembunyikan hubungan mereka.

Raya mengepalkan tangan, dia merasa dipermainkan oleh dua orang yang paling dia percaya selama ini. Bisa - bisanya ia hanya dijadikan boneka oleh keduanya. Sakit, tentu saja. Kecewa? Jangan ditanyakan lagi.

Tak mau membuang - buang waktu, Raya segera meninggalkan restoran tempat mereka janjian untuk bertemu. Persetan dengan rencana mereka yang akan nonton bersama. Hati Raya terlanjur sakit mendengar fakta yang baru saja ia ketahui. Raya pikir, ia tidak perlu lagi menemui keduanya seumur hidup.

🌿🌿🌿

Raya Queenza Danuarta, gadis berusia dua puluh lima tahun yang biasa dipanggil Raya itu memutuskan untuk pulang setelah batal nonton bersama kekasih sekaligus sahabatnya. Hatinya sedang tak baik - baik saja. Hari yang seharusnya menyenangkan, malah jadi hari kelabu baginya. Raya tidak mau jadi wanita bodoh untuk kedua kalinya. Walau sakit hati, tapi Raya harus tetap realistis. Yang ia butuhkan sekarang adalah menenangkan diri. Hibernasi didalam kamar sepertinya bukan solusi yang buruk.

Sepanjang perjalanan, Raya sesakali melamun. Rasanya semua seperti mimpi. Satu pertanyaan yang terus berputar di kepalanya. Sejak kapan mereka mulai berhubungan? Kenapa mereka begitu tega mengkhianatinya? Selama ini, semua terlihat baik - baik saja. Bahkan tidak ada yang mencurigakan. Gelagat Haidar dan Sintia juga sama seperti biasanya. Tidak ada tanda - tanda yang memperlihatkan jika keduanya adalah sepasang kekasih. Tapi kenyataannya, keduanya akan menikah dalam waktu dekat. Jika ada penghargaan untuk akting terbaik, Raya pikir keduanya sangat cocok dijadikan pemenang.

"Kamu benar - benar bodoh, Ray!"

Lagi - lagi senyum miris tersungging di wajah cantik Raya. Empat tahun menjalin hubungan bukanlah waktu yang sebentar. Banyak sekali suka duka yang mereka lewati. Kenangan manis dan pahit juga turut mewarnai perjalanan cinta Raya dan Haidar. Siapa sangka hubungan itu harus kandas karena sebuah pengkhianatan. Jika saja wanita lain yang merebut Haidar, mungkin sakit yang Raya rasakan tidak sedalam ini. Tapi nyatanya, wanita itu adalah Sintia. Sahabatnya sendiri.

Mobil Pajero Sport hitam yang Raya kendarai memasuki pintu gerbang hitam yang menjulang tinggi. Setelah memarkirkan mobilnya, Raya segera masuk kedalam rumah.

"Loh, kok sudah pulang? Nggak jadi nonton?", tanya Raisa, Mamanya

"Batal!", sahut Raya cepat. Dia segera menaiki tangga menuju ke kamar. Sementara Mama Raisa hanya mengedikkan bahu

Begitu tiba dikamar, Raya langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Ia memejamkan mata sejenak. Rasanya masih tidak percaya dengan apa yang terjadi hari ini. Terlalu larut dengan banyak pertanyaan, akhirnya Raya tertidur dan masuk kedalam alam mimpi.

🌿🌿🌿

Tok Tok Tok

"Ray, Mama masuk ya?"

Mama Raisa memasuki kamar putrinya setelah mengetuk pintu. Ia menggeleng melihat Raya yang meringkuk diatas ranjang.

"Ray, bangun Sayang. Sudah sore"

Raya menggeliat, matanya terbuka namun ia masih enggan beranjak.

"Sudah sore loh, udah mau maghrib. Sana mandi. Meskipun lagi libur sholat, jangan malas - malasan juga"

"Raya masih capek, Ma"

Mama Raisa tersenyum, "Mama rasa tidurmu sudah cukup. Sekarang kamu harus bangun"

"Raya beneran males loh, Ma. Biarin Raya tidur lagi sebentar ya"

"Nggak bisa. Pamali tidur petang gini. Cepetan bangun. Lagipula, hari ini mau ada tamu loh. Ya masak, kamu ngerem aja dikamar"

Raya berdecak, "Kan tamunya Mama. Lagian pasti Mama yang akan banyak ngobrol. Garing amat dengerin emak - emak ngegosip"

"Eh ... Kok gitu ngomongnya. Tamunya laki - laki kok. Lagian, tamunya itu tamu kita. Bukan cuma tamu Mama dan Papa aja, tapi tamunya kamu juga. Kan kamu anak kami satu - satunya. Pokoknya Mama nggak mau tahu ya Ray, kamu harus siap - siap dan turun kebawah kalau tamunya sudah datang. Mereka akan datang habis maghrib. Jangan lupa pakai baju yang bagus dan dandan yang cantik!", ucap Mama Raisa kemudian keluar dari kamar

Raya menggerutu, titah Mamanya selalu tidak bisa dibantah. Dengan malas, Raya melangkah ke kamar mandi. Dia merendam tubuhnya didalam bathup yang sebelumnya sudah diisi air hangat dan sabun aroma terapi.

"Ah, nyamannya"

Raya kembali memejamkan mata. Namun, ingatan tadi siang justru kembali berputar dalam benak.

"Sial! kok malah keinget kejadian itu!", Raya kembali menggerutu. Dia segera membersihkan diri dengan cepat. Lebih baik menuruti kemauan Mamanya daripada kepikiran Haidar dan Sintia terus - menerus.

Usai membersihkan diri, Raya memilih gaun selutut berwarna sage yang sangat pas dikulitnya yang putih. Tak lupa sedikit olesan make up yang semakin menyempurnakan kecantikannya. Raya mematut penampilannya di depan cermin. Tidak ada yang salah dengan dirinya. Wajahnya cantik, hidupnya mancung, bulu mata lentik, lesung pipi plus gigi gingsul. Tidak ada yang kurang, tapi kenapa Haidar malah menduakannya? Dan lebih parahnya lagi dengan sahabatnya sendiri.

"Sudahlah, Ray. Jangan memikirkannya lagi. Dia bukan pria yang tepat untukmu. Pasti nanti ada pria lain yang lebih baik dari pengkhianat itu. Lupakan mereka berdua. Mungkin ini yang terbaik. Percayalah bahwa rencana-Nya lebih indah dari rencanamu?"

Raya segera turun ke lantai bawah. Dilihatnya Mamanya sibuk menata makanan di piring.

"Siapa sih tamunya sampai heboh begini penyambutannya? Makanannya juga banyak banget menunya", tanya Raya heran

"Duh, cantiknya anak Mama. Jangan cuma nanya doang dong, bantuin nata diatas meja bisa kan?", puji sekaligus perintah Raisa pada Raya

Raya membawa makanan yang sudah siap ke meja makan, "Bukan calon presiden kan tamunya?", tanya Raya lagi

Raisa tergelak, "Kamu ini ada - ada saja. Ya bukan lah. Tamunya itu sahabat lama Papa, Om Brama sama anaknya"

Raya manggut - manggut. Tak lama terdengar suara mobil memasuki halaman.

"Pasti itu mereka. Ayo", ajak Raisa

Raya hanya mengekor dibelakang, sementara Mamanya berjalan lebih dulu menyusul Papanya yang memang sudah menyambut tamunya di depan teras. Bisa Raya lihat, dua orang pria turun dari mobil. Satu paruh baya yang Raya yakini adalah sahabat papanya. Sedangkan satunya lagi pasti anak dari Om Brama. Pria muda yang wajahnya terlihat begitu datar. Sama sekali tidak ada senyum diwajahnya.

"Ganteng banget ya Ray, anaknya Om Brama. Spek mantu idaman banget nih", bisik Mama Raisa

Ganteng sih, tapi kayak kanebo kering. Kaku. Nggak kebayang gimana menderitanya istrinya nanti. Gumam Raya dalam hati

Bab 2

"Apa kabar, Bram?", sapa Papa Danu bertanya pada sahabat lamanya

"Aku baik, Dan", Brama memberikan bingkisan yang ia bawa kepada Raisa

"Wah, terima kasih Mas. Kok repot - repot segala. Kamu sudah mau datang saja, kami begitu senang. Kita sudah lama sekali tidak bertemu loh"

"Nggak repot sama sekali. Karena kita sudah lama tidak bertemu, jadi aku membelinya. Kue itu kesukaannya Danu"

"Hahah, masih ingat saja kamu, Bram. Aku jadi terharu", sahut Papa Danu

"Meskipun kita sudah lama berpisah, aku tidak akan pernah melupakan sahabat baikku. Oh ya, ini Axel, putraku. Kalian ingat kan?", seru Bram mengenalkan putranya.

"Dulu Axel masih kecil, sekarang sudah sebesar dan setampan ini. Kalau kita tidak bertemu hari, mungkin pas ketemu diluar, kita nggak akan kenal"

"Bibitku tidak perlu diragukan pagi bukan?", Jawab Brama bangga

"Ma, Pa, makanannya sudah siap", sela Raya

Mama Raisa melambaikan tangannya, "Sini Sayang, sapa dulu Om Brama nya. Tadi cuma salaman saja kan?"

Raya mengangguk, tadi mereka memang hanya bersalaman saja. Raya langsung masuk kedalam setelah diminta Mama Raisa mengecek kembali makan malamnya.

"Ini Raya, putri kami"

"Hallo Om"

Brama tersenyum, "Senang bisa melihatmu lagi, Nak. Sekarang kamu terlihat begitu dewasa dan cantik"

Raya tersenyum, "Terima kasih, Om"

"Kalau Putra Om melamar kamu, kamu mau nggak?"

Senyum Raya berubah kikuk. Dia tiba - tiba merasa canggung. Raya melirik pria bernama Axel itu sekilas. Dan kebetulan pria itu juga sedang menatapnya. Masih sama, datar!

"Sebaiknya kita makan dulu. Lanjutkan ngobrolnya nanti lagi", seru Papa Danu

"Boleh lah. Kebetulan aku juga sudah lapar", sahut Brama dengan candaan

"Ayo - ayo, keburu makanannya dingin", sambung Danu

Mereka berjalan menuju ke ruang makan. Beberapa hidangan sudah tersaji diatas meja. Tentunya dengan berbagai macam menu. Papa Danu duduk di kursi inti, disebelahnya ada Mama Raisa, disebelahnya lagi ada Om Brama. Sedangkan Raya duduk berhadapan dengan Axel

"Nih orang selain wajahnya datar, apa dia juga bisu ya? Dari tadi nggak ngomong sama sekali. ", gumam Raya dalam hati

"Axel sekarang kerja dimana?"

"Di perusahaan Om. Kebetulan saya membangun perusahaan saya sendiri"

Raya cukup tertegun mendengar suara Axel. ternyata pria itu tidak bisu. Dan suaranya terdengar begitu maskulin.

"Wah, hebat dong. Masih muda sudah mapan. Calon suami idaman banget"

Raya menatap Mamanya heran, lihatlah wajah wanita itu, sudah seperti gadis yang sedang kasmaran. Berlebihan!

"Dia persis seperti kamu, Bram"

"Tentu saja"

"Oh ya, kalau boleh tahu perusahaanmu bergerak di bidang apa?", tanya Papa Danu lagi

"Market Place, Om"

Danu menggut - manggut tanda mengerti, "Kamu memang pandai memanfaatkan peluang"

"Oh ya, aku dengar Raya ini punya usaha beberapa toko dan sudah membuka beberapa cabang diluar kota juga", tanya Bram pada Raya

Raya tersenyum, "Masih usaha kecil - kecilan kok Om. Kalau masalah membuka cabang, itu karena kebetulan ada peluang aja"

"Hebat loh, masih mudah usahanya sudah berkembang. Kalau sudah cabangnya banyak, nggak bisa disebut usaha kecil loh itu. Kamu sudah termasuk pengusaha muda", puji Bram yang ditanggapi senyum oleh Raya

"Malah ngomongi usaha. Ayo ditambah nasinya. Lauknya juga"

"Jangan khawatir, Sa. Makananmu pasti akan aku habiskan", Om Brama tergelak

Suasana makan terasa begitu hangat apalagi ditambah obrolan ringan dan sesekali candaan dari para orang tua.

Usai makan, mereka beralih ngobrol di ruang tamu. Mama Raisa sudah menyiapkan beberapa kue dan minuman untuk menemani obrolan mereka.

"Gimana usaha kamu, Bram?"

"Ya, begitulah. Masih sama seperti dulu. Aku sebenarnya ingin Axel meneruskan usahaku. Sayangnya dia sudah punya usaha sendiri. Setiap hari dia sibuk sekali. Kadang aku merasa kesepian"

"Anak jaman sekarang memang lebih suka membuka usaha sendiri. Jadi kamu harus maklum. Kayak kamu nggak aja dulu"

"Hahaha. Aku akui, dia memang gila kerja sama sepertiku. Padahal harusnya kan di umur kita ini, kita sudah pensiun ya Dan", Om Bram tergelak melirik ke arah anaknya, "Aku sempat protes loh, minta Axel segera membawa calonnya kerumah. Kalau dia menikah kan rumah jadi rame. Apalagi nanti kalau sudah ada cucu"

"Kalau begitu, minta Axel segera menikah", ucap Mama Raisa

Brama tidak menjawab, dia malah menatap sang putra, "Inginnya sih begitu", Papa Brama terdiam sejenak lalu menatap Danu dan istrinya bergantian, "Sebenarnya kedatangan kami kemari selain karena silaturahmi. Kami juga memiliki maksud lain"

"Maksud lain bagaimana nih?", tanya Papa Danu penasaran

"Biar Axel saja yang mengatakannya"

Axel berdehem, dia menatap Danu, Raisa bergantian. Dan terakhir, dia menatap Raya. Tatapan Axel begitu lekat, membuat Raya jadi salah tingkah "Mungkin ini terdengar mendadak. Atau mungkin, akan membuat kalian terkejut. Namun, bagaimanapun niat baik harus segera disampaikan", Axel menjeda kalimatnya, "Kedatangan saya dan Papa kemari sebenarnya untuk meminang Raya menjadi calon istri saya"

"Apa!", pekik Mama Raisa terkejut. Begitupun dengan Raya yang langsung tersedak minuman yang dia minum. Gadis cantik itu segera mengelap mulutnya dengan tisu kemudian menatap Axel yang terlihat santai dengan wajah datarnya.

"M-maksudnya Axel melamar Raya begitu?", tanya Papa Danu tak kalah terkejut

"Iya, Om, Tante", jawab Axel mantap, "Kami memang tidak saling mengenal, tapi hal itu bukanlah masalah. Kami bisa melakukan pendekatan setelah ini untuk saling mengenal satu sama lain"

Papa Danu menatap Raya, wajah putrinya itu masih terlihat shock. Sama dengan dirinya. Namun, bukankah tidak ada salahnya menerima niat baik orang lain. Perkara bagaimana kelanjutannya, itu urusan belakangan.

"Om menerima niat baik kamu, Xel. Tapi semua keputusan ada ditangan Raya. Biar dia yang menjawabnya. Om dan Tante bukan tipe orang yang memaksakan kehendak kami pada anak. Jadi, apapun keputusan Raya, Om harap kamu bisa menerima dengan lapang dada"

"Saya akan menerima apapun keputusan Raya dengan lapang dada, Om"

Mama Raisa menatap putrinya. Ia tahu jika Raya sudah memiliki kekasih dan ia yakin Raya akan menolak lamaran Axel. Padahal kalau boleh memilih, jelas ia lebih suka pada Axel. Bibit, bebet dan bobotnya jelas. Anaknya juga tampan dan mapan. Walau Haidar juga cukup baik, namun entah kenapa dia tidak terlalu suka pada pemuda itu.

"Sayang sekali, Axel harus berakhir patah hati", gumam Mama Raisa dalam hati

"Bagaimana Ray, kamu bersedia menjawab pinangan putra, Om?", tanya Om Brama

Raya menatap semua orang bergantian. Jujur, dia gugup tiba - tiba dilamar oleh orang yang belum dia kenal. Ia menatap Axel lamat. Tidak ada yang kurang dengan Axel, dia tampan bahkan sangat tampan. Tapi masalah hati bagaimana? Jujur, masih ada nama Haidar dalam hatinya. Ya meskipun pria itu akan menikah dengan sahabatnya sendiri. Tapi menikah dengan orang asing, tentu butuh banyak waktu untuk beradaptasi bukan? Perlu mengenal satu sama lain. Karena berumah tangga itu selamanya, bukan seminggu, sebulan atau hanya setahun. Pernikahan adalah ibadah yang paling lama. Lalu bisakah rumah tangga dijalani dengan baik jika keduanya belum tahu watak dan sikap masing - masing?

Raya menatap Mamanya, wajah wanita yang melahirkannya itu tampak penuh harap. Sedangkan Papanya hanya tersenyum. Raya menghela nafas, kalau ia menerima lamaran Axel, apakah ini yang terbaik untuknya? Atau, mungkinkah Axel adalah pria terbaik yang Allah kirimkan untuknya sebagai pengganti Haidar?

Raya berganti melirik Papa Danu, pria itu kembali tersenyum lembut, "Ray, bagaimana? Om Brama dan Axel menunggu jawaban kamu. Atau ... Kamu butuh waktu untuk berpikir dulu?"

Raya menggeleng, "Jujur, aku terkejut. Bahkan tidak menyangka kalau akan dilamar", Raya kembali menghela nafas, "Tidak ada yang kurang dengan Mas Axel, tapi masalahnya kami belum saling kenal. Butuh waktu untuk saling mengenal satu sama lain-"

"Kita bisa saling mengenal setelah menikah. Seperti yang aku katakan tadi, kita bisa melakukan pendekatan setelah ini", potong Axel cepat, "Kalau yang kamu khawatirkan adalah cinta, dengan kebersamaan kita nantinya, cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu. Dan aetelah menikah nanti, saya tidak akan membatasi semua kegiatan kamu"

Raya kembali menatap Axel, terlihat jelas kesungguhan di matanya. Dan untuk pertama kalinya, Raya melihat senyum tipis diwajah pria itu.

"Kalian bisa pacaran setelah menikah. Kalau boleh jujur, Om sangat senang jika Raya yang menjadi menantu Om"

Raya masih bungkam, banyak hal yang dia pikirkan. Menikah bukanlah hal sederhana. Ada penyatuan dua sifat, karakter, watak, keluarga dan jiwa raga. Bisakah dia menjalani itu semua dengan orang yang baru dia kenal.

Sekali lagi, Raya menatap kedua orang tuanya. Dia melihat senyum dan harapan dimata orang - orang yang dia sayangi.

"Jadi bagaimana, Sayang. Kamu mau menerima lamaran putra Om atau tidak?"

Gadis itu akhirnya mengangguk, "Saya ... Menerima lamaran Mas Axel"

Bab 3

Usai lamaran diterima, kedua pihak keluarga mulai sibuk mempersiapkan acara pernikahan. Ya, atas kesepakatan bersama, pernikahan Raya dan Axel akan dilaksanakan bulan depan.

Raya sudah menceritakan tentang hubungannya dengan Haidar dan Sintia. Sebagai orang tua, tentu Danu dan Raisa ikut merasakan kesedihan putrinya. Namun, disisi lain mereka merasa amat bahagia. Bagaimana tidak, dibalik semua peristiwa yang Raya alami, ternyata Allah maha baik pada mereka. Takdir membawa Axel sebagai obat untuk patah hati Raya. Siapa sangka pertemuannya dengan sahabat lama akan berujung menjadi besan. Mama Raisa sendiri malah bersyukur karena Raya tidak melanjutkan hubungannya dengan Haidar. Entah kenapa, Mama Raisa memang tidak terlalu suka pada pemuda itu. Mungkin, inilah yang dinamakan feeling seorang ibu.

Menjelang hari pernikahan yang semakin dekat, Raya mulai membatasi kegiatannya. Mengingat waktu persiapan yang cukup singkat, ia juga ikut dibuat sibuk karenanya. Mulai dari memilih cincin pernikahan, fitting gaun pengantin, memilih dekorasi hingga undangan. Untuk catering dan WO, semua adalah pilihan Mama Raisa. Perempuan itu terlihat lincah mengurus semuanya sendiri. Karena Axel sudah tidak memiliki Ibu, jadi dirinyalah yang mengurus semuanya. Beruntung Axel dan Raya sama - sama bisa bekerja sama dengan baik. Jadi semua proses berjalan dengan lancar.

🌿🌿🌿

Tidak terasa, hari pernikahan tinggal seminggu lagi. Semua persiapan sudah rampung seratus persen. Tentu saja. Zaman sekarang, ada uang semua gampang. Koneksi Danu dan Brama jangan diragukan lagi.

Calon mempelai sudah dilarang pergi kemanapun. Istilahnya di pingit, untuk menghindari hal - hal yang tidak diinginkan. Kegiatan Raya hanya dirumah, namun tidak menganggur karena Mama Raisa mendatangkan beberapa orang yang membantu Raya melakukan perawatan. Mulai dari perawatan wajah, badan hingga perawatan khusus pengantin baru.

"Ray, ada Sintia dibawah", seru Mama Raisa memasuki kamar putrinya.

Tiga minggu ini Raya tidak berhubungan lagi dengan Haidar dan Sintia. Raya juga sengaja memblokir nomor keduanya. Selain karena ingin fokus mengurus pernikahan, alasan lain adalah Raya masih enggan bertemu dua pengkhianat itu. Sintia sendiri sudah beberapa kali datang kerumahnya, namun selalu berakhir dengan kekecewaan karena Raya terus meminta Mamanya mengatakan jika dirinya tengah keluar kota.

"Aku masih enggan menemuinya, Ma"

Mama Raisa menghela nafas, "Apa nggak sebaiknya ditemui dulu? Kasihan loh, dia bolak - balik kemari beberapa hari ini. Sekalian saja diundang ke pernikahanmu"

Raya berdecak, namun tak urung menyambar sisa undangan diatas nakas kemudian turun ke lantai bawah. Jujur, Raya sebenarnya malas. Sakit hatinya masih terasa hingga sekarang. Tapi mungkin ini waktu yang tepat untuk menyelesaikan semuanya.

"Ray, akhirnya kamu mau menemui aku", Sintia terlihat senang, sementara Raya terlihat biasa saja

"Ada perlu apa kamu datang kemari?"

Wajah senang Sintia berubah sendu, tiga minggu dirinya berusaha menemui sang sahabat. Menghubungi serta mencari keberadaan Raya lewat sosial media yang berakhir nihil. Kini setelah bertemu, kenapa respon Raya malah acuh padanya. Apa dia telah melakukan kesalahan?

"Ray, apa aku telah melakukan kesalahan yang nggak aku sengaja sama kamu? Tiga minggu ini kamu susah dihubungi. Bahkan kamu menghilang seperti ditelan bumi. Aku dan Haidar seperti orang gila mencarimu"

Raya memberikan kan undangan pada Sintia "Inilah alasan, kenapa aku menghilang tiga minggu ini"

Sintia mengambil undangan yang Raya lemparkan, matanya membeliak. "K-kamu akan menikah?", tanyanya terkejut

"Iya. Datanglah dan jangan lupa mengajak Haidar juga"

"T-tapi bagaimana mungkin? Kamu akan menikah dengan orang lain? Lalu bagaimana dengan Haidar? Dia terus mengkhawatirkanmu tiga minggu ini. Dia bahkan terlihat begitu frustasi karena tidak bisa menghubungimu. Tapi kamu malah mengkhianatinya?"

Tawa Raya menguar, sebenarnya Raya enggan ribut. Tapi Sintia lah yang memancing amarahnya, "Kamu bilang aku mengkhianatinya? Oh ayolah Sin, jangan berpura - pura bodoh! Bukankah kalian yang mengkhianati aku?"

"A-apa maksudmu?", tanya Sintia gugup

"Kamu yakin tidak tahu maksudku?", Sintia mengangguk ragu, "Bukankah kalian juga akan menikah? Kalau aku tidak salah hitung, pernikahan kalian tinggal sebulan lagi. Aku benar kan?"

Wajah Sintia berubah pias, mungkinkah ini alasan Raya menghilang selama ini? Apa dia mendengar percakapannya dengan Haidar waktu itu?

"I-ini tidak seperti yang kamu pikirkan Ray. Aku dan Haidar, kami-"

"Bukankah bagus kalau aku menikah lebih dulu! Setidaknya kalian bisa mengurangi sedikit rasa bersalah kalian padaku! Tapi maaf, setelah ini aku tidak bisa menganggapmu sebagai sahabatku lagi! Aku mengundangmu karena aku masih menghargaimu. Tapi selanjutnya, anggap kita tidak saling kenal!"

Mata Sintia berkaca - kaca, "Ray, kamu salah paham. Ini tidak seperti yang kamu duga. Haidar sangat mencintai kamu"

"Sudahlah Sin, sebaiknya kamu pergi dari sini. Aku tidak mau lagi mendengar apapun darimu! Semuanya sudah jelas! Jadi pergilah!", Raya mulai beranjak,

"Tega kamu, Ray! Tega kamu mempermainkan Haidar seperti ini!"

Raya berbalik, dia menatap sintia sengit, "Kamu bilang aku tega? Lalu bagaimana dengan kalian yang diam - diam merencanakan pernikahan di belakangku!!", sentak Raya membuat Sintia menunduk, "Kamu tahu? Aku merasa seperti orang bodoh yang kalian permainkan!! Kamu dan Haidar adalah orang yang paling aku percaya. Tapi apa yang kalian lakukan? Kalian diam- diam akan menikah! Empat tahu, Sin! Empat tahun yang kami lewati tidak berarti apa - apa karena pengkhianatan kalian!! Kalau saja hari itu aku tidak mendengar semuanya, aku akan tetap menjadi orang bodoh! Sekarang kamu bilang aku tega!! DIMANA OTAKMU, HAH!!!"

Luruh sudah tangis Sintia, gadis itu tergugu, "A-aku minta maaf. Tolong maafkan aku, Ray. Aku bersalah karena menyembunyikan hal ini. Tapi sungguh, aku tidak bermaksud merebut Haidar dan mengkhianati kamu. Kami dijodohkan. Aku dan Haidar tidak bisa menolak keinginan orang tua kami. Aku mohon, jangan sakiti Haidar dengan cara seperti ini. Dia sangat mencintai kamu. Aku rela mundur demi kebahagiaan kalian. Tapi aku mohon jangan menikah dengan orang lain",

Jika dulu melihat sahabatnya menangis, Raya akan segera menenangkannya, maka sekarang tidak lagi. "Turuti saja keinginan orang tua kalian. Lagipula apapun yang kamu katakan sekarang, tidak akan mengubah keputusanku untuk menikah. Sekarang pergilah", Raya kembali melangkah meninggalkan Sintia

"BAGAIMANA MUNGKIN KAMU AKAN MENIKAH DENGAN PRIA LAIN SEMENTARA KAMU MENCINTAI HAIDAR!"

Langkah Raya kembali terhenti, tanpa menatap Sintia, ia berkata "Aku sudah menghapus rasa itu untuk Haidar. Dan sekarang, aku mulai belajar mencintai calon suamiku!", ucapnya benar - benar pergi.

"Ray! Raya!!"

Raya mengabaikan teriakan mantan sahabatnya. Dia berlalu menaiki tangga menuju ke kamarnya. Disudut lain, dua orang saling menatap dengan senyum, "Hatinya sedang tidak baik - baik saja sekarang. Tapi kamu dengar sendiri kan? Dia mulai belajar mencintai kamu. Artinya, dia siap membuka hati untukmu. Dan dia telah menjatuhkan pilihannya padamu. Raya itu akan bucin kalau sudah mencintai. Tugasmu hanya satu, buat Raya jatuh cinta padamu"

"Aku akan membuat Raya jatuh cinta padaku"

"Dan tentu saja juga membuatnya bergantung padaku"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!