Kota Sakura
Kota indah dengan sejuta kebebasan, tempat yang menjadi idola para remaja. Siapa yang menyangka kalau kota itu hanya ada dalam game online.
Rina Tamaki pernah bermain bahkan berkunjung ke kota itu beberapa tahun silam. Reiko Hagi kakak sepupunya yang mengenalkan kota indah itu pada Rina.
Namun, siapa sangka Reiko Hagi justru menghilang, dan tak pernah kembali lagi ke dunia nyata, setelah ia mengatakan jatuh cinta pada seorang teman sekelasnya.
Pada akhirnya, Rina terpaksa kembali mengunjungi kota itu, mencari keberadaan sang kakak, dengan mengantongi satu nama yang ia dapat dari buku catatan yang tertinggal, yaitu Mitsuru Mugita.
Kedatangan Rina kembali di kota merah jambu itu, membuat hatinya berdebar. Keinginannya menemui Mitsuru Mugita sangat besar. Ingin menyaksikan, setampan apa pemuda yang sudah membuat hati kakaknya terpaut.
Kota yang tidak seberapa luas itu, membuat Rina selalu berpapasan dengan satu pemuda berambut maroon. Awalnya hanya tatapan mata saja, tetapi setelah beberapa kali bertemu, akhirnya mereka saling bertegur sapa, walau hanya dengan satu kata saja;
"Hai".
Dan perjalanan Rina pun di mulai.
Day 1 - 07.30
Rina Tamaki berpakaian seragam SMU Negeri Sakura, kemeja putih lengan pendek, jaket lengan panjang berwarna merah bata dengan bis warna cream, rok sepaha kotak-kotak warna senada, sepatu dan kaos kaki hitam panjang hampir selutut.
Rambut coklat gold, terurai melewati bahu, di kuncir sedikit bagian belakang dan di beri pita ungu yang besar.
Ia tampil cantik dan menarik di hari pertamanya masuk sekolah di kota yang baru ia datangi.
Mata bulatnya menatap kota yang indah, bersih dan rapi. Langit biru cerah, dengan awan putih tipis mengambang elok penuh kehangatan.
Di seberang rumahnya, berdiri seorang pemuda dengan pakaian seragam yang sama dengannya. Bedanya ia berdasi kupu-kupu warna merah bata, sedangkan pemuda itu berdasi panjang, dengan celana panjang kotak-kotak, dan rambut merah maron.
Rina mendekati pemuda yang sudah ia kenal wajah dan senyumnya, meskipun mereka belum berkenalan.
"Hai," tegur pemuda itu saat Rina mendatanginya.
"Ikuti aku," kata Rina tersenyum manis.
"Ok."
Wah, Rina terkejut, segampang itukah mengajak seseorang yang baru ia temui di kota ini?.
Hebat, bisik Rina tersenyum senang. Ia mendekati sedan berwarna biru yang terparkir di halaman rumah pemuda itu.
"Siapa namamu?" tanya Rina mulai menyalakan mesin sedan biru.
"Taiga Yuki, panggil Taiga saja. Kau baru di kota ini?". Taiga tak lepas menatap gadis yang baru ia lihat itu.
"Ya, aku Rina Tamaki, kau bisa memanggilku,Rina," jawab Rina mulai menjalankan mobil Taiga.
Tak berapa jauh dari rumah Taiga, mereka melewati cafe CHERRY CAT.
"Itu satu-satunya cafe di kota ini," kata Taiga melirik cafe yang terlihat sepi.
"Sepi sekali," kata Rina menatap sekilas pada cafe itu.
"Ya, karena ini masih pagi, semua orang masih sibuk dengan kegiatan masing-masing, tetapi cafe itu buka dua puluh empat jam, saat kau lapar tengah malam pun, kau bisa ke sana," kata Taiga lagi.
"Lumayan juga, sayangnya aku tidak suka makan tengah malam," kata Rina tertawa.
Di sebelah cafe mereka melewati kantor besar tingkat lima, terlihat sangat ramai, dengan pegawai berpakaian jas berwarna abu dengan dasi hitam.
"Itu kantor pajak, pegawainya sangat banyak," tunjuk Taiga.
"Kenapa orang itu terlihat sangat kesal?" tanya Rina melihat seorang pria keluar dari kantor dengan menggerutu.
"Ya, karena di kota ini setiap pekerjaan, akan di kenakan pajak yang sangat tinggi, jangan heran kalau masuk ke dalam, kau akan menyaksikan keributan di setiap meja," jelas Taiga menatap kepergian lelaki yang terlihat marah keluar dari kantor pajak.
Melewati beberapa gedung tinggi mereka bertemu dengan jalan raya utama. Diseberang terdapat dinding tinggi dengan pohon sakura berjejer sepanjang jalan, bunga sakura berwarna pink. Terdapat tulisan SAKURA WEDDING CHAPEL.
"Itu capel tempat pernikahan suci, setelah kau menemukan pendampingmu di kota ini, kau bisa meresmikan hubungan mu di sana," tunjuk Taiga.
"Dan itu, tempat perbaikan mobil atau hanya sekedar mengganti warna, sesuai dengan keinginan mu," jelas Taiga menunjuk pada bangunan warna biru bertuliskan SAKURA GARACE.
"Apa kita perlu merubah warna mobil ini menjadi pink?" tanya Rina menghentikan laju mobilnya.
"Apa?, kau bercanda, ini mobilku, dan warna pink?" Taiga melotot menatap Rina yang tertawa lucu.
"Haha, aku bercanda Taiga."
Rina kembali melajukan mobilnya, melewati sebuah showroom mobil dan gedung tinggi di seberangnya. Bertemu perempatan jalan, Rina langsung belok kiri.
"Berhenti," Taiga menatap keluar.
"Ada apa?" tanya Rina dan memanjat trotoar.
Taiga melotot terhempas, ia menepuk dadanya beberapa kali.
"Kau tidak bisa menyetir mobil?" tanya Taiga melotot.
"Bisa, bahkan aku selalu juara di setiap lomba mobil yang aku ikuti," jawab Rina bangga.
"Lomba balap mobil dimana, yang parkir saja tidak bisa?" tanya Taiga keluar dari mobilnya yang masih menyala.
"Di game online, di mana lagi?" jawab Rina cuek.
"Belajarlah lagi, terutama cara memarkirkan mobil yang benar," celetuk Taiga.
"Ya nanti saja," jawab Rina cuek.
"Ayo keluar," Taiga menatap Rina yang masih tidak beranjak dari tempat duduknya.
"Ada apa?" tanya Rina setelah ia berada di samping Taiga.
"Belikan aku takoyaki," kata Taiga menunjuk pada sebuah toko kecil di pinggir jalan.
"Kau bisa membelinya sendiri, aku tidak mau," jawab Rina bermaksud kembali masuk ke dalam mobil.
"Aku tidak bawa uang, kau harus membelikannya untukku," Taiga memaksa.
"Baiklah," Rina tidak mau berdebat, dan ia membelikan untuk pemuda yang baru ia kenal itu.
Taiga memakan takoyaki itu sampai habis, ia sangat menikmatinya.
"Kau berhutang tiga ratus yen padaku," kata Rina menatap Taiga.
"Ok, akan aku ingat, oh ya, apa tugasmu di kota ini?" tanya Taiga menatap gadis yang cukup menarik ini.
"Aku ke sini, karena tunangan ku, bersekolah di kota ini," jawab Rina tersenyum.
"Apa?, kau sudah bertunangan?".
Pemuda itu tampak kaget, dan menatap tak percaya pada Rina.
"Kenapa kau se kaget itu?" tanya Rina tertawa.
"Siapa tunanganmu itu?" tanya Taiga lagi.
"Mitsuru Mugita, kelas tiga dua," jelas Rina masih dengan senyum indahnya.
Taiga semakin kaget dan menggelengkan kepalanya menatap Rina.
"Kenapa wajahmu seperti itu?" Rina semakin tertawa.
"Aku harus ke sekolah, aku sudah terlambat dua jam," Taiga melangkah menjauh dari Rina.
"Hei, sekolah kita kan sama, ayo berangkat bersama!?, teriak Rina memanggil Taiga yang berlari menjauh.
"Dia sangat lucu, tetapi tampan juga", kata Rina kembali melajukan mobil Taiga yang sudah di tinggal begitu saja oleh pemiliknya.
Rina melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, di perempatan jalan akhirnya ia melihat dinding sekolahnya.
Namun matanya lebih tertarik pada seorang gadis berbaju kuning memakai topi berwarna krem berjalan santai mengelilingi perempatan jalan tiada henti. Bahkan Rina sengaja menghentikan mobilnya untuk melihat apa yang di lakukan oleh gadis berbaju kuning dengan rambut di kepang dua itu.
"Ada apa dengan gadis itu?" tanya Rina heran. Ia kembali melajukan mobilnya hingga ia melihat atap rumahnya kembali. Ia meninggalkan mobil Taiga begitu saja di depan rumahnya.
Rasa lapar membawanya masuk ke ruang tengah Melawati ruang tamu yang kosong. Mengintip ke dalam kulkas, dan menyiapkan makan siang untuk dirinya sendiri.
"Bacon egg toast, lumayan juga," bisik Rina mengunyah makan siangnya itu.
Rumah dengan dua kamar serta ruang tengah yang luas, masih ada satu lantai lagi di atas yang masih kosong.
'Ini terlalu luas' bisik Rina menatap rumah barunya yang sangat luas menurutnya.
Setelah makan Rina menuju kamar, dan berganti pakaian dengan casual wear 1. Pakaian musim panas yang cukup nyaman.
'Mitsuru Mugita, kau mendengar ku? halo, Mitsuru Mugita,' .
Rina mencoba mengirimkan signal pada seseorang yang belum ia kenal, tetapi, dialah yang menjadi tujuannya berada di kota yang sangat asing ini.
"Dia sama sekali tak mendengar ku, mungkin dia sedang berada di luar jangkauan".
Rina menghabiskan hari pertamanya, tanpa datang ke sekolah tempat ia belajar dan tempat tunangannya menuntut ilmu.
Bersambung...
Day 2 - 07.45
Rina Tamaki berlari menuju sekolahnya yang kemaren tak ia kunjungi. Sekolah yang sangat megah, bersih dan rapi.
Di depan sekolah Rina berpapasan dengan bapak kepala sekolah Daiji Sato, yang hadir sangat pagi, dan berdiri di koridor memastikan semua guru dan murid datang tepat waktu.
Hari ini Rina langsung menuju lantai tiga, kelas tiga-dua menjadi tujuannya.
"Selamat pagi semua," Rina berdiri di depan pintu, menyapa beberapa seniornya yang sudah hadir.
Lima siswa menatap Rina heran, tak ada adik kelas yang berani naik ke lantai tiga.
"Kamu murid baru di kelas ini?" tanya seorang siswa tanpa membalas salam Rina.
"Bukan, aku Rina Tamaki, murid baru di kelas satu," jawab Rina riang tanpa takut.
"Wah, dek, kamu berani sekali masuk ke sarang macan," tegur seorang siswi yang baru datang melangkah mendekati Rina.
"Aku mencari tunanganku di kelas ini, namanya Mitsuru Mugita," jelas Rina tenang.
Kelas mendadak riuh, beberapa siswa dan siswi bertepuk tangan, dan yang lainnya tertawa lebar.
"Hei Mitsuru, sejak kapan kau punya tunangan?" ledek seorang siswa pada temannya yang sedari tadi diam menatap tajam pada Rina.
"Kau mencari ku?" tanya seorang siswa yang sangat tampan.
"Kenalkan, aku Rina Tamaki, cukup panggil Rina saja, aku tunangan mu," Rina mengulurkan tangan putihnya ke hadapan siswa yang tak beranjak sedikitpun dari tempat duduknya.
"Dimana tempat tinggal mu," tanya siswa yang bernama Mitsuru menepis tangan Rina tak bersahabat.
"Itu, di sana," tunjuk Rina tetap riang ke arah rumahnya yang berada di kompleks seberang sekolah mereka.
"Di kompleks itu?, kau bercanda," kata Mitsuru tersenyum mengejek.
"Tidak, aku serius, aku bisa tunjukkan atap rumahku dari sini," kata Rina lagi tetap semangat.
"Maksudku, tidak mungkin papaku menjodohkan aku dengan gadis yang tinggal di kompleks kumuh itu, bahkan aku bisa menghitung uang sakumu, hanya lima ribu yen saja, dan kau tidak punya akses kemanapun," Mitsuru merendahkan gadis yang baru ia lihat pagi itu.
Rina terdiam, ia menghitung uang sakunya, yang sekarang tinggal empat ribu tujuh ratus yen.
"Kau menolak ku?" tanya Rina datar.
"Ya pergilah, aku memiliki selera yang jauh melebihi gadis idiot seperti mu".
Rina terdiam sejenak, merasa menjadi tontonan seluruh murid di kelas itu.
"Ok, kau membuat langkah ku menjadi mudah," Rina berbalik dan keluar, menjauh meninggalkan kelas yang mendadak ribut.
"Bodoh sekali kau, dia sangat manis, apa aku boleh mendekatinya?"
"Aku cemas, kau akan mencampakkan aku".
"Ya ampun, berani sekali gadis itu".
"Gadis yang malang".
"Menyedihkan".
Rina berusaha menutup pendengar nya, tetapi kalimat-kalimat yang membuat telinganya merah terus saja terdengar.
Rina melangkah menuruni tangga hingga lantai satu, koridor sudah sepi, sebentar lagi guru akan masuk ke ruang kelas.
'Reiko Hagi, aku sudah bertemu dengan orang yang membuat mu menghilang, sedikit lagi aku akan menemukan mu, sabarlah,' Rina mengenang kakak sepupu yang sudah menghilang sejak dua tahun yang lalu, di sini di kota aneh ini.
Kesadaran nya kembali, sejenak gadis cantik itu bingung, mau melangkah ke mana. Akhirnya ia berlari cepat ke luar dari koridor menuju halaman sekolah yang luas, berlari terus meninggalkan gerbang menuju perempatan jalan.
Rina terhenti menatap gadis berbaju kuning dengan topi yang lebar, mengitari perempatan jalan tiada lelah.
"Hei nona, kau melakukan hal yang sangat berbahaya!" teriak Rina pada gadis aneh itu.
"Kenapa emangnya?" balas si gadis berbaju kuning acuh dan meneruskan langkahnya.
"Ikuti aku," kata Rina saat gadis itu lewat di depannya.
"Hah kenapa?" tanya gadis itu dingin.
'Aneh, dia menolak ku?' pikir Rina heran, tetapi, Rina seakan melihat seseorang di wajah gadis itu, tetapi, ia tak yakin juga, siapa.
"Kau sangat cantik hari ini," kata Rina lagi saat gadis itu kembali lewat di depannya.
"Terimakasih," jawab gadis itu tersenyum senang.
Rina ikut tersenyum menatap si gadis baju kuning yang terlihat mulai hangat.
"Ikuti aku," kata Rina saat lagi-lagi gadis itu melewatinya.
"Ok," gadis itu menghentikan langkahnya dan berdiri di samping Rina.
'Huh, ternyata harus di rayu dulu, baru mau' batin Rina lega.
Rina melangkah menuju arah rumahnya, dan berbelok masuk gang rumahnya terus lurus hingga ia melihat cafe CHERRY CAT, yang kemaren di tunjukkan oleh Taiga Yuki.
Gadis berbaju kuning terus mengikuti Rina, sampai akhirnya mereka duduk pada meja dengan dua kursi yang terbuat dari kayu.
Rina memesan Short cake seharga 500 Yen, sedangkan gadis baju kuning memesan Mango Parfait 450 Yen.
Tanpa kata mereka mulai menikmati hidangan yang cukup menggugah selera di pagi menjelang siang yang cukup panas itu.
"Siapa namamu?" tanya Rina menatap gadis yang sepertinya seumuran dengannya.
"Natsu Mugita," jawab gadis itu menatap Rina, dan melanjutkan makannya.
Rina terdiam, ia ingat pada Mitsuru Mugita dan mencari kesamaan wajah mereka berdua. Ada beberapa kemiripan antara mereka berdua.
"Apa hubunganmu dengan Mitsuru Mugita?" tanya Rina lagi.
"Dia kakakku," jawab Natsu.
'Pantas ada kemiripan di wajah mereka berdua' bisik Rina sekali lagi memperhatikan gadis di depannya.
"Kau siapa?" tanya Natsu menghentikan makannya dan menatap gadis yang saat ini ada di depannya.
"Aku Rina Tamaki, panggil Rina saja," jawab Rina tersenyum.
"Kau tidak sekolah?" tanya Natsu lagi.
"Mood ku hilang setelah bertemu dengan seseorang," jawab Rina enteng.
"Kau menemui siapa?" tanya Natsu.
"Tunangan ku, hari ini pertama kali kami bertemu, dan dia langsung menolak ku," kata Rina tak bersemangat.
"Oh, kau tinggal mencari lelaki lain, di kota ini banyak lelaki tampan," Natsu tertawa lucu memamerkan baris giginya yang rapi.
Rina menatap gadis itu dan ikut tersenyum, pemikiran yang bagus.
"Kau benar," kata Rina tertawa kecil.
"Kalau kau sudah selesai dengan ku, aku akan pergi," kata Natsu saat makanannya habis.
"Baiklah, silahkan, aku akan tetap di sini," kata Rina lagi.
Natsu berdiri dan pergi meninggalkan Rina, ia berlari ke arah perempatan jalan di mana ia akan terus memutarinya tanpa lelah.
Rina tetap duduk di cafe meski makanannya sudah habis dari tadi. Hanya ada satu pelayan perempuan dengan kemeja putih di cafe itu, di pojok dekat kaca sepasang kekasih tampak sedang bertengkar kecil, sepertinya hubungan mereka sedang ada masalah.
Cukup lama ia di sana, menatap jalanan yang sepi, hanya ada satu gadis berbaju baby pink melewati jalan itu.
' Kota yang sepi' bisik Rina melirik jalanan saat ada seorang gadis lagi berbaju cream lewat dengan santai.
Rina melangkah ke luar, saat matanya beradu dengan pelayan yang tampak bosan.
"Aku akan berjalan-jalan sebentar hingga sore tiba."
Gadis itu melangkah tak tentu arah. Kota Sakura yang menjadi impian banyak orang, yang bermimpi bisa hidup dengan bahagia. Kota yang menjanjikan kehidupan damai dan bahagia.
"Kota yang membosankan," bisik Rina malas.
Bersambung...
Day 2 - 17.20
"Taiga !" teriak Rina memasuki rumah pemuda itu.
Ruang tamu luas yang kosong dengan dua pintu di bagian depan, dua pintu lagi di kanan, dan ruang tengah terdapat di seberang kamar. Sangat berbeda dengan rumah Rina.
"Taiga kau di mana!?" teriak Rina lagi.
"Aku di sini!" jawab Taiga tak kalah keras.
Rina membuka salah satu pintu yang berdekatan.
"Hei, kau tidak sopan, main masuk ke rumah orang sembarangan, sekarang kau membuka pintu kamar kecilku!" Taiga sedang duduk di closed, melotot marah pada Rina.
"Kau tidak mengunci pintu!" jawab Rina keras.
"Keluar kau!" teriak Taiga lagi.
"Baiklah, aku tunggu di luar," jawab Rina menutup pintu itu.
Rina masuk ke ruang tengah, membuka kulkas berwarna merah, mengambil sesuatu dari dalamnya.
Rina duduk di meja makan berwarna merah, dan menikmati green tea yang ia ambil dari dalam kulkas tadi.
Rina memperhatikan dapur yang dominan warna merah, di sebelahnya terdapat sofa set berwarna abu tua, sepertinya ruang tengah berfungsi sebagai ruang tamu juga sekaligus sebagai ruang santai.
Rumah Taiga lebih sederhana di banding rumah Rina, tak memiliki lantai dua, tak ada tivi juga.
"Sekarang kau mengambil minuman ku," kata Taiga yang masuk dengan pakaian kasual nya.
"Kau terlalu rumit, satu minuman kecil saja kau ribut," kata Rina
"Kau tidak pulang ke rumah mu?" tanya Taiga melihat Rina yang masih berpakaian seragam sekolah.
"Nanti saja," jawab Rina meneguk teh hijau yang masih tinggal setengah.
Taiga menuju kitchen set menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri. Omelette rice terhidang dan ia mulai menyantap makanannya.
"Kau sangat kelaparan," kata Rina menatap malas pada Taiga yang menyantap makanannya dengan lahap.
"Sekolah jam delapan pagi, istirahat jam dua belas tiga puluh, terus lanjut belajar hingga jam tiga, ada olahraganya juga, jam tiga hingga jam lima ekskul, kau pikir itu tidak membuat mu lapar?" tanya Taiga dengan masih mengunyah makanannya.
"Kenapa tidak makan jam istirahat tadi?" tanya Rina lagi.
"Setengah jam itu hanya bisa makan satu rice ball atau sandwich saja, dan sebotol coffee, kau pikir itu bisa menahan lapar hingga sore?, oh ya, sepertinya kau tidak ke sekolah juga hari ini," kata Taiga menatap menyelidik.
"Aku datang, langsung ke lantai tiga," jawab Rina.
"Kau cari mati," Taiga menatap Rina tak percaya.
"Aku harus menemui tunangan ku," jawab Rina mempermainkan gelas yang sudah kosong.
"Lalu?" tanya Taiga merapikan bekas makanannya yang sudah kosong.
"Dia menolak ku, dan menghinaku, dia mengatakan tempat tinggal ku di komplek kumuh, dan uang sakuku hanya lima ribu yen, dan juga tidak punya akses kemana pun, sadisnya lagi, dia mengataiku idiot," kata Rina mengingat setiap kata yang di ucapkan oleh tunangan nya pagi tadi.
"Tidak usah menemuinya lagi, harusnya kau duduk diam di kelasmu, tunggu hingga dia yang mencari mu, bukan sebaliknya," kata Taiga kembali duduk di hadapan Rina.
"Sudahlah, kau mau ikut dengan ku?" tanya Rina bangkit dari duduknya.
Taiga menatap tak percaya dan melirik langit di luar yang sudah mulai gelap.
"Ini sudah mau malam, kau mau pergi ke mana?" tanya Taiga tak bergerak dari duduknya.
Rina melangkah meninggalkan Taiga, menuju ruang depan dan langsung ke halaman.
"Jangan menyentuh mobilku lagi, kemarin kau meninggalkannya begitu saja di depan rumah mu," kata Taiga menarik tangan Rina yang sudah terulur pada sedan biru itu.
"Lalu, kita pakai apa?, motor mu?" tanya Rina menunjuk motor besar warna biru metalik yang terparkir di sebelah sedan biru.
"Tidak, pakai mobilmu saja, dan aku yang bawa," Taiga melangkah besar ke arah rumah Rina, dan masuk ke dalam sedan berwarna pink.
Rina mengikuti langkah Taiga dari belakang, dan ikut masuk ke dalam mobilnya yang lebih besar dari sedan Taiga. Mobil Rina bisa memuat empat penumpang, sedangkan sedan Taiga hanya dua penumpang saja.
"Kau mau kemana?" tanya Taiga mulai menyalakan mobil itu.
"Ke sana," tunjuk Rina ke arah sekolah mereka.
Mobil mungil warna pink meluncur mulus dengan kecepatan sedang, tetapi, baru saja hendak berbelok ke arah perempatan jalan, seseorang menghentikan mobil itu.
"Taiga, kau mau kemana?" tanya gadis berambut sebahu.
"Entahlah, gadis ini mengajakku pergi entah kemana," jawab Taiga menunjuk Rina dengan dagunya.
"Siapa dia," tanya gadis rambut sebahu itu menatap Rina.
"Naiklah, kalian bisa kenalan sambil jalan," kata Taiga lagi.
"Ok," gadis itu naik di bangku belakang.
"Hai, aku Rina Tamaki, panggil Rina saja," kata Rina menoleh ke gadis yang duduk di bangku belakang.
"Aku Hatsuki Maetani, panggil Hatsuki saja," kata gadis itu memperkenalkan diri.
Di perempatan jalan, Taiga menghentikan laju mobil karena lampu merah.
"Ke arah mana Rina?" tanya Taiga melirik gadis baju kuning yang masih saja mengitari perempatan jalan itu.
"Lurus, sebelum apartemen itu belok kiri," jawab Rina mengarahkan.
"Itu ke arah perumahan mewah," kata Taiga melajukan mobil setelah lampu hijau menyala.
"Kita mau kemana?" tanya Hatsuki bersemangat.
"Lihat saja nanti," jawab Rina tersenyum menatap Hatsuki yang tampak senang.
"Ini kemana lagi?" tanya Taiga yang sudah melajukan mobilnya memasuki area komplek mewah yang selama ini belum pernah ia lewati.
"Terus saja ke ujung sana", tunjuk Rina ke arah depan jalan yang tampak kosong.
Di ujung jalan, ada lapangan parkir, dengan cahaya bulat besar yang terang. Meraka turun dan melangkah mendekati cahaya itu.
"Aku tidak pernah tahu, saat malam tempat ini sangat indah," Hatsuki tersenyum takjub dengan pemandangan malam hari.
"Kau seperti kurang piknik," kata Rina tertawa.
Taiga hanya menatap datar ke arah dua gadis di depannya, orang seperti mereka yang hanya menjadi peran pembantu, mana bisa menikmati hidup yang glamor, bisa bertahan dari hari ke hari saja sudah sangat beruntung, begitu pikir pemuda itu.
Rina memasuki cahaya besar yang terang memantul ke langit. Tak berapa lama cahaya itu berubah dan di depan mereka sekarang berdiri dengan megahnya sebuah bangunan yang besar dan mewah.
SAKURA MUSIC CLUB
Taiga dan Hatsuki melonjak kaget, dan menatap tak percaya pada apa yang ada di hadapan mereka sekarang. Tulisan besar itu tampak bersinar dan sedikit menyilaukan mata.
Rina berlari kembali ke arah mobil, menaiki tangga yang banyak dan sekarang mereka berada di depan pintu sebuah bangunan pendamping mungil berwarna gelap.
Pintu terbuka dan Rina masuk diikuti oleh dua temannya. Ruangan yang cukup luas dengan meja bar serta tivi besar di kedua sisi dinding.
Gadis berambut coklat gold itu melangkah menuju ujung ruangan dekat pintu entah menuju kemana, ia mulai memilih kostum yang tersusun rapi di sana, sebuah kostum pesta berwana merah menyala ia kenakan, dan sangat pas membalut tubuhnya yang ramping.
Taiga dan Hatsuki mengikuti Rina memilih pakaian yang mereka suka.
"Sangat hebat," celetuk Hatsuki tanpa menyembunyikan rasa takjubnya.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!