Dengan masih mengantuk, Avery membuka pintu kamarnya, “Oh ya ampun kau masih tertidur, hari ini adalah hari wisudamu bukan?” ujar Marry.
“Bolehkah jika tidak ikut!” imbuh malas Avery lagi.
“Kau sudah melewatkan pesta perpisahan sekolahmu, mengapa malah mau melewatkan hari wisudamu?” ujar Marry.
“Aku lihat beberapa hari yang lalu kau membawa baju togamu,” ujar Marry lagi.
Avery bergeming, Kepala pelayan yang setia itu pun berkata lagi, “Tuan Lynch dan Nyonya Stela tidak ada di sini, Mereka sedang dalam perjalanan bisnis, jadi kau bisa dengan tenang pergi ke acara wisudamu.”
“Eum …” imbuh Avery sembari menggigit bibir bawahnya.
“Ayo! Tunggu apalagi, kau akan terlambat jika masih diam saja,” ujar Marry seraya mendorong Avery ke kamar mandi.
Marry tidak bisa membiarkan Avery melewatkan hari wisudanya, karena dia tahu jika gadis itu pasti telah meraih predikat lulusan terbaik, memiliki nilai-nilai mata pelajaran yang tinggi. Jadi dia berpikir mana bisa gadis itu melewatkan momen berharga dalam hidupnya itu
Avery pun telah siap, dia langsung memakai baju toganya itu, Marry mengambil topi toga gadis itu lalu membantu memasukkannya ke dalam tas ransel Avery, juga memasukkan bekal kotak sarapan yang berisi sandwich dan sekotak susu.
Avery pun memeluk Marry seraya berkata, “Terima kasih, kau terbaik.”
“ya, ya , ya kau ini gadis kecil nakal, jika tidak diingatkan maka kau akan melepaskan momen terindahmu ini!” teriak Marry kepada Avery yang sudah mulai mengayuh sepedanya menuju ke sekolah.
Avery mengayuh sepedanya dengan kencang, Di sekolah, Sarah sedair tadi sudah terlihat tidak tenang, “Hish ke mana perginya dia, Oh Ya Tuhan pidatonya akan segera dimulai. Tapi, dia malah belum datang.”
Melihat dari kejauhan sosok yang datang adalah Avery, maka Sarah pun merasa lega, dia langsung berlari menuruni tangga halaman sekolah, “Kenapa terlambat?” tanya Sarah dengan nada sedikit protes.
“Lupakan sepedamu, kita letakan di sini saja, tidak akan ada yang mau mencuri sepeda tuamu ini!” ujar Sarah seraya menarik tangan Avery.
Mereka berdua berlari kencang menuju ke Aula wisuda, Sarah langsung membuka pintu Aula tepat ketika MC acara wisuda memanggil nama Avery, “Aku harap kau sudah menyiapkan pidatomu,” ujar Sarah seraya sedikit mendorong teman baiknya itu ke depan.
“Pidato,” gumam pelan Avery dengan hati yang berdegup kencang.
Berniat tidak hadir, jadi gadis itu benar-benar tidak menyiapkan sebuah naskah pidato perpisahan, Avery pun menaiki tangga panggung wisuda sekolah. Kepala sekolah memberikan sertifikat diploma kepadanya seraya mengucapkan selamat, lalu mempersilakan ke podium untuk memberikan sepatah dua patah kata pidato.
Avery tersenyum seraya mengambil napas panjang, “Terima kasih …” ini adalah kalimat yang keluar dari mulutnya.
Terlihat Sarah menepuk keningnya ketika melihat kegugupan kawan baiknya itu seraya bergumam gemas, “Oh ya ampun, dia benar-benar tidak menyiapkan sebuah pidato.”
Avery menarik napas sekali lagi lalu menyambung kata terima kasih tadi, “ Terima kasih karena sudah menerimaku menjadi salah satu bagian dari kalian, ini benar-benar menjadi suatu kehormatan terbesar di dalam hidup-ku.”
“Kita sudah saling kenal sepanjang hidup kita dan sekarang kita akan berpisah. Beberapa akan mengingat dan beberapa akan saling melupakan, tetapi kita akan selalu memiliki bagian dari satu sama lain di dalam diri kita. "
Sarah langsung berdiri bertepuk tangan dengan kencang, karena dia tahu jika semenit yang lalu temannya itu tidak tahu akan berpidato tentang apa, tapi semenit kemudian kata-kata indah itu muncul di otak kawannya itu, Sarah benar-benar terharu sekaligus terkagum.
Semua yang hadir langsung menatap kepada Sarah, Avery menggigit bibir bawahnya lagi melihat sikap spontan dari Nona muda Wayne itu. “Terima kasih,” imbuh Avery seraya menutup pidato singkatnya dan pergi menuruni anak tangga panggung wisudanya.
Tepuk tangan yang riuh ramai, menandakan jika penampilan gadis itu terlihat cantik menawan, Acara wisuda pun selesai. Avery, Sarah dan beberapa temannya mengambil foto Bersama. “Selamat tinggal, semoga sukses ya,” ujar mereka saling memberi selamat di hari mereka bertemu.
“Ayo, saatnya kita berpesta,” ajak Sarah seraya menarik tangan Avery. Sebuah mobil BMW telah menunggu mereka, “Ayo, kita naik!” ajak sarah lagi.
Mereka bedua pun masuk ke mobil. “Kita mau pergi ke mana?” tanya Avery.
“Tentu saja ke pesta, kan sudah aku bilang tadi. Aku juga sudah membawakan gaun untukmu!” imbuh Sarah lagi.
Ini pertama kalinya Avery berbalut gaun seperti Nona Muda. Tidak memakan waktu lama, mereka pun tiba di tempat pesta, ini adalah sebuah Grand ballroom. Sebelum masuk Sarah menarik Avery ke toilet. “Ayo, kita harus merias wajah kita dulu!” imbuh Sarah.
Tidak memakan waktu lama, mereka pun selesai merias wajah mereka. Ketika mereka masuk, perhatian semua orang yang berada di sana pun tertuju kepada Sarah dan Avery.
Jika mereka sering melihat Sarah, tapi tidak dengan Avery yang memang tidak pernah hadir di acara seperti ini, “Siapa gadis yang ada di sebelah Nona Wayne?” ujar salah satu pria yang ada di sana.
“Jika aku tahu, maka saat ini dia sudah menjadi kekasihku,” jawab yang lainnya menimpali perkataan pria itu.
“Apa dia selama ini tinggal di luar negeri, mengapa kita baru melihatnya,” bisik-bisik mereka lagi.
Avery menarik sedikit lengan Sarah seraya berbisik, “Sebenarnya ini acara apa?”
“Orang terkaya, dan yang tidak kalah penting, dia sangat menawan, bisa dibilang dia itu pria idaman seluruh negeri. Kaya, tampan, dan rendah hati. Tidak ada lagi orang yang seperti dia, dia adalah pria langka.
“Apa kau menyukai pria ini?” tanya Avery penasaran.
“Tentu saja tidak, aku tidak suka pria yang terlalu tinggi dariku. Itu akan menyusahkan hatiku,” jawab Sarah yang enggan memiliki pria dengan kategori yang dia sebutkan tadi, dia enggan bersaing dengan seluruh negeri. Tapi, tidak dipungkiri jika pria tampan memang sedap indah di pandang.
“Lalu untuk apa kau ke sini?” tanya Avery lagi dengan sedikit bingung.
“Hash … ayo kita bersenang-senang saja, ok,” ajak Sarah seraya menarik Avery untuk lebih masuk ke dalam, dia pun berkata, “Lihat di sana, banyak pria-pria tampan. Ayo tersenyumlah!”
Benar saja, ketika Avery tersenyum kepada mereka, beberapa pria itu menghampiri kedua gadis itu. Mereka saling berbincang, melempar tawa dan canda. Saling bersulang.
Sedang asyik menikmati pesta, tiba-tiba ada suara yang dia kenal, “Hei … sepertinya aku mengenalmu.”
“Paloma,” ujar Avery dalam hati seraya meletakan kue keju yang baru saja dia ingin makan.
“Eum … kau itu … eum …” ujar paloma lagi seraya memandang ke arah Sarah yang sedang di kelilingi oleh pria-pria tampan.
“Oh ya ampun, kau adalah Avery Edwards” ujar Paloma seraya menutup mulutnya dengan satu tangan, karena terkejut.
“Hei, lihatlah kutu buku di sekolah sedang ingin berpesta,” ujar sarkas Paloma seraya memanggil teman-temannya.
“Bisa-bisanya dia dengan penuh percaya diri datang kesini!” ejek Mia lalu berkata lagi, “Apa kau ingin makan enak gratis di sini?”
Mendengar perkataan Mia semuanya pun tertawa mengejek. Avery pun berdiri, “Memangnya, kalian juga tidak makan gratis di sini?” ujarnya sembari melemparkan senyuman sarkas.
Dari kejauhan Sarah melihat jika Avery sedang dibuli. Dia pun menyudahi pembicaraannya dengan para pria yang sedang mengaguminya, lalu segera menghampiri membantu Avery
“Oh ya ampun, mengapa aku melihat banyak lalat di sini!” ujar sarkas sarah sembari mengambil salah satu piring yang berisi kue.
“Sudah jangan kau makan, bisa mengganggu pencernaanmu,” ujar Sarah lagi seraya berkata lagi, “Ayo, lama-lama di sini bisa membuat kita muntah, selain lalat ada juga bau sampah yang menyengat.”
“Ha ha ha, lucu sekali kalian ini. Sampah… Kau ini hanyalah sampah yang dibuang!” ujar sarkas Paloma sambil memandang kepada Avery.
“Sampah sepertimu memang pantas dibuang, Lihatlah di sana, Bukankah itu Tunanganmu! . Dia tampak lebih cocok dengan Harper, Kakak tirimu!”
Avery bergeming sesaat, melihat tunangannya merangkul pinggul ramping Harper dengan mesra. “T-tidak mungkin!” imbuhnya seraya melangkah pergi mendekati Alden Alnsem.
Tangan Avery ditarik oleh Paloma, “Kau pikir mau ke mana Hah!” ujar marahnya sambil menahan Avery untuk menemui kakak sepupunya itu.
“Apa kau tidak paham, jika bukan karena perjodohan maka Alden tidak akan sudi menjadi tunanganmu!” ujar Sarkas Paloma.
Avery menghempaskan tangan Paloma yang sengaja menancapkan kuku panjangnya di lengannya. Sepatu hak tinggi yang sedang di pakai Paloma, mengganggu keseimbangannya sehingga dia pun terjatuh di lantai.
Sarah melihat lengan Avery sedikit tergores, Dia pun memicingkan matanya seraya berkata, “Dasar ular!”
Mia melihat Avery membuat Paloma jatuh, dia segera saja ingin menampar Avery. Tapi, Sarah langsung memegang tangan Mia, dan malah mulai mengajaknya bergumul di lantai, “Kalian pikir kalian ini siapa Hah! Putri Diana? Mimpi saja kalian,” ujar Sarah seraya menghempaskan Mia ke lantai juga.
Avery langsung saja melerai. Tapi, malah ditarik oleh Edna sehingga gaun backless Avery sedikit robek dan malah semakin memperlihatkan kulit putihnya itu. Acara yang sedang berjalan hikmat terhenti karena semua mata memandang ke area pergulatan para gadis itu.
Harper yang mengenali jika itu adalah adik tirinya , dia langsung saja berlari sambil menarik Alden ke arah gadis-gadis yang sedang bergulat itu, “Demi Tuhan Avery, apa keonaran adalah nama tengahmu. Mengapa selalu mencari masalah!” hardik Harper.
Rupa Sarah dan Avery benar-benar berantakan kacau, Paloma, Mia dan Edna juga sama kacaunya. Harper langsung saja menarik kasar tangan Avery, “Pulang!” ujarnya dengan marah seraya menarik Adik tirinya itu, Avery hanya bisa terdiam.
Namun, tiba-tiba Avery menghempaskan tangannya dan menerabas ketiga gadis yang suka merundungnya itu, sebelah sepatunya hilang , dia pun berjalan dengan sedikit terpincang lalu melepaskan sepatunya, bertelanjang kaki.
Dengan hati yang penuh marah, dia berjalan lurus ke depan tidak memandang ke kanan kiri atau pun ke belakang. Hatinya begitu sakit, Stela telah mencuri Lynch Edward dari ibunya, sekarang Harper, putri dari Stela malah mencuri tunangannya.
Langkahnya terhenti Ketika Avery menabrak seseorang. Dia pun mendongak dan melihat wajah tampan yang terlihat indah seperti dipahat dengan sempurna, sangat tampan. Tanpa pikir Panjang dia pun langsung berjinjit, menarik kerah pria itu agar mau sedikit menundukan kepalanya.
“cup” Avery baru saja mengkecup cium bibir pria tampan itu.
Kedua mata Avery terbelalak, Ketika pria itu malah merangkulkan tangannya ke pinggul rampingnya. “Eh pria ini, aku hanya mengecupnya mengapa dia malam membalas dengan ciuman!”
Pria itu sedikit mengangkat tubuh Avery dengan satu tangan saja, dia merasa pinggul gadis ini begitu ramping, seakan terasa bisa dia patahkan kapan saja dengan mudah. Pria itu pun melepaskan ciumannya seraya berbisik di daun telinga Avery. “Ingat namaku adalah Lucas Aylmer.
“Hah! Untuk apa aku mengingat namanya,” pikir aneh Avery sembari melepaskan tangan Lucas.
Melihat gaun Avery yang sedikit robek, Lucas pun membuka jas nya lalu memakaikannya kepada Avery. “Sebaiknya kita pergi dari sini!”
Meski merasa sedikit canggung, Avery tetap menganggukan kepalanya lalu melempar pandangan kepada Alden Anselm sambil sedikit memutar-mutar cincing pertunangan mereka. Lalu melepasnya dan melemparkannya ke lantai.
“Ayo kita pergi!” imbuh Avery kepada Lucas, pria asing yang baru saja dia kenal.
Alden juga sama terbelalaknya dengan Avery, baru saja kakinya ingin melangkah mengejar Avery. Tapi, langkahnya di tahan oleh Harper. “Alden, biarkan saja dia pergi!”
Pria itu merasa tidak berdaya. Sementara itu, Avery langsung menanggalkan jas yang sedang dipakainya dan memberikannya kepada Lucas. “Tuan Lucas, terima kasih!”
“Hanya itu saja?” tanya Lucas sambil menaikan satu alisnya.
“Eum… memangnya apalagi?” tanya Avery terheran.
“Kau telah menciumku,” imbuh Lucas seraya berkata lagi, “Kau harus bertanggung jawab.”
Avery tidak habis pikir dengan pria yang sedang berdiri di hadapannya itu. Merasa dirinya masih terlalu muda, menikah bukanlah prioritasnya. “Ha ha ha ha!” Avery malah tertawa mendengar jawaban dari pria yang baru dia ketahui bernama Lucas itu.
“Sedang bercanda ya?” imbuh Avery lagi sambil tertawa dengan tidak percaya.
“Menurutmu?” tanya balik Lucas.
Pada saat ini, Sarah berlari dengan sedikit tergopoh ke arah Avery. “Ada apa ini?”
“Tidak ada apa-apa, sebaikanya kita pergi dari sini!” ajak Avery sembari mendorong Sarah untuk pergi juga.
Lucas bergeming memandangi kepergian Avery, sampa dengan siluet gadis itu menghilang. Menyunggingkan senyuman yang sedikit menyeringai lalu memandang ke ujung jari kelingkingnya, lalu dia pun tersenyum samar.
“Tuan…!” panggil Xander,assistennya,
Mengerti maksud perkataan dari asistennya itu, Lucas pun langsung mengangkat satu tangganya. Xander pun menganggukan kepalanya. Mengerti perintah tuannya, membiarkan Avery pergi, tidak perlu mengejarnya.
Pada saat ini Avery baru saja masuk ke dalam mobil, “Apa kau mengenal pria itu?” tanya Sarah penasaran.
“Iya… Eum maksudku baru saja kenal!” jawab Avery.
“Oh ya ampun, apa kau sudah gila. Kau baru saja mencium pria asing,” imbuh Sarah dengan sedikit putus asa tidak percaya,
Teringat tentang Alden, Sarah pun berkata lagi. “Dibanding dengan Tunanganmu, aku rasa pira asing itu lebih tampan!”
Avery memicingkan matanya sambil memandang ke Sarah. “Ya kau ada betulnya, pria asing tadi jauh lebih tampan dari Alden Anselm.
“Sudah benar kau memutuskan pertunangan. Lalar dan sampah memang pasangan yang cocok, jadi sudah benar, kau harus menjauhi mereka,” imbuh Sarah lagi sambil terus menyemangati Avery.
Sarah mengantar Avery pulang, ingin memberi waktu patah hati untuk kawan baiknya itu, Dengan sangat pengertian dia tidak meminta Avery mengundang dirinya masuk bertamu. Avery membuka pintu, berpapasan dengan.
“Apa yang terjadi?” tanya Marry yang terkejut melihat rupa Avery yang berantakan dan sedikit melihat ada memar.
“Aku baik-baik saja, jangan terlalu khawatir!” jawab Avery sambil berlalu pergi menuju ke kamarnya.
Tak berapa lama, Mary datang dengan membawa kotak obat, “Biarkan aku mengobatimu.”
“Gadis seusiamu mana bisa memiliki bekas luka,” Ujar Mary lagi seraya menarik Avery untuk duduk di kursi.
Mary dengan telaten memberi salep pada luka gores yang ada di kulit Avery sambil berkata, “Apa kau baru saja berkelahi?”
“Tidak aku tidak berkelahi,” jawab Avery sambil sedikit meringis.
“Jika tidak berkelahi, lalu dari mana luka ini datang?” ujar Mary lagi.
“Aku hanya membela harga diriku saja,” jawab Avery acuh tak acuh.
“Kalian ini para gadis muda, mudah sekali mengikuti emosi hati tapi tidak memikirkan akibatnya,” ujar Mary lagi sembari merapihkan kotak obat yang dia bawa.
“Ini simpan kotak obat ini baik-baik, kelak jika terluka lagi langsung obati sendiri,” ujar Mary seraya pergi meninggalkan kamar Avery.
Setelah kepergian Nyonya Edwards, di Mansion Edwards ini hanya Marry satu-satunya orang yang masih berpihak kepada Avery. Meski terkadang tidak mau menunjukan rasa sayang yang besar kepada Nona Mudanya itu.
Keesokan paginya, ketukan pintu terdengar keras, Avery langsung saja terbangun dari ranjang empuknya. Begitu dia membuka pintu, Nyonya Stela dan Harper langsung saja menerabas masuk. “Kau memutuskan pertunanganmu dengan Alden?”
“Ah tentang itu!” imbuh Avery sembari memandang kepada Harper lalu berkata lagi, “Terima kasih karena sudah mau mengambil sampah yang aku buang!”
“K-kau…!” Imbuh marah Harper seraya melayangkan tangannya ingin menampar wajah Avery. Namun, ditahan oleh Nyonya Stela.
“Kau sebaiknya segera pergi dari sini!” imbuh Nyonya Stela.
“Hah!” imbuh Avery yang merasa jika dia salah dengar.
“Kau sudah tidak diterima lagi di keluarga Edwards, memutuskan pertunangan dengan keluarga Anselm, itu sama artinya dengan kau melepaskan nama keluarga Edwards.”
“Hah! Apa, sejak kapan ada peraturan seperti itu?” tanya Avery dengan sedikit bingung.
“Sejak kemarin?” jawab Tuan Lynch.
“Apa Ayah yang buat peraturan baru ini!?” tanya Avery dengan sedikit menahan getar marah di nada suaranya.
Marry yang mendegar ada rebut-ribut dari kamar Avery langsung saja menerabas masuk. “Tuan… tidak bisa kah kau pertimbangkan lagi. Jika Nyonya Edwards di sini dan melihatnya dia pasti akan sangat sedih!”
“Diam kau, pelayan rendahan!” Hardik marah Nyonya Stela.
“Cukup!” bentak marah Tuan Lynch kepada Nyonya Stela, bagaimana pun juga Marry adalah termasuk prang yang ikut menjaga membesarkan dirinya.
Marry bekerja di dalam keluarga Edwards semenjak dia berusia 10 tahun, mengikuti ayah dan ibunya yang sudah belasan tahun bekerja mengabdi. Jadi bagi Tuan Lynch, Marry bukanlah pekerja biasa. Bergeming beberapa saat, pria itu pun berkata, “Kau boleh tinggal di sini, sebagai pelayan. Tidak dibayar! Perbuatanmu telah mencoreng dua nama keluarga!”
Tuan Lynch pun pergi meninggalkan kamar Avery, lalu diikuti oleh Harper dan Nyonya Stela. Marry langsung memeluk Avery dan menghiburnya. “Semua akan baik-baik saja!”
Avery sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi, Ayahnya sendiri sudah tidak menginginkannya, itu sama saja seperti setengah kiamat baginya. Marry mencoba menghibur lagi, “Aku yakin Tuan Lynch hanya sedang emosi saja. Kau memutuskan pertunanganmu begitu saja, di depan orang banyak!”
“A-aku hanya membela harga diriku!” imbuh pelan Avery dengan nada suara yang mulai gemetaran.
“Jika membela harga diri, tapi malah membahayakan hidupmu. Lebih baik diam saja, tidak usah membangkang!” nasihat Marry kepada Avery.
“Mana bisa begitu!” imbuh protes Avery, lalu melanjutkan perkataannya, “Tidak ada masalah, itu artinya mati!”
Marry hanya bisa menggelengkan kepalanya. Pada saat ini seorang pelayan masuk ke dalam kamar Avery. “Nyonya Stela bilang, ini adalah seragam yang harus Avery pakai!”
Marry mengambil seragam itu seraya berkata, “Nona… Nona Avery!”
Pelayan itu memutar kedua bola matanya sembari keluar dari kamar itu, “Sebaiknya kau pakai ini sebelum di usir lagi!” imbuh Marry.
Avery pun mengambil seragam itu, lalu memakainya, Hari ini Harper ingin menumpahkan kemarahannya kepada Avery karena telah mempermalukan Alden di depan banyak orang, Untuk mempersulit pekerjaan adik tirinya itu, dia sengaja memberikan Avery tugas membersihkan semua kaca jendela di Mansion mereka.
Jendela di Mansion Edwards memilliki tinggi sekitar tiga meter, dan Avery hanya diberi sebuah tangga dan peralatan sekadarnya untuk membersihkan kaca-kaca jendela itu. “Ah benar-benar sial!” Avery merutuki keadaan saat ini. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Baru setengah membersihkan, Harper membawa Alden menyapa Avery. Dari kejauhan mereka terlihat berjalan mendekati. Avery menggigit bibir bawahnya, pada saat ini dia merasa benar-benar kalah telak. Pertunangan batal, tidak diakui oleh keluarga, bahkan sekarang telah menjadi seorang pelayan di rumahnya sendiri.
“Apa kau sudah gila!” kalimat pertama yang Alden ucapkan setelah hart pemutusan pertunangan.
“Apa? Karena telah memutuskan pertunangan?” tanya Sarkas Avery,
“Kau baru saja memutuskan Kerjasama bisnis yang telah terjalin dari generasi ke generasi!” imbuh Alden tidak percaya dengan kebodohan yang baru saja dilakukan Avery.
“Bukankah kau memiliki Harper?” jawab sarkas Avery.
“Kenapa? Apa dia bukanlah Wanita yang bisa kau nikahi!” imbuh Avery dengan sedikit tertawa sarkas.
Harper mengeratkan rangkulan tangannya di lengan Alden, meski saat ini dia tinggal dan diakui menjadi keluarga Edwards, namun dia tetap orang luar, karena tidak memiliki darah keturunan dari keluarga Edwards.
Keluarga Edwards dan keluarga Anselm sudah melakukan ritual perjodohan ini, menurut mitos keluarga mereka pernikahan politik antar keluarga seperti ini sangat mendatangkan keuntungan bagi Kerajaan bisnis mereka. Tapi, sekarang Avery mematahkan mitos itu, Jika bukan karena Marry maka saat ini Avery pasti sudah tidur di jalanan.
Melihat wajah tidak senang keduanya, Avery melemparkan perkataan sarkas lagi kepada Alden. “Apa kau takut jatuh miskin… ha ha ha, kau begitu lemah!”
Tidak ingin berbagi udara yang sama dengan kedua orang itu, Avery pun memiliih pergi meninggalkan mereka. Sementara, Harper yang baru saja merasa tersinggung dengan perkataan Avery dia pun segera menarik tangan adik tirinya itu. “Tunggu dulu!”
“Aw, apa yang kau lakukan?” Hardik marah Harper Ketika baju bagusnya tersiram air bekas membersihkan kaca jendela tadi.
“Ups, maaf itu bukan salahku, tapi salahmu sendiri!” ujar sarkas Avery dengan acuh tidak acuh seray berlalu pergi dengan cepat.
“Avery!” terika marah Harper dengan nada melengking tinggi.
“Hah dasar Drizella!” umpat Avery dalam hati yang baru saja menjuluki Harper dengan nama adik tiri Cinderella.
Di dapur, Avery bertemu dengan Marry. “Kau kenapa?
“Baru saja bertemu hantu!” Imbuh Avery dengan sedikit bersungut.
“Hantu… tidak ada hantu di rumah ini!” imbuh Marry mengkoreksi perkataan Avery.
Avery menyesap air putih, lalu menghela napas. “Apa Tuhan sedang menghukumku?”
Marry langsung memukul kepaka Avery dengan seikat daun bawang yang sedang dipegangnya. “Bodoh, jangan berpikir seperti itu!” imbuh Marry menasehati Nona Mudanya itu,
“Ketika Tuhan ingin memberikanmu sesuatu yang besar, sudah sepantasnya dia mengujimu agar pada akhirnya kau mampu dan pantas menerima berkatnya!” Marry menambahkan nasihat bijaknya lagi.
“Tapi, mengapa aku dibuat sedih seperti ini?” imbuh Avery dengan nada sedikit terseguk.
“Percayalah apa yang terlihat buruk untukmu, belum tentu buruk akibatnya untukmu, dan apa yang terlihat baik belum tentu baik akibatnya bagimu Dan untuk hal ini hanya Dia yang paling tahu!” ujar Marry menjelaskan tentang sedikit konsep scenario Tuhan dalam hidup manusia.
“Hmm kau benar-benar biarawati teladanku!” imbuh Avery dengan tertawa sambil sedikit menjulurkan lidahnya,
Marry pun tertawa sambil bersedekap, jika saja Nyonya Edwards dulu sedikit saja memiliki keceriaan seperti Avery, maka bisa jadi Lynch Edwards tidak akan berpaling darinya. Teringat Avery baru saja lulus, Marry pun bertanya. “Apa kau akan mendaftar kuliah?”
“Eum… entahlah!” jawab Avery.
“Kau ini pintar mengapa tidak cari cara lain untuk mendapatkan biaya kuliah!” imbuh Marry lagi.
“Beasiswa?” imbuh tanya Avery.
Marry mengangguk sambil memotong-motong daun bawang yang baru saja selesai dia cuci. Avery memperhatikan lalu berkata, “Marry kenapa kau masih saja memasak, bukankah ada koki di rumah ini?”
“Masakannya tidak sesuai dengan selera lidahku, lagipula kau yang selalu menghabiskan masakanku!”
Avery pun sedikit terbahak, berpikir ada benarnya juga perkataan Marry, bahkan dia mengambil lebih banyak dari Marry. Tawa kepala pelayan itu terhenti Ketika Avery berkata, “Ceritakan bagaimana ibuku meninggal?”
Waktu itu Avery baru saja berusia lima tahun Ketika diberi tahu jika ibunya telah meninggal dan keesokan harinya Nyonya Stela dan Harper masuk ke Mansion Edwards menggantikan posisi ibunya sebagai Nyonya utama.
“Tidak baik mengungkit hal yang sudah lama terkubur!” nasihat Marry lagi.
Avery menggigit bibir bawahnya, selama ini dia bertahan di rumah tapi versi neraka baginya, semuanya hanya karena ibunya. Semenjak Nyonya Stela datang, dia menyingkirkan semua foto atau barang-barang yang berkaitan dengan ibunya,
Selama ini dia mencoba mencari tapi tidak menemukannya, salah satu pelayan bilang itu semua sudah dibakar, tapi dia percaya itu masih ada di satu tempat di dalam Mansion ini. Karena itu dia lebih memilih bertahan di Mansion Edwards.
Pada saat ini ponsel Avery berdering, “Hei, mengapa sulit sekali dihubungi?”
“Ah itu aku hanya sedang melakukan kerja paruh waktu saja!” jawab Avery kepada Sarah.
“Aku jemput ya!” imbuh temannya itu,
Avery langsung menolak dan berkata, “Kita bertemu di tempat biasa saja.”
Setelah menutup sambungan ponselnya, Avery pun bertanya kepada Marry. “Apa aku boleh bermain sebentar!”
“Eum Tuan tidak menyebutkan jam kerja, jadi seperti bisa selama pekerjaanmu telah selesai!”
“Ok, tinggal beberapa kaca jendela saja, akan segera aku kerjakan!” imbuhnya seraya bergegas menyelesaikan pekerjaannya.
Ketika sudah selesai, Avery pun bergegas pergi. Tapi, lagi-lagi dia bertemu dengan Alden. “Kau mau pergi ke mana?”
“Apa urusanmu?” tanya Avery dengan nada sarkas. Lalu dia berkata lagi, “Eum… jika aku bilang aku akan pergi berkencan, apa kau akan melarangku?”
“Apa dengan pria itu?” tanya Alden dengan rasa ingin tahu tingkat tinggi.
********
Jangan Lupa twbar semangatnya untuk Author :
Subscribe
Vote
Bintang 5
Like
Komen
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!