"Huh, semoga hari ini aku mendapatkan pekerjaan!" ucap pelan seorang pria muda dengan tinggi 180 cm.
Pria bernama Andra itu melangkah melewati jalanan yang rusak dan jarang dilalui para pengendara. Dia terpaksa karena sepi dan angkutan umum biasanya ia naiki berada di ujung jalan.
Hampir 20 menit, ia berjalan ditambah langit mulai gelap. Andra mendongakkan kepalanya melihatnya dan bergumam, "Tuhan, kali ini tolong berpihak padaku!" hatinya mengiba.
Dan benar saja, langit yang gelap bersiap akan menurunkan hujan mendadak cerah. Matahari beberapa detik lalu tertutup menunjukkan wajahnya. Seketika senyuman di bibir Andra merekah. Batinnya terus mengucapkan syukur karena doanya diijabah.
Andra terus berjalan, sekitar 400 meter lagi ia akan segera menaiki kendaraan umum menuju perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan.
Kreek.....
Langkah Andra terhenti, ia menoleh ke kanan dan kiri mencari asal suara.
Kreek...
Andra membalikkan badannya, ia melihat sebatang dahan yang jatuh masih diselimuti dedaunan bergoyang.
"Siapa di sana?" tanya Andra tanpa mendekat.
Daun tersebut masih bergerak, ditambah suara rintihan kesakitan dibelakangnya.
"Hei, jangan-jangan main denganku!" bentak Andra padahal dirinya sudah ketakutan. Bayangkan saja, jalan dilaluinya adalah kebun-kebun milik warga dan jauh dari pemukiman.
Batang pohon itu bergeser, terdengar kembali suara erangan kesakitan. Andra memiringkan kepalanya memastikan siapa ada dibaliknya.
Tampak sebuah telapak tangan yang diyakini adalah milik seorang perempuan.
Andra yang benar-benar penasaran, memberanikan diri mendekat dan menggeser batang pohon. Matanya membulat ketika mengetahui sosok dibelakangnya. Ya, seorang wanita penuh luka di wajah dan beberapa anggota tubuhnya.
Wanita yang sulit bangkit melihat ke arah Andra dengan mata sayu. "Tolong!" lirihnya.
Andra mendekat, "Kamu siapa?"
Belum sempat menjawab, wanita itu pingsan lagi.
Andra melangkah dekat dan menyentuh kulit tangan wanita lemah tersebut dengan jemarinya, "Jangan main-main! Aku tidak suka begini!"
Wanita malang itu tak meresponnya.
"Hei, kamu benar-benar pingsan?" Andra meyakinkannya lagi.
"Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Tak mungkin membiarkan dia sendiri. Ayo cari cara, Andra!" gumamnya. Ia sangat kebingungan.
Andra akhirnya mengambil keputusan membawanya ke rumahnya. Membuka kemeja yang dipakainya lalu membalutkannya di tubuh wanita itu kemudian mengangkatnya.
Hampir 20 menit menggendong, Andra tiba di rumahnya. Kebetulan jalanan kampung tampak sepi karena penduduknya sedang bekerja.
Pekerjaan para warga di kampungnya Andra adalah berkebun, bertani, pengajar dan sebagian lagi merantau ke luar kota.
Beruntung perkebunan yang tadi Andra lewati sedang tidak ada pekerja di sana, jadi ia tak perlu meladeni beberapa pertanyaan.
Andra membaringkan wanita dengan hidung mancung dan kulit putih itu di ranjangnya. Ia bergegas ke dapur mengambil baskom dan mengisi air.
Andra membuka lemari, mengambil handuk kecil dan mencelupkannya ke dalam air. Perlahan ia mengelap wajah dan tangan wanita malang itu. "Kasihan sekali kamu!" gumamnya sembari memandangnya.
Setelah membersihkannya, Andra bingung untuk membuka pakaiannya. "Apa aku harus melakukannya?" lagi-lagi ia tampak berpikir.
"Lebih baik aku tunggu ibu saja!" ucapnya lirih.
-
Tepat jam makan siang, ibunya Andra pulang dari kebun. Ia terkejut melihat putranya sudah berada di rumah. Padahal tadi pagi pamitnya mau mencari pekerjaan di kota.
"Kamu kenapa sudah di rumah?" tanya wanita paruh baya bernama Laila.
"Ceritanya panjang, Bu. Sekarang ikut aku!" Andra menjawab sembari menarik tangan ibunya menuju kamarnya.
Andra membuka pintu kamarnya, Laila melihat ada seorang wanita tertidur di ranjang putranya tampak terkejut.
Keduanya lantas mendekat.
"Siapa dia, An?"
"Aku tidak tahu, Bu. Tapi aku menemukannya di pinggir jalan dekat kebun singkong."
"Kenapa kamu bawa pulang? Bagaimana jika ada yang menuduh kita melakukan percobaan penculikan?" tanya Laila.
"Aku kasihan dengannya," jawab Andra.
"Ibu tidak mau tahu, sekarang kamu bawa dia ke tempat semula. Jangan sampai ini menjadi masalah buat kita," ucap Laila.
"Apa Ibu tidak kasihan dengannya? Lihatlah tubuhnya penuh luka, sepertinya kita adalah orang yang dipilih untuk menolongnya," bujuk Andra.
"Ibu tidak mau nantinya menjadi masalah, Andra!" kata Laila dengan nada pelan, ia berharap putranya mau mendengar ucapannya.
"Aku yang akan bertanggung jawab, Bu. Jika dia sadar pasti kita akan menemukan jawabannya," ujar Andra menyakinkan ibunya.
Laila menghela napas pasrah.
Andra tersenyum senang, ibunya akhirnya mau menerima wanita yang dibawanya.
-
Hingga sore hari, wanita yang telah diganti pakaiannya dan lukanya sudah diobati namun belum juga sadar. Andra berusaha membangunkannya dengan berbagai cara, mulai mengajaknya berbicara dan menyentuh tangannya.
Laila masuk ke kamar putranya membawa secangkir teh hangat dan segelas air putih. "Bagaimana? Apakah dia sudah merespon?"
"Belum, Bu."
"Apa napasnya masih ada?" tanya Laila duduk di ujung ranjang.
Andra meletakkan jemarinya di ujung hidung wanita itu, lalu menjawab pertanyaan ibunya, "Masih, Bu."
"Kamu tunggu sajalah kalau begitu, Ibu mau memasak buat makan malam kita," ucap Laila.
Andra mengangguk mengiyakan.
_
Selesai makan malam, Andra kembali ke kamar dan melihatnya lagi. Tapi belum ada tanda-tanda dia sadar.
Andra menatap wajah wanita itu yang menurutnya sangat sempurna. "Dia sangat cantik," ceplosnya.
Andra mulai merasa kantuk, ia lantas berdiri dan keluar kamar. Karena tak mungkin dirinya tidur seranjang dengan wanita yang bukan istrinya. Ia membentangkan tikar tepat di depan televisi dan meletakkan bantal di atasnya. Memakai sarung lalu merebahkan tubuhnya.
Laila dari 10 menit lalu sudah berada di kamar untuk beristirahat.
Andra yang bosan menyalakan televisi, hal itu dilakukannya agar mudah tertidur. Ia akan terbangun ditengah malam dan mematikan benda elektronik itu.
Jarum jam terus berputar, Andra belum juga tertidur padahal berulang kali ia menguap. Andra lantas bangkit dan duduk mengarahkan pandangannya ke dinding.
"Kenapa sulit sekali aku tidur?" gumamnya karena tak terbiasa seperti ini.
Andra teringat wanita yang ditolongnya. "Apa karena dia belum sadar makanya aku tidak bisa tertidur?" tanyanya lirih.
Andra akhirnya memutuskan untuk ke kamarnya melihat kondisi wanita itu. Ia berharap segera sadar dan ia dapat memulangkannya kepada keluarganya.
Di depan kamar, Andra menghentikan langkahnya. Ia ragu apakah akan masuk atau tidak. "Pasti dia masih tertidur?" tebaknya dalam hati.
Andra membalikkan badannya dan berniat kembali ke ruang tengah rumahnya, namun telinganya mendengar suara ranjang bergerak. Ia lantas memutar dan membuka kenop pintu.
"Argghh......"
...----------------...
Hai Semua....
Apa Kabar?
Ini Karyaku Selanjutnya Di Noveltoon, Aku Mohon Dukungannya Untuk Memberikan Like, Komen, Poin dan Vote..
Selama Menunggu Update Selanjutnya. Kalian Boleh Mampir Ke Karyaku Lainnya Yang Tak Kalah Seru.
Dan Aku Berharap Kalian Menyukai Cerita Aku Yang Ini.
Selamat Membaca ☺️
Mendengar suara jeritan, Andra berlari mendekatinya dan menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Keduanya sejenak saling bertatapan.
Wanita yang masih duduk di atas ranjang tampak ketakutan melihat wajah Andra.
"Jangan berisik, ini sudah malam. Para tetangga nanti bangun!" ucap Andra dengan nada pelan lalu menurunkan tangannya.
Wanita itu segera mengangguk namun matanya berkaca-kaca, ia memegang selimut dengan erat sangking takutnya.
"Namaku Andra, ini rumahku. Nama kamu siapa?" tanyanya.
"Aku...?" wanita itu berbicara terbata.
"Iya, nama kamu siapa?" tanya Andra dengan lembut.
Wanita itu malah menggelengkan kepalanya.
"Kamu tidak tahu siapa namamu?" tanya Andra lagi membuat wanita itu mengangguk mengiyakan.
Andra menarik napas panjang lalu dihembuskannya.
"Jika tidak tahu namamu, bagaimana aku bisa mengembalikan kamu ke rumah orang tuamu," ucap Andra mengacak rambutnya.
"Aku haus..."
"Astaga!" Andra menepuk keningnya. "Maaf, aku lupa memberikan minum. Tunggu sebentar!" lanjutnya kemudian berjalan cepat menuju dapur.
Tak lama berselang, Andra datang membawa segelas air putih. Minuman yang tadi dibuat sang ibu sudah habis diteguknya.
"Minumlah!" Andra menyodorkannya.
Dengan tangan gemetaran, wanita itu meraihnya lalu meneguknya. Melihatnya begitu, Andra gegas mengambil dan membantunya minum.
Setelah kandas isi gelas, Andra berkata, "Aku akan mengambil makanan untukmu!"
Andra melangkah kembali ke dapur karena lauk tak ada ia pun membuat telur ceplok. Selesai memasak, ia membawanya ke kamar.
"Aku akan menyuapimu!" ucap Andra dibalas dengan anggukan kecil.
Andra menyuruhnya membuka mulut dan tanpa bantahan wanita itu melakukannya.
Karena sangat lapar, Andra sampai kewalahan menyuapinya.
"Tak ada bahan makanan lagi di dapur, besok pagi saja dilanjutkannya," ucap Andra yang menyadari jika wanita itu belum kenyang.
Lagi-lagi ucapan Andra dibalas anggukan.
"Karena tak tahu namamu, maka aku memberikan nama Dita," kata Andra.
"Di...ta?"
"Ya, Dita. Mulai hari ini aku dan orang-orang akan memanggilmu Dita," ucap Andra.
"Aku Dita?"
"Iya, kamu Dita. Sekarang tidur lagi, aku sudah mengantuk," ujar Andra.
"Aku tidak mau sendirian di sini!" Dita memegang tangan Andra.
"Kita tidak bisa tidur bersama," ucap Andra.
"Kenapa?"
"Karena kita belum menikah."
"Menikah?"
"Ya, sekarang tidurlah!" ucap Andra pelan.
"Aku takut!"
Andra menghela napas.
"Dita, di sini kamu aman. Aku berada di luar dan di sebelah kamar ibuku," jelas Andra.
"Aku tidak mau ditinggal," kata Dita.
Andra memijit pelipisnya.
"Aku mau bersamamu!"
"Baiklah, kita tidur di ruang tamu saja!" ucap Andra.
Dita mengiyakan.
Andra menyuruh Dita duduk di bangku panjang lalu menyelimutinya dan ia merebahkan tubuhnya di lantai beralaskan tikar.
"Jika kamu butuh sesuatu, bangunkan aku!" kata Andra membiarkan televisi menyala. Ia pun memejamkan matanya.
***
Laila bangun pagi dan terkejut melihat putranya tidur bersama seorang wanita. Keduanya saling berdekatan dengan satu bantal di kepala.
Laila yang marah membangunkan Andra dengan mencambuknya menggunakan kain sarung. "Beraninya kalian berbuat macam-macam di rumahku!"
Andra mendengarnya lantas terbangun, "Ada apa 'sih, Bu? Pagi-pagi sudah marah-marah saja!" ucapnya masih dengan mata belum sepenuhnya terbuka sempurna
"Bagaimana tidak marah? Kamu lihat!" Laila menunjuk ke arah Dita yang masih pulas tertidur.
Hah! Andra terlonjak kaget.
"Kenapa dia ada di sini?" tanya Andra bingung padahal ia sudah mengatakan kepada Dita untuk tidur di bangku.
"Mana Ibu tahu, kamu 'kan semalaman bersamanya," jawab Laila.
"Aku tidak mengajaknya tidur di sini, Bu!" jelas Andra agar tak salah paham.
"Tapi kenapa dia ada di sini?"
Andra mengendikkan bahunya.
"Dia sudah sadar, kamu harus segera memulangkannya!" kata Laila.
"Dia tidak tahu rumahnya, Bu."
"Tidak tahu bagaimana?" tanya Laila sedikit meninggikan suaranya.
"Sepertinya dia lupa ingatan, Bu." Jawab Andra menerka.
Laila tertawa sinis.
"Ini tidak lucu, An!" sentak Laila.
"Aku serius, Bu. Dia sepertinya mengalami amnesia," ucap Andra.
"Ibu tidak percaya! Kamu pikir ini cerita drama seperti Ibu tonton di tivi!" kata Laila.
"Aku serius, Bu."
"Apa jangan-jangan dia ingin menipu kita?" Laila menatap wajah Dita.
"Dia tidak menipu kita, dia wanita jujur," ujar Andra.
"Dari mana kamu tahu?" tanya Laila.
Andra tak menjawab.
"Oh, jangan-jangan kamu sudah terpikat dengannya!" terka Laila kini pandangannya kepada putranya.
Andra menggelengkan kepalanya.
"Lalu dari mana kamu tahu dia wanita jujur?" tanya Laila.
"Ketika sadar, dia sangat ketakutan melihat aku. Sepertinya dia mengalami trauma," jawab Andra.
"Wah, urusannya bakal panjang," gumam Laila.
"Aku sudah memberikan dia nama, jadi Ibu tak perlu bingung memanggilnya," ucap Andra.
"Siapa namanya?" tanya Laila.
"Dita," jawab Andra.
-
Dita terbangun ketika hidungnya mencium bau yang sangat menyengat dari arah dapur. Ia sampai berkali-kali bersin.
Dita lantas berdiri dan berjalan menuju dapur, ia sedang mencari keberadaan Andra. Begitu melihat Laila memasak ia memegang perutnya.
Laila tak tahu Dita berada di belakangnya begitu terkejut.
Dita yang bingung tampak celingukan.
"Cari siapa?" tanya Laila ketus.
Dita yang belum mengetahui nama pria menolongnya. "Aku cari dia!" jawabnya terbata.
"Dia siapa?" tanya Laila berkacak pinggang.
Pintu kamar mandi terbuka membuat Laila dan Dita mengarahkan pandangannya ke asal suara.
Andra keluar dengan celana pendek tanpa mengenakan pakaian.
Laila mendelik, secepatnya ia menutup mata Dita dengan telapak tangan.
"Tutupi tubuhmu!" perintah Laila dengan mulut tidak terbuka, ia sangat kesal karena putranya begitu.
Andra menutup tubuhnya dengan handuk yang dari tadi di pegangnya untuk mengeringkan rambutnya.
"Cepat ke kamar!" titah Laila.
Tanpa berlama-lama, Andra berlari ke kamarnya untuk memakai baju.
Laila menurunkan tangannya dari mata Dita.
"Di mana dia?" tanya Dita polos.
"Dia di kamar," jawab Laila.
"Aku mau ke sana," ucap Dita.
"Eits... Jangan!" cegah Laila dengan memegang tangannya.
"Aku tidak mau jauh darinya!" kata Dita.
"Nanti Andra keluar kamar, tunggu sebentar!" ucap Laila.
"Siapa Andra?"
"Kamu tidak tahu Andra?" Laila malah balik bertanya.
Dita menggelengkan kepalanya.
Laila menepuk jidatnya.
Andra keluar dari kamar setelah memakai baju dan rambutnya juga sudah di sisir.
"Nama dia Andra!" Laila menunjuk putranya.
Andra baru sadar jika Dita belum sepenuhnya pulih jadi masih sering lupa. "Iya, aku Andra dan ini Ibuku!" mengingatkannya lagi.
Dita manggut-manggut paham.
"Di sini kamu tinggal bersama aku dan ibuku. Jika butuh sesuatu katakan saja pada kami," ucap Andra.
"Selama di sini, kamu harus membantu Bibi," kata Laila.
"Bantu apa?" tanya Dita.
"Menyapu, mengepel, mencuci baju dan memasak," jawab Laila.
"Bu, kenapa dia di suruh mencuci baju?" protes Andra.
"Jadi siapa yang mencuci pakaiannya, kamu?" tanya Laila.
Andra menggelengkan kepalanya.
"Bibi akan mengajarimu!" ucap Laila.
Dita mengangguk setuju.
"Sekarang kamu mandi, untuk sementara gunakan pakaian Andra. Nanti pulang dari kebun, Bibi akan membelinya," ujar Laila.
"Mandi?" tanya Dita.
"Iya, dari kemarin kamu belum mandi. Biar badanmu segar," jawab Laila.
"Aku mau dimandikan," ucap Dita.
Hah!
Laila dan Andra benar-benar tidak habis pikir dengan ucapan Dita yang asal bicara. Dia ingin dimandikan, tentunya ini tak mungkin dibiarkan.
"Hmm, Dita. Kamu 'kan sudah dewasa, lebih baik mandi sendiri. Kami tidak boleh melihat beberapa anggota tubuhmu," jelas Andra.
"Aku takut, Andra!" mata Dita kembali berkaca-kaca.
"Apa yang kamu takuti?" tanya Laila kali ini dengan suara pelan.
"Aku takut dia akan menyiksaku," jawab Dita.
Laila dan Andra saling pandang.
"Dia jahat!" ucap Dita.
"Di sini tidak ada orang jahat, semua sangat baik. Kamu jangan khawatir, jika ada yang berani macam-macam bilang pada Bibi!" kata Laila penuh percaya diri.
"Apa yang dikatakan Ibuku benar. Kamu tidak perlu takut dan cemas, kami siap menolongmu," ucap Andra.
Dita sedikit lega mendengar penjelasan dari Andra dan Laila. Ia akhirnya bersedia mandi.
Andra dengan cepat mengambil baju dan celananya dari kamarnya lalu diberikannya kepada Dita. "Sementara pakai ini saja!"
Dita mengiyakan, ia lalu melangkah ke kamar mandi dan Andra berdiri di depan pintu.
"Kamu mau apa di situ?"
"Menunggu Dita mandi, Bu."
"Jangan cari alasan, cepat bantu Ibu bawakan makanan ini di meja!" perintah Laila.
Andra segera melaksanakan perintah ibunya.
"Apa kamu akan melamar pekerjaan hari ini?" tanya Laila.
"Jika aku pergi, Dita dengan siapa, Bu?" Andra balik bertanya.
"Tinggalkan saja sendiri di sini," jawab Laila.
"Aku tidak mau, Bu. Bagaimana jika dia keluar rumah tanpa sepengetahuan kita? Pasti para tetangga akan banyak bertanya," ujar Andra.
"Kalau begitu kapan kamu bekerja? Anggota di rumah ini bertambah satu orang, sedangkan Ibu hanya buruh kebun yang hanya cukup makan," jelas Laila.
"Jika Dita telah pulih seratus persen dan mengerti dengan tugas hari-harinya, aku akan melamar pekerjaan," janji Andra.
Laila akhirnya setuju.
-
Dita duduk bersama dengan ibu dan Andra di meja makan. Wanita itu langsung melahap makanan yang diberikannya kepadanya.
Lagi-lagi sikapnya membuat Laila geleng-geleng kepala.
"Mau tambah lagi?" tanya Andra.
Dita mengangguk mengiyakan.
Andra menyiduk nasi dan lauk lalu diisikannya di piring. "Habiskan!"
Dita kembali melahapnya penuh semangat.
Laila meneguk salivanya melihat cara makan Dita seperti orang kelaparan.
"An, sepertinya kamu harus segera mencari tahu asal usulnya. Jika tiap hari begini, kita makan apa," ujar Laila.
"Iya, Bu. Nanti aku akan mencari keluarganya," kata Andra.
"Ibu makan di kebun saja," Laila lantas berdiri.
"Bu...." ucap Andra.
"Ibu beli pecal sayur untuk makan siang nanti, jangan biarkan dia keluar!" Laila memberikan peringatan.
Andra mengangguk mengiyakan.
Laila berangkat ke kebun, ia bekerja di tanah milik tetangganya dengan upah harian. Untuk sayuran makan, ia dan Andra menanamnya di halaman rumah.
"Mau tambah lagi?" tawar Andra melihat porsi ke dua telah habis.
"Aku sudah kenyang."
"Ya sudah, kini giliran aku makan, ya!" kata Andra gegas menyantap hidangannya karena sedari tadi perutnya terasa keroncongan.
Selesai makan, Andra membawa piring kotor ke tempat cucian. Dita turut membantunya, Andra mulai mencucinya. Andra juga mengajari Dita untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Setelah itu lanjut menyapu rumah, meskipun lelah mengajarinya Andra berusaha sabar. Jika dirinya berbicara dengan nada tinggi pastinya Dita akan ketakutan.
Selesai beberes rumah, Andra mencuci pakaiannya sendiri. Dita hanya melihatnya saja.
"Kamu di dalam saja, aku mau memetik sayuran di halaman," kata Andra.
"Aku ikut!" ucap Dita.
"Tidak bisa, Dita."
"Aku takut di sini!"
"Jarak kita hanya beberapa meter," ucap Andra.
"Aku mau ikut!"
Andra yang tak tahu mencari alasan apa, akhirnya terpaksa mengajak Dita keluar.
-
Dita dilarang Andra melakukan apapun, wanita itu hanya disuruhnya duduk sambil memperhatikannya.
Andra memupuk tanaman cabai lalu memetik kangkung dan kacang panjang. Dua jenis sayuran tersebut akan dimasak buat makan malam.
Andra tidak berlama-lama di luar takut jika ada warga yang bertanya mengenai sosok Dita.
Di dalam rumah, Andra menyuruh Dita untuk beristirahat. Tanpa membantah, Dita masuk ke kamar dan merebahkan tubuhnya di ranjang.
Jika siang hari, Dita berani sendirian berada di kamar karena pintu terbuka dan terang. Kalau malam dirinya begitu sangat ketakutan.
Selesai dengan rutinitasnya, Andra menikmati makan siangnya seorang diri. Lanjut, membuka ponselnya mencari informasi pekerjaan.
Andra membaca pesan dari temannya jika ada lowongan pekerjaan menjadi kuli bangunan di perusahaan ternama.
"Jika aku pergi bekerja, Dita dengan siapa? Ibu pasti menolak mengurusnya," gumamnya.
Andra membalas pesan temannya yang kini bekerja di kota, ia menolak tawaran untuknya. "Lebih baik aku tidak memberitahu ini kepada ibu, dia akan marah jika mengetahuinya," batinnya.
-
"Lepaskan aku!" rintih Dita dengan mata terpejam.
Andra yang mendengarnya lantas terbangun, ia memasang jelas telinganya yang ternyata dari kamarnya.
Andra segera bangkit dan berjalan menuju kamarnya, ia melihat Dita menangis namun matanya tertutup.
"Apa salahku? Aku mohon tolong lepaskan aku!" ucap Dita mengigau.
"Dita!" panggil Andra dengan pelan. Ia lalu menepuk-nepuk lembut pipinya.
Dita terperanjat, ia terbangun dan memundurkan tubuhnya. "Siapa kamu? Pergi!" sentaknya.
"Aku Andra, Dita. Kamu bermimpi, ya?" tanya Andra penuh kehati-hatian.
Dita terdiam ia berusaha mengingat apa dia bermimpi atau tidak. Seketika ia memegang kepalanya dan berteriak, "Aaarghh......"
Andra yang panik dan bingung, reflek memeluk Dita.
"Lepaskan aku!" Dita mendorong dan memukul dada pria yang memeluknya diiringi tangisan.
"Dita tenanglah!" Andra mengelus rambutnya tanpa melepaskan pelukannya.
Seketika tangis Dita mereda.
Andra melepaskan pelukannya, ia menangkup wajah Dita yang tampak pucat dan penuh keringat. "Apa kamu ingat sesuatu?"
"Dia-"
Andra tak sabar menunggu apa yang diucapkan Dita. "Dia kenapa?"
"Aku benci dia, dia sangat kasar dan kejam," jawab Dita.
"Dia siapa?"
Dita terdiam.
"Apa kamu kenal wajah atau namanya?" tanya Andra.
Dita menggelengkan kepalanya.
Andra menghela napas kecewa, ia tak dapat mengorek informasi.
"Jangan pernah tinggalkan aku!" Dita kembali memeluk Andra.
"Apa-apaan ini?" sergah Laila.
Andra yang terkejut lantas mendorong tubuh Dita walaupun tidak kasar, ia lantas berdiri dan membalikkan badannya. "Ibu!"
"Apa yang kalian lakukan di kamar?" tanya Laila mulai menunjukkan taringnya.
"Kami tidak melakukan apa-apa, Bu!" jawab Andra memberikan alasan.
"Kalian pelukan," ucap Laila.
"Aku bisa jelasin, Bu."
"Cepat jelaskan!" desak Laila.
Andra menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, mengapa ia sampai memeluk Dita.
"Jadi dia sudah ingat?" tanya Laila.
"Belum, Bu. Aku rasa dia sangat trauma sehingga mengalami amnesia," jawab Andra.
"Kasihan sekali dia, siapa yang sudah tega melakukan ini kepadanya?" Laila bertanya lirih.
...----------------...
Jangan Lupa Tinggalkan Jejak, Bahagia Selalu 🤗
Happy Weekend..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!