Manusia bukanlah satu-satunya penghuni alam semesta. Terdapat makhluk lain yang juga menempati alam semesta. Fakta itu terungkap sekitar lima ratus tahun yang lalu ketika beberapa petinggi negara di dunia melaporkan berbagai temuan anehnya.
Penemuan aneh tersebut diawali oleh sekelompok nelayan di wilayah Rovinj, kota pesisir yang terletak di Laut Adriatik di Kroasia. Mereka menemukan bangkai tak teridentifikasi yang terdampar di tak jauh dari kawasan pesisir yang menjadi lokasi mereka mendaratkan kapal.
Bangkai tersebut berwujud seekor hewan yang memiliki ciri seperti sebuah banteng. Namun, ukuran mereka tiga kali lipat lebih besar dibandingkan banteng normal pada umumnya. Selain itu, tubuh mereka memiliki dua warna. Dari kepala sampai perut berwarna hitam, sementara dari bawah perut hingga ujung kaki dipenuhi warna putih. Bagian yang tidak masuk akal ialah struktur dua kaki depan mereka tidak jauh berbeda dengan tangan manusia. Begitu pun dengan dua kaki belakang mereka yang seolah memiliki kerangka layaknya kaki manusia.
Pada minggu pertama setelah penemuan tersebut dilaporkan, para scientist berpendapat bahwa makhluk tersebut merupakan hasil dari eksperimen terlarang yang kemungkinan besar memadukan gen hewan -dalam hal ini banteng- dengan gen manusia. Itu adalah pendapat paling logis yang dapat diberikan oleh para scientist. Akibatnya, pemerintah pun segera melakukan penyelidikan terhadap tokoh-tokoh yang berpotensi melakukan eksperimen terlarang tersebut.
Selang dua hari dari berita ditemukannya makhluk aneh di Kroasia, pemerintah China mengeluarkan pengumuman resmi terkait penemuan makhluk aneh berwujud anjing merah yang menyerang masyarakat di area Forbidden City, Kota Beijing. Wujud dari anjing merah itu sendiri tidaklah normal dengan keempat kaki yang panjangnya mencapai satu meter. Pemerintah belum dapat menjelaskan asal usul anjing merah ganas ini.
Sementara itu, masyarakat di wilayah pedalaman Papua, Indonesia, melaporkan adanya penyerangan dari makhluk raksasa berbulu hitam dan berwujud layaknya manusia purba. Karena penyampaian laporan pada pemerintah yang cukup sulit, penyerangan tersebut telah memakan banyak korban. Akan tetapi, sulit untuk menanggapi kebenaran dari cerita yang disampaikan oleh warga yang berhasil selamat dari penyerangan makhluk itu. Sebab, seringkali terjadi konflik antar dua suku atau lebih di wilayah pedalaman sehingga tidak mengherankan jika terjadi penyerangan yang menewaskan korban. Sementara itu, sebagian dari masyarakat yang menekuni bidang ilmu hitam mempercayai bahwa makhluk aneh itu sebenarnya adalah makhluk mistis yang tak sengaja diganggu oleh masyarakat sehingga makhluk itu pun dengan keji melakukan pembantaian.
Karena itulah, pada awalnya pemerintah enggan untuk mempercayai kebenaran laporan itu. Namun, setelah mendapatkan laporan mengenai makhluk tak teridentifikasi dari negara lain, pemerintah di berbagai negara pun mulai mengambil tindakan serius, tak terkecuali dengan Indonesia.
Setidaknya dibutuhkan waktu selama satu bulan bagi para pemimpin dunia untuk menyadari adanya makhluk lain yang menempati alam semesta selain spesies mereka. Makhluk ganas nan mengerikan itu selanjutnya disebut dengan beast. Mereka adalah makhluk berbahaya yang menganggap manusia sebagai makanan utama mereka. Dengan kata lain, beast telah menjadi predator yang memburu manusia.
Saat itu dunia mengalami kekacauan. Beberapa negara yang tidak dapat mempertahankan wilayah mereka pun satu per satu mulai didominasi oleh para beast.
Tiada hari tanpa adanya rasa ketakutan. Teror beast yang nyata menciptakan keputusasaan dalam hati manusia. Setidaknya itulah deskripsi singkat dari situasi pada lima ratus tahun silam.
Tapi, manusia dengan semangat juang yang tinggi sekaligus penolakan keras atas dominasi beast di tanah air mereka tidak membiarkan diri mereka untuk menyerah. Mereka memikirkan berbagai strategi untuk mengalahkan para beast dengan kekuatan gila yang tak akan pernah dimiliki oleh manusia.
Hingga akhirnya, pada detik-detik terakhir, setelah hampir seluruh wilayah di dunia dikuasai oleh para beast, menyisakan tak lebih dari tiga ratus juta penduduk yang hidup, manusia akhirnya menemukan rahasia untuk meningkatkan kekuatan mereka dan mengalahkan para beast.
Setelah berbagai eksperimen yang dilakukan secara intensif dan memakan waktu puluhan bulan, akhirnya manusia pun menyadari keunikan dalam diri mereka yang selama ini mereka abaikan. Itu adalah energi jiwa.
Penelitian menunjukkan bahwa setiap makhluk bernyawa memiliki energi jiwa. Energi tersebut dikaitkan dengan kekuatan yang dapat dikeluarkan oleh setiap makhluk hidup. Sederhananya energi jiwa dapat dikonversikan dalam bentuk kekuatan.
Penemuan ini diawali dengan penemuan inti beast yang dikumpulkan oleh ilmuwan setelah para tentara dunia menyerahkan bangkai beast seusai bertarung melawan makhluk ganas itu. Tubuh dari tiap beast selalu memiliki bagian berbentuk lingkaran yang padat dengan warna yang disesuaikan dengan level beast. Bagian itulah yang selanjutnya disebut dengan inti beast. Inti beast merupakan tempat penyimpanan energi jiwa bagi beast. Singkatnya, sumber kekuatan beast terletak di dalam inti beast yang mereka miliki.
Saat itulah para ilmuwan menyadari adanya energi jiwa bagi setiap makhluk hidup. Tidak hanya beast, namun manusia pun juga memilikinya.
Setelah fakta itu diungkapkan, ilmuwan serta ahli bela diri di dunia mulai mempelajari cara untuk mengendalikan energi jiwa guna memunculkan kekuatan baru untuk melawan para beast. Pada akhirnya mereka yang dapat mengendalikan energi jiwa mendapat sebutan 'HUNTER'.
Sekalipun mengalami kekalahan yang berulang kali, umat manusia yang hampir sepenuhnya musnah akhirnya kembali bangkit. Dengan perjuangan para hunter di koridor utama dan dukungan dari segenap masyarakat yang rela berkorban, umat manusia berhasil mempertahankan dunia mereka dari serangan beast.
Penelitian mengenai asal usul beast pun segera dilakukan. Namun, tidak terdapat cukup pengetahuan yang dapat manusia pahami. Satu-satunya hal yang mereka ketahui ialah terdapat dunia lain yang menjadi tempat tinggal dari para beast.
Salah satu profesor dari Jepang rupanya berhasil menemukan adanya planet asing yang diduga menjadi dunia tempat para beast hidup. Planet tersebut kemudian dinamakan Beast Planet.
Dengan itu, terdapat asumsi adanya portal di antara Planet Bumi dan Beast Planet. Kedua planet tersebut terhubung melalui portal yang entah bagaimana menghubungkan dunia manusia dengan dunia beast. Belum diketahui pula di mana serta bagaimana portal tersebut dapat tercipta.
Dengan sedikit pengetahuan itu, manusia tidak pernah berhenti untuk membahas topik seputar beast selagi menguatkan diri sekaligus menciptakan berbagai senjata yang kiranya dapat membawa mereka pada kemenangan mutlak ketika para beast itu datang menyerang.
Namun, setelah ratusan tahun berlalu para beast itu anehnya tidak kembali menampakkan wujud mereka. Umat manusia hanya berpikir bahwa portal yang menyatukan kedua dunia mungkin telah tertutup. Entah untuk sementara waktu atau pun selamanya.
Umat manusia pun mulai melupakan makhluk yang pernah hampir membinasakan mereka. Bahkan, tidak sedikit dari beberapa ilmuwan yang beranggapan bahwa beast telah sepenuhnya musnah. Hal itu membuat umat manusia tidak lagi merasakan adanya bahaya dari beast yang ditakutkan kembali mengancam waktu mereka.
Tahun demi tahun pun mulai terlewati. Hingga akhirnya lima ratus tahun pun berlalu.
Akan tetapi, setelah lima ratus tahun berlalu, tahun ini, tepatnya di tahun 5031, siapa yang mengira jika makhluk yang dianggap telah punah itu justru kembali menampakkan wujud mereka dan membantai umat manusia?
...Beast Planet, Tahun 5031...
BOOM! BOOM! BOOM!
Rangkaian ledakan yang muncul dalam waktu singkat cukup untuk menghanguskan segala sesuatu. Tak menyisakan apa pun selain debu yang bertebaran. Juga rasa panas yang tak tertahankan.
"Dengan kekuatan yang dapat menghancurkan satu kota dalam sekali serang, kuyakin seluruh penghuni di alam semesta ini tidak akan keberatan memujamu sebagai dewa."
Itu adalah kalimat yang diucapkan oleh sang lawan. Tidak dengan nada memuji. Namun, sebuah pengakuan yang diharapkan dapat membuat sang pemilik kekuatan menyadari bahwa dirinya telah diakui oleh makhluk yang memiliki kuasa tertinggi di alam semesta.
Makhluk itu mengenakan himation. Tanpa perlu bertanya, Negral tahu persis siapa sosok itu. Busana yang melekat di tubuhnya telah menunjukkan status sosok itu secara tidak langsung. Dilengkapi dengan trisula berwarna emas setinggi tubuhnya yang dihiasi sebuah bola kristal yang menyerupai wujud matahari diujung trisula bagian tengah.
Di sisi kanan dan kiri makhluk itu, terdapat sosok lain yang mengenakan chlamys. Mereka berdua tidak membawa senjata, tapi Negral dapat memastikan jika kedua sosok itu memiliki kekuatan yang tidak lebih lemah dari kekuatannya.
"Tawaran yang kami berikan masih berlaku. Bergabunglah dengan kami, Negral. Tidak akan ada seorang pun makhluk di alam semesta yang berani meragukan statusmu."
"Tawarannya masih berlaku?" sosok yang dipanggil Negral bertanya dengan nada yang dibuat terkejut. Mata merahnya menatap lawan bicaranya tanpa gentar, sekalipun trisula sakti yang dimiliki lawannya itu kemungkinan besar dapat memusnahkannya dalam sepersekian detik. "Tapi, kupikir aku telah memusnahkan salah satu dari kalian?" Negral berkata dengan nada bertanya seraya mengalihkan pandangannya pada makhluk yang membuatnya mengeluarkan tiga serangan ledakannya.
Tentu saja makhluk itu telah musnah. Bahkan, makhluk dengan status tertinggi itu pun mungkin akan kesulitan menghadapi serangan ledakannya tanpa trisulanya. Negral menatap sisa dari makhluk itu. Abu putih yang tampak berkilauan menjadi bukti musnahnya makhluk itu. Untuk selamanya.
"Kami tidak akan mempermasalahkan hal sekecil itu. Kami akan menganggap kematiannya sebagai bentuk pengorbanan yang dirinya lakukan untuk menunjukkan kesetiaannya pada Deity."
"Tepatnya kau ingin mengatakan jika pengorbanan anjingmu itu setara dengan bergabungnya diriku yang hebat ini bersama Deity yang penuh keagungan," Negral mengatakan kalimat itu dengan nada sarkatis. Itu adalah salah satu ciri khasnya. Tentu saja selain sifat angkuhnya yang membuatnya populer. "Bukan begitu, Lord?"
"Perhatikan mulutmu, bajingan! Beraninya kau-"
Makhluk yang dipanggil 'lord' itu membuat isyarat agar rekannya berhenti bicara. Dengan terpaksa rekannya pun harus menahan kekesalannya. Meski demikian, aura permusuhan yang begitu kentara tidak dapat disembunyikan olehnya.
"Apa kau akan tetap menyiakan-nyiakan kesempatan yang telah kuberikan? Kau tahu tidak akan ada hal baik untukmu jika kau mengabaikannya, kan?" tanya sang lord dengan tenang, namun tersirat nada yang mengancam dalam setiap kata yang diucapkannya.
"Kulihat para anjingmu menatapku dengan tidak bersahabat, oh tidak, tatapan itu seakan mengatakan padaku jika mereka akan menyiksaku sebelum menetapkan kematianku dengan pembunuhan yang sadis." Ucapan itu menyulut amarah juga dendam yang sedari tadi telah dipendam oleh para Deity. Negral memang sengaja melakukannya dan dia tahu jika keahlian sarkasmenya tidak pernah gagal menciptakan suasana panas. "Ada baiknya dirimu sebagai majikan memastikan anjing-anjing peliharaanmu itu tidak akan menggonggong dan menyerangku."
"KAU SUNGGUH TIDAK PERNAH TAHU POSISIMU, BUKAN?! AKU AKAN- UGH!"
Mendadak tekanan yang luar biasa muncul. Membuat kedua Deity yang ada di sisi kanan dan kiri sosok lord seketika terjatuh dengan posisi kedua tangan dan lutut yang menyentuh tanah.
"Tunjukkan padanya jika kalian akan selalu menghormatinya," sosok yang mengeluarkan tekanan itu berkata dengan tegas.
"Lord!"
Salah satu Deity di sana berusaha membantah. Tapi, tatapan tajam yang dilayangkan oleh sang lord membuatnya tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti perintah lord-nya.
Sontak, rahangnya kian mengeras dengan gigi yang terdengar bergemeletuk.
"Saya, Deity Kelima menunjukkan rasa hormat kepada Anda."
"Deity Ketujuh bersedia untuk menghormati Anda."
Negral berjalan mendekati Deity Kelima. Ekspresi waspada terpasang pada wajah Deity itu ketika Negral sedikit membungkukkan badan dan mengulurkan tangan pada Deity tersebut.
Deity kelima enggan dan tidak akan pernah menerima uluran tangan itu. Baginya apa yang dilakukan Negral adalah suatu penghinaan. Tapi, mendapati sang lord yang tengah memperhatikannya membuat Deity Kelima tahu jika dia tidak dapat menolak keinginan makhluk rendahan itu.
Deity Kelima menjabat tangan itu. Tapi, dia tidak segera melepaskannya. Dari sudut bibirnya tercetak senyum licik yang tidak diketahui oleh semua makhluk di sana. Deity Kelima mungkin akan mendapatkan hukuman. Tapi, itu tidak akan sebanding dengan kepuasan yang akan diterimanya setelah berhasil membunuh serangga yang sok hebat.
Akan kubalaskan penghinaan yang kau berikan padaku!
Sayangnya, Negral sendiri telah menyusun rencana liciknya. Jadi, sebelum Deity Kelima melancarkan aksinya, Negral lebih dulu mengeluarkan ledakannya.
"Tidak perlu repot-repot memikirkannya," Negral tiba-tiba berkata di tengah genggaman tangan yang masih mereka pertahankan. Deity Kelima menatapnya dengan tatapan tidak mengerti. "Tidak usah pula berpura-pura. Lebih baik kau pikirkan bagaimana caramu menebus dosa-dosamu setelah kukirim kau neraka."
"Apa yang bajingan ini ocehkan-"
BOOM!
Deity Kelima hangus dalam sekejap. Tapi, kematian Deity itu sama sekali tidak mengartikan kemenangan bagi Negral.
"Inikah jawabanmu?" Lord bertanya dengan amarah yang mengelilinginya. "Bukan pilihan yang tepat menjadikanku sebagai musuhmu, Negral."
Negral pun tahu persis jika dirinya hanya akan berada dalam bahaya saat menyatakan permusuhan terhadap Deity. Bahkan, nyawanya pun akan selalu terancam.
Setidaknya sampai dirinya mampu mengalahkan sang lord. Tapi, semua makhluk di alam semesta ini pun tahu jika itu adalah sebuah kemustahilan baginya.
"Kau pun tidak akan pernah menjadi sekutu yang tepat untukku," balas Negral sebelum menjetikkan jari dan mengeluarkan sebuah api hitam yang kini ada di atas jari telunjuknya. "Bagaimana jika akhiri percakapan dan memulai pertarungannya? Kau sudah tidak sabar untuk bertemu dengan anjingmu di neraka, bukan?" lanjutnya seraya menyeringai.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Planet Bumi, Tahun 5031...
Selagi pertarungan hebat yang mengguncang seluruh planet itu tengah berlangsung, terdapat seorang anak yang meratapi nasib sialnya. Keputusasaannya dalam menghadapi kesialan yang berulang kali terjadi pada hidupnya membuatnya berkali-kali mengharapkan kematian.
Dialah Jaksel. Seorang pemuda yang tidak hanya dilahirkan dengan tubuh sakit-sakitan yang lemah, tapi juga tidak dikaruniai dengan kecerdasan. Sialnya lagi tampang buruknya semakin melengkapi alasan dirinya untuk tidak diinginkan oleh orang lain. Barangkali karena itulah ibunya juga berakhir membuangnya.
Sampai kapan penderitaan ini akan terus berlangsung? Sampai kapan Tuhan akan terus mengabaikannya? Kenapa tidak ada satu pun keinginnya yang terwujud? Apakah Tuhan tidak mendengar doa-doanya? Berapa lama lagi ia harus hidup di dunia yang tak pernah menginginkan kehidupannya?!!
Tapi, Jaksel tahu, berapa lama pun dirinya memikirkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, Jaksel tidak akan pernah mendapatkan jawabannya.
Seandainya aku tidak terlahir dalam keadaan menyedihkan ini, apa semuanya akan berbeda?
Tidak semua hal yang diinginkan dapat terwujud.
Itu adalah prinsip utama yang selalu dipegang teguh oleh Jaksel selama menjalani kehidupannya. Tapi, untuk yang pertama kalinya, Jaksel merasa muak dengan prinsip yang selalu diagung-agungkannya. Begitu muak hingga rasanya Jaksel sungguh tidak lagi menginginkan dirinya untuk hidup.
Keinginan itu muncul setelah Jaksel bertanya-tanya apakah kematian akan terasa tidak lebih menyakitkan dibandingkan dengan hidupnya saat ini.
Kau sangat payah, Jaksel. Melindungi satu-satunya orang yang berharga di hidupmu saja kau tak bisa.
Ucapan itu terngiang-ngiang dalam benaknya. Dan Jaksel tidak dapat menghentikan lara yang terus bersarang di hatinya. Bahkan, semuanya terasa lebih menyakitkan saat Jaksel menyadari kebenaran dari ucapan itu.
Ini karena dirinya yang selalu tak berguna. Sampah semacam dirinya kenapa harus ada di dunia? Anak sial sepertinya kenapa harus hidup bersama sosok yang penuh kasih dan berhati malaikat? Kini, karena kehadirannya, kesialan yang selalu mengelilingi dirinya juga berakhir menimpa sosok berhati mulia itu.
Tangis Jaksel pecah. Air mata memburamkan pandangannya. Namun, sepasang manik birunya masih dapat melihat dengan jelas sosok dengan tubuh bersimbah darah yang terbaring di atas lantai. Tubuh ringkih yang tak pernah berhenti merengkuhnya dalam kehangatan itu, kini terkulai dalam dekapan dinginnya malam.
Jaksel ingin bangkit dan memeluk sosok itu untuk yang terakhir kalinya. Jaksel juga berharap dia dapat mengantar kepergian sosok itu dalam kehangatan. Agar sosok itu tidak merasakan kesepian.
Tapi, Jaksel tidak dapat menggerakkan sedikit pun tubuhnya. Tubuhnya terlalu lemah hingga hanya dengan sekali pukulan keras di punggung, tubuhnya limbung dan Jaksel tidak dapat melakukan apapun selain terkapar tak berdaya.
Jaksel ingin mengutuk pelaku yang menyakitinya. Jaksel juga ingin menyumpah serapahi pelaku yang lagi-lagi membuatnya merasakan kehilangan atas sesuatu yang dimilikinya di dunia. Tapi, Jaksel tidak dapat melakukan hal itu setelah ucapan lain melintas dalam ingatannya.
Jangan pernah menyalahkan orang lain atas penderitaan yang kau rasakan. Kau harusnya sadar jika semua kesialan ini terjadi karena kehadiranmu.
Apa aku perlu mengatakannya dengan sangat jelas? Kau adalah anak pembawa sial, Jaksel. Berkatmu, semua orang tertimpa kesialan. Kenapa kau tidak mati saja?
Sekarang, di tengah keputusasaannya, Jaksel bertanya-tanya pada dirinya sendiri, kenapa dirinya tidak mati saja? Benar, kenapa ia harus tetap bertahan jika dirinya diharuskan untuk hidup dengan penuh penderitaan?
"Kenapa dulu aku tidak mati saja?"
Dengan suara sepelan bisikan, sekali lagi Jaksel membiarkan dirinya untuk melontarkan pertanyaan itu pada dirinya sendiri.
Seandainya Jaksel tidak ada, apa hari ini nenek dengan hati setulus itu masih akan tetap hidup? Seandainya Jaksel tidak ada, apa sekarang sang nenek akan hidup bahagia?
"Ini salahku ..." Jaksel berbisik begitu menyadari kepahitan itu. Air matanya semakin tak terkendali. Lalu, dengan isak tangis, Jaksel melanjutkan kata-kata yang terdengar menyayat hatinya. Dan sayangnya, Jaksel tahu jika apa yang diucapkannya adalah sebuah kebenaran yang tak terbantahkan.
"Hidup nenek tidak akan tertimpa sial jika nenek tidak bertemu anak sial sepertiku ..."
Jaksel menangis keras. Tapi, tangisan itu terhenti saat telinganya menangkap suara lemah yang Jaksel sadari berasal dari sang nenek.
"Jak-sel ..."
Panggilan itu terdengar sangat lirih, namun cukup untuk membuat Jaksel menghentikan tangisannya. Pandangan lelaki itu segera beralih ke arah wajah sang nenek. Satu-satunya anggota keluarga sekaligus sosok yang dengan sukarela menerima kehadiran dirinya di dunia.
"NENEK?!!" teriak Jaksel terkejut karena rupanya sang nenek yang terkulai lemas di sana masih bernyawa.
"Nenek ..." Bibir itu bergerak dengan susah payah, "... tidak pernah menyesal ..."
Jaksel tidak pernah ingin menunjukkan air matanya dalam pandangan sang nenek. Namun, setelah mendengar rangkaian kata yang selalu ingin didengarnya, Jaksel sama sekali tak memiliki kuasa untuk menghentikan tangisannya.
Jika saja anak itu tahu betapa menyesalnya diriku telah melahirkannya, apa anak sial itu akan bersedia untuk pergi dari hidupku selamanya?
Seberapa bodohnya dirimu Jaksel hingga kau tak bisa melihat bagaimana orang-orang menyesal setelah bertemu denganmu?
Jaksel, aku sungguh tidak ingin mengatakannya, tapi aku benar-benar menyesal. Aku sangat menyesal memiliki anak sepertimu.
Dari sekian banyaknya orang yang pernah bertemu dengannya, tidak ada seorang pun yang tak pernah berhenti menyesali takdirnya setelah bertemu dengan Jaksel, tidak orang tuanya, tidak temannya, tidak juga gurunya, hanya sang nenek, satu-satunya orang di dunia ini yang tak pernah menyesali takdirnya untuk bertemu dengan anak sial sepertinya.
Jaksel dapat melihat sang nenek yang tampak kesulitan menggerakkan kepalanya, tapi dengan paksaan sang nenek berhasil menggerakkan kepalanya ke arahnya. Sosok itu menatap dirinya dengan pandangan yang tak dapat Jaksel deskripsikan. Tapi, Jaksel tahu persis jika tatapan itulah yang selama ini diinginkannya. Bukan tatapan yang menghina atau merendahkannya. Bukan juga pandangan jijik atau pun menyesal.
Itu adalah tatapan penuh syukur dari sepasang mata yang tampak seolah-olah menginginkan kehadirannya. Seakan sang nenek justru mensyukuri pertemuannya dengan Jaksel.
Dan Jaksel yang dengan kuat tengah berusaha menghentikan air matanya yang mengalir deras kembali digagalkan hanya dengan tatapan dari sepasang mata itu.
Lalu dengan kekuatan terakhirnya, bibir itu mengulas sebuah senyuman tulus yang tak pernah Jaksel dapatkan dari orang lain. Juga sebuah senyuman terakhir yang dapat Jaksel saksikan sebelum akhirnya bibir itu bergerak untuk mengatakan tiga kata terakhir,
"Tetaplah hidup, Jaksel ..."
Berikutnya sepasang mata itu perlahan menutup. Dan meskipun bibir itu masih menyunggingkan sebuah senyuman, Jaksel tahu jika sepasang mata itu tidak akan pernah terbuka untuk selamanya.
Walau demikian, Jaksel tetap memanggil sang nenek. "Ne-nenek?"
Tapi, tentu saja tidak ada jawaban.
Jaksel mengulangi panggilannya.
Namun, tidak ada jawaban apa pun.
Hanya ada keheningan malam yang sesaat kemudian diisi dengan suara tangisan.
Tetaplah hidup, Jaksel.
Jaksel memaksa dirinya untuk bangkit dari posisi telungkupnya. Walaupun punggungnya terasa retak setelah mendapat pukulan yang berulang kali dari rotan, Jaksel tidak akan menyerah. Tidak lagi setelah dirinya mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh sang nenek.
Karena kesulitan menegakkan punggungnya, Jaksel mencoba untuk merangkak ke arah sang nenek. Namun, ketika Jaksel baru saja merangkak, Jaksel merasakan adanya sebuah getaran di lantai kayunya.
Getaran itu terasa begitu kuat hingga barang-barang di dalam rumah kayu itu pun bergetar kuat. Satu per satu barang di sana mulai berjatuhan. Dan sialnya, sebuah rak buku -yang berdiri kokoh tak jauh dari posisi Jaksel yang tengah merangkak- mendadak jatuh dan berakhir menimpa salah satu kakinya.
"AAARRGH!!"
Teriakan Jaksel terdengar begitu nyaring. Namun, suara itu tidak sekencang suara dari makhluk asing di luar.
"KRIIIIIIIGGH!"
Kerasnya suara itu menyakiti telinga Jaksel. Bahkan, Jaksel sampai menutup telinga dengan kedua tangannya.
Sementara itu, getaran pada rumah kayunya makin menguat. Atap rumahnya pun runtuh dalam sepersekian detik. Begitu pun dengan dinding kayunya.
"NENEK!" teriak Jaksel melihat runtuhan bangunan rumah kayunya menimpa tubuh sang nenek.
Mendadak Jaksel dapat merasakan embusan angin yang begitu kencang. Tak lama, Jaksel merasakan sesuatu yang begitu besar mendarat di atas halaman rumahnya.
DRAP! DRAP!
Jaksel mengalihkan pandangan ke samping. Tanpa sengaja pandangannya jatuh pada sebuah makhluk raksasa yang Jaksel sempat pelajari di kelas sejarahnya.
Wyvern!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!