BAB 1 Desakan orang tua
“Sudah Ayah bilang, jangan berhubungan dengan cowok itu ayah tidak suka!”, kata ayah dengan suara tinggi , membuat aku yang sedang menerima telpon kaget. Sambungan telpon langsung aku matikan dan ku masukan ponselku ke kantong baju tidur yang aku pakai.
“Yah apa alasan nya kenapa ayah tidak merestui hubungan kami dengan Dimas, dia pemuda baik baik ayah?” tanyaku dengan wajah memelas, berharap ayahku akan luluh dan merestui kami.
“Pokoknya sampai kapanpun ayah tidak akan merestui hubungan kalian titik”, Ayah melengos dan meningkalkan aku sambil menutup pintu kamar keras keras.
Blaaaam
Aku terlonjak kaget melihat sikap ayah, rasanya hatiku sakit.. breees air mataku langsung menetes tak berhenti.Kepada siapa lagi aku mengadu. Lelah aku menangis sampai tertidur, bangun ketika mendengar pintu diketuk.
Tok..tok…tok
“Vina, boleh ibu masuk?” Suara ibuku terdengar dari balik pintu. Aku gegas mengusap air mataku yang masih tersisa kemudian membukakan pintu.
Ketika ibu muncul didepan pintu aku langsung memeluknya dan menangis dalam dekapan.
“Kamu yang sabar yah, tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anak. Semua orang tua menginginkan yang terbaik untuk anak anaknya, demikian juga bapakmu.”, kata ibu sambil mengelus punggungku.
“Tapi aku tidak mengenal laki laki yang dijodohkan itu, apalagi keluarganya”.
“Kami tidak menuntutmu untuk menikah saat ini juga, kamu bisa mengenalnya dulu.Jika kamu setuju dia akan melamarmu dan kau bisa lebih dekat mengenalnya”, ibu ikut menbujuk agar aku mau. Aku masih ragu, hatiku masih belum bisa menerima kenyataan.
“Kalau aku tahu mau dijodohkan mendingan aku ngga usah pulang, sekalian aja hidup di Batam”, gumanku lirih. Ibu hanya tersenyum mendengar omonganku.
“Dah sekarang mandi, biar terlihat lebih segar”, pinta ibu sambil mengelus rambutku.
Baru sebulan aku pulang dari Batam setelah bekerja disalah satu persahaan elektronik disana. Disana pekerjaanku cukup menjanjikan dengan gaji yang menggiurkan. Aku bekerja sebagai traineer yang bertugas untuk mentraining karyawan baru. Dan saat itu jabatanku traineer 3 yang sedang dipromosikan menjadi karyawan tetap. Jika sudah menjadi karyawan tetap, perusahaan memberika berbagai fasilitas diantaranya, biaya transportasi dan juga biaya perumahan. Juga diperbolehkan berkeluarga. Harapanku sudah melambung tinggi saat atasanku memintaku untuk mengumpulkan persyaratan pengajuan sebagai karyawan tetap.
Namun aku dikejutkan dengan kabar yang kuterima dari kampung katanya ibu sakit dan mengharapkan aku untuk balik ke kampung. Demi rasa baktiku pada orang tua tanpa pikir panjang aku mengajukan resign pada atasanku.
“Kamu yakin mau resign, sayang lo karir kamu bagus apa yang kau perjuangkan selama ini akan sia sia”, ujar atasanku memberi nasehat.
“Aku juga mikir begitu pak, untuk mendapatkan posisi seperti sekarang ini ngga gampang, aku harus berjuang keras . Tapi bagaimana lagi ibuku sakit dan dia berharap aku merawatnya”, jawabku dengan rasa bimbang dan ragu.
“Aku takut kalau ibuku kenapa napa”, gumanku dengan suara bergetar menahan tangis. Aku tidak tahu keadaan ibu yang sebenarnya, sehingga aku percaya saja kalau ibuku sakit dan memang beliau berharap aku yang merawatnya. Tapi aku merasa curiga saat aku ditelpon ayah waktu itu, karena ayah tidak menunjukkan keberadaan ibu yang sedang sakit, dan benar saja ternyata itu hanya jebakan agar aku mau pulang.
“Lho disuruh mandi kok malah bengong,” aku hanya tersenyum kecut menanggapi omongan ibu. Aku kecewa dengan sikap orang tuaku, entah apa yang menjadi alasan sehingga beliau memaksaku untuk menerima perjodohan itu.
Aku selesai mandi dan bersiap siap untuk pergi, Setelah aku berganti baju dan memakai make up flawless,bergegas aku mengambil tas dan memakai flat shoes agar lebih nyaman. Kemudian menyambar gunci motorku yang tergeletak di meja.
“Bu Vina pergi dulu”, pamitku pada ibu kemudian menstater motor. Didepan gerbang aku berpapasan dengan om om yang sudah tersenyum padaku.
“Iiissh apa an sih senyum senyum, kenal aja kagak”, gumanku sambil memalingkan muka.
Aku melajukan motorku menuju suatu tempat yang sering menjadi tempat pertemuan aku dengan Dimas. Sampai disana kulihat dia sudah datang dan duduk dibawah pohon yang rindang ditepi sungai.
“Sudah lama?” tanyaku pada Dimas.
“Ngga baru saja”, Aku duduk disampingnya sambil kakiku bermain air.
“Ada apa tumben ngajak ketemu, kangen yah”. Tanya Dimas sambil menatapku lekat.
Aku menunduk kemudian menarik nafas dalam dalam.
Rasa kangen itu sebentar lagi akan menjadi rindu yang terlarang,” kataku sambil meremas ujung bajuku.
“Kenapa?, ada masalah?” tanya Dimas penuh perhatian dan itu semakin membuat hatiku perih.
“Yah, aku terpaksa menerima perjodohan itu”.
“Secepat itu?”. Tanya Dimas tidak percaya. Kemudian membingkai wajahku dan menatapnya tajam. Mataku yang masih sembab karena lama menangis tidak bisa ditutupi dengan make up.
“Ayahku tidak merestui hubungan kita, jadi untuk apa dipertahankan”.
“Tapi aku sedang berjuang untuk mencari masa depan yang lebih baik lagi, untuk masa depan kita”. Dimas meyakinkan aku.
“Aku juga tidak tahu kenapa orang tuaku bersikeras menjodohkan aku dengan orang yang tidak aku kenal, aku tidak mau Dim aku takut”, aku terisak. Dimas memelukku dan mengelus punggungku lembut.
Dimas tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun hatinya hancur, harapan musnah.tapi dia bisa apa. Rasanya dia ingin membawa kabur anak gadis orang tapi dia masih menjaga kewarasan.
“Vina jika kamu mau bersabar satu atau dua tahun lagi, aku yakin aku siap datang melamarmu. Aku tidak mau membuatmu menderita nantinya, aku sayang kamu aku ingin menjaga dan melindungi kamu”, Vina semakin terisak dipelukan Dimas.
Setelah Vina bisa mengendalikan perasaannya, dia melepaskan pelukannya dan menatap wajah cowok didepannya dan ternyata Dimas meneteskan air mata walaupun sudah berusaha ditahannya.
Dimas kembali memeluk gadis impiannya dan membelai rambutnya.
“Only you in my heart”, bisiknya ditelingaku membuat aku tersenyum bahagia. Dimas adalah sosok cowok yang romantis dan pandai merayu,banyak cewek yang dibuat baper oleh rayuannya sehingga menduga kalau sikap dan kata katanya serius.Dan parahnya lagi jika si cewek sudah minta kepastian padanya dia selalu mengelak. Akupun tidak berani berharap banyak.namun yang membuat aku merasa nyaman bersamanya, dia mau mendengar semua keluh kesahku dan tanpa diminta dia akan memberikan solusi dari permasalahan yang aku hadapi. Dia selalu berkata lembut.
“Pulang yuk sudah sore nanti ayahmu mencari”, ucap Dimas menggenggam tanganku dan menciumnya. Aku diantar pulang , didepan gerbang kembali bertemu dengan om om yang tadi
Orang iu tersenyum kepadaku, tapi mendelik saat melihat Dimas berpamitan dan mencium keningku.Tiba tiba dia mendekati kami dan mendorong tubuh Dimas membuat tubuh kekar itu limbung.
“Kurang ajar, maksud kamu apa orang tua?” tanya Dimas menarik krah bajunya.
“Justru aku yang seharusnya tanya, maksud kamu apa mencium calon istriku?”, mendengar ucapan om om itu Dimas tertawa ngakak.
“Jangan mimpi,masa kekasihku yang cantik mau kawin sama aki aki”, ledek Dimas memuat laki laki itu naik pitam. Dia berusaha untuk memukul Dimas namun tangannya berhasil dipelintir.
“Laki laki cemen dan letoy kaya kamu mau merebut kekasihku?, sebaiknya kamu ngaca dulu sebelum datang kesini”,mendengar ribut ribut ayah keluar.
“Ada apa ini, haaah ternyata kamu biang onar, mau apa kau kesini pergi…”Usir ayah pada Dimas. Dimas yang tidak mau orang tua Vina semakin memandang jelek ke padanya bergegas pergi namun sebelum pergi dia melintir tangan laki laki itu sampai meringis kesakitan.
“Urusan kita belum selesai”,
“Urusan kita belum selesai”, kata Dimas sambil mengepalkan tangan kemudian bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Setelah kedua cowok itu pergi ayah menarikku masuk ke dalam.
“Duduk!” perintah ayah dengan wajah emosi. Aku hanya menuruti perintahnya tanpa berani memandang wajah tua itu.
“Sudah ayah bilang jangan berhubungan dengan dia lagi, dia bukan cowok baik”, Ayah menurunkan nada bicaranya melihat ku hanya menunduk saja.
“Emang dia siapa?, sampai ayah segitunya belain dia. Apa dia karyawan ayah atau orang kepercayaan ayah?” tanyaku sambil mendongakkan wajah meminta kepastian dari jawaban ayah.
Ayah hanya tersenyum masam mendengar pertanyaanku. Tiba tiba ibu datang dan duduk disampingku kemudian membisikkan sesuatu ditelingaku.
“Dia itu calon suamimu”. Bagai disambar petir disiang bolong, aku kaget dan tidak percaya.
“Dia calon suamiku?, ngga … ngga mungkin pasti ayah sama ibu bohong”, rancauku sambil menangis memeluk wanita yang sudah melahirkanku. Aku sungguh tidak percaya kalau ayah menjodohkan aku dengan om om yang tampangnya aja jauh dari kriteria. Aku marah dan tidak terima dengan keputusan yang diambil oleh orang tuaku. Aku melepas pelukan ibu dan mengusap air mataku dengan kasar. Wajahku merah padam menahan amarah dan badanku pun bergetar hebat.
“Yah, apa istimewanya laki laki itu sehingga ayah bersikeras untuk menjodohkan aku dengan nya. Aku ingin tahu apa alasan Ayah”, teriakku lantang. Ayah terkesiap dan menatap tajam tapi aku balas menatapnya. Selama ini aku selalu mengalah dan menuruti kehendak orang tua, tapi tidak untuk memilih pendamping hidup yang aku tidak tahu sama sekali latar belakangnya.
“Nak pelankan suaramu dia ayahmu”, kata ibu lirih sambil mengelus rambutku. Atas perlakuan ibu emosiku sedikit mereda.
“Bukankah ayah sendiri yang bilang kalau memilih pasangan hidup itu harus mengutamakan bibit bebet bobotnya agar tidak menyesal dikemudian hari. Tapi sekarang apa… apa yang ayah lakukan kepada Vina, Ayah tahu bagaimana dia diluaran sana?, Dia sudah menikah dan anak istrinya diterlantarkan bahkan yang lebih parah lagi dia menghamili janda yang baru ditinggal mati suaminya.Apa seperti itu menantu yang ayah inginkan”. Mendengar ucapanku ayah diam dan menunduk, demikian juga dengan ibu.
“Tapi keluarganya baik sama kita?”jawab Ayah lirih. Aku tertawa sinis mendengar jawaban ayah. Aku heran dengan cara pikir orang tuaku. Ngga biasa biasanya bertindak ngawur.
“Ya iyalah mereka baik karena ada maunya, Ayah selama ini vina selalu meminta petunjuk sama Allah agar dan mungkin ini petunjuk yang awah berikan pada kita, sebelum dia jadi suamiku semua kebusukannya sudah terbongkar. Seorang lelaki itu Iman dalam rumah tangga, dia juga nahkoda yang mengendalikan bahtera rumah tangganya kelak, lah terus kalau Imam dan Nahkodanya begitu, apa yang akan terjadi hancur yah… hancur. Bahkan dipastikan anakmu ini bakal menyandang gelar janda. Apa ayah mau?” aku memberikan gambaran yang sedikit menyudutkan orang tuaku atas keputusan yang diambil. Mereka hanya diam dan tertunduk, ada gurat penyesalan yang tergambar jelas di wajahnya. Aku merasa capek , dan juga lelah pikiranku, sehingga aku bangkit dari duduk dan bergegas masuk kamar.
Blaaaamm
Pintu kamar ku banting keras, agar mereka tahu aku marah dan kecewa dengan sikap dan keputusannya.
Sudah sebulan sejak kejadian itu, laki laki itu tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya dirumahku membuat hatiku lega. Dan untuk mengisi waktu luang aku membuat desain pakaian muslimah. Kemudian aku berniat untuk membeli bahan nya di Tegal gubug Cirebon. Setelah bertanya pada orang orang yang pernah ke sana, pagi itu aku berniat ke tempat itu untuk membeli bahan dan segala keperluan usahaku nanti. Aku nebeng ikut rombongan pedagang yang akan berjualan baju ke sana, sampai disana aku kagum sekaligus kaget dengan sistem penjualan disana. Tidak semua pedagang punya toko, banyak yang menempati lapak lapak yang luasnya hanya tiga kali dua meter. Itupun mereka membeli dengan bergabung dengan yang lain . ada yang satu lapak dibeli dirombong dua orang ada juga yang tiga orang , alasan mereka karena harganya cukup mahal dan mereka hanya bisa menggunakan seminggu dua kali. Malah yang lebih unik ada penjual yang mengejar kejar pembeli hanya untuk menawarkan dagangannya. Setelah puas berkeliling dan membeli keperluan untuk usahaku aku menunggu bis yang lewat di depan pasar itu. Jam Enam pagi aku baru sampai rumah.karena capek dan penat pulang langsung tidur.
Sudah tiga bulan aku mulai mengeluti bisnis konveksi. Aku senang dan bersemangat karena sudah terlihat hasilnya. Selain baju baju muslim yang aku kirim ke Batam aku juga menyediakan baju anak laki dan perempuan segala umur, bahkan tetangga sekitar banyak yang berdatangan untuk membeli keperluannya.
“Nduk, bagaimana kalau buka toko pakaian aja”, usul ibu saat itu. Aku hanya tersenyum menanggapinya.
“Sebenarnya Vina juga pengin bu tapi kita jalani aja apa yang ada sekarang”.jawabku jujur.
Aku jadi teringat saat masih dekat dengan teman kerjaku Deni, asal dari Margahayu Jaya Bekasi Timur. Orangnya lucu dan penuh semangat.Walaupun dikenal ceweknya banyak alias play group eh.. salah pembaca,bukan play group tapi play boy he..he..he.. guyon dikit biar pembaca ngga tegang, tapi dia royal sama teman.
Kalau dilihat tampangnya sih sangar kaya preman pasar tapi ternyata dia anak mami yang berhati hello kitty. Banyak kenangan manis bersamanya tapi semua itu tinggal kenangan karena sekarang dia sudah bersanding dengan cewek cantik asal Jawa Timur. Dan karena kesibukan masing masing kami tidak lagi bisa menjalin komunikasi.Dulu kami pernah bercita cita untuk mendirikan butik bersama. Yah itulah kenangan masa lalu masih segar dalam ingatan.
“Vin.. vina kerja kok nyambi ngelamun, tuh bajunya gosong”, mendengar teriakan ibu aku langsung tersentak kaget dan ternyata benar baju yang sedang ku setrika gosong.
“Nglamun aja mikirin apa sih?” kata Utami karyawan kepercayaanku sambil menyenggol lenganku. Aku hanya terkekeh menanggapinya. Entahlah akhir akhir ini aku sering teringat dengan orang orang yang sudah berkontribusi di masa lalu. Ada kerinduan tenteng mereka tapi apalah daya aku sekarang tidak lagi bekerja di sana. Enam tahun waktu yang cukup lama bersama sama mereka sehingga kenangan itu tidak bisa begitu saja terlupakan.
Sejak aku sibuk merintis usaha dibidang konveksi, ayah tidak pernah lagi menyinggung lagi tentang perjodohan, aku juga ingin mengulik sedikit, apa motivasi ayah menjodohkan aku .
“Bu, gimana sih awalnya ibu kenal sama keluarganya si om tuir itu?” tanyaku pada ibu.
“Om Tuir, maksud kamu apa sih vun ibu ngga ngerti”, aku garuk garuk kepala yang tidak gatal melihat tanggapan ibu.
“Itu lho bu ,si Anton laki laki yang akan dijodohkan dengan Vina?”tanyaku penuh semangat.
“Oh itu, orang tuanya yang datang ke sini meminta kamu untuk menjadi menantunya.
“Haah, kok begitu bu”tanyaku kaget.
“Bahkan kemarin ada lagi yang meminta kamu, berjodoh dengan adiknya”. Kata ibu tersenyum masam.
“Apppaaa?”…
BAB 3 Siapa lagi?
“Apaaa?” aku memekik karena kaget dan syok dengan ucapan ibu.
“Dia adik lelaki dari Rohyati. Itu lho anaknya bu Aminah, masa kamu ngga tahu?” ibu balik nanya. Aku mengerdikkan bahu dengan sikap ibu. Boro boro mikirin cowok yang tidak aku kenal, apalagi anaknya bu Aminah, wong saya sendiri ngga kenal bu Aminah itu siapa.
“Yang aku tahu itu hmmm… siapa yah?” aku ngeledek ibu sehingga membuat ibu mencebik.
“Jangan kamu ngomong kalau kamu hanya kenal si Dimas itu, nanti ayahmu sewot”. Vina hanya tertawa tawa melihat ibu mulai terpancing emosinya.
“Ha..ha..ha.. bu anakmu ini cantik, banyak cowok cakep yang cukup berpotensi yang mau sama aku lo bu”, jawabku membanggakan diri.
“Ya..ya.. Anak ibu memang gemoy dan Istimewa”.Aku tertawa ngakak mendengar jawaban ibu membuat wanita yang sudah melahirkan ku itu mengernyitkan dahinya.
“Lho dipuji malah ketawa, siapa yang akan ngalem anak sendiri kalau bukan ibu bapaknya hayo”, ibu ikut ikutan tertawa sumringah. Membuat suasana yang tadinya tegang menjadi cair.
“Bukan itu, tapi ibu kaya juru kampanye dalam pemilu yang lagi viral itu, eh bu namanya siapa bu dan orangnya kaya apa, kerjanya apa?” tanyaku menodong ibu dengan berbagai pertanyaan.
“Kamu itu kalau nanya satu satu, penasaran ya?” goda ibu sambil menjawil hidungku.
Aku tidak langsung menjawab tapi masuk ke kamar karena mendengar dering telepon. Aku kembali duduk dihadapan ibu sambil membuka pesan yang masuk dari ponselku. Ternyata dari teman satu kerjaan yang bernama Winda.
(Vin, kamu pulang ngga pamitan sama Deny ya, dia nyariin lho, katanya sepi ngga ada kamu yang suka dangdutan kalau shif malam) membaca pesan dari Winda aku senyum senyum sendiri.
Kemudian aku mengetik jawaban dan dikirimkan pada Winda.
( Iya lupa,.. salam kangen aja buat dia mudah mudahan kita bisa ketemu lagi dan bisa konser bareng lagi tak lupa aku tambahin emoticon tertwa) setelah pesan terkirim aku kembali menatap ibu untuk meminta jawaban.
“Namanya Firman, dia anaknya baik, rajin sholat juga ngga jelek jelek amat. Bu Aminah itu dulu kakak kelas ibu waktu sekolah dulu, jadi ibu sedikit tahu tentang bu Aminah, kalau kamu setuju nanti ibu perkenalkan dengannya”. Aku cuek tidak menanggapi ucapan ibu. Jujur saja aku tidak mengiyakan juga tidak menolak tapi sebelum aku mengambil kebutusan aku ingin mencari tahu dulu siapa dia, bagaimana orangnya dan juga keluarganya. Aku ngga mau kejadian kemarin terulang lagi.
“Gimana, mau menerimanya, nanti ibu perkenalkan sama dia”, tanya ibu lagi.
“Aku ngga minat bu, aku masih pengin merintis karir. Udah lupakan aja lah” jawabku kemudian hendak beranjak pergi namum tanganku ditarik kembali oleh ibu.
“Vin kamu sudah besar, sudah dewasa umurmu sudah dua puluh enam tahun.bahkan kalau dikampung kita umur seorang gadis segitu dibilang perawan tua. Ayah dan ibu malu jadi omongan tetangga, apalagi bapakmu dibilang ngga bisa ngatur anak, kami malu vin… malu. Apalagi adikmu sudah besar dan sudah punya pacar, kamu jangan menghalangi masa depan adikmu”, kata ibu dengan nada tinggi. Vina yang masih asyik dengan ponselnya mendongak mendengar perkataan ibunya.
“ Siapa yang menghalangi masa depan Vani?, silahkan saja kalau ayah dan ibu mau menikahkan Vani duluan, aku is’t Ok.”jawab Vina kesal. Mendengar ribut ribut ayah keluar dan ikut duduk disamping ibu.
“Ada apa ini, ribut ribut?” tanya Ayah. Semua menunduk tidak ada yang berani menjawab.
“Ada masalah apa bu?” tanya Ayah dengan nada suara tinggi. Entah kenapa akhir akhir ini ayah gampang emosi, apalagi kalau mendengar nama Dimas disebut sebut.
“Ini yah, kemarin anaknya bu Aminah, Rohyati ke sini dan ngomong sama ibu kalau dia ingin ber besan. Meminta Vina mau dijodohkan dengan adiknya itu. Tapi vina menolak.”, tutur ibu.
Ayah tidak langsung menanggapi ucapan ibu, kemudian beralih memandang anaknya .
“Benar apa yang ibumu katakan Vina?” tanya Ayah dengan suara lantang membuat ibu dan vina tersentak kaget.
“Benar ayah,katanya ibu malu karena vina disebut sebut sebagai perawan tua”, jawabku lirih.
“Nah itu kamu tahu, sampai kapan kamu akan menunggu si Dimas itu, laki laki yang tidak punya masa depan. Kamu harus move on, ingat umurmu, kamu perempuan jika kamu menikah diusia tua, kehamilanmu akan berbahaya dan nantinya disaat usiamu sudah tua anakmu masih kecil kecil. Menikahlah nak, tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini demikian juga dengan kedua orang tuamu ini. Kenali dulu pribadinya jangan lupa kamu minta petunjuk sama Allah, jika dia bukan yang terbaik untukmu Allah akan menjauhkan dia dengan jalan Allah yang tidak kau sangka. Manusia itu hanya bisa ikhtiar dan berdoa selebihnya serahkan semua pada yang maha kuasa. Jodoh rejeki dan kematian itu rahasia Allah kita tidak bisa memprediksinya.” Ayah memberikan nasehat dan wejangannya panjang lebar.
“Iya yah, tapi beri waktu Vina untuk berpikir.” Jawab ku sambil beranjak dari sana dan masuk kamar. Aku ingin menyelidiki dulu siapa dan bagaimana orang yang di jodohkan denganku itu sambil meminta petunjuk lewat sholat istikharah.
“Siapa yah, orang yang bisa ku tanyai tentang si Firman itu”, gumam ku lirih sambil berfikir.
‘Hmmm kenapa aku ngga nanya Tati aja, dia past tahu siapa si Firman, apalagi kemarin kemarin dia bercerita tentang saudaranya yang ingin berkenalan denganku,oh…bukankah dia kerja di rumah ibu Rohyati, atau jangan jangan dia dalang dari semua ini, awas aja kalau ini benar bener terjadi, ku sumpah i dia gila”, gerutu ku kesal sambil mengepalkan tangan kuat kuat. kemudian aku bergegas untuk membersihkan wajah karena terasa lengket dan berganti baju. Setelah make up sedikit, aku menyambar kunci dan dompetku kemudian menjalankan motor menuju rumah Tati. Tati adalah gadis desa yang lugu, selama hidupnya dia jarang pergi ke mana mana apalagi merantau bekerja. Setiap hari dia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari hari bersama kedua orang tuanya. Sebenarnya orang tuanya masih punya sawah yang sedang ditanami, tapi karena kondisi bapaknya sudah tidak memungkinkan untuk bekerja di sawah, sawah tersebut dilimpahkan pada kakak laki lakinya. Miris sekali kehidupan yang di jalani Tati,dia bisa bertahan dalam keadaan yang serba kekurangan dan itu yang membuat aku masih bertahan berteman dengan nya. Walau ada beberapa watak Tati yang tidak aku sukai.
“tok..tok..tok.
“Assalamu'alaikum Setelah beberapa kali mengucapkan salam baru pintu dibuka. Muncul seraut wajah seorang gadis seusiaku yang sangat sederhana. Raut wajah yang kusam dengan rambut sebahu yang diikat asal. Membuat penampilannya tambah mengenaskan.
“Hai.. Vina kapan pulang?” tanya Tati memelukku erat kemudian mempersilahkan aku duduk.
“Udah lama sih, tapi baru sempat main ke sini”. Jawabku datar.
“Mentang mentang sekarang sudah sukses kamu lupa sama aku,dasar cewek kota”, Tati menepuk bahuku pelan kemudian memandangku dari atas sampai bawah .
“Apaan lo ngelihat aku gitu amat,” aku mendorong sedikit tubuhnya menjauh dari ku.
“Kamu cantik, cantik sekali pantas jadi orang kota. Pasti uangmu banyak,kerja enam tahun di Batam”. Tanya Tati asal membuat aku tertawa.
“Kamu itu aneh, aku sekarang masih nganggur, mau merantau lagi ngga boleh sama ayah juga ibuku, mana ada pengangguran uangnya banyak”. Jawabku terkekeh . Aku tahu persis sifat temanku itu. Seandainya aku bercerita apa adanya, aku tidak mau dia punya rasa iri dan juga dengki atas kerja kerasku selama ini.
“Terus gimana kabarnya Dimas?” tanya Tati penasaran. Aku hanya menarik nafas dalam dalam.
“Aku tidak direstui jalin hubungan sama Dimas dan mau dijodohkan sama… siapa gitu aku lupa, katanya sih anak dari teman lama ibu”, kataku Lirih.
“Alhamdulillah” teriaknya membuat aku kaget dan menatap heran kepadanya.
“Kok kamu malah seneng gitu”, Aku kesal melihat sikap sahabatku itu. Kecurigaanku semakin kuat. Mendengar pertanyaanku dia terkekeh, aku dibuat tambah kesal.
“Aku tidak setuju kalau kamu jadi menikah sama Dimas, bukan apa apa tapi aku belum siap melihat kamu bahagia dengan dia, sedangkan aku masih seperti ini, Tidak ada teman buat ngobrol dan juga pergi pergi”. Jawabnya santai.
“Sialan lho, dasar teman tak berakhlak”, aku memukul baru Tati namun anak itu tidak marah melainkan tertawa ngakak. Setelah tawanya reda, dia menarik ku ke kamarnya.
“Mau ngga kamu kenalan sama saudara aku, syukur syukur kalau kalian berjodoh “, bisiknya lirih di telingaku.
“Udah ngga usah bisik bisik ngomong aja langsung siapa?..
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!