WARNING!!! MOHON DI BACA YA TEMAN-TEMAN.
Cerita ini hanya Fiktif / Karangan ya guys😊
Jadi mohon untuk tidak di anggap serius apalagi menyamakannya dengan di kehidupan nyata🙏🙏🙏
Dan jika ada bagian di cerita yang tidak sesuai, mohon maaf atas ketidaktahuan saya.
Bumbu-bumbu di dalam cerita ini hanya untuk sekedar pemanis di dalam cerita ini.
Bukan bermaksud untuk menghina atau menyinggung kalangan tertentu.
Mohon maaf sebesar-besarnya jika cerita yang saya tulis menyinggung seseorang ataupun kalangan tertentu 🙏🙏🙏
Sekali lagi saya ingatkan ini hanya karangan, mohon untuk tidak menyamakan sifat dan kepribadian tokoh di cerita ini dengan di kehidupan nyata.
Karena sifat dan kepribadian di cerita ini hanyalah Fiktif / karangan.
Terima kasih: 'Galbia'
Happy Reading😊
Di suatu ketika.
"Syifa" panggil seorang perempuan berusia sekitar 48 tahun.
"Aku di sini bu" ucap seorang gadis cantik nan anggun.
Perempuan yang di panggil ibu itu melangkah menuju rumah depan tempat putrinya berada.
"Ternyata kamu di sini" ucapnya.
"Iya ada apa bu?" tanyanya.
"Kamu masih lama?" tanya sang ibu sambil menatap putrinya.
"Kayaknya iya bu, itu bunga melatinya masih banyak yang belum di pasang" ucapnya sambil menunjuk untaian bunga yang masih belum di pasang.
"Suruh orang lain saja gak bisa ta?" tanya sang ibu.
"Kalau orang lain yang pasang gak bakalan pas bu, aku akan segera menyelesaikannya. Ibu ada perlu apa?" tanyanya di akhir kalimat.
Syifa termasuk gadis yang perfeksionis, jadi semuanya harus terlihat sempurna di matanya.
"Itu kue-kuenya belum di potong, gak ada yang bisa motong takut gak sesuai sama selera mu.
"Oh iya bentar lagi, aku selesain ini dulu ya bu" ucapnya.
"Iya, tapi cepetan ya" ucap sang ibu.
"Iya" jawab Syifa.
Gadis itu kembali naik ke sebuah tangga dan memasang rangkaian bunga melati di langit-langit rumah.
Saat ini adalah waktu tersibuk di rumahnya.
Hari ini adalah haul kakek-kakek buyutnya sekaligus acara Maulid Nabi Muhammad yang di adakan di kediaman orang tuanya.
Gadis bernama Syifa itu lah yang menghandle hampir semua persiapan acara. Dari mulai hidangan dan dekorasi.
Yah walaupun banyak orang yang membatu di bagian dapur, tapi dialah yang mengatur hidangan menggunakan resep miliknya sendiri.
"Oke tinggal tiangnya saja" ucapnya sambil turun dari tangga yang dia naiki.
Syifa mengambil sebuah rangkaian bunga melati yang cukup panjang untuk di lilitkan di tiang.
Dia menggeser tangga itu ke dekat tiang, dia menaiki tangga lipat itu setelah memastikan tangga itu sudah aman untuk dia naiki.
Di saat Syifa sibuk memasang bunga melati, sebuah mobil hitam masuk ke halaman rumahnya.
Tak lama setelah memarkirkan mobilnya para penumpang di dalam mobil itu pun turun.
Tiga orang pria berbeda umur turun dari dalam sana dan melangkah ke arah Syifa berada saat ini.
Perlahan mereka bertiga semakin mendekat.
Dan Syifa masih belum menyadari kedatangan mereka karena saking fokusnya dan kebetulan dia juga baru saja memasang earphonenya untuk mendengarkan sebuah lagu.
"Assalamualaikum"
Syifa seketika menoleh saat samar-samar dia mendengar salam dari salah satu pria itu, Syifa terkejut saat melihat tiga orang pria berwajah Arab.
Di karena gerakannya yang tiba-tiba Syifa kehilangan keseimbangan sebelum dia sempat menjawab salam dari mereka.
"Waa.... Argghhh!!" teriak Syifa saat kakinya terpeleset dari anak tangga yang dia pijaki.
Syifa sudah berpikir dirinya pasti akan mengalami patah tulang detik ini juga di karenakan jatuh dari tempat yang lumayan tinggi.
Tapi belum sempat bokongnya itu mendarat di lantai seseorang dengan gesit menyelamatkan dirinya.
Syifa membuka sebelah kelopak matanya untuk mengecek siapa yang menyelamatkannya.
Karena dia tidak merasakan sakit sedikit pun di tubuhnya terutama bokongnya.
Malahan tubuhnya terasa melayang di udara dan terasa juga sebuah sentuhan hangat dari tangan seseorang di punggung dan bawah pahanya.
Syifa sedikit terkejut saat melihat seseorang yang menyelamatkannya barusan.
"Kamu tidak apa-apa nak?" Tanya pria paling tua berwajah Arab yang langsung menghampirinya.
Syifa pun mengalihkan tatapannya pada pria yang menanyakan keadaannya itu.
Tubuh Syifa pun di turunkan kembali.
"Saya tidak apa-apa" jawabnya dengan jantung berdebar kencang.
Ingin sekali rasanya Syifa berteriak kencang saat ini karena rasa debaran di jantungnya.
"Syukurlah, maaf kami membuat mu terkejut" ucapnya.
"Tidak apa-apa Bib, saya yang tidak hati-hati" ucap Syifa dengan pandangan mengarah ke bawah, dia tidak berani menatap wajah ketiga pria di hadapannya itu.
Syifa memutar sedikit tubuhnya ke arah kanan lalu berkata.
"Terima kasih" ucap Syifa sambil sedikit menundukkan sedikit kepalanya pada pria yang menyelamatkannya barusan.
Sepertinya pria itu adalah putra dari pria yang Syifa Habib.
"Saya panggilkan keluarga saya dulu Bib, silahkan duduk" ucap Syifa mempersilahkan mereka untuk duduk.
"Baik" jawab pria itu.
"Permisi" pamit Syifa.
Syifa segera melangkah pergi dari sana, dan saat mulai menjauh dari tempat ketiga pria itu Syifa pun berlari dengan jantung yang masih berdebar-debar.
Ketiganya pun melangkah ke tempat yang sudah Syifa bereskan tadi dan mereka pun duduk di atas karpet.
"Husein duduklah" ucap pria yang berumur sekitar 50 tahunan.
Saat melihat putranya justru berhenti melangkah di dekat tiang.
"Sebentar Abi, Husein selesaikan ini dulu" ucap pria bernama Husein. Dialah yang menyelamatkan Syifa barusan.
Sang Abi pun mengangguk.
Husein melanjutkan pekerjaan Syifa yang di tinggalkan, dia menoleh ke tiang sebelah untuk menyamakannya.
Setelah selesai Husein pun duduk di samping Abinya.
Tak lama kemudian seorang pria yang lebih tua dari ibu Syifa pun muncul di sana dia adalah paman Syifa, kakak dari ibu Syifa.
"Assalamualaikum Habib" sapanya.
"Waalaikumsalam" jawab mereka bertiga.
"Sudah lama Habib?" tanya paman Syifa
"Baru saja sampai, Fa" jawab Abi Husein.
Mereka pun berbincang-bincang, tak lama kemudian Syifa datang membawa nampan berisi teh dan camilan.
"Paman" panggil Syifa.
"Oh iya, taruh di sini nak" ucap paman Syifa.
Syifa melangkah mendekat dan menyajikan teh dan camilan di bantu paman Syifa.
"Perkenalkan ini keponakan saya, namanya Syifa" ucap paman Syifa.
Syifa hanya menampilkan senyumannya sekilas.
"Anaknya siapa?" Tanya habib Ahmad, Abi Husein.
"Anaknya adik perempuan saya, Bib" jawab paman Syifa.
Pria setengah baya itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Di antara kami bersaudara hanya adik perempuan kami yang punya keturunan" ucap paman Syifa.
"Benarkah?" tanya Habib Ahmad.
"Iya Bib, saya belum punya anak, jadi Syifa dan kedua adiknya sudah seperti anak saya sendiri" ucapnya sambil tersenyum.
Mereka bertiga nampak mengangguk-anggukan kepala mereka.
"Lalu satu lagi saudara kalian?" tanya Habib Ahmad.
"Adik laki-laki saya juga tidak memiliki keturunan"
"Sudah menikah?"
"Sudah tapi bercerai karena tidak saling cocok dan juga ada sedikit masalah dengan kesehatan adik saya"
Habib Ahmad nampak kembali mengangguk.
"Silahkan di cicipi Bib" ucap paman Syifa.
Mereka mengangguk.
"Oh iya bagaimana persiapannya?" tanya Habib Ahmad.
"Sudah 99%, tinggal nunggu acaranya di mulai dan tamunya datang" jawab paman Syifa.
"Yang handle persiapannya siapa? Apa sama seperti tahun kemarin?" tanya Habib Ahmad.
"Yang handle semua persiapan keponakan saya Bib, Syifa" ucap paman Syifa membanggakan keponakannya.
"Benarkah?" tanya Habib Ahmad terkejut.
"Benar, Bib semuanya Syifa yang atur"
"Sudah paman" ucap Syifa saat sang paman terus menyanjungnya di hadapan para pria berwajah Arab itu.
"Ini yang buat juga Syifa?" Tanya Habib Ahmad sambil menatap syifa.
"Enggeh" jawab Syifa sungkan.
"Kreatif ya, kuenya cantik" ucap Habib Ahmad sambil mengambil salah satu kue yang di sajikan Syifa.
Syifa tersenyum mendapat pujian dari Habib Ahmad.
"Saya permisi dulu, masih ada yang belum di kerjakan" pamit Syifa.
"Silahkan" jawab Habib Ahmad.
Syifa melangkah menjauh dari sana, tapi sebelum benar-benar pergi dia melirik ke arah tiang yang tadi belum dia selesai dekor karena hampir saja terjadi sebuah musibah padanya.
Syifa bertanya-tanya kiranya siapa yang melanjutkan pekerjaannya dan membereskan tangga lipat yang dia pakai tadi.
"Apa paman yang menyelesaikannya?" tanya Syifa dalam hati.
Setelah itu dia pergi dari sana menuju rumah belakang.
Beberapa jam kemudian.
Syifa nampak sangat sibuk, setelah shalat magrib dia mengepack semua bingkisan untuk para tamu undangan bersama yang lain.
40 menit kemudian dia sudah selesai dengan pekerjaannya.
"Syifa" panggil ibunya.
"Iya bu?" jawab Syifa.
"Sudah selesai?" tanya ibunya.
"Iya" jawab Syifa.
"Ayo kita ke masjid" ajak ibunya karena acara sudah akan di mulai.
"Aku tunggu di sini saja deh bu" ucap Syifa yang sudah lelah seharian dan hanya ingin duduk di rumahnya sampai acara selesai.
"Udah ayo ikut" ucap ibunya sambil meraih tangan putrinya.
"Tapi bu, siapa yang handle di sini nanti?" tanya Syifa beralasan.
"Banyak orang di sini, tanpa kamu pun semuanya akan berjalan lancar" jawab sang ibu.
"Dih masa?" Tanya Syifa pura-pura tak percaya.
"Udah ayo" ajak ibunya sambil menarik tangannya pelan.
Sesampainya di masjid Syifa dan ibunya duduk di tempat yang sudah di sediakan untuk perempuan.
Syifa yang sebenarnya sangat malas dan lelah pergi ke masjid tempat acara berlangsung pun mau tak mau harus duduk dengan manis sebagai tuan rumah acara.
Beberapa menit berlalu, namun acara tak kunjung di mulai. Namun Syifa tak memperdulikan itu karena saat ini dia sedang menahan rasa lelahnya.
Tapi di saat dia tengah asik melamun, tiba-tiba dia mendengar kata "Sah" dari dalam tempat shalat para pria.
"SAH" ucap orang-orang di dalam Masjid dengan serentak.
Gadis cantik dengan balutan Abaya Outher berwarna hitam itu nampak terkejut mendengar ada seseorang yang baru saja selesai melakukan Ijab Kabul.
"Siapa yang menikah?" Tanya Syifa dalam hati.
Syifa bingung siapa yang sedang menikah padahal sekarang acara seharusnya sudah di mulai.
Dan dalam hitungan detik seorang pria berparas rupawan khas negara Arab pun berdiri di depannya sambil tersenyum ke arahnya.
Dia bersama beberapa orang lainnya sudah ada di hadapan Syifa.
Gadis itu masih tercengang di tempatnya sambil mendongak menatap pria di depannya.
"Apa-apaan ini?!!!" Jeritnya dalam hati.
.........
"Apa-apaan ini?!!!" Jeritnya dalam hati.
.........
"Kenapa pria ini sekarang ada di hadapan ku?" Tanya Syifa dalam hati dan jantung berdebar kencang.
Pikiran-pikiran aneh mulai berputar di kepalanya saat ini.
Tebakan demi tebakan mulai menghasut pikirannya.
Pria itu perlahan menekuk kedua kakinya dan mensejajarkan tubuhnya dengan Syifa, dengan kedua tumitnya sebagai penunjang tubuhnya.
"Nak cium tangan suami mu" ucap sang ibu.
"Apa?!" Tanya Syifa dengan linglung sambil menoleh ke arah ibunya.
Syifa benar-benar Shock dengan apa yang di katakan ibunya barusan.
"Salim tangan suami mu sayang" ucap ibu Syifa mengulang kalimatnya.
"Tunggu dulu bu!" protes Syifa.
"Hmm?" Tanya ibu Syifa.
"Ada apa ini? Tanyanya lagi.
"Tanyanya nanti saja, sekarang cium tangan suami mu dulu" ucap ibunya sambil meraih tangan kanan putrinya dan mengulurkannya ke hadapan pria yang saat ini sudah menjadi suami putrinya.
Dengan linglung Syifa melakukan apa yang di minta ibunya. Kemudian pria itu mengecup keningnya, membuat tubuhnya seketika menegang.
Pria itu melepaskan kecupannya dari kening Syifa dan menatap lekat wajah istrinya.
Netra mereka berdua saling bertatapan.
Tiba-tiba gadis itu berdiri dan melangkah keluar dari masjid tempat acara berlangsung melewati pintu belakang.
Sebenarnya dia jarang sekali lewat di sana karena di belakang sana ada makam dari salah satu kakek buyutnya.
Dia sebenarnya agak takut jika lewat di sana, tapi dari pada harus lewat pintu depan dan akan membuat semua orang tahu dia kabur, dan mempermalukan keluarganya biarlah dia menahan rasa takutnya.
Ibu Syifa berniat menyusul putrinya yang tiba-tiba pergi.
"Biar saya yang susul bu" ucap pria yang baru saja mengucapkan ijab kabul itu.
Ibu Syifa pun mengangguk pelan, lalu pria itu pun berlari menyusul istrinya. Dengan langkah tergesa-gesa Syifa melangkah menuju rumahnya.
"Loh kok udah balik? acaranya kan belum di mulai" ucap salah satu kerabat jauhnya yang stay di rumahnya.
"Ning Syifa tunggu!" panggil seseorang.
Syifa pun menoleh sekilas ke belakang lalu mempercepat langkah kakinya saat melihat orang itu.
Pria keturunan Arab itu segera berlari mengejar langkah kaki istrinya yang semakin melaju dengan cepat karena mencoba menghindarinya.
Beberapa orang di sana nampak menatap bingung keduanya.
"Apakah habib itu yang menikah barusan?"
"Mungkin saja"
"Lalu mempelai wanitanya, Ning Syifa?" Tanyanya
"Mungkin saja, karena tidak mungkin seorang Habib di keluarga kita berdekatan dengan perempuan sampai-sampai mengejar dan memanggil namanya, bukan?"
"Kalau begitu bukankah mereka baru saja menikah beberapa menit yang lalu? kenapa sepertinya mereka bertengkar?" Tanya orang-orang di sana.
"Mungkin Ning Syifa terkejut, kita saja yang mendengar tiba-tiba ada ijab kabul juga terkejut, bukan."
"Benar, tidak ada yang bilang kalau mereka akan menikah. Ini terjadi begitu saja"
Bisikan-bisikan mulai terdengar. Syifa dan pria keturunan Arab itu tak ambil pusing dengan bisikan orang-orang.
Syifa masuk ke dalam rumahnya dan langsung menuju kamarnya.
Sesampainya di depan pintu kamarnya, gadis itu segera masuk ke dalam kamarnya dan segera menutup pintu kamarnya.
Tapi sayangnya tangan kokoh seseorang menahan pintu kamarnya.
Syifa menoleh ke arah pemilik tangan yang menahan pintu kamarnya.
"Apa yang anda lakukan Bib?!" pekik Syifa dengan nada suara terkejut.
"Kita harus bicara dulu" ucapnya penuh kelembutan.
"Tidak ada yang harus di bicarakan Bib, kita bahkan tidak saling mengenal" ucap Syifa.
"Kamu memang tidak mengenal ku, tapi aku mengenal mu. Kamu Syifa, istri ku" ucapnya.
"Terserah anda kenal saya atau tidak, tapi tolong pergilah" ucap Syifa berusaha menutup pintu kamarnya.
"Kamu mengusir suami mu?" Tanyanya sambil menahan pintu kamar Syifa dan menatap wajah Syifa yang nampak kesal.
"Saya bahkan tidak tahu tentang itu!" jawabnya.
"Karena itulah kita harus membicarakan ini" ucapnya lembut, tak ada guratan marah sedikit pun saat perempuan di depannya itu terus berteriak padanya.
Gadis itu menggeleng pelan.
"Tidak ada yang harus di bicarakan, saya tidak kenal anda. Tidak baik laki-laki dan perempuan ada di satu ruangan" Ucapnya dan hendak menutup kembali pintu kamarnya.
"Kamu lupa kita sudah menikah? bahkan belum juga lima belas menit berlalu" ucap pria itu.
Syifa nampak mendengus kesal dan melepaskan tangannya dari pintu kamarnya lalu menatap pria rupawan tapi nampak menakutkan di matanya karena wajahnya terlihat tegas dan galak.
Syifa memang mengakui pria di depannya itu memang sangat rupawan.
Tapi dari pertama kali dia melihat wajah pria itu tahun lalu, ya tahun lalu. Syifa sudah menjudge bahwa pria itu galak.
Syifa sangat hafal dengan wajah itu wajah yang satu tahun lalu pertama kali dia lihat dan pria yang tadi sore menangkap tubuhnya saat terjatuh dari tangga.
Syifa tidak akan pernah lupa dengan wajah itu.
"Sebaiknya anda kembali ke masjid jangan ganggu saya" ucap Syifa, karena acara memang sudah di mulai.
"Aku akan kembali jika kamu ikut kembali ke sana" ucapnya.
"Tidak, saya malas kembali ke sana" ucap Syifa.
"Kalau begitu aku akan di sini dengan mu" ucapnya.
Gadis itu mengerutkan keningnya, tanda protes. Pria itu mendorong pintu kamar Syifa dan melangkah masuk dengan seenaknya.
"Hei ini kamar saya!" ucap Syifa menyusul pria yang masuk ke kamarnya tanpa persetujuannya.
"Iya aku tahu" jawabnya dengan santai.
"Kalau tahu kenapa masuk?!" tanya Syifa kesal.
"Karena ini kamar istri ku" ucapnya sambil berbalik menatap Syifa.
"Hah..." Syifa menghela nafas.
"Saya benar-benar tidak mengerti kenapa anda menikahi saya" ucap Syifa sambil memijat keningnya yang tiba-tiba terasa nyeri.
"Kerena aku ingin kamu menjadi istri ku" ucapnya tanpa beban.
"Tanpa bertanya dulu pada saya?!" tanya Syifa dengan nada yang mulai meninggi.
"Maaf untuk itu" ucapnya.
"Sudah terlambat!" ketus Syifa.
Pria itu melanjutkan langkahnya kemudian duduk di kasur Syifa.
"Maaf tidak meminta izin pada mu terlebih dahulu, tapi aku tidak bisa diam saja saat ayah mu berencana menjodohkan mu dengan pria pilihannya" ucapnya memberi alasan kenapa dirinya tiba-tiba menikahinya.
"Apa maksud anda?" tanya Syifa sambil menatap pria yang dengan seenaknya masuk ke kamarnya dan duduk di ranjangnya.
Bahkan dengan seenaknya menikahi dirinya.
"Tadi ayah mu berbicara dengan paman Sholeh, beliau meminta saran pada paman Sholeh tentang menjodohkan mu dengan anak sepupu ibu mu" ucapnya.
Syifa mengerutkan keningnya.
"Lalu apa ada hubungannya dengan anda?" tanya Syifa dengan nada protes.
"Tentu saja ada, karena aku lebih dulu yang menginginkan mu untuk menjadi istri ku" ucap Husein.
Gadis itu menarik sudut bibirnya ke atas.
.......
Gadis itu menarik sudut bibirnya ke atas.
.......
"Asal anda tahu Bib, rencana itu sudah bertahun-tahun lalu di rencanakan kedua orang tua saya. Tapi saya menolaknya saat itu" ucap Syifa.
"Benarkah?" tanya Husein.
Ya pria yang menikahi Syifa adalah Habib Husein, putra Habib Ahmad. Pria yang menyelamatkannya tadi.
"Ya" jawab Syifa.
"Syukurlah aku langsung meminta pada Abi untuk menikahkan kita saat ini juga" ucap Husein bernafas lega.
Syifa mengerutkan kembali keningnya.
"Why?" tanya Syifa.
"Karena aku tidak rela kamu menikah dengan orang lain" jawab Husein sambil menatap dalam Syifa.
"Apa anda naksir saya?" tebak Syifa asal.
"Ya" jawab Husein tanpa keraguan.
Syifa nampak terkejut, karena tebakannya ternyata di iyakan oleh pria rupawan itu.
"Sejak kapan?" tanya Syifa yang sangat ingin tahu.
"Satu tahun lalu" jawab Husein.
"Anda tidak salah bukan?" tanya Syifa meragukan ucapan Husein.
"Tidak, aku tidak salah" ucapnya.
"Coba di ingat-ingat lagi, siapa tahu yang anda taksir itu bukan saya" ucap Syifa mencoba meracuni pikiran Husein.
"Jika bukan kamu lalu siapa?" tanyanya.
"Ya mungkin saja adik saya, dia lebih cantik di bandingkan saya" jawab Syifa acuh.
Yang di katakan Syifa memang benar adanya, adiknya lebih cantik dari pada dirinya.
Karena itulah terkadang Syifa merasa minder jika bersama adiknya itu.
Bahkan Syifa ragu jika ada seorang pria yang mengatakan jatuh hati padanya, karena Syifa merasa pria yang jatuh hati padanya sebenarnya menyukai adiknya tapi salah sasaran padanya.
Pria itu menggelengkan kepalanya.
"Tidak, aku tidak salah. Perempuan itu adalah kamu" ucap Husein yakin.
Ya Husein akui sejak pertama kali melihat Syifa, dia mulai tertarik. Tapi Husein pikir itu hanya perasaan semu jadi dia mengabaikannya.
Dan setelah mendengar gadis yang beberapa kali dia pikirkan selama ini akan di jodohkan, dia menjadi sangat tidak rela.
Dan berakhir nekat meminta Abinya melamar gadis di hadapannya ini, saat itu juga.
Beruntung keluarga Syifa menyetujuinya walaupun awalnya mereka sangat terkejut, tapi mereka langsung menikahkan mereka.
Awalnya Husein dan Abinya ingin memberitahu Syifa tentang pernikahan ini. Tapi ayah dari Syifa melarangnya.
Karena beliau sangat tahu tentang putrinya. Bisa di pastikan putrinya itu akan kabur saat tahu akan di nikahkan.
Sedangkan Syifa sudah masuk usia menikah, tapi gadis itu masih betah sendirian.
"Maaf tapi sepertinya penglihatan anda bermasalah saat itu" ucap Syifa tak patah semangat.
Dia memikirkan berbagai macam cara agar dirinya bisa lepas dari pria berparas rupawan namun terlihat galak yang sekarang ada di hadapannya.
"Penglihatan ku baik-baik saja Syifa" ucapnya sambil tersenyum lembut pada Syifa.
"Ya Allah, tampan sekali dia" ucap Syifa dalam hati saat melihat senyuman pria yang dia panggil Habib.
Syifa benar-benar sangat lemah dengan pria tampan, terutama pria yang seperti Husein.
Namun Syifa buru-buru menepis semua pikirannya.
Sesaat terjadi keheningan di antara mereka.
"Syifa" panggil Husein.
"Hmmm?" jawab Syifa acuh.
"Kamu mau kan menjadi istri ku?" tanya Husein.
"Bukankah anda sudah dengan seenaknya menikahi saya? kenapa sekarang masih bertanya!" ketus Syifa.
"Jadi kamu setuju?" tanya Husain sambil tersenyum.
Sungguh ini lah yang di namakan pertanyaan yang menjebak. Syifa terjebak di dalamnya.
"Tidak" jawab Syifa.
"Tapi kita sudah menikah seperti yang kamu katakan barusan" ucap Husein.
Syifa memijat keningnya yang tiba-tiba terasa sangat pening.
"Bib saya benar-benar tidak siap" ucap Syifa meminta belas kasih dari pria bermarga Assegaf itu.
"Kita bisa menjalani pernikahan ini dulu" bujuknya.
"Saya benar-benar tidak habis pikir, bukankah kalian harus menikah sesama keturunan Assegaf, lalu kenapa anda malah menikahi saya?" tanya Syifa.
"Tidak ada larangan seperti itu, kami bebas menikahi siapapun terutama pria. Karena keturunan Assegaf di nasabkan dari jalur ayah" jawab Husein.
"Perempuan di keluarga kami juga memiliki hak memilih pasangannya asalkan mereka siap keturunan mereka tidak memiliki nasab ini" lanjutnya.
"Jadi pria bebas memilih pasangan?" tanya Syifa.
"Ya" jawab Husein.
"Karena itulah anda dengan seenaknya menikahi saya tanpa bertanya dulu pada saya?!" ucap Syifa mempertanyakan lagi tindakan yang di lakukan Husein.
"Ya aku memang tidak bertanya pada mu, tapi aku sudah meminta izin pada ayah mu dan keluarga mu yang lain" ucap Husein.
"Anda pikir saya mau menikah dengan anda?" tanya Syifa dengan seringai di wajahnya.
"Kenapa tidak? bukankah itu bagus untuk keturunan kita kelak?" tanya Husein dengan percaya dirinya.
"Tapi saya tidak mau" ucap Syifa.
"Kenapa?"
"Terlalu ribet menikah dengan kalangan Habib seperti kalian" ucap Syifa sambil mengibaskan tangan kananya.
"Apanya yang ribet Syifa? kami sama-sama manusia seperti mu. Tidak ada yang berbeda" ucap Husein dengan seulas senyuman di bibirnya.
"Tidak itu berbeda, segala aturan di keluarga Habib lebih ketat dari pada aturan di keluarga biasa" ucapnya tak putus asa.
"Bukankah kamu juga keturunan kyai? Itu tidak akan jauh berbeda" ucap Husein.
"Tidak sangat berbeda, karena di sini sudah tidak ada aturan yang seperti itu. Karena tidak ada sesepuh di sini. Saya bisa melakukan apapun tanpa terkekang aturan" ucap Syifa.
"Apa hanya karena aturan kamu tidak mau?" tanya Husein
"Bukan hanya itu" jawab Syifa sambil menatap takut-takut ke arah Husein.
"Lalu apa lagi?" tanyanya dengan lembut dan sabar.
Syifa terdiam beberapa saat.
"Anda... Anda..." Syifa agak ragu untuk mengatakannya.
"Aku kenapa? katakan saja tidak perlu takut" ucapnya dengan lembut.
"Anda terlihat galak saya takut!" ucap Syifa dengan cepat. Lalu dia langsung mengalihkan pandangannya dari Husein karena merasa takut.
"Ha ha ha"
Seketika pria itu tertawa.
Glek
Syifa menatap pria yang tengah duduk di ranjangnya itu, lalu dengan susah payah menelan salivanya.
"Jadi hanya karena wajah ku yang terlihat galak?" tanya Husein masih dengan senyumannya.
"Ya" jawab Syifa sambil menatap ke arah lain.
"Aku tidak segalak yang kau pikirkan Syifa. Dan kalaupun aku galak aku berjanji tidak akan menggalaki mu" ucapnya.
"Bohong" tuduh syifa.
"Aku tidak pernah berbohong untuk hal seperti ini istri ku" jawabnya dengan penuh kelembutan.
Jantung Syifa berdisko ria di dalam sana. Mendengar kata istri ku dari mulut pria tampan di hadapannya itu, membuat Syifa tak dapat menahan debaran jantungnya.
Entah mimpi apa dia semalam, bisa-bisanya sekarang dia menjadi istri dari pria berparas rupawan seperti Husein.
"Saya tidak percaya"
"Aku berjanji" ucapnya.
Syifa nampak mengejek dengan raut wajahnya. Dia benar-benar tidak percaya dengan ucapan Husein.
Husein hanya bisa tersenyum.
"Sudahlah pokoknya kamu sudah menjadi istri ku, nanti ikut aku ke rumah ku ya" ucap Husein.
"Tidak mau!" tolak syifa mentah-mentah.
"Kenapa?" tanyanya dengan lembut.
"Anda tanya kenapa? tentu saja saya tidak mau, anda tiba-tiba menikahi saya tanpa pemberitahuan lebih dulu dan sekarang anda mau membawa saya ke rumah anda dan tinggal di sana? tentu saja saya tidak mau!" tegas Syifa.
.......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!